ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG ABSTRAK Maria Roberty Tressy Da Helen Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Di Indonesia tahun 2008, 84% pasien di rumah sakit mendapat resep antibiotik, 53% sebagai terapi, 15% sebagai profilaksis dan 32% untuk indikasi yang tidak diketahui. Pemakaian antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Berdasarkan survei CDC tahun 2013, setiap tahun setidaknya 2 juta manusia terkena infeksi bakteri yang resisten terhadap satu atau beberapa jenis antibiotik. Rasionalitas penggunaan antibiotik di rumah sakit X belum pernah di evaluasi. Mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik golongan sefalosporin di rumah sakit X pada bulan Juli-Agustus 2016.Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan cara consecutive sampling dipilih sebanyak 36 sampel. Pengambilan data pasien penggunaan antibiotik menggunakan rekam medik. Data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian rasionalitas penggunaan antibiotik golongan sefalosporin berdasarkan parameter rasionalitas tepat indikasi sebanyak 61,1%, tepat obat sebanyak 61,1%, tepat dosis sebanyak 61,1%, tepat cara sebanyak 94,4%, dan tepat lama sebanyak 75%. Penelitian ini menunjukkan belum rasionalnya penggunaan antibiotik golongan sefalosporin di rumah sakit X yang belum sesuai dengan pedoman umum penggunaan antibiotik kementerian kesehatan RI. Kata kunci : Antibiotik, Sefalosporin, Rasionalitas Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia klinis untuk menangani berbagai penyakit infeksi terutama infeksi bakteri. (1) Penyebab infeksi bakteri dapat diketahui dengan cara pewarnaan langsung seperti pewarnaan sederhana, pewarnaan diferensial, pewarnaan negatif dan pewarnaan struktural ataupun dengan mengkultur. Cara-cara ini dilakukan agar dapat mempermudah pengamatan bentuk sel bakteri, mengamati struktur dalam dan luar sel bakteri, dan melihat sifat fisik atau kimia bakteri penyakit untuk pemilihan dan antibiotik yang tepat dan sesuai sehingga dapat membantu penatalaksanaan penyakit. Semua pemeriksaan ini memerlukan waktu yang cukup lama sementara antibiotik tidak mungkin ditunda untuk menunggu hasil pemeriksaan tersebut. Oleh karena itu antibiotik yang memiliki spektrum luas sering digunakan pada penatalaksanaan infeksi yang belum diketahui penyebab infeksinya. Hal ini dapat menjadi faktor resiko terjadinya resistensi antibiotik. (5) Berdasarkan survei yang dilakukan oleh CDC (Centers for Disease Control and Prevention) pada tahun 2013 di Amerika Serikat, setiap tahun setidaknya 2 juta manusia terkena infeksi bakteri yang resisten terhadap satu atau beberapa jenis antibiotik. Banyaknya penggunaan antibiotik yang irasional merupakan salah satu faktor utama terjadinya resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik adalah perubahan kemampuan bakteri hingga menjadi kebal terhadap antibiotik. Permasalahan resistensi bakteri pada penggunaan antibiotika merupakan salah satu masalah yang berkembang di seluruh dunia. WHO tahun 2011 telah mengeluarkan pernyataan mengenai pentingnya mengkaji faktor-faktor yang terkait dengan masalah tersebut, termasuk strategi untuk mengendalikan kejadian resistensi. Oleh karena itu, penggunaan antibiotik secara bijaksana merupakan hal 128 Universitas Nusa Cendana Universitas Nusa Cendana 128
yang sangat penting disamping penerapan pengendalian infeksi secara baik untuk mencegah berkembangnya kuman-kuman resisten tersebut ke masyarakat (3). Di Indonesia, penelitian pada RSUD Dr. Soetomo dan RSUD Dr. Kariadi pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 84% pasien di rumah sakit mendapatkan resep antibiotik 53% sebagai terapi, 15% sebagai profilaksis, dan 32% untuk indikasi yang tidak diketahui. Selain itu telah ditemukan kuman patogen yang telah resisten terhadap antibiotik (4). Untuk mengetahui jenis kuman penyebab dan memberikan antibiotik yang tepat merupakan salah satu hal yang sangat membantu dalam penatalaksanaan penyakit. Untuk mengetahui jenis kuman tersebut dapat dilakukan dengan cara pewarnaan langsung ataupun dengan mengkultur Untuk mengetahui antibiotik yang tepat untuk kuman penyebab infeksi tersebut, dilakukan pemeriksaan uji kepekaan. Semua pemeriksaan ini memerlukan waktu yang kadang kadang cukup lama sementara antibiotik tidak mungkin ditunda menunggu hasil pemeriksaan tersebut. Disinilah perlunya kita mempunyai pola kuman dan uji kepekaan terhadap antibiotik agar antibiotik yang kita berikan dapat lebih tepat. Disamping itu dari pola tersebut dapat dibuat suatu hubungan antara penyakit yang mendasari dan kuman yang didapat (5). Berdasarkan uraian di atas maka penting untuk diteliti tentang analisis kualitatif penggunaaan antibiotik golongan sefalosporis di rumah sakit X Kupang. METODE Peneltian ini dilakukandilakukan di rumah sakit X Kupang pada tanggal 27 September-27 Oktober 2016. Penelitian dilakukan dengan rancangan studi analitik observasional menggunakan desain crosssectional dengan pendekatan retrospektif. Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita rawat inap di rumah Sakit X pada bulan Juli- Agustus 2016. Sampel pada penelitian ini adalah penderita di rumah sakit X pada bulan Juli-Agustus 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik consecutive sampling dengan besar sampel pada penelitian ini adalah 36 pasien. Kriteria inklusi penelitian ini adalah Penderita rawat inap di rumah sakit X pada bulan Juli-Agustus 2016, penderita berusia 18 tahun, penderita memperoleh pengobatan dengan antibiotik, data rekam medik penderita lengkap. Adapun kriteria eksklusi yaitu pengguna antibiotik selain golongan sefalosporin pada bulan Juli- Agustus 2016. HASIL & PEMBAHASAN Analisis data yang dilakukan meliputi analisi kualitatif guna dalam mengamati penggunaan antibiotik untuk mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik pada penderita rawat inap di rumah sakit X. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasionalitas epenggunaan antibiotik di rumah sakit X Kupang dengan penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medik 36 orang pasien di rumah sakit X pada bulan Juli-Agustus 2016. Setelah dilakukan pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, didapatkan 36 sampel. Peneliti memantau 36 pasien yang menggunakan antibiotik di rumah sakit X Kupang. Tabel 4.1 Karaktekristik responden Berdasarkan usia Usia (tahun) Jumlah Sampel 18-40 15 41,7 41-60 13 36,1 >60 8 22,2 Universitas Nusa Cendana 129
Tiap pasien mendapat satu antibiotik dengan usia terbanyak berasal dari golongan umur 18-40 tahun sebesar 41,7%, umur 40-60 tahun sebesar 36,1% dan umur lebih dari 60 tahun sebesar 22,2%. Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan terapi antibiotik Obat Cefotaxim 20 55,6 Ceftriaxon 16 44,4 Antibiotik yang paling banyak digunakan adalah cefotaxim dgn jumlah 20 responden (55,6 %), diikuti ceftriaxon dengan jumlah 16 responden (44,4%). Tabel 4.3 Karakteristik responden berdasarkan diagnosis Diagnosis Infeksi 8 22,2 Noninfeksi 28 77,8 Total Berdasarkan tabel diatas diagnosis terbanyak adalah penyakit non infeksi dengan jumlah 28 kasus, dan penyakit infeksi dengan jumlah 8 kasus. Tabel 4.4 Karakteristik responden berdasarkan dosis obat Dosis 2x1 - - - Total Tabel 4.5 Karakteristik responden berdasarkan lama Lama 1 minggu 28 77,8 3 hari 8 22,2 Lama antibiotik terbanyak adalah 1 minggu dengan jumlah 28 kasus (77,8%) dan 8 kasus (22,2%) untuk lama selama 3 hari. Tabel 4.6 Karakteristik responden berdasarkan cara Cara Intra Vena 0ral - - Cara antibiotik untuk 36 samapel adalah 100% menggunakan cara intravena. Analisis Kualititatif Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Sefalosporin pada penderita rawat inap di rumah sakit X Analisiskualitatif rasionalitas penggunaan antibiotik pada penderita rawat inap di rumah sakit X Kupang Pada bulan Juli-Agustus 2016 dapat dilihat pada tabeltabel berikut ini: Dosis antibiotik untuk 36 sampel adalah 100% menggunakan dosis 2x1 gram/hari. 130 Universitas Nusa Cendana Universitas Nusa Cendana 130
Tabel 4.7 Analisis Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Rasionalitas penggunaan antibiotik Tepat Tidak Tepat Tepat Indikasi 22 14 Tepat Obat 22 14 Tepat dosis 22 14 Tepat cara 33 3 Tepat Lama Pemberian 27 9 KESIMPULAN Berdasarkan data tabel di atas dan dibandingkan dengan pedoman umum penggunaan antibiotik Kemenkes RI dapat disimpulkan bahwa : 1. Tepat Indikasi Pasien-pasien yang tepat indikasi ialah pasien nomor: 1, 6, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 26, 27, 29, 30, 31, 32, 34, 35, sedangkan pasien yang tidak tepat indikasi ialah pasien-pasien dengan nomor : 2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 14, 23, 24, 28, 33, 36. Pasien-pasien yang tidak tepat indikasi ini merupakan pasien dengan diagnosis CKD, CRF, abdomen pain, colic abdomen, GEA, febris, hiperglikemi dan stroke non hemoragik. Tidak tepat indikasi karena pasien dengan CKD dan CRF seharusnya tidak boleh mendapat terapi antibiotik golongan sefalosporin karena merupakan antibotik yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal. Antibotik golongan sefalosporin juga dapat menyebabkan infeksi clostridium difficile karena mengganggu flora usus normal sehingga seharusnya tidak diberikan pada pasien abdomen pain, colic abdomen dan GEA. Pasien dengan stroke merupakan penyakit yang tidak didasari oleh riwayat infeksi bakteri dan menurut guideline for dengan riwayat stroke tidak dianjurkan menggunakan antibiotik. 2. Tepat Obat dan Tepat Dosis Pasien-pasien yang tepat obat ialah pasien dengan nomor : 1, 6, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 26, 27, 29, 30, 31, 32, 34, 35, sedangkan pasien yang tidak tepat obat ialah pasien-pasien dengan nomor : 2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 14, 23, 24, 28, 33, 36. Tidak tepat obat karena untuk penatalaksanaan CKD adalah terapi dialisis dan pada CRK adalah terapai dialisis dan terapi koreksi bikarbonat. Pada pasien GEA pemilihan obat yang tepat yaitu kuinolon dan dosisiklin bukan sefalosporin. Pada pasien stroke tidak tepat obat karena guideline for stroke terapi yang biasa diberikan adalah terapi trombolitik (rtpa) dan obat antihipertensi seperti labetalol, nitropaste, nikardipin, atau diltiazem intravena. 3. Tepat Cara Pemberian Pasien-pasien yang tepat cara ialah pasien dengan nomor: 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15 sampai deng pasien nomor 36, sedangkan pasien yang tidak tepat cara ialah pasien-pasien dengan nomor: 5 dan 14. Pasien yang tidak tepat indikasi ini merupakan pasien dengan diagnosis febris, hiperglikemia dan stroke non hemoragik. Pada pasien Febris dan hiperglikemia tidak tepat cara karena tidak ada diagnosis yang spesifik tapi diberikan antibiotik. Pada pasien stroke non hemoragik tidak tepat cara karena menurut guideline for stroke terapi yang biasa diberikan adalah terapi trombolitik (TPA) dan obat antihipertensi seperti labetalol, nitropaste, nikardipin, atau diltiazem intravena. Universitas Nusa Cendana 131
4. Tepat Lama Pemberian Pasien-pasien yang tepat lama ialah pasien dengan nomor: 1, 2, 6, 8, 9, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 26, 27, 28, sampai dengan nomor 35. Pasien yang tidak tepat lama ialah pasien dengan nomor: 3, 4, 5, 7, 10, 14, 23, 25 dan 36. Pasien yang mengalami ketidaktepatan lama sebagian besar didiagnosis dengan demam tifoid, yang seharusnya lama nya diberikan 10-14 hari tetapi hanya diberikan 1, dan ada beberapa pasien yang didiagnosis GEA yang seharusnya obat kuinolon diberikan selama 5 hari tetapi hanya diberikan sefalosporin selama 3 hari dan berdasarkan data di atas pasien rawat Inap di rumah sakit X banyak menggunakan antibiotik golongan sefalosporin. Hasil ini sesuai atau sama dengan penilitian-penilitian sebelumnya pada pasien rawat inap di RSUD surakarta dan RSCM yang juga menggunakan antibiotik golongan sefalosporin sebagai antibiotik alternatif terbanyak. Karena merupakan antibiotik spektrum luas yang umum dipakai sebagai terapi empiris. 3. Subcommittee T, National drugs and. Antibotic Guidelines. WHO. 2011; 4. RI KK. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. 2011; 5. RI DK. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Nafas Akut. Dep. Kesehat. RI. 2009; DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen farmakologi dan teraputik fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi Dan Terapi. 5th ed. Raharjo R, editor. jakarta: EGC; 2012. p. 585. 2. Prof. Dr. Maksum Radji, M. Biomed. A. Antibiotik Dan terapi. Nirwanto MR, Afifah HN, editors. jakarta: EGC; 2014. p. 2. 132 Universitas Nusa Cendana Universitas Nusa Cendana 132