rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Kelapa Sawit (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dianalisis sidik ragam {Lampiran 5) menxmjnkkan bahwa interaksi pemberian sludge dan EM4 memberikan pengaruh tidak nyata, begitu juga dengan pemberian faktor tunggal pemberian dosis sludge dan pemberian konsentrasi EM4 juga memberikan pengaruh tidak nyata. Data dari hasil uji DNMRT taraf 5 % dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rerata pertambahan tinggi bibit kelapa sawit (cm). Dosis Sludge Konsentrasi EM-4 (ml) Rerata (gram) 0(E0) 10 (El) 20 (E2) 30 (E3) Sludge 0(S0) 15,67"'' 14,60" 16,43* 18,40* 16,27 50(SI) 15,63"^ 19 47ab 14,98" 15,90* 16,50 100(S2) 16,57* 20,57* 17,27* 16,63* 17,76 150(S3) 23,53 " 15,97* 20,42* 15,63* 18,89 Rerata EM-4 17,85 17,65 17,28 16,64 Angka yang diikuti notasi huruf yang tidak sama berbeda nyata menurut uji DNMRT taraf 5% Tabel 1 menunjukkan bahwa interaksi maupun faktor tunggal kedua perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit. Hal ini disebabkan bahwa dengan pemberian kedua perlakuan belum mampu memenuhi kebutuhan akan unsur hara sehingga pertambahan tinggi tanaman lebih dipengaruhi oleh faktor genetis dibanding faktor lingkungan dalam hal ini penambahan pupuk. Tabel 1 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan terbaik didapat pada pemberian 150 g/polybag sludge dengan tanpa pemberian EM-4 (S3E0) yakni 23,53 cm yang tidak berbeda nyata terhadap kombinasi perlakuan yang lain, namun berbeda nyata terhadap pemberian tanpa sludge dengan 10 ml/1 air EM-4
19 (SOEl) dan pemberian 50 g/polybag sludge dengan 20 ml/1 air EM-4 (S1E2). Pemberian dosis sludge rata-rata pertambahan tinggi bibit tertinggi diperoleh pada dosis 150 g/polybag yakni 18,89 cm, sedangkan untuk pemberian konsentrasi EM-4 rata-rata pertambahan tinggi bibit tertinggi diperoleh pada tanpa pemberian EM-4 yakni 17,85 cm namun tidak berbeda nyata dengan setiap pemberian perlakuan masing-masing. Diasumsikan bahwa pemberian sludge dan EM-4 belum mampu menunjukkan sinergititasnya pada masa awal pertumbuhan bibit kelapa sawit, hal ini dikarenakan sifat EM-4 yang membutuhkan waktu lama dalam proses perombakan bahan organik dalam tanah guna penyediaan unsur hara bagi tanaman. Tanaman kelapa sawit juga merupakan tanaman tahunan sehingga pengaruh EM-4 tidak nampak dalam waktu singkat. 4.1.2. Pertambahan Jumlah Daun Bibit Kelapa Sawit (helai) Hasil pengamatan terhadap pertambahan jumlah daun bibit kelapa sawit setelah dianalisis sidik ragam {Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi pemberian sludge dan EM4 memberikan pengaruh tidak nyata, begitu juga dengan pemberian faktor tunggal pemberian dosis sludge dan pemberian konsentrasi EM4 juga memberikan pengaruh tidak nyata. Data dari hasil uji DNMRT taraf 5 % dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Rerata pertambahan jumlah daun bibit kelapa sawit (helai) Dosis Sludge Konsentrasi EM-4 (ml) Rerata (gram) 0(E0) 10 (El) 20 (E2) 30 (E3) Sludge 0(S0) 5,50* 5,50* 5,17* 5,67* 5,46 50(SI) 5,83* 5,17* 5,00* 5,33* 5,33 100 (S2) 5,50* 6,17" 4,67" 5,17* 5,38 150 (S3) 5,67* 5,67* 5,17* 5,33* 5,46 Rerata EM-4 5,63 5,63 5,00 5,38 Angka yang diikuti notasi huruf yang tidak sama berbeda nyata menurut uji DNMRT taraf 5%
20 Tabel 2 menunjukkan bahwa interaksi maupun faktor tunggal kedua perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun bibit kelapa sawit. Hal ini disebabkan bahwa dengan pemberian kedua perlakuan belum mampu memenuhi kebutuhan akan imsur hara sehingga pertambahan jumlah daun tanaman lebih dipengaruhi oleh faktor genetis dibanding faktor lingkungan dalam hal ini penambahan pupuk. Tabel 2 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan terbaik didapat pada pemberian 100 g/polybag sludge dengan pemberian 10 ml/1 air EM-4 (S2E1) yakni 6,17 helai yang tidak berbeda nyata terhadap kombinasi perlakuan yang lain, namun berbeda nyata terhadap pemberian 100 g/polybag sludge dengan pemberian 20 ml/1 air EM-4 (S2E2). Pemberian dosis sludge rata-rata pertambahan jumlah daun bibit sawit tertinggi diperoleh pada dosis 150 g/polybag yakni 5,46 helai sedangkan untuk pemberian konsentrasi EM-4 rata-rata pertambahan jumlah daun bibit sawit tertinggi diperoleh pada konsentrasi 10 ml/1 air EM-4 yakni 5,63 helai. Menurut Lakitan (1996), faktor genetis menentukan jumlah daun yang akan terbentuk, oleh sebab itu sangat penting dalam pembibitan menggunakan bibit yang berkualitas. Harjadi (1996), menyatakan bahwa jumlah daun berkaitan dengan tinggi tanaman dimana semakin tinggi tanaman maka semakin banyak daun yang akan terbentuk karena daun keluar dari nodus-nodus yakni tempat kedudukan daun yang ada pada batang. Selanjutaya Fauzi, dkk (2002), menyatakan bahwa jumlah pelepah, panjang pelepah dan anak daun tergantung pada umur tanaman. Tanaman yang berumur tua, jumlah pelepah dan anak daunnya lebih banyak dari tanaman yang masih berumur muda.
21 4.1.3. Pertambahan Diameter Bonggol Bibit Kelapa Sawit (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit setelah di analisis sidik ragam {Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi pemberian sludge dan EM4 serta faktor tunggal EM-4 memberikan pengaruh tidak nyata, namun faktor tunggal sludge memberikan pengaruh nyata. Data dari hasil uji DNMRT taraf 5 % dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Rerata pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit (cm) Dosis Sludge Konsentrasi EM-4 (ml) Rerata (gram) 0(E0) 10 (El) 20 (E2) 30 (E3) Sludge 0(S0) 1,43" 1,52* 1,41^ 1,60* 1,49" 50 (SI) 1,50* 1,51* 1,45" 1,52* 1,50" 100(S2) 1,68* 1,62* 1,66* 1,58* 1,63* 150(S3) 1,98" 1,86* 1,79* 1,69* 1,83" Rerata EM-4 1,65 1,63 1,58 1,60 Angka yang diikuti notasi huruf yang tidak sama berbeda nyata menurut uji DNMRT taraf 5% Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian faktor tunggal sludge berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit. Pemberian 150 g/polybag sludge (S3) mampu meningkatkan pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit secara nyata yakni 1,83 cm jika dibandingkan dengan tanpa pemberian sludge (SO) dan pemberian 50 g/polybag sludge (Sl)yakni 1,49 cm dan 1,50 cm, namun berbeda tidak nyata dengan pemberian 100 g/polybag sludge (S2) yakni 1,63 cm. Peningkatan pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit seiring pemberian sludge diasumsikan bahwa dengan pemberian perlakuan telah mampu memenuhi kebutuhan bibit sawit akan unsur hara baik makro maupun unsur mikro. Pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit berhubungan dengan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman diantaranya nitrogen, fosfor, kaliimi, kalsium, magnesium dan unsur hara lainnya. Terpenuhinya imsur hara
22 bagi tanaman tersebut dapat mempercepat proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh tanaman seperti perbanyakan sel dan pembelahan sel. Nitrogen berperan untuk menghasilkan protein dan bahan-bahan penting dalam pembentukan klorofil, hal ini sesuai dengan pendapat Hakim dkk (1986), klorofil yang cukup pada daim akan meningkatkan kemampuan daun dalam penyerapan cahaya matahari sehingga proses fotosintesis akan berlangsung dengan baik dan akan memperlancar pembentukan fotosintat yang dibutuhkan tanaman dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Unsur hara yang terkandung dalam sludge antara lain N yang berperan dalam setiap proses fisiologis tanaman dan merupakan pembentuk utama protoplasma sel, asam amino dan protein. Unsur P berperan penting dalam transfer energi ADP dan ATP serta unsur K yang mengaktifkan kerja beberapa enzim, memacu translokasi beberapa karbohidrat dari daun ke organ tanaman lainnya, mengatur mekanisme osmotik di dalam sel dan sebagai pembentuk jaringan meristematik tanaman sehingga pembentukan lilit bonggol akan lebih baik. Fosfor juga berfungsi sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asimilasi dan pemafasan serta perkembangan jaringan meristem. Sarief (1985), mengatakan bahwa unsur fosfor berperan dalam pembentukan jaringan meristem. Jaringan meristem terdiri dari meristem pipih dan pita. Meristem pita akan menghasilkan deretan sel yang berfungsi memperpanjang jaringan sehingga batang menjadi besar. Bonggol bibit kelapa sawit secara fisiologis berfungsi sebagai penyimpan cadangan bahan makanan dan sebagai jaringan yang berperan dalam translokasi hara dari akar ke daun. Leiwakabessy (1998), mengatakan bahwa K sangat
23 berperan dalam meningkatkan diameter bonggol khususnya dalam peranannya sebagai jaringan yang menghubungkan antara akar dan daun pada proses transfer hara. Unsur hara kaliimi sangat dibutuhkan pada proses pembentukan karbohidrat, pemecahan dan translokasi pati. Ketersediaan unsur hara kalium mengakibatkan pembentukan karbohidrat dan translokasi pati ke bonggol bibit kelapa sawit akan berlangsung dengan baik sehingga akan terbentuk bonggol bibit kelapa sawit yang baik. Bonggol akan menopang bibit sawit dan memperlancar proses translokasi hara dari akar ke tajuk. Pemberian faktor tunggal EM-4 hingga taraf 30 ml/1 air tidak menunjukkan adanya pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit yang signifikan jika dibandingkan dengan tanpa pemberian perlakuan. Rata-rata angka yang didapat menunjukkan bahwa tanpa pemberian EM-4 (EO) memberikan hasil yang tertinggi yaitu 1,65 cm namun tidak berbeda nyata dengan setiap pemberian EM-4. Data pada tabel 3 menunjukkan bahwa interaksi pemberian sludge dan EM-4 tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit. Hasil tertinggi didapat pada perlakuan S3E0 namun berbeda tidak nyata dengan semua perlakuan. Akan tetapi perlakuan S3E0 berbeda nyata dengan perlakuan SOEO, S0E2 dan S1E2. 4.1.4. Volume Akar Bibit Kelapa Sawit (cm) Hasil pengamatan terhadap volume akar bibit kelapa sawit setelah di analisis sidik ragam {Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi pemberian
24 sludge dan EM4 serta faktor tunggal EM-4 memberikan pengaruh tidak nyata, namun faktor tunggal sludge memberikan pengaruh nyata. Data dari hasil uji DNMRT taraf 5 % dapat dilihat pada tabel 4. Dosis Sludge Konsentrasi EM-4 (ml) Rerata (gram) 0(E0) 10 (El) 20 (E2) 30 (E3) Sludge 0(S0) 23,50" 28,83* 26,67" 28,17* 26,79" 50 (SI) 27,83* 24,17" 25,67" 31,50* 27,29" 100(S2) 34,33* 32,83* 30,00* 27,83* 31,25* 150(S3) 37,83" 34,00* 28,83* 32,17* 33,21" Rerata EM-4 30,86 29,96 27,79 29,92 Angka yang diikuti notasi huruf yang tidak sama berbeda nyata menurut uji DNMRT taraf 5% Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian faktor tunggal sludge berpengaruh nyata terhadap volume akar bibit kelapa sawit. Pemberian 150 g/polybag sludge (S3) mampu meningkatkan volume akar bibit kelapa sawit secara nyata yakni 33,21 cm jika dibandingkan dengan tanpa pemberian sludge (SO) dan pemberian 50 g/polybag sludge (Sl)yakni 26,79 ml dan 27,29 ml, namun berbeda tidak nyata dengan pemberian 100 g/polybag sludge (S2) yakni 31,25 ml. Peningkatan volume akar bibit kelapa sawit seiring pemberian sludge diasumsikan bahwa dengan pemberian perlakuan telah mampu memenuhi kebutuhan bibit sawit akan unsur hara baik makro maupun unsur mikro. Pemberian sludge mampu meningkatkan mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah serta memperbaiki struktur tanah sehingga perkembangan akar makin baik. Menurut Musnamar (2003), bahwa pemberian pupuk organik dapat meningkatkan ketersediaan hara, memperbaiki struktur tanah, daya scrap air, granulasi agregat tanah, kandungan air tanah. Hal ini dapat meningkatkan kesuburan tanah serta perkembangan mikroorganisme tanah semakin baik.
25 Sukarji dalam Silalahi (1996), menyatakan kandungan unsur hara pada sludge meliputi N = 0,49-2,1%, P2O5 = 0,46%, K2O - 1,3-2,35%, CaO = 1,3%, MgO = 0,3-0,64%. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu unsur penting pada fase vegetatif tanaman yaitu unsur P yang berperan dalam perkembangan akar tanaman. Menurut Lingga (1992), menyatakan bahwa unsur P bergima bagi tanaman untuk merangsang perkembangan akar dan tanaman muda. Proses perkembangan akar dipengaruhi oleh suplai fotosintat dari daun. Hasil fotosintesis akan dipergunakan untuk memperluas zona perkembangan akar dan akan memacu pertumbuhan akar primer baru. Menurut Salisbury dan Ross (1995), flmgsi utama P dalam proses metabolisme tanaman adalah dalam produksi beberapa hormon dan enzim yang esensial bagi tanaman seperti ; ATPase, Auksin, Giberellin, Asam Absisat dan sitokinin. Inisiasi dan pertumbuhan akar pada jaringan meristematrik dipacu oleh ATPase, sel-sel baru dari jaringan meristem pada ujung akar didistribusikan pada pembaruan tudung akar yang berperan penting dalam melindungi meristem akar dari kerusakan fisik selama penerobosan tanah. Tudung akar tersebut juga menghasilkan asam absisat yang sangat berguna bagi pertumbuhan akar (Gardner dkk, 1991). Pemberian faktor tunggal EM-4 tidak menunjukkan adanya volume akar yang signifikan. Rata-rata angka yang didapat menunjukkan bahwa volume akar yang tanpa pemberian EM-4 memberikan hasil yang tertinggi yakni 30,86 ml namim tidak berbeda nyata dengan setiap pemberian EM-4. Data pada tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi pemberian sludge dan EM-4 tidak berpengaruh nyata terhadap volume akar bibit kelapa sawit. Hasil
26 tertinggi didapat pada perlakuan S3E0 namun berbeda tidak nyata dengan semua perlakuan. Akan tetapi perlakuan S3E0 berbeda nyata dengan perlakuan SOEO, S0E2,S1E1 dansle2. 4.1.5. Berat Kering Bibit Kelapa Sawit (g) Hasil pengamatan terhadap berat kering bibit kelapa sawit setelah di analisis sidik ragam {Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi pemberian sludge dan EM4 serta faktor tunggal EM-4 memberikan pengaruh tidak nyata, namun faktor tunggal sludge memberikan pengaruh nyata. Data dari hasil uji DNMRT taraf 5 % dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Rerata berat kering bibit kelapa sawit (g) Dosis Sludge Konsentrasi EM-4 (ml) Rerata (gram) 0(E0) 10 (El) 20 (E2) 30 (E3) Sludge 0(S0) 27,98* 32,00* 28,96* 35,31*' 31,06" 50(SI) 35,08*'^ 27,63" 28,25* 34,88*' 31,46" 100(S2) 39,41*"= 38,79*' 38,79*' 34,12*' 37,78* 150(S3) 48,48' 44,17"' 33,62*' 40,25*' 41,63" Rerata EM-4 37,74 35,65 32,41 36,14 Angka yang diikuti notasi huruf yang tidak sama berbeda nyata menurut uji DNMRT taraf 5% Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian faktor tunggal sludge berpengaruh nyata terhadap berat kering bibit kelapa sawit. Pemberian 150 g/polybag sludge (S3) mampu meningkatkan berat kering bibit kelapa sawit secara nyata yakni 41,63 g jika dibandingkan dengan tanpa pemberian sludge (SO) dan pemberian 50 g/polybag sludge (SI) yakni 31,06 g dan 31,46 g, namun berbeda tidak nyata dengan pemberian 100 g/polybag sludge (S2) yakni 37,78 g. Menurut Lakitan (1996), bahwa pertumbuhan tanaman dicirikan dengan penambahan berat kering dan ketersediaan unsur hara yang cukup dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman melalui proses fotosintesis sehingga dapat
27 meningkatkan jumlah klorofil yang mendukung peningkatan berat kering tanaman. Meningkataya berat kering bibit kelapa sawit ini disebabkan pemberian sludge mampu menyediakan unsur hara yang cukup. Sukarji dalam Silalahi (1996), menyatakan kandungan unsur hara pada sludge meliputi N = 0,49-2,1%, P2O5 = 0,46%, K2O = 1,3-2,35%, CaO = 1,3%, MgO = 0,3-0,64%. Selain itu sludge juga mampu memperbaiki draenase dan aerase tanah sehingga sangat mempengaruhi penyerapan unsur hara oleh akar bibit kelapa sawit kemudian diangkut melalui pembuluh xylem ke bagian tajuk, kemudian pada daun dengan bantuan cahaya matahari melakukan proses fotosintesis sehingga fotosintat yang akan ditranslokasikan ke seluruh organ tanaman yang kemudian digunakan sebagai energi dalam pembentukan jaringan tanaman yaitu berupa pembelahan, pembesaran dan perpanjangan sel tanaman yang sangat berpengaruh terhadap berat kering tanaman. Pemberian faktor tunggal konsentrasi EM-4 tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap berat kering bibit kelapa sawit. Rata-rata angka yang didapat menimjukkan bahwa berat kering dengan pemberian konsentrasi 10 ml/1 air EM-4 memberikan hasil yang tertinggi yakni 5,63 g namun tidak berbeda nyata dengan setiap pemberian EM-4. Data pada tabel 5 menunjukkan bahwa interaksi pemberian sludge dan EM-4 tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering bibit kelapa sawit. Hasil tertinggi didapat pada perlakuan S2E1 namun berbeda tidak nyata dengan semua perlakuan. Akan tetapi perlakuan S2E1 berbeda nyata dengan perlakuan S2E2. Dapat diasumsikan bahwa kombinasi kedua perlakuan belum mampu menunjukkan hubungan yang sinergis dalam penyediaan unsur-unsur hara.