BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga mulut yang prevalensinya tinggi pada populasi manusia di seluruh dunia (Petersen dan Ogawa, 2005). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2013, prevalensi penduduk Indonesia yang mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut adalah sebesar 25,9 % (Depkes RI, 2013). Dua penyakit periodontal yang paling tinggi prevalensinya adalah gingivitis dan periodontitis (Tatakis dan Kumar 2005). Gingivitis adalah peradangan gingiva yang disebabkan oleh bakteri, dengan tanda klinis gingiva berwarna merah, membengkak dan mudah berdarah (Newman dkk., 2012). Gingivitis yang tidak dirawat dapat berkembang menjadi periodontitis, yaitu peradangan pada jaringan penyangga gigi sehingga terjadi kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar secara progresif dengan adanya peningkatan kedalaman probing, resesi, atau keduanya (Newman dkk., 2012 ; Wahyukundari, 2008). Interaksi bakteri yang ditemukan di dalam plak seperti Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Campylobacter rectus, Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Tannerella forsythia dan Fusobacterium nucleatum dengan sel inang memicu terjadinya inflamasi, menyebabkan terjadinya periodontitis(cortelli dkk., 2008 ; Henderson dkk., 2010). Menurut Suwandi (2010), Fusobacterium nucleatum merupakan bakteri gram negatif yang bersifat 1
2 obligat anaerob. Bakteri ini menghasilkan produk iritan pada jaringan periodontal seperti asam butirat, protease dan sitokin (Roberts, 2000). Fusobacterium nucleatum dapat beragregasi dengan bakteri patogen penyakit periodontal yang lain dan berfungsi sebagai jembatan penghubung antara koloni awal dan koloni akhir pada permukaan gigi (Bolstad dkk., 1996).Bakteri Fusobacteruim nucleatum terlibat dalam patogenesis penyakit periodontal dengan mengaktifkan beberapa sistem sinyal sel yang menstimulasi ekspresi kolagenase 3 dan meningkatkan migrasi dan kelangsungan hidup sel epitel yang terinfeksi. F.nucleatum juga menghasilkan protease serine yang dapat merusakkan elemen jaringan ikat dan sistem imun tubuh seperti immunoglobulin dan faktor komplemen (Signat dkk., 2011). Indonesia kaya akan berbagai tanaman yang memiliki banyak khasiat. Khasiat dari tanaman-tanaman tersebut banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat. Bahan-bahan alami seperti tanaman yang mengandung zat antibakteri dapat dikembangkan untuk membantu melawan invasi bakteri periopatogenik (Bathla, 2011). Daun kari (Murraya koenigii) adalah salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Di Indonesia daun kari banyak ditemukan di Aceh dan sering digunakan dalam masakan khas Aceh (Rastina dkk., 2006). Berdasarkan hasil penelitian bagian daun, batang, bunga, akar dan biji kari dilaporkan memiliki berbagai potensi antara lain sebagai obat antidiabetic, antimicrobial, antiulcer, antioxidant dan antidiarrhoea (Argal dkk., 2011; Handral dkk., 2012). Chowdhurydkk. (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa minyak daun kari mengandung 58 komposisi kimia yang
3 sebagian besar adalah caryophlene oxide (16.6%) yang berfungsi dalam pengobatan demam, muntah dan penyakit pencernaan lainnya. Penelitian mengenai ekstrak daun kari oleh Nagappan dkk. (2011) membuktikan bahwa alkaloid dari daun Murraya koenigii dapat menghambat bakteri resisten antibiotik. Ekstrak daun kari mengandung tanin, flavonoid, fenol, glikosida, fenolik, saponin dan sianogenik glikosida yang memberikan sifat antibiotik (de-fatima dkk., 2006). Rastina dkk. (2006) dalam penelitiannya telah membuktikan bahwa ekstrak etanol daun kari dengan konsentrasi 12,5%, 25% dan 50% efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas sp. secara in vitro. Konsentrasi 10% adalah konsentrasi standar ekstrak pada penggunaan obat baru (Depkes RI, 2013). Efektivitas antibakteri untuk setiap bakteri tidak sama, karena masingmasing bakteri memiliki struktur dinding sel yang berbeda. Dinding sel kedua bakteri gram negatif dan gram positif dibentuk oleh polimer peptidoglikan yang merupakan untaian glikan panjang, dihubungkan oleh ikatan peptida elastis. Glikan sendiri terbentuk dari hasil polimerisasi lebih 100 subunit disakarida, sehingga jaringan polimer peptidoglikan dapat melindungi sel dari terjadinya lisis (Huang dkk., 2008).Lapisan peptidoglikan pada bakteri gram positif adalah lebih tebal dibandingkan degan bakteri gram negatif (Ghuysen dan Hakenbeck, 1994). Perbedaan antara bakteri gram negatif dan gram positif adalah dinding sel bakteri gram positif terdiri atas asam teichoic dan asam teichuronic sedangkan dinding sel bakteri gram negatifyang menyelubungi lapisan peptidoglikan terdiri atas tiga komponen utama yaitu (a) lapisan lipoproten, (b) membran luar (outer
4 membrane) dan (c) lipopolisakarida (Parija, 2012). Struktur lipopolisakarida menunjukkan heterogenitas yang cukup besar antara spesies bakteri yang berbeda sehingga dapat menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi dari membran luar setiap bakteri (Ghuysen dan Hakenbeck, 1994).Menurut Parija (2012), tiga komponen yang membentuk molekul kompleks lipopolisakarida adalah lipid A, inti oligosakarida dan polisakarida O atau antigen-o. Penelitian terdahulu tentang pengaruh ekstrak daun kari terhadap bakteri Escherichia coli,pseudomonas sp., dan Staphylococcus aureus pernah dilakukan oleh Rastina dkk. (2006) telah membuktikan bahwa ekstrak daun kari konsentrasi 12,5%, 25% dan 50% berpengaruh terhadap pertumbuhan ketiga bakteri yang diuji. Escherichia coli dan Pseudomonas sp. merupakan bakteri gram negatif sedangkan Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif (Rastina dkk., 2006). Struktur dinding sel bakteri gram negatif berbeda dengan gram positif. Pada bakteri gram positif mengandung 90% peptidoglikan serta lapisan tipis asam teichoic dan lipoteichoic sedangkan bakteri gram negatif memiliki lapisan luar dinding sel yang mengandung 5-10% peptidoglikan, lipopolisakarida dan lipoprotein ( Parija 2012). Hal tersebut menjadi dasar peneliti untuk melakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak daun kari konsentrasi 12,5%, 25% dan 50% terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum yang juga merupakan bakteri gram negatif seperti Escherichia coli dan Pseudomonas sp.. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan: Apakah terdapat pengaruh ekstrak daun kari (Murraya koenigii) konsentrasi 12,5%, 25%
5 dan 50% terhadap pertumbuhan bakteri Fusobacterium nucleatum? C. KeaslianPenelitian Penelitian yang dilakukan Rastina dkk. (2006) dengan judul Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kari (Murraya koenigii) Terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas sp. menunjukkan bahwa ekstrak daun kari (Murraya koenigii) konsentrasi 12,5%, 25% dan 50% mempunyai sifat antibakteri terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas sp. Sepengetahuan penulis belum pernah ada penelitian sebelumnya mengenai pengaruh pemberian ekstrak daun kari (Murraya koenigii) konsentrasi 12,5%, 25% dan 50% terhadap pertumbuhan bakteri Fusobacterium nucleatum (kajian in vitro). D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun kari (Murraya koenigii) konsentrasi 12,5%, 25% dan 50% terhadap pertumbuhan bakteri Fusobacterium nucleatum. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan akan didapat dari penelitian ini antara lain: 1. Mengidentifikasi potensi ekstrak daun kari sebagai zat antibakteri di bidang Kedokteran Gigi. 2. Memberikan dasar pengetahuan ilmiah terhadap penelitian selanjutnya dengan menggunakan ekstrak daun kari (Murraya koenigii).