KARAKTERISASI RESPON FISIOLOGIS TANAMAN BAWANG MERAH YANG DIINTRODUKSI DENGAN BAKTERI ENDOFIT INDIGENUS TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI (Xanthomonas axonopodis pv. allii) ARTIKEL ILMIAH OLEH: ZURAI RESTI 07301018 PROGRAM STUDI S3 ILMU PERTANIAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2016
PROGRAM STUDI S3 ILMU PERTANIAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS Disertasi, April 2016 Zurai Resti, BP 07301018 Karakterisasi Respon Fisiologis Tanaman Bawang Merah yang Diintroduksi dengan Bakteri Endofit Indigenus Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas axonopodis pv. allii) xii + 162 halaman + 11 tabel + 36 gambar + 12 lampiran Abstrak Penyakit hawar daun bakteri (HDB) adalah merupakan salah satu penyakit yang dapat menurunkan produktivitas bawang merah. Tindakan pengendalian yang efektif dan ramah lingkungan perlu diterapkan untuk mengendalikan serangan penyakit. Salah satunya dengan menggunakan bakteri endofit indigenus. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1)Mendapatkan isolat-isolat bakteri endofit indigenus yang mampu mengendalikan penyakit HDB dan meningkatkan hasil bawang merah. 2) Mengkarakterisasi fisiologis dan identifikasi molekular isolat bakteri endofit terpilih 3) Mengetahui respon fisiologis tanaman bawang merah yang tahan penyakit HDB. 4) Mengetahui bakteri endofit yang mampu meningkatkan produksi walaupun tanaman bawang merah terserang penyakit HDB. Penelitian terdiri dari 3 tahap I adalah : Seleksi isolat bakteri endofit indigenus untuk pengendalian penyakit HDB, terdiri dari 2 percobaan: isolasi bakteri endofit dari akar bawang merah sehat yang diperoleh dari daerah endemik HDB, dan Seleksi secara in planta menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Tahap II adalah: Karakterisasi fisiologis bakteri endofit indigenus terpilih dalam mengendalikan penyakit HDB pada bawang merah. Penelitian bersifat deskriftif terdiri dari 3 percobaan : Karakterisasi fisiologis bakteri endofit indigenus terpilih sebagai pengendali penyakit HDB, karakterisasi fisiologis bakteri endofit indigenus terpilih sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, dan identifikasi molekular. Tahap III adalah: Karakterisasi respon fisiologis tanaman bawng merah yang diintroduksi dengan bakteri endofit indigenus terhadap penyakit hawar daun bakteri. Penelitian bersifat deskriptif dan terdiri dari 2 percobaan: Kemampuan tanaman bawang merah terinduksi menghasilkan enzim pertahanann dan menghasilkan asam salisilat. Untuk menentukan korelasi antar parameter pengamatan dilakukan analisis regresi linear. Hasil penelitian: 1) Berdasarkan penapisan secara in planta 82 isolat bakteri endofit dari dua sentra produksi bawang merah di Sumatera Barat, diperoleh enam isolat yang mampu menurunkan severitas penyakit HDB yaitu : B. cereus P14 (7,83 %), Bacillus sp. SJI (8,54 %), S.marcescens isolat JB1E3 (8,99 %), Bacillus sp. HI (9,00 %), B.cereus Se07 (15,72 %), dan S.marcescens isolat ULG1E2 (18,14 %), dibandingkan kontrol (21, 93 %). Enam isolat ini juga mampu meningkatkan ketahanan tanaman dari agak rentan menjadi tahan. 2) Karakter fisiologis bakteri endofit indigenus tersebut bervariaasi. Bersadarkan nilai koefisien korelasi, kolonisasi
jaringan akar oleh bakteri endofit indigenus merupakan karakter yang paling berperan dalan penekanan severitas penyakit HDB (r = 0,739), dibandingkan dengan produksi asam salisilat (r = 0,529) dan antibiotik (r=0,265). 3) Respon fisiologis tanaman bawang merah yang diintroduksi dengan bakteri endofit indigenus menunjukkan peningkatan aktivitas enzim pertahanan (PO, PPO dan PAL) dan kandungan asam salisilat pada akar dan daun yang bervariasi. Kolonisasi oleh bakteri endofit S.marcescens meningkatkan aktivitas enzim PO tertinggi, B.cereusSe07 meningkatkan aktivitas enzim PPO tertinggi dan B.cereus P14 meningkatkan aktivitas enzim PAL serta kandungan asam salisilat tertinggi. Berdasarkan nilai koefisien korelasi peningkatan aktivitas PAL berkorelasi dengan peningkatan kandungan asam salisilat pada akar dan daun bawang merah (r= 0,880). Enam bakteri endofit indigenus yang mampu mengendalikan penyakit HDB juga mampu meningkatkan hasil bawang merah. B.cereus Se07 (produksi 15,22 ton/ha) dan S.marcescen isolat ULG1E2 (produksi 15,12 ton/ha) mampu meningkatkan produksi melebihi produksi kultival medan (7,4 ton/ha) dan mendekati produksi optimal bawang merah (16 ton/ha), walaupun terserang penyakit HDB (dua bakteri ini bersifat toleran). Kata kunci : Bakteri endofit, Hawar daun bakteri, Xanthomonas axonopodis pv alii, enzim pertahanan, IAA, antibiotik, kolonisasi akar, asam salisilat Daftar Kepustakaan : 194 (1989 2015)
PROGRAM STUDI S3 ILMU PERTANIAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS Disertasi, April 2016 Zurai Resti, BP 07301018 Characterization of the physiological response of the introduced shallots plants with indigeous endophytic bacteria against bacterial leaf blight disease (Xanthomonas axonopodis pv allii), xii + 162 pages+ 11 tables + 36 pictures + 12 appendixes Abstract Endophytic indigenous bacteria. was one of the alternatives biological control of BLB diseases. The purposes of this research are: 1) To obtain endophytic indigenous isolates capable to controlling of BLB disease and increase the yield. 2) To characteriz the physiological and molecular identification of endophytic isolates. 3) To recognizer the physiological response of shallot that are resistant the BLB disease. 4) To determine the endophytic bacteria were able to increase production, although shallot attacked by the disease. The research consisted of three phases I: Selection of indigenous endophytic bacteria isolates to control BLB disease, consisted of two experiments: isolation of endophytic bacteria from healthy shallot roots, and In planta selection using a completely randomized design. Phases II: Physiological characterization of indigenous endophytic bacteria, consists of three experimants: Physiological characterization of indigenous endophytic bacteria in inducing plant resistance agains BLB disease, as plant growth promoter, and molecular identification. The last phase is: Characterization of the physiological response of the introduced shallots with indigeous endophytic bacteria against BLB disease, this phase consisted of two experiments in the ability of shallots to produce enzymes and to produce salicylic acid. The results of researches 1) In planta screening of 82 endophytic bacteria isolates from West Sumatra, obtained six isolates were able to reduce the severity of BLB disease, B. cereus P14 (7.83%), Bacillus sp. SJI (8.54%), S.marcescens JB1E3 isolate (8.99%), Bacillus sp. HI (9.00%), B.cereus Se07 (15.72%), and S.marcescens ULG1E2 isolate (18.14%), compared to control (21, 93%). The isolates were also able to increase plant resistance from rather susceptible to become resistant. 2) Physiological characters of endophytic indigenus bacteria were varied. Base on the coefficient correlation, the colonization of root tissue played important roles to suppression severity of BLB disease (r = 0.739), as compared to the production of salicylic acid (r = 0.529) and antibiotics (r = 0.265). 3) The physiological response of introduced shallots with endophytic bacteria showed increased activity of defense enzymes (PO, PPO and PAL) and production of salicylic acid in the roots and leaves. Colonization by S.marcescens improved highest activity of PO, B.cereus Se07 increased highest activity PPO and B.cereus P14 increase
highest activity of PAL and salicylic acid content. Based on the coefficient correlation, increased PAL activity was correlated with salicylic acid content in the roots and leaves of shallots (r = 0.880). 4) Endophytic indigenous bacteria was capable to control BLB disease and also increas the yield. B.cereus Se07 (production of 15.22 tons / ha) and S.marcescen isolates ULG1E2 (production of 15.12 tons / ha) were able to increase production higher than Medan cultivar (7.4 tons / ha) and approached the optimal production (16 tons / ha), although attacked by BLB disease (tolerant). Keywords: endophytic bacteria, bacterial leaf blight disease, defense enzyme, IAA, antibiotics, root colonization, salicylic acid References : 194 (1989 2015)