JAWA SHAKAI DE NO RUWATAN GISHIKI NO DENTOU

dokumen-dokumen yang mirip
MINAMI KALIMANTAN NO BUKIT HULU BANYU ZOKU NO DENTOUTEKI NA FUKU

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

SOBA KERTAS KARYA. Dikerjakan WAHYU HIDAYAT NIM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA

PERKEMBANGAN EKONOMI JEPANG PASCA PERANG DUNIA II KERTAS KARYA. Dikerjakan ROY PUTRA F.L. TOBING NIM : PROGRAM STUDI DIII BAHASA JEPANG

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

STRUKTUR KELUARGA MASYARAKAT AGRARIS KE INDUSTRI DI JEPANG

POTENSI DAN PENGEMBANGAN OBJEK WISATA DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

NILAI NILAI SEJARAH CERITA MAKAM PAPAN TINGGI PADA MASYARAKAT BARUS, TAPANULI TENGAH

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AMIGURUMI. Boneka berasal dari bahasa Portugis yaitu Boneca yang berarti sejenis

ANALISIS KONTRASTIF KATA KETERANGAN BAHASA INDONESIA DAN FUKUSHI BAHASA JEPANG DITINJAU DARI SINTAKSIS

MITOS DI GUNUNG SLAMET DI DUSUN BAMBANGAN, DESA KUTABAWA, KECAMATAN KARANG REJA, KABUPATEN PURBALINGGA. SKRIPSI

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

TARI SERAMPANG DUA BELAS WARISAN ASLI BUDAYA MELAYU SEBAGAI SALAH SATU ATRAKSI WISATA DI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra lisan yang telah lama ada,lahir dan muncul dari masyarakat yang

ANALISIS MAKNA KALIMAT PENGANDAIAN BAHASA JEPANG DALAM NOVEL NORUWEI NO MORI ( DITINJAU DARI SEGI SEMANTIK)

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan daerah harus dilestarikan dan dipertahankan. 1 Salah satu usaha dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu

MATERI STUDI RELIGI JAWA

SAPTA PESONA DALAM MENINGKATKAN PROMOSI SADAR WISATA DI MEDAN

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG MEDAN 2008

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat istiadat. beragam keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

PEMAKAIAN GAIRAIGO DALAM TEXT BACAAN BUKU INTERMEDIATE JAPANESE

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB IV ANALISIS TRADISI RUWAT DESA DALAM MASYARAKAT BEGAGANLIMO. A. Makna Tradisi Ruwat Desa Dalam Masyarakat Desa Begaganlimo

UPAYA MELESTARIKAN SENI BUDAYA TRADISIONAL PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KABUPATEN SAMOSIR

BENTUK DAN FUNGSI ORNAMEN RUMAH TRADISIONAL KARO DI DESA LINGGA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA KERTAS KARYA DIKERJAKAN O L E H

BAB 1 PENDAHULUAN. bermutu secara adil dan merata, serta mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa.

yang masih dipertahankan di suku Jawa adalah Ritual Bulan suro.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

UPAYA PELESTARIAN BABUSSALAM SEBAGAI OBJEK WISATA RELIGI DI KABUPATEN LANGKAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

MAKNA SIMBOL DALAM UPACARA SEDEKAH LAUT DI DESA TASIK AGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2011

PERAN INDUSTRI KERAJINAN DAN MAKANAN DALAM PERKEMBANGAN PARIWISATA DI KOTA MEDAN

NISHI SUMATORA NO MINZOKU NO ASOBI TOSHITE NO SEPAK TEKONG

ANALISIS ADAPTASI UPACARA MINUM TEH ( CHANOYU ) DI INDONESIA INDONESIA NO CHANOYU NO TEKIOU NO BUNSEKI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

MUSYAWARAH MUFAKAT DALAM UPACARA RITUAL SYUKURAN LAUT MASYARAKAT MELAYU DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

ANALISIS PERBANDINGAN AIKIDO DI JEPANG DAN SILEK DI MINANGKABAU SEBAGAI SENI BELADIRI TRADISIONAL

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, hokum adat, organisasi sosial dan kesenian. Keberagaman keindahan,

berjalan, mungkin karena posisi memboncengnya atau bagaimana. Motor yang dikendarai mengalami kecelakaan setelah menabrak sebuah mobil di tengah

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

INTERAKSI KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

BUDAYA ANTRI DI JEPANG (NIHON DE NO KYUU NO BUNKA) KERTAS KARYA. Dikerjakan

pernah dialami oleh sesepuh dalam kelompok kejawen dilakukan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

ANALISIS MAKNA SIMBOLIK DARI SIMBOL-SIMBOL YANG TERDAPAT PADA YOROI MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial

Bagaimana acuan, begitulah kuihnya Perangai anak mirip perangai ibu bapanya

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Universitas Sumatera Utara

KONSEPSI SAKIT DAN PENGOBATAN TRADISIONAL PADA IBU DAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN JAWA

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan masyarakat Jawa yang bermigrasi ke Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan mencakup

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan

RELASI MAKNA DALAM BAHASA MELAYU DESA PANTAI LABU BARU, KABUPATEN DELI SERDANG. Skripsi. Dikerjakan Oleh, NAMA : SATRIA SINAGA NIM :

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar yang terdapat di Indonesia,

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Tionghoa terdiri dari 56 suku bangsa. Suku Hokkian yang berasal dari provinsi

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan berperadaban. Budaya itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi/data yang ingin kita teliti. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan,

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

Transkripsi:

JAWA SHAKAI DE NO RUWATAN GISHIKI NO DENTOU KERTAS KARYA Dikerjakan O L E H ABDUL RAHMAN NIM 062203022 Pembimbing Pembaca Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum Hj. Muhibbah, S.S. NIP. 19620727 198703 2 005 Kertas karya ini diajukan kepada panitia ujian pendidikan Non-Gelar Fakultas Sastra USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA BIDANG STUDI BAHASA JEPANG MEDAN 2009

JAWA SHAKAI DE NO RUWATAN GISHIKI NO DENTOU KERTAS KARYA Dikerjakan O L E H ABDUL RAHMAN NIM 062203022 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA BIDANG STUDI BAHASA JEPANG MEDAN 2009

Disetujui Oleh : Program Diploma Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan Program Studi D3 Bahasa Jepang Ketua, Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum. NIP. 19620727 198703 2 005 Medan, 31 Desember 2009

PENGESAHAN Diterima Oleh : Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, untuk Melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang Pada : Tanggal : Hari : Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Dekan, Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D. NIP. 19650909 199403 1 004 Panitia : No Nama Tanda Tangan 1. Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum. ( ) 2. Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum. ( ) 3. Hj. Muhibbah, S.S. ( )

JAWA SHAKAI DE NO RUWATAN GISHIKI NO DENTOU KERTAS KARYA Dikerjakan O L E H ABDUL RAHMAN NIM 062203022 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA BIDANG STUDI BAHASA JEPANG MEDAN 2009

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Alasan Pemilihan Judul Ruwat sendiri adalah merupakan sebuah kebudayaan yang ada sebelum Islam masuk ke Jawa. Oleh karena itu masih banyak hal yang berhubungan dengan kepercayaan yang ada pada waktu sebelumnya. Karena waktu yang terus berjalan dalam berubahnya kebudayaan dengan adanya tekhnologi modern, maka keberadaan ruwatan sedikit tergeser. Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk membahas tentang Ritual Ruwatan pada masyarakat Jawa ini, kemudian menuangkan hasil bahasannya kedalam kertas karya ini. 1. 2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk memperkenalkan salah satu tradisi suku Jawa yang ada di Indonesia. 2. Untuk menambah wawasan tentang salah satu tradisi suku Jawa yang ada di Indonesia. 3. Untuk pengetahuan baik terhadap pembaca dan juga penulis. 4. Melengkapi persyaratan untuk dapat lulus dari D III Bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara. 1.3 Pembatasan Masalah

Dalam kertas karya ini penulis membahas mengenai tentang gambaran umum Tradisi Ruwatan, yaitu tujuan dilakukannya ruwatan pada masyarakat Jawa. Sistem ritual ruawatannya pada diri sendiri, lingkungan dan untuk desa atau wilayah yang luas. 1. 4 Metode Penelitian Dalam kertas karya ini penulis menggunakan metode kepustakaan. Yaitu pengumpulan data atau informasi dengan membaca buku sebagai referensi yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam kertas karya ini. Selanjutnya data analisa dan dirangkum untuk kemudian dideskripsikan kedalam kertas karya ini.

BAB II GAMBARAN UMUM TRADISI RUWATAN 2.1 Pengertian Ruwatan Ruwat sebenarnya memiliki arti pelepasan, dan maksud dilakukannya ruwat adalah untuk membebaskan atau melepaskan manusia yang sudah tergolong sebagai sukerta. Sukerta adalah sosok anak yang terdapat kesialan karena menjadi mangsa dari Bethara kala ( sosok dewa yang baik tetapi buruk). Karena bersifat upacara pelepasan, maka upacara tersebut selalu berhubungan dengan mistis dan pengaruh gaib. Dalam kepercayaan Jawa, orang yang telah di ruwat dipercaya akan terlepas dari segala kesialan. Kepercayaan yang ada dalam masyarakat Jawa ini memiliki keragaman, baik berbentuk ritual atau upacara, maupun bersifat spiritual. Sedikit berbeda dengan masyarakat Jawa saat ini, kepercayaan tentang mitos mitos atau cerita mistis sudah banyak dilupakan dan sebagian besar masyarakat Jawa memilih teknologi sebagai pilihan yang lebih ilmiah. Saat ini cerita atau mitos lebih cenderung pada sentuhan spiritual yang hanya dapat dirasakan oleh orang orang yang masih mempercayainya, yang tidak mempercayainya tidak akan mempengaruhi dirinya sama sekali. Salah satu keyakinan masyarakat Jawa yang cukup penting adalah ruwat. Ruwat dapat di bagi dalam tiga jenis ritual yang paling umum dan sering dilakukan dalam masyarakat Jawa yaitu :

1. Ruwat diri sendiri. Ruwatan dilakukan dengan tujuan menghindarkan diri dari kesialan yang ada dalam dirinya. Ruwat semacam ini biasanya dilakukan oleh sang spiritualis. 2. Ruwat untuk lingkungan Di sini sang spiritualis melakukan ruwatan pada lingkungan. 3. Ruwat untuk umum. Ruwatan semacam ini biasanya dilakukan untuk meruwat suatu wilayah, atau pekarangan dan menghilangkan kekuatan unsur alam yang ada di dalamnya. 2. 2 Tujuan dilakukannya Ruwatan Tujuan dilakukannya upacara ruwatan adalah sebagai berikut : 1. Untuk menghindarkan diri dari ketidak keberuntungan. Keberadaan Bethara Kala ini sebenarnya tidak selalu mutlak ada di saat dilakukannya ruwatan, tetapi nama Bethara Kala sendiri sering disebutkan sebagai simbol keberadaan dalam hidup manusia. 2. Bethara Kala tidak harus ada dalam sebuah ritual ruwatan karena tidak semua ruwatan memiliki tujuan untuk menghindarkan diri dari Bethara Kala, tetapi terkadang memiliki tujuan untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang ditimbulkan oleh makhluk halus. 3. Alam merupakan sebuah bencana, yang sudah memberi tanda akan datang pada waktu tertentu. Ketakutan semacam menjadikan manusia merasa

dekatnya dengan kematian. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, bencana dapat dihindarkan dengan melakukan acara ruwatan. Jika bencana tetap datang, kemungkinan akan menelan korban jiwa yang sedikit jika di bandingkan tidak melakukan ruwatan. 2.3 Ruwatan Pada Masyarakat Jawa Ruwatan merupakan ritual khusus yang wajib dilakukan pada zaman dahulu oleh masyarakat Jawa. Pada zaman sekarang, ruwatan sudah jarang dilakukan karena masyarakat Jawa sebagian merasakan hal ini tidak diperlukan lagi. Pandangan modern menjadikan kebudayaan ini tersingkir dari kehidupan masyarakat Jawa. Tidak hanya ritual ruwatan saja yang mengalami pergeseran, tetapi masih banyak lagi ritual-ritual lain yang tersingkir dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal ini karena dirasakan acara-acara yang berhubungan dengan dunia spiritual ini adalah sesuatu yang tidak masuk akal dan sesuatu yang sia-sia untuk dilakukan. Namun dari berbagai kalangan yang ada dalam masyarakat Jawa, memiliki pendapat yang bermacam-macam sebagai perwujudan dari daya imajinasi dan daya pikir mereka masing-masing. Masyarakat Jawa yang senantiasa mengilhami dan mempercayai mitos mitos tersebut kemudian menjadikan acara ruwatan sebagai acara yang wajib dilakukan dalam menghubungkan diri manusia dengan Tuhan dan dunia gaib. Namun pelaksanaan ritual ruawatan yang ada di dalam masyarakat Jawa sudah sangat jarang dilakukan pada zaman sekarang ini. Masyarakat jawa sekarang berpikir realistis, tetapi bukan berarti masyarakat Jawa pada zaman dahulu tidak berpikir secara realistis. Banyak masyarakat Jawa pada zaman sekarang ini telah meninggalkan adat istiadat Jawa yang dianggap sebagai suatu hal yang terlalu

rumit untuk dijalankan. Sebagai contoh banyak orang Jawa tidak lagi mengenal aksara Hanacaraka yaitu huruf atau aksara Jawa yang mempunyai nilai tinggi dalam budaya. Dari beberapa kebudayaan yang ditinggalkan oleh masyarakat Jawa adalah kebudayaan yang bersifat spiritual. Para pelaku ritualpun beranggapan bahwa acara ruwatan merupakan hal yang logis. Sehingga hal ini ditinggalkan sebagai bentuk kepercayaan, kebudayaan dan ritual. Tetapi bagi masyarakat Jawa yang masih memiliki kepercayaan tentang Bethara Kala dan Sukerta pelaksanaan ruwatan masih penting.

BAB III RITUAL RUWATAN Dalam masyarakat Jawa, ritual ruwat dibedakan dalam tiga golongan besar yaitu : 1. Ritual ruwat untuk diri sendiri 2. Ritual ruwat untuk lingkungan 3. Ritual ruwat untuk wilayah Dalam masyarakat Jawa, ruwatan tergantung pada siapa yang melaksanakannya. Jika ruwatan dilakukan oleh orang yang memang memiliki kemampuan ekonomi yang memadai, maka biasanya dilakukan secara besar besaran yaitu dengan mengadakan pegelaran pewayangan. Pegelaran pewayangan ini berbeda dengan pegelaran yang pada umumnya dilakukan. Pagelaran pewayangan dilakukan pada siang hari dan khusus dilakukan oleh dalang ruwat. 3. 1 Ruwatan Diri Sendiri Ruwatan dilakukan dengan cara cara tertentu seperti melakukan puasa dan melakukan selamatan. Dalam masyarakat Jawa bertapa merupakan bentuk laku atau sering disebut lelaku. Lelaku sebagai wujud untuk membersihkan diri dari hal hal yang bersifat gaib negatif juga termasuk dalam ruwatan. Dengan memasukkan kekuatan gaib dalam diri yang bersifat positif ( baik ), akan memberikan keseimbangan energi dalam tubuh. Hal ini sering dikemukakan oleh

para spiritualis Jawa sebagai nasehat untuk mempelajari hal hal yang bersifat baik. Pada saat ini, ruwatan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa jauh berbeda dengan kebudayaan peninggalan pada zaman Hinda Budha. Ruwatan lebih cenderung dilakukan dengan tidak mengatas namakan ruwatan, tetapi pada dasarnya memiliki tujuan yang sama. Lelaku sebagai wujud atau bentuk dari ruwatan bagi diri sendiri ini juga sering dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa agar mendapatkan kebersihan jiwa. Jika ada orang merasa sial, dalam kepercayaan Jawa harus melakukan upacara ruwatan terhadap diri sendiri. Ritual ruwatan ini memiliki banyak sebutan, antara lain adalah Ruwatan Anggara Kencana. Kesialan yang ada dalam diri manusia dipercaya timbul dari kekuatan lain (makhluk halus), keberadaan ini dapat dilakukan dengan pendeteksian. Pendeteksian yang dilakukan adalah melalui perhitungan ( petungan ) Jawa yaitu Ha: 1, Na: 2, Ca: 3, Ra: 4 dan seterusnya. Pendeteksian dilakukan dengan menjumlahkan neptu ( umur menurut penanggalan Jawa ) orang tuanya dengan orang yang akan melakukan ritual ini. Jumlah keduanya kemudian dibagi 9 dan diambilah sisanya. 1. Bersemayam di sebelah kiri kanan mata kanan 2. Bersemayam di sebelah kiri kanan mata kiri 3. Bersemayam di telinga kanan 4. Bersemayam di telinga kiri 5. Bersemayam di sebelah hidung kanan 6. Bersemayam di sebelah hidung kiri 7. Bersemayam di mulut

8. Bersemayam di sekeliling pusar 9. Bersemayam di kemaluan Sebagai syarat dari ritual ini adalah mengambil sebagian darah di sekitar tempat keberadaan bersemayamnya. Darah ini akan dilabuh (dilarung ). Cara mengambil darah ini adalah dengan menggunakan duri yang kemudian dioleskan pada kapas putih. Duri dan kapas nantinya akan dilabuh bersama sama dengan syarat yang lain, berupa: 1. Beras 4 kg 2. Slawat 1 Dirham ( uang senilai emas 1 gram ) 3. Ayam 4. Teklek ( sandal dari kayu, atau pada zaman sekarang biasa digantikan sandal biasa ) 5. Benang Lawe satu gulung 6. Telur ayam yang baru saja keluar ( belum ada sehari ) 7. Gula setangkep ( gula Jawa satu pasang ), gula pasir 1 kg 8. Kelapa 1 butir Selain beberapa benda yang dilarung atau dilabuh tersebut, diikrarkan untuk disedekahkan kepada siapa yang dikehendakinya, sebaiknya sodaqoh kepada orang yang membutuhkannya. 3. 2 Ruwatan Untuk Lingkungan Ruwatan yang dilakukan untuk lingkup lingkungan biasanya dilakukan dengan sebutan mageri atau memberikan pagar gaib pada sebuah lokasi.

Memberikan pagar gaib pada sebuah lokasi ( anggap saja rumah ) ditujukan untuk beberapa hal, antara lain: 1. Memberikan daya magis yang dapat menahan, menolak, atau memindahkan daya ( energi ) negatif yang berbeda dalam rumah atau hendak masuk ke dalam rumah. Metode semacam ini biasanya dilakukan dengan menanam beberapa tumbal, misalnya kepala kerbau atau kepala kambing. 2. Memberikan pagar agar tidak dimasuki oleh orang yang hendak berniat jahat. 3. Memberikan kekuatan gaib yang dapat mengusir atau mengurung makhluk halus yang berada dalam lingkup pagar gaib. Berbagai cara untuk memberikan pagar gaib ini dapat dilihat pada buku buku kuno yang menceritakan pemagaran diri manusia, lingkungan dan wilayah cukup luas dengan kepercayaan masyarakat Jawa. Tujuan utama yang dilakukannya pemagaran gaib pada manusia dan lingkungannya ini apabila tercapai, menurut kepercayaan masyarakat Jawa akan menjadikan lingkungan yang aman, sejahtera, jauh dari gangguan makhluk halus. Ritual ruwatan yang ditujukan untuk memagari sebuah lokasi ini kemudian berubah dalam pelaksanaannya karena sebagian masyarakat Jawa sekarang sudah cenderung mempercayai hal hal yang bersifat ilmiah. Ritual ruwatan dalam masyarakat Jawa yang masih berlaku biasanya adalah pemagaran gaib yang dilakukan dengan menyediakan berbagai jenis sesaji dan melakukan ritual itu sendiri. Penerapan tujuan ritual ruwatan tidak jauh berbeda tujuan ruwatan yang lain. Pelaksanaan yang umum dilakukan dalam masyarakat Jawa adalah dengan menggelar lakon pewayangan yang berisi tentang ruwatan itu sendiri.

3. 3 Ruwatan Untuk Desa atau Wilayah yang Luas Pada umumnya, pengruwatan bagi desa atau wilayah yang luas dilakukan dengan pegelaran pewayangan yang memberikan cerita dan dilakukan oleh dalang yang khususnya memiliki kemampuan dalam bidang ruwatan. Pada ritual pengruwatan, bocah sukerta dipotong rambutnya dan menurut kepercayaan masyarakat Jawa, kesialan sudah menjadi tanggungan dari dalang karena anak sukerta sudah menjadi anak dari dalang. Karena pegelaran wayang merupakan acara yang dianggap sakral dan memerlukan biaya yang cukup banyak, maka pelaksanaan ruwatan pada zaman sekarang ini dengan pagelaran wayang dilakukan dalam lingkup pedesaan atau pedusunan. Proses ruwatan bisa juga dilakukan untuk seseorang yang akan diruwat. Namun pelaksanaannya pada siang hari sedangkan untuk meruwat lingkup lingkungan, biasanya dilakukan pada malam hari. Perbedaan pemilihan waktu pelaksanaan pagelaran di tentukan melalui perhitungan hari dan pasaran ( Primbon ).

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4. 1 Kesimpulan Dari pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ruwat merupakan warisan kebudayaan yang sudah dikenal masyarakat Indonesia khususnya Jawa sejak dari dulu hingga sekarang. 2. Tradisi ruwat sebenarnya memiliki arti pelepasan, dan dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari segala nasib buruk, sial, serta mara bahaya melalui penyelenggaraan sebuah upacara. Ruwat amat dekat dengan dunia mistis dan tidak bisa lepas dari pangaruh gaib dalam pelaksanaannya. 4. 2 Saran Penulis mengharapkan agar para pembaca dapat lebih mengenal budaya Indonesia khususnya budaya Jawa tentang ruwatan. Selain itu, supaya tidak punah sebaiknya acara ruwatan ini selalu dilakukan dan dilestarikan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Swardi, Endraswara. 2004. Dunia Hantu Masyarakat Jawa. Yogyakarta: Narasi. 2. Pamungkas, Ragil. 2008. Tradisi Ruwatan. Yogyakarta: Narasi.