BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

dokumen-dokumen yang mirip
PENCABUTAN PENGADUAN DAN LAPORAN DALAM PRAKTIK PENYIDIKAN (Studi Kasus di Polresta Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti adanya laporan atau pengaduan tentang suatu perbuatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. hukum tidak berdasar kekuasaan belaka. 1 Permasalahan besar dalam. perkembangan psikologi dan masa depan pada anak.

BAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mengatur suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. moralitas dan sumber daya manusia di Indonesia khususnya generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan sampai meninggal dunia selalu hidup bersama-sama. 1 Untuk itu. menurut Roeslan Saleh, adalah Hukum Pidana.

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum (rechstaat) bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal ini dapat diartikan bahwa negara yang berhak untuk memberikan sanksi jika terjadi

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI KALANGAN MILITER SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. amandemen menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strafbeerfeit dapat diartikan dengan perkataan delik, sebagaimana yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh Undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. 1 Namun Pada dasarnya dalam suatu perkara pidana, proses penyelesaian perkara digantungkan pada jenis deliknya. Ada dua jenis delik sehubungan dengan pemrosesan perkara, yaitu delik aduan dan delik biasa. Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang bila dilanggar akan mendapatkan sanksi yang jelas dan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang selanjutnya disebut KUHP). Dari jenis tindak pidana dalam KUHP terdapat jenis tindak pidana yang dapat dilakukan penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, hal ini diatur dalam Bab VII KUHP tentang mengajukan dan menarik kembali pengaduan dalam hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan. Di dalam pergaulan hidup bermasyarakat sering terjadi pelanggaran hukum yang berupa kejahatan atau pelanggaran. Hukum mengatur hubungan antara orang dengan orang lain, disamping itu membatasi kepentingan serta 1 Sudaryono dan Natangsa Surbakti, 2005, Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana, Surakarta: Muhammadiyah University Press, hal 115. 1

2 mengadakan larangan atau keharusan agar tercapai ketertiban hukum di dalam masyarakat. Pasal 108 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (yang selanjutnya disebut dengan KUHAP) menyebutkan setiap orang yang mengetahui pemufakatan kejahatan atau melakukan tindak pidana terhadap ketentraman umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyidik dan apabila hal itu dilalaikan, maka dapat dipersalahkan melanggar Pasal 164 dan Pasal 165 KUHP. 2 Penyidik atau penyelidik akan menerima pemberitahuan baik yang bersifat sebagai laporan atau aduan sebagai aparat penegak hukum, ia wajib segera melakukan tindakan untuk membuat masalahnya menjadi jelas dan terang. Dalam hal terjadi suatu tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 24 dan 25 KUHAP dijelaskan bahwa laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan Undang-Undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang di duga akan terjadi peristiwa pidana. Sedangkan aduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikanya. 3 Baik laporan atau pengaduan keduanya sama-sama mengandung arti pemberitahuan seseorang kepada pejabat yang berwenang menerima laporan dan pengaduan. Pada laporan, pemberitahuan bersifat umum 2 Sri Wulandari, Fungsi Laporan dan Pengaduan Masyarakat Bagi Penyidik Dalam Mengugkap Kejahatan, Serat Acitya-Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang, Nomor 1 (Agustus 2013) hal 74. 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia Pasal 1 butir 24 dan 25

3 melibatkan seluruh jenis tindak pidana, sedangkan pengaduan adalah pemberitahuan seseorang kepada pejabat yang berwenang tentang tindak pidana aduan. Pengaduan merupakan hak dari korban untuk diadakan penuntutan atau tidak dilakukan penuntutan karena menyangkut kepentingan korban, untuk itu dalam perkara delik aduan diberikan jangka waktu pencabutan pengaduan yang diatur dalam Pasal 75 KUHP. Hal ini dilakukan agar korban dapat mempertimbangkan dengan melihat dampak yang akan ditimbulkan bagi korban apabila perkara tersebut tetap dilanjutkan atau tidak, diadakanya delik aduan adalah untuk melindungi pihak yang dirugikan dan memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan perkara yang berlaku dalam masyarakat. Mengenai siapa yang berhak atas mengajukan pengaduan Pasal 72 KUHP, 4 merumuskan: 1) Jika kejahatan yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, dilakukan kepada orang yang umurnya belum cukup 16 tahun dan lagi belum dewasa, dilakukan kepada orang yang berada dibawah pengampuan yang disebabkan oleh hal lain daripada keborosan, maka salama dalam keadaan-keadaan itu, yang berhak mengadukan adalah wakilnya yang sah dalam perkara sipil. 2) Jika tidak ada wakil atau dia sendiri yang harus mengadukannya, maka penuntutan boleh dilakukan atas pengaduan wali yang mengawasi atau curator atau majelis yang menjalankan kewajiban curator itu, atas pengaduan isteri, seorang suami kaum keluarga dalam keturunan menyimpang sampai derajat ketiga. Mengenai biaya yang diperlukan untuk mencabut suatu pengaduan atau laporan, sebenarnya tidak ada aturan yang menyatakan bahwa pencabutan pengaduan atau laporan tersebut memerlukan biaya. Tetapi, pada 4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia Pasal 72 ayat 1 dan 2.

4 penerapan di lapangan terkadang terjadi praktik-praktik yang tidak sejalan dengan hal tersebut. terkadang ulah oknum polisi yang meminta uang pelicin agar suatu pengaduan bisa dicabut. 5 Hal ini kemudian membuat kesan bahwa pencabutan pengaduan memerlukan biaya. Normalnya pengadu dapat mengirimkan surat permohonan pencabutan pengaduan disertai dengan kesepakatan perdamaian antara para pihak, apabila memang semua syarat terpenuhi, maka seharusnya tidak ada biaya pelicin untuk hal pencabutan pengaduan atau laporan. Namun, apabila terdapat hal tersebut maka pihak terkait dapat melaporkan hal tersebut kepada Div. Propam atau Kompolnas untuk ditindak lanjuti. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian guna menyususn skripsi dengan judul: PENCABUTAN PENGADUAN DAN LAPORAN DALAM PRAKTIK PENYIDIKAN (Studi Kasus di Polresta Surakarta). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana proses pencabutan pengaduan dan laporan dalam praktik penyidikan di polresta Surakarta? 2. Bagaimana konsekuensi hukum atas pecabutan pengaduan dan laporan dalam praktik penyidikan? 5 Kusumasari, Diana, 2011, Adakah Delik Aduan yang Tetap Diproses Meski PengaduannyaSudahDicabut,dalamhttp://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4edef75d5869e/a dakah-delik-aduan-yang-tetap-diproses-meski-pengaduannya-sudah-dicabut diunduh 20 Mei 2017, 22.00.

5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui proses pencabutan pengaduan dan laporan terhadap delik aduan dan delik biasa di Polresta Surakarta. b. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan dan konsekuensi dari pihak penyidik Kepolisian Kota Surakarta dalam menyidik kasus tindak pidana delik aduan dan delik biasa. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Secara teoritis, Penelitian ini diharapkan menambah wawasan pemikiran terkait Hukum Acara Pidana khususnya dalam hal pencabutan pengaduan atau laporan dalam praktik penyidikan. b. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan sebagai bahan kajian dan pertimbangan bagi penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana pada delik biasa dan aduan dan hasil dari penelitian ini dapat menambah bahan pustaka untuk kepentingan akademis khususnya hukum pidana. D. Kerangka Pemikiran Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tidak mudah

6 untuk memahami kejahatan itu sendiri. Kejahatan muncul bukan saja dari campur tangan penguasa, tetapi juga muncul dari persoalan pribadi ataupun keluarga. Individu yang merasa dirinya menjadi korban perbuatan orang lain, akan mencari balas terhadap pelakunya. 6 Geoge C. Vold mengatakan, dalam mempelajari kejahatan terdapat persoalan rangkap, artinya kejahatan selalu menunjuk pada perbuatan manusia dan juga batasan-batasan atau pandangan masyarakat tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang, apa yang baik dan apa yang buruk, yang semuanya itu terdapat dalam undang-undang, kebiasaan dan adat-istiadat. 7 Kejahatan dalam kehidupan bermasyarakat, menjadi masalah besar dalam upaya penegakan hukum suatu negara hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya akan berguna untuk memulihkan kembali keamanan dan ketertiban masyarakat yang sempat terganggu agar tercipta suatu kepastian hukum. Namun, makna kejahatan menjadi aktual sepanjang masa dari segi persepsi warga masyarakat dan politik kriminal. Hal ini disebabkan adanya pandangan yang berbeda dalam menyikapi kejahatan sebagai suatu masalah sosial dan hukum. 8 E. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari 6 Topo Santoso, 2001, Kriminologi, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, hal 1. 7 Susanto, 2011, Kriminologi, Yogyakarta: Genta Publishing, hal 24. 8 Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Bandung: Sinar Baru dan BPHN Depkeh RI, hal 24.

7 satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. Sedangkan, penelitian adalah metode ilmiah yang dilakukan melalui penyidikan dengan seksama dan lengkap terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh mengenai suatu permasalahan tertentu sehingga dapat diperoleh melalui suatu permasalahan itu. 9 1. Metode pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, dimana mempunyai maksud untuk mengkaji aspek yuridis dan empiris dalam praktik peradilan pidana terhadap pencabutan pengaduan atau laporan 2. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian diskriptif analisis, yaitu metode penulisan yang digunakan untuk membahas suatu permasalahan dengan cara meneliti, mengolah data, menganalisis, menginterpretasikan, hal yang ditulis dengan pembahasan yang teratur dan sistematis, ditutup dengan kesimpulan dan pemberian saran sesuai kebutuhan. 10 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di polresta Surakarta. Pertimbangan lokasi ini dipilih karena mengingat ketersediaan sumber data atau informasi yang dibutuhkan penulis berada di lokasi tersebut. 9 Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Muhammadiyah University Press, hal 1. 10 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hal 10.

8 4. Jenis Data Data yang disajikan diperoleh dari sumber data yang meliputi data primer dan sumber data sekunder. Dengan penjelasan sebagai berikut: a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber utama yaitu fakta atau keterangan berkaitan dengan sumber data yang bersangkutan, yang berasal dari polresta Surakarta. b. Data Sekunder Data sekunder berupa bahan kepustakaan yang menurut kekuatan mengikatnya dibedakan menjadi: 1. Bahan hukum primer, dalam hal ini berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia; 2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia; 2. Bahan hukum sekunder, meliputi bahan hukum yang diperoleh dari literatur-literatur yang terkait dengan penilitian ini. 5. Metode Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Memperoleh data yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengumpulkan data yaitu peraturan perundang-undangan, literatur,

9 jurnal dan karya ilmiah lainnya, yang terkait dengan permasalahan dan objek penelitian. b. Studi Lapangan Teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung terhadap obyek yang diteliti adalah: - Wawancara Untuk mendapatkan data yang diperlukan, penulis akan melakukan wawancara, yang bertujuan untuk memperoleh informasi secara langsung terhadap pihak yang terkait, antara lain wawancara dengan pihak penyidik kepolisian di Polresta Surakarta. 6. Metode Analisis Data Di dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis data secara kualitatif, menekankan pada makna, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), 11 serta dilakukan dengan menganalisis data yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, buku kepustakaan, dan literatur lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Kemudian dihubungkan dengan data-data yang diperoleh penulis di lokasi penelitian baik dari studi kepustakaan maupun wawancara yang kemudian disusun secara sistematis untuk ditarik sebuah kesimpulan. 11 Sarwono Jonathan, 2006, Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif, Yogyakarta: Graha ilmu, hal 257.

10 F. Sistematika Penulisan Agar lebih memahami dalam melakukan pembahasan, menganalisis, serta penjabaran isi dari penelitian maka penulis menyusun sistematika penulisan yang memberikan garis besar penelitian yang terdapat dalam setiap bab dari proposal ini, dengan sistematika penulisan yang dibagi menjadi 4 (empat) bab sebagai berikut: BAB I merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II merupakan tinjauan pustaka, dalam tinjauan pustaka penulis membahas berbagai teori yang berkaitan dengan judul penelitian, diantaranya yaitu tinjauan umum tentang tindak pidana yang menguraikan tentang pengertian delik biasa dan delik aduan serta jenis delik aduan, tinjauan umum tentang penyidikan, serta tinjauan umum tentang pengertian laporan dan pengaduan. BAB III hasil penelitian dan pembahasan, yang akan diuraikan penulis yang berkaitan dengan proses pencabutan pengaduan dan laporan di polresta Surakarta serta konsekuensi hukum atas pencabutan pengaduan dan laporan dalam praktik penyidikan. BAB IV penutup, yang berisi dimana penulis menguraikan kesimpulan dan saran, serta ditambahkan daftar pustaka dan lampiran.