Gea Aryo Wijanarko 1* I Gde Budi Indrawan 2 1 Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang baik dan tahan lama. Bandara merupakan salah satu prasarana

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling

BAB I PENDAHULUAN. sedang diproduksi di Indonesia merupakan lapangan panas bumi bersuhu

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

- : Jalur utama Bandung-Cirebon BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

DAFTAR PUSTAKA. American Standard Testing and Material. 2001, C128-1: Standard Test Method for

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ANALISIS KONDISI ZONA CAVITY LAYER TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA TAMBANG KUARI BATUGAMPING DI DAERAH SALE KABUPATEN REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PEMETAAN POTENSI AIRTANAH DI DAS JUWET KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

ANALISIS DAERAH RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR BERDASARKAN ZONA WATER CONTENT DI DESA OLAK ALEN KECAMATAN SELOREJO, BLITAR

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

Transkripsi:

KARAKTERISTIK GEOLOGI TEKNIK DAN ZONA KEMAMPUAN GEOLOGI TEKNIK UNTUK PEMUKIMAN DESA PAGERHARJO DAN DESA NGARGOSARI, KECAMATAN SAMIGALUH, KABUPATEN KULON PROGO, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Gea Aryo Wijanarko 1* I Gde Budi Indrawan 2 1 Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2 Kampus UGM, Yogyakarta 55281 *geaaryowijanarko@gmail.com *igbindrawan.ugm@gmail.com ABSTRAK Peningkatan jumlah penduduk Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo tiap tahunnya (0,01%, BPS Kulon Progo, 2014 dan 2015) menuntut peningkatan kebutuhan pemukiman, namun Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari termasuk dalam daerah yang memiliki indeks bahaya tanah longsor sedang hingga tinggi (BPBD, 2015). Data geologi teknik yang tersedia untuk wilayah Kulon Progo saat ini hanya terbatas pada peta geologi teknik regional dengan skala 1:100.000 yang kurang detail untuk suatu rencana pembangunan pemukiman pada kondisi geologi yang cukup kompleks. Metode penelitian yang digunakan yaitu penyelidikan sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah, analisis kerentanan bencana geologi, kemiringan lereng dan pengukuran kedalaman muka airtanah. Satuan geologi teknik daerah penelitian yaitu tersusun oleh Satuan Andesit, Satuan Batugamping dan Satuan Breksi. Daya dukung batuan dan tanah dibedakan menjadi zona batuan pada perbukitan dan zona tanah keras pada dataran. Kedalaman muka airtanah dibagi menjadi 3 yaitu muka airtanah dangkal (<1 m), muka airtanah sedang (1 3 meter) dan muka airtanah dalam (>3 m). Kemiringan lereng daerah penelitian yaitu kemiringan sangat rendah (0 o 8 o ), rendah (8 o 30 o ) dan menengah (30 o 70 o ). Berdasarkan hasil proses overlay, parameter zona kemampuan geologi teknik dibedakan menjadi zona kemampuan geologi teknik tinggi, zona kemampuan geologi teknik sedang dan zona kemampuan geologi teknik rendah. Parameter kerentanan bencana geologi memberikan pengaruh yang signifikan dalam pembagian zona kemampuan geologi teknik. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa beberapa wilayah di daerah penelitian memiliki kemampuan geologi teknik tinggi untuk dapat dikembangkan menjadi wilayah pemukiman. 1. Pendahuluan Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari berada di daerah perbukitan yang memiliki ketinggian antara 262 meter hingga 937 meter diatas permukaan laut. Menurut Novianto dkk. (1997) Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari termasuk dalam Satuan Geomorfologi Perbukitan Tinggi dengan kemiringan lereng yang sedang hingga curam. Batuan yang menyusun Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari didominasi oleh Formasi Jonggrangan, Formasi Kebobutak serta batuan intrusi Andesit (Rahardjo dkk. 1995). Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari termasuk dalam daerah yang memiliki indeks bahaya tanah longsor sedang hingga tinggi (BPBD, 2015), namun sebagian penduduknya memilih untuk tetap tinggal walaupun longros terjadi di beberapa tempat yang juga memakan korban jiwa. Pertambahan jumlah penduduk di kedua desa tersebut membuktikan sebagian penduduknya memilih untuk tetap tinggal dimana total jumlah penduduk Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari pada tahun 2015 sebesar 8307 mengalami kenaikan dari yang sebelumnya pada tahun 2014 hanya berjumlah 8248 penduduk atau bertambah 0,01% (BPS Kulon Progo, 2014 dan 2015). Seiring dengan bertambahnya penduduk maka akan bertambah pula 290

kebutuhan akan pembangunan untuk pemukiman, oleh karena itu pengembangan kawasan pemukiman di kedua desa tersebut harus mempertimbangkan kemampuan geologi teknik untuk menjamin keberlangsungan konstruksi pemukiman serta mencegah kerugian harta maupun kehilangan nyawa. Data geologi teknik yang tersedia untuk wilayah Kulon Progo saat ini hanya terbatas pada peta geologi teknik regional dengan skala 1:100.000. Peta geologi teknik dengan skala tersebut kurang detail untuk suatu rencana pembangunan yang memiliki kondisi geologi yang cukup kompleks, sehingga kemudian pemetaan geologi teknik dengan skala yang lebih mendetail akan lebih bermanfaat untuk rencana pembangunan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik geologi teknik Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari dengan hasil berupa peta geologi teknik dengan skala 1:25.000 yang kemudian dari peta geologi teknik tersebut dapat dikembangkan untuk pembuatan zona kemampuan geologi teknik Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari. 2. Metode Penelitian Pemetaan geologi teknik skala 1:25.000 dilakukan untuk memperoleh parameter parameter yang digunakan dalam zonasi kemampuan geologi teknik untuk pemukiman, meliputi kemiringan leren, daya dukung batuan dan tanah, kemudahan penggalian batuan dan tanah, kedalaman muka airtanah dan kerentanan bencana geologi. Masing masing parameter tersebut diberikan bobot menggunakan analytical hierarchy process (AHP). Bobot tertinggi diberikan pada parameter kerentanan bencana geologi berdasarkan pertimbangan bahwa kerentanan tinggi terhadap salah satu atau lebih bencana geologi mengurangi kemampuan wilayah untuk dijadikan pemukiman secara signifikan, sebaik apapun kondisi parameter lainnya. Biaya pekerjaan rekayasa mitigasi bencana geologi diperkirakan jauh lebih tinggi dibandingkan biaya pekerjaan rekayasa untuk memperbaiki kondisi buruk parameter lainnya. Masing masing parameter diklasifikan menjadi tiga sub parameter, dengan nilai 1 untuk kondisi sub parameter terburuk hingga 3 untuk kondisi sub parameter terbaik. Skor tiap sub parameter diperoleh dari perkalian nilai sub parameter dan bobot parameter. Kemiringan lereng terkait dengan kemudahan pengerjaan konstruksi dan dikelompokkan menurut klasifikasi kemiringan lereng berdasarkan tingkat kemudahan pekerjaan keteknikan yang diusulkan oleh Novianto dkk (1997). Besarnya beban tiap meter persegi bangunan rumah sederhana menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (Departemen Pekerjaan Umum, 1987) adalah sekitar 20 kpa. Batuan dan tanah umumnya (kecuali jenis tanah lempung atau lanau sangat lunak, gambut, tanah organik, dan tanah urugan) memiliki kisaran nilai daya dukung izin lebih tinggi daripada beban bangunan rumah sederhana (Bienawski, 1993 dalam Singh dan Goel, 2011; BSI, 1986). Dengan demikian, parameter daya dukung batuan dan tanah untuk pemukiman dikelompokkan menjadi batuan, tanah keras dengan daya dukung izin > 20 kpa, dan tanah sangat lunak dengan daya dukung izin < 20 kpa. Daya dukung izin tanah di daerah penelitian dihitung dengan persamaan yang diusulkan oleh Terzaghi (1943; dalam Budhu, 2010) menggunakan nilai sudut fraksi dalam (φ) tanah yang diperoleh melalui uji dynamic cone penetrometer (DCP) hingga kedalaman 1 meter. Kemudahan penggalian batuan dan tanah untuk pemasangan pondasi konstruksi ditentukan berdasarkan kekuatan batuan utuh (hasil uji point load) dan jarak rata rata antar diskontinuitas yang diusulkan oleh Pettifer dan Fookes (1994) dalam Gurocak dkk. (2007). 291

Kedalaman muka airtanah terkait dengan kedalaman pondasi konstruksi dan tangki septik yang umumnya berada pada kedalaman 1 meter. SNI no. 03.2398 (2002) (Badan Standarisasi Nasional, 2002) mensyaratkan kedalaman muka airtanah yang aman untuk konstruksi tangki septik ukuran kecil (untuk melayani satu keluarga) minimum 1,5 meter. Semakin dalam kedudukan muka airtanah, semakin baik daya dukung tanah dalam menopang pondasi konstruksi dan semakin mudah pemasangan atau pembangunan pondasi konstruksi. Selain itu, semakin dalam kedudukan muka airtanah, semakin kecil kemungkinan pencemaran airtanah oleh limbah dalam tangki septik. Parameter kedalaman muka airtanah dalam penelitian ini dikelompokkan menurut klasifikasi yang disusun oleh Umi dan Sutarjan (2000). Menurut syarief (2013), informasi bencana geologi digunakan untuk memperkirakan bencana geologi yang bisa menjadi kendala pada rekayasa teknik dan wilayah yang mungkin terdampak. Parameter kerentanan bencana geologi dalam penelitian ini didasarkan pada peta kerentanan bencana geologi longsoran dan gempa bumi yang telah disusun oleh Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Provinsi Darah Istimewa Yogyakarta (2008). Kedua bencana geologi tersebut dianggap paling berpotensi terjadi di daerah penelitian. Kedua peta kerentanan bencana geologi diberi nilai dan bobot sesuai dengan tingkat kerentanannya di daerah penelitian (kerentanan sedang hingga tinggi terhadap bencana longsor dan kerentanan rendah hingga sedang terhadap gempabumi) dan selanjutnya dilakukan proses overlay. Kerentanan bencana tertinggi (nilai terendah) dipilih pada zona dimana terdapat dua atau lebih kerentanan bencana yang bertampalan. Dengan menggunakan metode ini, bobot kerentanan bencana geologi tidak perlu mengalami perubahan untuk daerah lain dengan jenis atau jumlah kerentanan bencana berbeda. Interval kelas zona kemampuan geologi teknik dibagi terutama mempertimbangkan parameter kerentanan bencana geologi karena diberikan bobot tertinggi (39%). Zona kemampuan geologi teknik (ZKGTT) memiliki interval kelas 2,61 3,00. Mengacu pada definisi yang diusulkan oleh Novianto dkk. (1997), ZKGTT merupakan zona dengan tingkat kerentanan bencana geologi rendah dan diizinkan untuk dilakukan pembangunan konstruksi pemukiman. Pada ZKGTT dapat dilakukan rekayasa keteknikan bila diperlukan namun lebih sedikit, karena keadaan geologi teknik yang memadai. Zona kemampuan geologi teknik sedang (ZKGTS) memiliki interval kelas 2,22 2,61. ZKGTS merupakan zona dengan tingkat kerentanan bencana geologi sedang (meskipun parameter daya dukung batuan dan tanah, kedalaman muka airtanah, kemiringan lereng, kemudahan penggalian tanah dapat bernilai tinggi) sehingga dapat dilakukan pembangunan konstruksi pemukiman namun membutuhkan penyelidikan lebih detail dan rekayasa keteknikan pada lokasi yang akan dibangun konstruksi. Zona kemampuan geologi teknik rendah (ZKGTR) memiliki interval kelas 1,00 2,22. ZKGTR merupakan zona dengan tingkat kerentanan bencana geologi tinggi dan membutuhkan rekayasa keteknikan yang tinggi sehingga tidak direkomendasikan dibangun konstruksi. 3. Karakteristik Geologi Teknik 3.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi Desa Pagerharjo dan Ngargosari secara umum berupa perbukitan dan dataran. Proses geomorfik yang berlangsung berupa pelapukan dan erosi batuan di lereng perbukitan dan pengendapan material terutama pada daerah dataran. Berdasarkan tingkat kemudahan pekerjaan rekayasa, kemiringan lereng di daerah penelitian dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas kemiringan lereng yaitu sangat rendah (0 8 o ), rendah (8 30 o ) dan menengah (30 70 o ) seperti terdapat di Gambar 2. Pelamparan dari kelas kemiringan lereng sangat rendah memiliki luas sebesar 4,03 km 2 atau 23,98%, kemiringan rendah memiliki luas sebesar 2,56 292

km 2 atau 15.36% dan kelas kemiringan menengah memiliki luas 10,19 km 2 atau dengan prosesntase sebesar 60,66% dari luas Desa Pagerharjo dan Ngargosari. 3.2 Karakteristik Batuan dan Tanah Desa Pagerharjo dan Ngargosari tersusun oleh 3 satuan geologi teknik seperti dapat dilihat di Gambar 1 yaitu Satuan Batugamping, Satuan Andesit dan Satuan Breksi Andesit. Satuan Breksi Andesit merupakan anggota dari Formasi Andesit Tua. Pada bagian permukaan teramati diskontinuitas berupa rekahan dengan jarak antar diskontinuitas sekitar 1,5 m hingga 2 m. Kekuatan batuan (UCS) pada satuan batuan ini berkisar antara 0,67 Mpa hingga 1,37 Mpa dengan densitas sekitar 1,7 g/cm 3. Tingkat kemudahan penggalian pada satuan ini berkisar dari sulit hingga sangat baik. Satuan Andesit merupakan anggota Formasi Andesit Tua (Rahardjo dkk.m 1977; Novianto dkk., 1997) dan tersusun oleh batuan andesit berwarna abu abu, sedikit lapuk hingga lapuk sedang. Kekuatan batuan (UCS) pada satuan Andesit berkisar antara 525 Mpa hingga 775 Mpadengan densitas rata rata 3,08 gr/cm 3. Tingkat kemudahan penggalian pada satuan Andesit ini berkisar dari Sangat Sulit Dibajak hingga Perlu Peledakan. Satuan Batugamping termasuk dalam Formasi Jonggrangan yang tersusun atas batugamping berwarna putih hingga putih keabu abuan, ukuran butir halus, umumnya telah terkristalisasi dan telah mengalami pelarutan sehingga terbentuk lubang lubang. Batugamping pada satuan ini berstruktur masif, memiliki kekuatan batuan sekitar 60,4 Mpa dengan densitas 2,3 g/cm 3. Tingkat kemudahan penggalian pada satuan ini merupakan perlu peledakan. Hasil pengukuran Dynamic Cone Penetrometer (DCP) pada tanah hingga kedalaman 1 m menunjukan daya dukung izin tanah di daerah penelitian berkisar antara 106,17 kpa hingga 379,13 kpa. Dengan demikian daya dukung izin tanah di daerah penelitian lebih dari beban rumah sederhana (beban >20 kpa). 3.3 Kondisi Struktur Geologi Tidak ditemukan struktur geologi pada daerah ini baik itu struktur geologi berskala mayor maupun struktur geologi berskala minor. 3.4 Kondisi Hidrogeologi Kedalaman muka airtanah pada daerah penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu dangkal (<1 m), menengah (1 3 m), dan dalam (>3 m) (Gambar 4). Menurut PokJa Sanitasi Kabupaten Kulon Progo (2012), airtanah di wilayah perbukitan di daerah penelitian terdapat pada kedalaman lebih dari 25 m dan hanya ditemukan pada rekahan rekahan batuan. Kemiringan lereng terjal pada wilayah ini menyebabkan air hujan yang jatuh di saluran saluran sungai dan mengalir ke daerah hilir, sehingga wilayah ini memiliki potensi airtanah yang rendah. Sesuai hasil penelitian kedalaman muka airtanah dangkal pada daerah ini memiliki luas sekitar 0,12 km 2 atau 0,73%, kedalaman muka airtanah menengah memiliki luas sekitar 2,2 km 2 atau 13,1% dan kedalaman muka airtanah dalam memiliki luas 14,47 km 2 atau 86,17% dari luas desa Pagerharjo dan Ngargosari. 3.5 Kerentanan Bencana Geologi Peta kerentanan bencana geologi didapatkan hanya dari peta kerentanan bencana longsor saja dikarenakan hanya faktor bencana berupa longsor saja yang memiliki kerawanan bencana tingkat sedang hingga tinggi. Kerentanan bencana gempabumi, bencana banjir, bencana gunungapi serta bencana tsunami hanya memiliki tingkat kerawanan rendah pada daerah ini sehingga hanya kerawanan bencana longsor saja yang digunakan. Terdapat 3 tingkat kerawan 293

bencana longsor pada daerah ini yaitu rendah, sedang dan tinggi yang dapat dilihat di Gambar 3. 4. Hasil dan Pembahasan Zonasi kemampuan geologi teknik untuk pemukiman di daerah penelitian terdiri dari zona kemampuan geologi teknik tinggi (ZKGTT), zona kemampuan geologi teknik sedang (ZKGTS) dan zona kemampuan geologi teknik rendah (ZKGTR). ZKGTS memiliki luas paling dominan dengan prosentase sebesar 62,76% karena kondisi geologi teknik daerah penelitian yang umumnya tersusun oleh batuan yang memiliki daya dukung tinggi dan kedalaman muka airtanah yang dalam yang aman untuk pembuatan pondasi walaupun memiliki kemiringan lereng yang menengah hingga tinggi yang dapat menyulitkan pengerjaan konstruksi dan memiliki potensi bencana longsor. ZKGTT merupakan daerah dengan faktor geologi yang baik untuk pembangunan rumah sederhana. Faktor geologi teknik yang menyebabkan zona ini memiliki kemampuan tinggi antara lain kemiringan lerengnya yang berkisar dari rendah hingga menengah sehingga pembangunan konstruksi relatif mudah dilakukan. Daya dukung izin pada zona ini pada umumnya sangat tinggi karena hampir seluruh wilayah zona ini tersusun oleh batuan. Tingkat kemudahan penggalian pada zona ini yaitu sulit digali sehingga penggalian pada zona ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat berat berspesifikasi rendah. Kedalaman muka airtanah pada zona ini yaitu sedang (1 3m) hingga dalam (>3m) sehingga zona ini relatif aman utuk konstruksi pondasi dangkal dan relatif rendah kemungkinan terjadinya pencemaran airtanah oleh limbah tangki septik. Bencana geologi pada zona ini memiliki tingkat kerawanan rendah. Sebagian besar faktor geologi yang menjadi parameter dalam zonasi kemampuan lahan untuk wilayah permukiman pada zona ini sangat mendukung untuk pembangunan rumah sederhana sehingga relatif tidak memerlukan atau hanya sedikit memerlukan upaya dan biaya rekayasa. Dengan demikian zona ini sangat disarankan dan direkomendasikan untuk dijadikan wilayah pemukiman. ZKGTS merupakan daerah yang memiliki keseimbangan antara faktor geologi teknik yang baik dan tidak baik untuk bangunan pemukiman. Faktor geologi teknik yang baik untuk pembangunan rumah sederhana pada zona ini antara lain sebagian besar wilayah pada zona ini tersusun oleh batuan yang mampu untuk mendukung bangunan rumah sederhana. Kedalaman muka airtanah pada zona ini yaitu dangkal (<1m), sedang (1 3m) hingga dalam (>3m). Tingkat kemudahan penggalian pada zona ini berkisar dari sulit digali hingga sangat sulit dibajak sehingga untuk melakukan penggalian dapat menggunakan alat berat dengan spesifikasi rendah. Pada zona ini terdapat daerah dengan kemiringan lereng rendah dengan pelamparan cukup luas. Faktor geologi teknik yang menjadi kendala pada ZKGTS yaitu tingkat kerawanan bencana longsor yang tinggi pada sebagian besar wilayah zona ini. Kemiringan lereng menengah hingga tinggi juga menjadi kendala di zona ini pada saat melakukan pembangunan konstruksi pada daerah ini. Kedalaman muka airtanah yang dangkal dan menengah juga menjadi kendala dimana kemungkinan untuk terjadi pencemaran airtanah oleh limbah tangki septik lebih besar dan tidak terlalu aman untuk konstruksi pondasi. Pembangunan pemukiman pada zona ini tetap dapat dilakukan namun dibutuhkan penelitian yang lebih merinci yang juga membutuhkan lebih banyak upaya dan biaya rekayasa keteknikan dibandingkan pada ZKGTT. 294

ZKGTR merupakan daerah yang memiliki faktor geologi teknik yang buruk untuk dijadikan wilayah pemukiman rumah sederhana. Kendala pada zona ini antara lain kemiringan lereng yang rendah (8 o 30 o ) hingga menengah (30 o 70 o ), kerawanan bencana geologi berupa longsor yang tinggi serta kemudahan penggalian yang berkisar dari sulit digali hingga butuh peledakan sehingga diperlukan alat berat serta peledak untuk menggali pada zona ini. Zona ini memiliki kelebihan antara lain tersusun oleh batuan yang umumnya memiliki kualitas massa bataun baik sehingga mampu untuk mendukung beban bangunan rumah sederhana, kedalaman muka airtanah juga merupakan salah satu kelebihan dari zona ini dimana kedalaman muka airtanah pada zona ini termasuk dalam kelompok dalam (>3m). Kendala pada zona ini lebih banyak daripada kelebihannya sehingga zona ini tidak direkomendasikan untuk dijadikan wilayah pemukiman. 5. Kesimpulan Morfologi Desa Pagerharjo dan Ngargosari secara umum berupa perbukitan dan dataran dengan kemiringan lereng berkisar antara 0 o 70 o. Satuan Breksi Andesit, Satuan Andesit dan Satuan Batugamping menjadi litologi penyusun dari kedua desa. Daya dukung izin tanah di kedua desa lebih tinggi dari beban rumah sederhana. Tingkat kemudahan penggalian massa batuan di kedua desa berkisar antara sulit digali hingga perlu peledakan. Struktur geologi tidak dapat ditemukan di daerah ini. Kedalaman muka airtanah di sebagian besar wilayah kedua desa ini cukup dalam. Kedua desa rentan terkena bencana geologi berupa longsor. Secara umum Desa Pagerharjo dan Desa Ngargosari didominasi oleh kelompok ZKGTS dan ZKGTR. Kelompok ZKGTS memiliki luas 10,53 km 2 dimana pada zona ini agak besar kemungkinan untuk dikembangkan namun membutuhkan penyelidikan lebih detail, sedangkanzkgtr yang tidak direkomendasikan untuk dibangun sebagai pemukiman memiliki luas 6,04 km 2, daerah yang termasuk ZKGTT dan disarankan untuk digunakan untuk pemukiman hanya memiliki luas sekitar 0,21 km 2 atau hanya memiliki prosentase sebesar 1,23%, Acknowledgements Penelitian ini didanai oleh Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM melalui Hibah Penelitian Dosen Tahun 2017. Daftar Pustaka Bieniawski, Z.T..(1989).Engineering Rock Mass Classifications: A Complete Manual For Engineers and Geologist in Mining, Civil, and Petroleum Engineering. A Wiley- Interscience publication, New York, hal.250. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo. (2014&2015). Samigaluh Dalam Angka 2015. BPS Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Dearman, W.R..(1991).Engineering Geological Mapping.Butterworth-Heinemann Ltd., Oxford, hal.413. Fauzian G., Indrawan I.G.B.. (2016). Zona Kemampuan Geologi Teknik Untuk Pemukiman Desa Purwoharjo dan Gerbosari Yogyakarta. Proceeding, Seminar Nasional Kebumian Ke-9. Novianto, M.W.A., Djadja, Wahyudin, dan Hermawan. (1997).Peta Geologi Teknik Lembar Yogyakarta. skala 1:100.000, 1 lembar.direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung. 295

Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, H.M.D.. (1995).Peta Geologi Lembar Yogyakarta. skala 1:100.000, 1 lembar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Gambar 1. Peta Geologi Teknik 296

Gambar 2. Peta Kemiringan Lereng 297

Gambar 3. Peta Kerawanan Bencana Geologi 298

Gambar 4. Peta Kedalaman Muka Airtanah 299

Gambar 5. Peta Tingkat Kemudahan Penggalian 300

Gambar 6. Zona Kemampuan Geologi Teknik 301

Tabel 1. Kriteria penilaian zonasi kemampuan geologi teknik untuk pemukiman Parameter Sub-Parameter Kelas Bobot Skor Batuan segar-sangat lapuk 3 0,66 Daya dukung batuan dan Batuan lapuk ekstrim, tanah tanah padat 2 0,22 0,44 Tanah lunak 1 0,22 Mudah digali 3 0,24 Kekuatan material Sulit digali-luar biasa sulit terhadap kemudahan 2 0,08 0,16 dibajak penggalian Perlu peledakan 1 0,08 Kemiringan lereng terhadap kemudahan pengerjaan konstruksi ( ) Kedalaman muka airtanah terhadap pondasi dan septic tank (m) Kerentanan bencana geologi <8 3 0,42 8-30 2 0,14 0,28 >30 1 0,14 > 3 3 0,51 1-3 2 0,17 0,34 <1 1 0,17 Rendah 3 1,17 Sedang 2 0,39 0,78 Tinggi 1 0,39 302