I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Banyak sekali komoditi pangan yang dihasilkan dari perairan antara lain ikan, udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya. Ikan pada umumnya lebih banyak dikenal dari pada hasil perikanan lainnya karena jenis tersebut yang paling banyak ditangkap dan dikonsumsi. Sebagai bahan pangan, kedudukan ikan menjadi sangat penting karena mengandung protein cukup tinggi sehingga sering digolongkan sebagai sumber protein (Muchtadi dkk, 2015). Meskipun sering dikatakan bahwa daging ikan merupakan sumber protein dan lemak, tetapi komposisinya sangat bervariasi antara ikan yang satu dengan ikan yang lainnya. Adanya variasi dalam komposisi, baik jumlah maupun komponen penyusunnya disebabkan faktor alami dan biologis. Faktor biologis (intrinsik), yaitu faktor-faktor yang berasal dari jenis (individu) ikan itu sendiri. Yang termasuk faktor ini antara lain: jenis atau golongan ikan, umur dan jenis kelamin. Jenis atau golongan ikan merupakan faktor yang berpengaruh besar terhadap variabilitas komposisi daging ikan. Masing-masing jenis ikan bahkan masing-masing individu ikan meskipun termasuk dalam satu jenis, komposisi kimianya dapat berbeda (Muchtadi dkk, 2015).
Data statistik produksi perikanan budidaya di Indonesia pada tahun 2013 menunjukan bahwa pada budidaya ikan air laut sebesar 8.379.271 ton, budidaya ikan tambak sebesar 2.344.671 ton, budidaya ikan kolam sebesar 1.774.407 ton, budidaya hasil keramba sebesar 200.000 ton, budidaya hasil jaring sebesar 505.248 ton dan budidaya hasil sawah sebesar 97.303 ton (DJPB, 2013). Kamaboko merupakan jenis makanan hasil laut di Jepang dengan pembentukkan gel protein yang homogen (Suzuki 1981 dalam Prawira 2008). Kamaboko merupakan kue ikan yang sifatnya elastis, terbuat dari daging ikan giling sebagai bahan utama yang ditambahkan dengan bahan-bahan tambahan seperti pati untuk pengental, gula dan garam serta natrium glutamat untuk menambah cita rasa. Campuran ini kemudian dimasak dengan pengukusan, pemanggangan, perebusan ataupun penggorengan (Okada 1973 dalam Fardiaz 1985). Ikan merupakan sumber pangan hewani yang sudah dikenal berbagai lapisan masyarakat di berbagai belahan negara. Di Indonesia ikan merupakan sumber protein yang banyak dikonsumsi saat ini. Mahalnya harga-harga produk pangan sumber protein hewani dibarengi meningkatnya kasus gizi buruk di Indonesia menyebabkan perlunya mencari alternatif sumber protein yang murah. Alternatif sumber protein hewani yang saat ini memungkinkan untuk dikembangkan adalah ikan gabus (Ophiocephalus striatus) atau di Jawa dikenal sebagai ikan kutuk. Ikan gabus merupakan ikan yang banyak terdapat secara alami di sungai-sungai dan bendungan serta belum pernah dibudidayakan. Nilai gizi ikan gabus cukup tinggi, yaitu protein 42%, lemak 1,7% dan juga mengandung berbagai mineral dan vitamin
A, dengan demikian ikan gabus sangat potensial untuk dikembangkan dalam industri pangan (Utomo, 2013). Ikan gabus (Channa striata) adalah salah satu ikan asli yang hidup di perairan tawar di Indonesia, seperti daerah aliran sungai di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Di Sumatera Selatan nilai ekonominya terus meningkat karena ikan gabus selain dimanfaatkan dalam bentuk ikan segar juga telah digunakan sebagai bahan pembuatan kerupuk, pempek dan olahan lainnya. Pemanfaatan ikan ini dari berbagai ukuran, yaitu pada ukuran benih dimanfaatkan sebagai pakan ikan hias, dan pada ukuran konsumsi, ikan ini sangat digemari karena memiliki daging yang tebal dan rasa yang khas. Sedangkan dalam bentuk kering ikan ini diolah menjadi ikan asapan atau ikan asin (Muthmainnah dkk, 2012). 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka dapat diidentifikasikan masalahnya sebagai berikut : 1. Apakah jumlah ikan yang berbeda berpengaruh terhadap karakteristik kamaboko ikan gabus? 2. Apakah jenis tepung yang berbeda berpengaruh terhadap karakteristik kamaboko ikan gabus? 3. Apakah interaksi antara jumlah ikan dan jenis tepung berpengaruh terhadap karakteristik kamaboko ikan gabus?
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian adalah untuk melakukan penelitian mengenai perubahan karakteristik kamaboko ikan gabus terhadap jumlah ikan dan jenis tepung yang berbeda. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perubahan karakteristik ikan gabus yang terjadi terhadap jumlah ikan dan jenis tepung yang berbeda. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian tersebut adalah : 1. Menambah wawasan untuk peneliti. 2. Menambah serta mengembangkan IPTEK mengenai ikan gabus sebagai produk olahan pangan. 3. Dapat meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis dari ikan gabus. 1.5. Kerangka Pemikiran Menurut Okada (1973) dalam fardiaz (1985), kamaboko merupakan kue ikan yang sifatnya elastis, terbuat dari daging ikan giling sebagai bahan utama yang ditambahkan bahan-bahan tambahan seperti pati, gula, garam dan natrium glutamat kemudian dimasak dengan pengukusan, pemanggangan, perebuasan, ataupun penggorengan. Namun dengan perkembangan teknologi, kamaboko saat ini menggunakan surimi sebagai bahan mentahnya. Menurut Okada (1973) dalam Riyadi (2015), menyatakan bahwa bahan baku utama pembuatan pasta ikan adalah lumatan daging ikan dan berbagai jenis tepung. Tepung yang sangat populer digunakan adalah jenis tepung kentang, gandum, ketela dan jagung. Oleh Shimizu (1988), dinyatakan bahwa berbagi jenis tepung
mempunyai kekuatan gel yang berbeda-beda, sehingga jumlah tepung yang digunakan dalam pembuatan pasta ikan juga prosentasenya juga berbeda. Menurut fardiaz (1985), pembuatan pasta ikan mempunyai empat tahan proses, yaitu pencucian daging ikan, penggilingan, pencampuran bumbu, pencetakan bentuk dan pemasakan. Suhu air pendingin harus rendah (5-10 C) dan diulang 3 sampai 5 kali pencucian. Menurut Suzuki (1981) dalam Riyadi (2015), menyatakan bahwa tujuan pencucian ini selain untuk mendapatkan warna daging yang putih juga untuk menyingkirkan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel. Menurut Suzuki (1981) dalam Riyadi (2015), proses pembuatan pasta ikan biasanya 5-20% tepung. Pasta ikan menggunakan lebih dari 25% tepung akan mendapatkan gel yang keras, oleh Okada (1973) disarankan bahwa dalam membuat pasta ikan digunakan tepung sekitar 10%. Menurut Pratama (2014) pada penelitian mengenai mutu kamaboko berbahan dasar surimi ikan patin dengan perlakuan penambahan konsentrrasi tepung tapioka masing masing 7.5 %, 12,5 %, 17,5 % dan 22,5 %. Rata rata hasil ujian kesukaan keseluruhan menunjukan bahwa perlakuan tapioka 7,5 % merupakan perlakuan terbaik dengan nilai kadar air 61,89 %, kadar abu 4,86 %, kadar protein 12,48 %, dan kadar lemak 6,99%. Menurut penelitian Ibrahim (2002) mengeni studi pembuatan kamaboko ikan belut Monopterus albus dengan berbagai suhu perebusan dan konsentrasi tepung terigu. Penelitian pendahuluan yang dilakukan yaitu pembutan gel ikan pada suhu
setting perebusan 20⁰C, 30⁰C, 40⁰C, dan 50⁰C dengan nilai rata-rata kekuatan gel tertinggi perilaku suhu setting perebusan yaitu 50⁰C. Untuk konsentrasi tepung yang digunakan yaitu 5% dan 15%, hasil yang diperoleh menunjukan bahwa hasil terbaik pada konsentrasi 5%. Menurut Sarofa (2014), mengenai evaluasi kualitas kamaboko ikan manyung (arius thalassinus) dengan variasi penggunaan tapioka dan NaCl Perlakuan terbaik didapatkan bahwa kamaboko ikan manyung dengan penambahan tepung tapioka 3% dan NaCl 2% menghasilkan rendemen 89,23%, kadar air 67,04 %, WHC 33,92 % dan tekstur 0,034%, kadar lemak kasar 0,21% dan kadar protein kasar sekitar 17,91. Menurut Santoso (2010) surimi ikan pari dan ikan kembung terbaik berturutturut dihasilkan melalui pencucian 3 dan 2 kali. Kombinasi surimi pari dan kembung yang menghasilkan kekuatan gel terbaik adalah kombinasi pari 75% dan kembung 25%. Menurut Radityo (2014) mengenai pengaruh penambahan Egg White Powder dengan konsentrasi 3% terhadap kemampuan pembentukan gel surimi dari berbagai jenis ikan yaitu penambahan EWP (Egg White Powder) sebanyak 3% pada surimi dari ikan tigawaja, ikan mujair, dan ikan belanak tidak memberikan pengaruh terhadap nilai derajat putih, dan ph, namun memberikan pengaruh terhadap nilai kekuatan gel, kadar air, kadar protein, uji lipat, uji gigit, dan uji hedonik. Penambahan EWP sebanyak 3% juga memberikan pengaruh terbaik pada surimi berbahan baku ikan belanak dengan peningkatan kekuatan gel paling besar.
Menurut Suryono (2013), kamaboko ikan tuna dengan perbandingan tepung sagu 4% dan ubi jalar 6% dapat digunakan sebagai binder atau filler serta memenuhi standar dalam pembuatan kamaboko ikan tuna, dan merupakan perlakuan terbaik dengan sifat fisiko-kimia dan organoleptik kamaboko, yaitu: kadar protein 19,40%; kadar lemak 0,19%; kadar air 69,64%; kadar abu 2,27%; kadar karbohidrat 6,08%, WHC 43,61%, tekstur 11,93 N/m, kecerahan 50,30, kemerahan 14,14, kekuningan 14,13, daya patah 7,83 N/m, skor rasa 4,81, skor tekstur 4,31, skor aroma 4,22, skor kekompakan 4,63, skor warna 4,85, skor kekenyalan 4,48. Menurut Suzuki (1981) dalam Radityo (2014), kekuatan gel optimum tercapai pada penambahan konsentrasi garam 0,01 0,3% dengan 3 kali pencucian. Konsentrasi perbandingan air dan daging 4:1. Namun pengulangan pencucian secara umum mampu meningkatkan kandungan air ikan, sehingga kelebihan air sukar dihilangkan dan daging menjadi mengembang, untuk itu ditambahkan natrium klorida 0,01-0,3% pada pencucian terakhir untuk mempermudah pengurangan kadar air dari daging ikan. 1.6. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat ditarik hipotesis dalam penelitian ini yaitu 1. Diduga adanya pengaruh berat jumlah dari ikan gabus yang berbeda terhadap karakteristik kamaboko ikan gabus. 2. Diduga adanya pengaruh jenis tepung yang berbeda terhadap karakteristik kamaboko ikan gabus.
3. Diduga adanya interaksi antara jumlah ikan gabus dan jenis tepung yang berbeda terhadap karakteristik kamaboko ikan gabus. 1.7. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan. Jl. Dr. Setiabudi No.193, Bandung. Adapun waktu penelitian dilakukan mulai dari bulan November - Desember 2017.