RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XVI/2018 Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Bagi Pekerja/Buruh Yang Sakit Berkepanjangan, Cacat Akibat Kecelakaan Kerja, dan Tidak Dapat Melakukan Pekerjaan Setelah Melampaui Batas 12 (dua belas) Bulan Didukung dengan Rekam Medis I. PEMOHON Banua Sanjaya Hasibuan, SH., selanjutnya disebut sebagai Pemohon I. Song Young Seok, selanjutnya disebut sebagai Pemohon II. Pitra Romadoni Nasution, SH., selanjutnya disebut sebagai Pemohon III. Achmad Kurnia., selanjutnya disebut sebagai Pemohon IV. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 172 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi ; 2. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, 1
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum ; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 4. Mahkamah Konsitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang memiliki peran penting guna mengawal dan menegakkan konstitusi berdasarkan kewenangan dan kewajiban sebagaimana di tentukan oleh peraturan perundang-undangan apabila Undang-Undang yang dibentuk bertentangan dengan konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945, Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan Undang-Undang tersebut secara menyeluruh atau sebagian perpasalnya selain itu Mahkamah Konstitusi juga berwenang memberikan penafsiran terhadap sebuah ketentuan pasal-pasal Undang-Undang agar berkesesuaian dengan nilai-nilai konstitusi; 5. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 172 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga Negara. ; 2
2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia dan pembayar pajak (tax payer). Para Pemohon yang dalam hal ini bertindak mewakili PT. Manito World; 4. Para Pemohon mendalilkan hak-hak konstitusionalnya potensial dirugikan atas berlakunya Pasal UU a quo, karena pekerja/buruh dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan menerima kompensasi apabila ia mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan tanpa disertai/dibuktikan dengan rekam medis dari kedokteran; 5. Bahwa Pemohon sangat merasa dirugikan sekali apabila setiap para pekerja yang sakit berkepanjangan tidak disertai bukti atau tidak melampirkan rekam medis dari kedokteran yang menyatakan seorang pekerja tersebut benar dalam keadaan sakit, karena hal ini sangat membahayakan bagi Para Pemohon dan para pengusaha khususnya yang berada di wilayah Republik Indonesia bisa mengalami kerugian yang cukup besar dalam menyangkut orang banyak atau bisa saja perusahaan Pemohon dan para pengusaha lainnya mengalami kebangkrutan karena harus membayar kewajiban karena pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh tersebut; 6. Para Pemohon menyatakan apabila salah satu perusahaan mempunyai pekerja tetap sebanyak 1000 pekerja, dan namun seandainya 500 pekerja 3
perusahaan tersebut menyatakan sakit berkepanjangan dan tidak memberikan bukti rekam medis dari kedokteran maka otomatis para pengusaha atau perusahaan haruslah melakukan pembayaran kewajiban untuk para pekerja yang putus kerja oleh perusahaan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan, seandainya kewajiban perusahaan membayar kepada para pekerja yang putus hubungan kerja karena sakit berkepanjangan berdasarkan Pasal UU a quo dan tidak disertai bukti rekam medis dari kedokteran, dan setiap orangnya mendapatkan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) di kali sebanyak 500 pekerja, maka Perusahaan harus wajib membayar sebesar Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Selanjutnya dengan dikeluarkannya uang sebanyak tersebut maka sudah otomatis pengusaha atau perusahaan akan mengalami kerugian yang besar dan dapat menjadi bangkrut akibat pemberlakuan Pasal 172 UU a quo. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU Ketenagakerjaan yaitu: 1. Pasal 172: Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4). B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 4
VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa dengan dirubah atau digantinya bunyi Pasal 172 UU Ketenagakerjaan menjadi Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan sekaligus memberikan bukti Rekam Medis dari Kedokteran, maka dengan otomatis bagi para pengusaha dan juga bagi para perusahaan tidak akan kuatir apabila setiap para pekerja mengalami sakit berkepanjangan dikarenakan para pekerja tersebut haruslah memberikan bukti Rekam Medis dari kedokteran maupun mendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 KUHAP dan sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis. 2. Bahwa apabila Pasal 172 UU Ketenagakerjaan tidak dirubah atau tidak ada penambahan otomatis Pasal 172 tersebut sangat bertentangan dengan Pasal 187 KUHAP. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis yang menyatakan: Pemanfaatan Rekam medis dapat dipakai sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan kedokteran gigi. 3. Bahwa dengan dirubah atau di gantinya Pasal 172 UU Ketenagakerjaan tersebut, maka setiap warga Negara Indonesia sudah bisa merasakan atau menemukan suatu keadilan di Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Pengujian Pasal 172 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5
2. Menyatakan Pasal 172 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diganti atau penambahan menjadi bunyinya seperti ini Pekerja buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan sekaligus memberikan bukti Rekam Medis dari Kedokteran. 3. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. 4. Bahwa apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. 6