Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

dokumen-dokumen yang mirip
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB III PENUTUP. Dari pembahasan yang telah diuraikan mengenai peranan Visum Et Repertum

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017. KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh : Nixon Wulur 2

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

KEDUDUKAN KETERANGAN AHLI SEBAGAI ALAT BUKTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Hadi Alamri 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Bagian Kedua Penyidikan

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 7/Juli/2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

KEWENANGAN PENYIDIK POLISI TERHADAP PEMERIKSAAN HASIL VISUM ET REPERTUM MENURUT KUHAP 1. Oleh : Yosy Ardhyan 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

PENGANTAR MEDIKO-LEGAL. Budi Sampurna

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017


BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari ahli itu bertentangan dengan keyakinannya. terdakwanya diduga mengalami kelainan jiwa atau pada perkara-perkara lain

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9/Okt-Des/2016

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

VISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENAHANAN DITINJAU DARI ASPEK YURUDIS DAN HAK ASASI MANUSIA 1 Oleh : Muhamad Arif 2

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh: Stenli Sompotan 2

AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2

BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

INDEPENDENSI HAKIM DALAM MENCARI KEBENARAN MATERIIL 1 Oleh: Marcsellino Hertoni 2

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D

KEDUDUKAN REKAM MEDIS DALAM

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

FUNGSI BARANG BUKTI BAGI HAKIM DALAM MEJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHUUAN. lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh. pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

Transkripsi:

KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM (VER) DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN 1 Oleh : Destalia Christi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kedudukan Visum et Repertum (VER) dalam membuktikan tindak pidana pembunuhan dan bagaimanakah kekuatan pembuktian dari Visum et Repertum (VER), yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, maka kedudukan hukum Visum et Repertum termasuk sebagai alat bukti surat sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) huruf c dan Pasal 187 huruf c KUHAP serta sebagai alat bukti keterangan ahli sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) huruf b KUHAP. 2. Bahwa kekuatan pembuktian Visum et Repertum, karena kedudukannya sebagai alat bukti bagi Pengadilan adalah amat penting maka dengan melampirkan bukti Visum et Repertum dalam berkas perkara pada berita acara pemeriksaan (BAP) oleh penyidik pada tahap penyidikan dan dalam proses penuntutan oleh penuntut umum maka Visum et Repertum termasuk sebagai alat bukti yang sah dan mempunyai kekuatan pembuktian dalam rangka memperkuat dan mendukung keyakinan hakim dalam membuat putusan. Kata kunci: pembunuhan, visum et repertum PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam praktek, sering pembuatan Visum et Repertum dilakukan tergesa-gesa dengan alasan kepentingan penyidikan atau ada pembuatan Visum et Repertum yang dilakukan setelah korban mati dan ada pula Visum et Repertum yang tidak dilakukan oleh seorang ahli dibidangnya. 3 Pembuatan Visum et Repertum bukan oleh orang yang ahli dibidangnya itu dikarenakan bahwa telah terjadi suatu peristiwa pidana (contohnya peristiwa penganiayaan ringan) dan dalam rangka pembuatan berita acara pemeriksaan, 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Tonny Rompis SH, MH; Eske Worang SH,MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat. NIM. 120711170 3 Ibid, hlm.178. namun dalam proses penyelesaiannya terjadi hambatan karena belum ada kesepakatan antara pihak yang terlibat sehingga pihak penyidik menganjurkan agar dilakukan Visum et Repertum terhadap korban dan pemeriksaan dilakukan hanya oleh dokter yang sedang bertugas di rumah sakit dan bukan oleh dokter yang ahli di bidang kedokteran kehakiman. Dalam kasus pembunuhan, diperlukan suatu pembuktian secara cepat. Salah satunya yaitu dengan melalui pembuktian melalui Visum et Repertum dan keterangan saksi-saksi yang ada. Analisis terhadap barang bukti tersebut diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana pembunuhan yang bertujuan untuk mengetahui atau menyelidiki sebabsebab korban meninggal. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah kedudukan Visum et Repertum (VER) dalam membuktikan tindak pidana pembunuhan? 2. Bagaimanakah kekuatan pembuktian dari Visum et Repertum (VER)? C. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, masalah didekati dengan pendekatan yuridis normatif atau disebut juga penelitian kepustakaan (library research). PEMBAHASAN A. Kedudukan Visum et Repertum Dalam Membuktikan Pembunuhan Dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa terdapat 5 (lima) alat bukti dalam perkara pidana, yaitu: 1. Keterangan Saksi; 2. Keterangan Ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan Terdakwa. Kedudukan Visum et Repertum (VER) di dalam alat-alat bukti yang tersebut dalam Pasal 184 KUHAP adalah sebagai alat bukti surat, dan sebagai alat bukti surat mempunyai kekuatan yang sama dengan alat bukti yang lain. Dengan melampirkan Visum et Repertum (VER) dalam suatu berkas perkara oleh Penyidik atau pada tahap pemeriksaan dalam proses penuntutan 5

oleh Penuntut Umum, setelah dinyatakan cukup hasil pemeriksaan itu dari perkara pidana yang didakwakan kepada terdakwa, kemudian diajukan ke persidangan, maka alat bukti surat Visum et Repertum (VER) termasuk alat bukti sah seperti disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) sub b dan sub e KUHAP. Pembuatan Visum et Repertum sebenarnya juga melibatkan dokter ahli lain, yaitu sebagai berikut : 1) Korban luka diperiksa oleh ahli bedah; 2) Korban keracunan diperiksa oleh dokter ahli penyakit dalam; 3) Korban tindak pidana kesusilaan diperiksa oleh dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan; 4) Korban mati diperiksa oleh ahli kedokteran kehakiman. Visum et Repertum (VER), dalam kedudukannya di dalam hukum pembuktian dalam proses acara pidana, adalah termasuk sebagai: 1. Alat bukti surat; 4 sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) huruf c dan Pasal 187 huruf c KUHAP yang berbunyi: Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya. 2. Alat bukti keterangan ahli; 5 sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) huruf b KUHAP. Meskipun di dalam KUHAP tidak ada keharusan bagi Penyidik untuk mengajukan permintaan Visum et Repertum kepada dokter ahli Kedokteran Kehakiman ataupun dokter (ahli) lainnya, akan tetapi bagi kepentingan pemeriksaan perkara serta agar lebih jelas perkaranya, sedapat mungkin bilamana ada permintaan yang diajukan kepada dokter bukan ahli, maka permintaan tersebut patut diterima (diluluskan). Seperti pada alat-alat bukti yang lain, maka seumpama suatu Visum et Repertum dibuat baik oleh dokter ahli Kedokteran Kehakiman atau oleh dokter bukan ahli, maka kemungkinan seperti itu dapat diterima mengingat, bahwa kedudukan alat-alat bukti 4 Ibid, hlm.35 5 Ibid. dalam proses acara pidana adalah untuk mendukung keyakinan Hakim. 6 Dalam putusannya nanti segala sesuatunya diserahkan kepada Hakim guna mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana, termasuk upaya Hakim di dalam usahanya itu, yang jika perlu meminta keterangan ahli. Keterangan ahli sebagai alat bukti dalam pemeriksaan di persidangan adalah berarti apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Keterangan ahli tersebut dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu menerima jabatan atau pekerjaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji dihadapan hakim (Pasal 186 KUHAP serta penjelasannya) atau dapat dilakukan setelah memberikan keterangan ahli. 7 Nilai atau penghargaan atas suatu alat bukti keterangan ahli dalam hubungannya dengan aturan pembuktian dalam hukum acara pidana, adalah sebagai alat bukti sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah mengikat. Karena pada dasarnya bagi orang ahli yang diminta untuk memberikan pernyataan atau keterangannya di muka hakim, haruslah dilandasi pada sumpah atau janji yang telah ia ucapkan. Berdasarkan sumpah atau janji yang ia ucapkan, maka orang ahli dituntut agar berlaku jujur dan benar, berkeahlian, obyektif, tidak memihak; pokoknya wajib memberikan keterangan ahli atas dasar : demi keadilan. Di dalam kejahatan yang mengakibatkan matinya orang lain atau tindak pidana pembunuhan, apakah visum et repertum dari dokter harus ada? Bagi dokter atau dokter ahli kedokteran forensik sudah tentu permintaan Visum et Repertum atas dasar pemeriksaan lengkap, seperti halnya pada bedah mayat forensik dari dokter-dokter ahli Kedokteran Kehakiman, yaitu pemeriksaan luar dan dalam (otopsi medico legal) disertai pemeriksaan laboratorium yang lengkap (mikroskopis, 6 Ibid, hlm.39. 7 Michael Barama, Kedudukan Visum et Repertum Dalam Hukum Pembuktian, Makalah, 2011, diakses tgl 10 Desember 2015. 6

biologis, kimiawi) dan moderen, akan sangat membantu lebih pasti dan akurat bagi jelasnya dari suatu perkara, yaitu di dalam pemeriksaan persidangan terhadap suatu hal (pokok soal, materi pokok perkara) yang bersangkutan serta sangat berguna bagi Hakim (Pengadilan) dalam pengambilan putusannya. Visum et repertum hanya termasuk dari satu diantara lima alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu sebagai alat bukti surat, akan tetapi apabila dihubungkan dengan Pasal 1 Stb. 1937 No. 350 dapat juga dianggap sebagai keterangan ahli, yang juga adalah merupakan salah satu alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Dengan melampirkan bukti Visum et Repertum di dalam suatu berkas perkara pada Berita Acara Pemeriksaan oleh penyidik atau pada tahap pemeriksaan dalam proses penuntutan oleh penuntut umum, setelah dinyatakan cukup hasil pemeriksaan itu dari perkara pidana yang didakwakan kepada terdakwa kemudian diajukan ke persidangan, maka bukti Visum et Repertum menjadi termasuk sebagai alat bukti sah. 8 Karena Visum et Repertum merupakan alat bukti sah, apabila terdapat dalam berkas perkara, berarti Visum et Repertum harus juga disebutkan serta dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam putusannya. Karena itu pula, suatu Visum et Repertum dalam suatu tindak pidana bukan sebagai barang bukti, karena memang Visum et Repertum dibuat tidak atau bukan atas dasar penyitaan (sita) atau benda sitaan dari seseorang. B. Kekuatan Hukum Visum Et Repertum Dalam KUHAP dan KUHP, Visum et Repertum diatur dalam beberapa pasal yaitu: 1. Pasal 133 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: Dalam hal penyelidikan untuk kepentingan peradilan mengenai seorang korban, baik luka, keracunan maupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, berwenang untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. 9 2. Pasal 133 ayat (2) KUHAP yang berbunyi: 10 8 Ibid. 9 KUHAP dan KUHP, Op-Cit, hlm. 251. 10 Ibid. Permintaan keterangan ahli sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan/atau pemeriksaan bedah mayat. 3. Pasal 134 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: 11 Dalam hal sangat diperlukan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. 4. Pasal 134 ayat (2) KUHAP yang berbunyi: Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukannnya pembedahan tersebut. 5. Pasal 135 KUHAP yang berbunyi: 12 Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (2) dan Pasal 134 ayat (1) undangundang ini. 6. Pasal 222 KUHP yang berbunyi: 13 Barangsiapa dengan sengaja menghalanghalangi, merintangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau setingi-tingginya Rp. 4.500. 7. Pasal 216 ayat (1) KUHP yang berbunyi: 14 Barangsiapa dengan sengaja tidak menurut perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah. 8. Pasal 216 ayat (2) KUHP yang berbunyi: 15 11 Ibid. 12 Ibid, hlm. 252. 13 Ibid, hlm. 76. 14 Ibid, hlm. 75. 15 Ibid. 7

Yang disamakan dengan pejabat tersebut di atas ialah segala orang yang menurut ketentuan undang-undang terus menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum. Visum et repertum (VER) adalah hasil pemeriksaan seorang dokter tentang apa yang dilihatnya, apa yang diketemukannya, dan apa yang didengarnya sehubungan dengan seseorang yang luka, seseorang yang terganggu kesehatannya dan seseorang yang mati. Dari pemeriksaan tersebut diharapkan akan terungkap sebab-sebab terjadinya kesemuanya itu dalam kaitannya dengan kemungkinan telah terjadinya tindak pidana pembunuhan. Di dalam pemeriksaan oleh hakim di persidangan, suatu berkas perkara pidana, apakah ada atau tidak ada Visum et Repertum, maka perkara yang bersangkutan tetap harus diperiksa dan diputus. Kelengkapan Visum et Repertum dalam berkas perkara yang diperiksa oleh hakim, diserahkan kepada penuntut umum yang sejak mulai diserahkan kepadanya memang berusaha untuk membuktikannya dalam sidang agar majelis hakim yakin perihal terbuktinya kesalahan terdakwa. Bagi beberapa kasus perkara yang diperiksa di persidangan, majelis hakim sendiri tidak mutlak harus mendasarkan kepada Visum et Repertum. Kekuatan bukti dari Visum et Repertum diserahkan kepada penilaian hakim. Visum et Repertum adalah termasuk satu diantara lima (5) alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu sebagai alat bukti surat, akan tetapi Visum et Repertum apabila dihubungkan dengan Pasal 1 Stb. 1937 No. 350 dapat juga dianggap sebagai keterangan ahli, yang juga adalah merupakan salah satu alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Visum et repertum dapat dikatakan merupakan sarana utama dalam penyidikan perkara tindak pidana yang menyebabkan korban manusia, baik hidup maupun mati. Visum et Repertum mempunyai daya bukti dalam suatu perkara pidana, apabila kalau bunyi Visum et Repertum tersebut telah dibacakan di muka sidang pengadilan. Apabila tidak, maka Visum et Repertum tersebut tidak berarti apapun. Hal ini karena visum dibuat dengan sumpah jabatan visum merupakan tanda bukti, sedangkan korban yang diperiksa adalah barang bukti. 16 Dengan melampirkan bukti Visum et Repertum di dalam suatu berkas perkara pada Berita Acara Pemeriksaan oleh penyidik pada tahap pemeriksaan dan dalam proses penuntutan oleh penuntut umum, setelah dinyatakan cukup hasil pemeriksaan, kemudian diajukan ke persidangan, maka bukti Visum et Repertum menjadi termasuk sebagai alat bukti sah. 17 Suatu Visum et Repertum dalam berkas perkara pidana menjadi bukan sebagai barang bukti (vide Pasal 194 KUHAP ), karena memang Visum et Repertum dibuat/diterbitkan tidak atau bukan atas dasar penyitaan atau benda sitaan dari seseorang. Sebenarnya syarat untuk adanya Visum et Repertum tidaklah mutlak bagi suatu perkara kejahatan tertentu, tetapi mengingat kedudukannya sebagai alat bukti maka bagi pengadilan adalah amat penting. Artinya, adanya Visum et Repertum bagi suatu perkara pidana di persidangan adalah juga dapat dijumpai manakala terhadap tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa hanya dijumpai bukti-bukti yang sangat minim. Seandainya terdapat hal yang demikian, maka dengan sendirinya dengan adanya pengungkapan pernyataan di dalam bagian hasil pemeriksaan dalam Visum et Repertum yang disebutkan oleh dokter (ahli) atas dasar fakta-fakta, misalnya dalam perkara pembunuhan, dengan menggambarkan semua luka-luka, kelainan-kelainan dan hal-hal yang perlu disebutkan oleh dokter (ahli) serta keadaan yang lain yang dipandang penting sehubungan dengan kasus perkara itu, maka segala apa yang dilukiskan oleh dokter (ahli) mengenai fakta-fakta dan keadaan apa adanya tersebut akan mewujudkan suatu hasil pemeriksaan yang dibuat berdasarkan kenyataan. Hasil-hasil seperti itu sangatlah bermanfaat bagi hakim dalam mengambil kesimpulan yang pasti untuk menambah keyakinannya dalam pengambilan putusan nantinya, bila satu dengan yang lainnya saling bersesuaian. Sehubungan dengan peran dan kedudukan Visum et Repertum sebagai alat bukti sah dari 16 Yahya Harahap, Op-Cit, hlm. 272. 17 Waluyadi, Op-Cit, hal.35 8

suatu perkara dan sebagai barang bukti perkara, maka dalam kaitannya dengan kekuatan buktinya, adalah tepat bilamana Visum et Repertum dilampirkan guna melengkapi berkas perkara yang bersangkutan, sehingga dapat memperkuat dan mendukung keyakinan hakim. Kekuatan pembuktian Visum et Repertum (VER) adalah merupakan alat bukti yang sempurna tentang apa saja yang tercantum di dalamnya, jadi kesimpulan/pendapat dokter yang dikemukakan didalamnya wajib dipercaya sepanjang belum ada bukti lain yang melemahkan. Visum et Repertum dapat dikatakan memiliki kekuatan pembuktian sebagai alat bukti yang sah atau sebagai keterangan ahli yang dapat menguatkan keyakinan hakim setelah memenuhi syarat formil dan syarat materiil sebagai berikut: 18 1. Syarat formil: Alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 187 huruf c KUHAP merupakan alat bukti yang sempurna, karena bentuk surat dibentuk secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundangundangan. 2. Syarat materiil: Substansi yang tercantum dalam Visum et Repertum sesuai dengan fakta yang diperiksa oleh seorang ahli. Visum et Repertum (VER) memiliki kekuatan pembuktian yang sah dalam tindak pidana pembunuhan karena: 19 1. Memenuhi syarat formil dan syarat materil visum et repertum; 2. Diajukan oleh pihak yang tepat yaitu hakim, jaksa penuntut umum (JPU) dan penyidik; 3. Hasil Visum et Repertum mudah dimengerti oleh orang bukan dokter; 4. isi Visum et Repertum relevan dengan yang dimintakan. Kekuatan pembuktian Visum et Repertum dalam tindak pidana pembunuhan merupakan alat bukti yang sah dan hakim bebas memakai sebagai alat bukti surat untuk dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan putusan pidana penjara terhadap terdakwa. 18 Sofyan Dahlan, Ilmu Kedokteran Forensik, Sinar HS, Semarang, hlm. 63. 19 Galih Agha Andika, Op-Cit, hlm. 152. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, maka kedudukan hukum Visum et Repertum termasuk sebagai alat bukti surat sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) huruf c dan Pasal 187 huruf c KUHAP serta sebagai alat bukti keterangan ahli sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) huruf b KUHAP. 2. Bahwa kekuatan pembuktian Visum et Repertum, karena kedudukannya sebagai alat bukti bagi Pengadilan adalah amat penting maka dengan melampirkan bukti Visum et Repertum dalam berkas perkara pada berita acara pemeriksaan (BAP) oleh penyidik pada tahap penyidikan dan dalam proses penuntutan oleh penuntut umum maka Visum et Repertum termasuk sebagai alat bukti yang sah dan mempunyai kekuatan pembuktian dalam rangka memperkuat dan mendukung keyakinan hakim dalam membuat putusan. B. Saran Meskipun dalam KUHAP, tidak ada keharusan untuk mengajukan permintaan Visum et repertum (VER) kepada ahli kedokteran kehakiman ataupun dokter (ahli) lainnya, akan tetapi untuk kepentingan pemeriksaan perkara serta agar lebih jelas suatu tindak pidana atau perkara, maka bilamana ada permintaan untuk diadakan visum maka permintaan tersebut haruslah dipenuhi. Sebab Visum et Repertum adalah sebagai pengganti barang bukti, sangatlah diperlukan dalam membuktikan telah terjadinya suatu tindak pidana, apapun jenis tindak pidana yang terjadi terlebih untuk tindak pidana pembunuhan. DAFTAR PUSTAKA Atmasasmita, Romli., Peranan dan Fungsi Visum et Repertum Sebagai Salah satu Instrumen Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1995. Andhika, Galih Aga, Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Pembunuhan di Baturaden, Purwokerto, 2013, 9

Barama,Michael., Kedudukan Visum et Repertum Dalam Hukum Pembuktian, Makalah, Manado, 2011, diakses tgl 10 Desember 2015. Dewi, Peran Visum et Repertum dalam Penyidikan Tindak Pidana di Indonesia Beserta Hambatan Yang Ditimbulkannya, Pebruari 2011, diakses tanggal 12 Desember 2015. Sofyan Dahlan, Ilmu Kedokteran Forensik, Sinar HS, Semarang Harahap, Yahya., Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan, edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2012 Julihasuratna, Peranan Visum et Repertum Sebagai Alat Bukti Dalam Dakwaan Penuntut Umum Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Berat, Makassar, 2014, KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2013.. Keraf, Gorys., Argumentasi dan Narasi, Gramedia, Jakarta, 1987 Ohoiwutun, Y.A, Triana., Profesi Dokter dan Visum et Repertum, Dioma, Malang, 2006. Prinst, Darwan., Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Djambatan, Jakarta, 1989. Prodjodikoro, Wirjono., Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur, Bandung, 1962. A. Pitio, Pembuktian dan Daluarsa, PT Internusa, Jakarta, 1978, Ranoemihardja,R.Atang., ilmu Kedokteran Kehakiman, edisi kedua, Tarsito, Bandung, 1983, Sasangka, Hari dan Lily Rosita., Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung, 2003. Supriadi, Wilachandrawila., Hukum Kedokteran Kehakiman, Mandar Maju, Jakarta, 2001. Suparmono, R., Keterangan Ahli dan Visum et Repertum Dalam Aspek Hukum Acara Pidana, Mandar Maju, Bandung, 2002 Tresna, R., Komentar Atas Reglemen Hukum Acara di Dalam Pemeriksaan di Muka Pengadilan Negeri, Jakarta, NV Verluys, tanpa tahun, Waluyadi., Ilmu Kedokteran Kehakiman, Djambatan, Jakarta, 2005. 10