BAB I PENDAHULUAN. amandemen menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
|
|
- Hengki Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 hasil amandemen menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan mengacu pada ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Hasil amandemen, konstitusi Indonesia telah menempatkan hukum dalam posisi yang suprime dan menentukan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Ketentuan konstitusi tersebut berarti pula bahwa dalam praktik ketatanegaraan Indonesia seluruh aspek kehidupan diselenggarakan berdasarkan atas hukum, dan hukum harus menjadi titik sentral semua aktifitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 1 Berbicara tentang hukum, pada umumnya yang dimaksudkan adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama; keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 2 Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban, dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. 3 1 Yesmil Anwar & Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana, Bandung: Widya Padjajaran, hal Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, hal Ibid., hal
2 2 Sudikno Mertokusumo juga berpendapat, dalam hal hukum telah dilanggar, itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit). Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum keadilan diperhatikan. 4 Keadilan adalah menjadi tujuan dalam upaya menyelenggarakan peradilan, namun tidak pula menutup tujuan-tujuan lainnya, yakni tujuan yang juga menjadi tujuan negara kita sekaligus menjadi tujuan pembangunan Negara Republik Indonesia, yakni mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila. 5 Sekalipun tegaknya hukum dan keadilan merupakan tujuan yang sudah dikenal sejak dulu, namun tujuan ini sering dilupakan dan tercecer begitu saja. Kadang-kadang sengaja dilupakan dan dicecerkan, dan kadangkala kurang hati-hati menegakkannya. Apa yang dianggap adil bagi seseorang atau suatu kelompok, belum tentu dirasakan adil bagi orang lain atau kelompok tertentu. 6 Menurut Sudikno Mertokusumo, dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Barangsiapa mencuri harus dihukum: setiap orang yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan 4 Ibid., hal Rusli Muhammad, 2011, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Cet. I, Yogyakarta: UII Press, hal M. Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 65.
3 3 siapa yang mencuri. Sebaliknya keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan. 7 Seiring perkembangan zaman, semakin banyak fenomena yang dihadapi dan ditemukan di dalam kehidupan bermasyarakat diantaranya fenomena di bidang hukum, khususnya kejahatan pencurian. 8 Pencurian sudah merajalela di kalangan masyarakat. Keadaan masyarakat sekarang ini sangat memungkinkan orang untuk mencari jalan pintas dengan mencuri. Dari media cetak dan media elektronik ditunjukkan seringnya terjadi kejahatan pencurian dengan berbagai jenisnya yang dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang tidak tercukupi. Pencurian merupakan salah satu jenis kejahatan terhadap harta kekayaan yang diatur dalam Bab XXII Buku Kedua KUHP dan merupakan masalah yang tak habis-habisnya. Pencurian di dalam bentuknya yang pokok itu diatur di dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: Barangsiapa mengambil suatu benda, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hak, maka ia dihukum karena salahnya melakukan pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah. Melihat dari rumusan pasal tersebut segera dapat kita ketahui, bahwa kejahatan pencurian itu merupakan delict yang dirumuskan secara formal, dimana yang dilarang dan diancam dengan hukuman itu adalah suatu 7 Sudikno Mertokusumo, Op. Cit., hal Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Bandung: PT. Refika Aditama, hal. 17, dalam Petty Dyah Permata, 2015, Peran Reserse dalam Penyidikan terhadap Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan oleh Anak (Studi Kasus di Polres. Ngawi), Skripsi, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 1.
4 4 perbuatan yang dalam hal ini adalah perbuatan mengambil. 9 Delik pencurian diatur di dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP. Delik pencurian adalah delik yang paling umum, tercantum di dalam semua KUHP di dunia. Menurut Cleiren, mengambil (wegnemen) berarti sengaja dengan maksud. Ada maksud untuk memiliki. 10 Maksud itu haruslah ditujukan untuk menguasai benda yang diambilnya itu bagi dirinya sendiri secara melawan hak. Ini berarti bahwa harus dibuktikan: Bahwa maksud orang itu adalah demikian atau bahwa orang itu mempunyai maksud untuk menguasai barang yang dicurinya itu bagi dirinya sendiri; 2. Bahwa pada waktu orang tersebut mengambil barang itu, ia harus mengetahui, bahwa barang yang diambilnya adalah kepunyaan orang lain; dan 3. Bahwa dengan perbuatannya itu, ia tahu bahwa ia telah melakukan suatu perbuatan yang melawan hak atau bahwa ia tidak berhak untuk berbuat demikian. Selanjutnya, obyek dari kejahatan pencurian itu bukan lagi terbatas pada benda berwujud dan bergerak, melainkan secara umum dapat dikatakan bahwa menurut pengertian masa kini yang dapat dijadikan obyek pencurian adalah setiap benda, baik itu merupakan benda berwujud maupun benda tidak berwujud dan sampai batas-batas tertentu juga benda-benda yang tergolong res nullius. 12 Apabila pencurian itu dilakukan oleh anggota keluarga, baik dalam garis lurus ke bawah maupun dalam garis samping sampai tingkat kedua, 9 P.A.F Lamintang & C. Djisman Samosir, 1990, Delik-Delik Khusus Kejahatan yang Ditujukan terhadap Hak Milik dan Lain-lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, Bandung: Tarsito, hal Andi Hamzah, 2009, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Jakarta: Sinar Grafika, hal P.A.F Lamintang & C. Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus..., Op.Cit., hal Ibid., hal. 54.
5 5 tuntutan terhadap mereka ini hanya dapat dilakukan jika ada pengaduan oleh pihak yang dirugikan. 13 Jenis pencurian tersebut termasuk ke dalam golongan gepriviligieerde diefstal (delik aduan) dan diatur di dalam Pasal 367 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi: a. Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami (istri) dari orang yang terkena kejahatan dan tidak terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu tidak mungkin diadakan dituntutan pidana. b. Jika dia suami (istri) yang sudah terpisah meja dan ranjang atau harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garing menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan. c. Jika menurut lembaga matrilineal, kekuasaan bapak dilakukan orang lain dari bapak kandung (sendiri), maka ketentuan dari ayat di atas berlaku juga bagi orang itu. Mengingat tujuan dari dirumuskannya delik aduan dalam KUHP adalah karena kepentingan pihak lain dalam hal tertentu (misalnya korban atau keluarga lebih diutamakan daripada tujuan perlindungan masyarakat atas suatu tindakan penuntutan), maka tidak dapat dipungkiri ada kalanya pertimbangan yang panjang dibutuhkan untuk memutuskan apakah suatu tindak pidana dituntut atau tidak. Hal ini menjadi suatu pertimbangan di samping hal lain yang diperhitungkan pada masa lalu, di mana korban atau keluarganya tidak serta merta menyadari bahwa ia telah menjadi korban dari suatu tindak pidana pada saat perbuatan dilakukan. 14 Hal pertimbangan yang demikian juga dimaklumi oleh para perumus undang-undang. Namun, guna menjaga adanya kepastian hukum, perlu 13 Ibid., hal Eva Achjani Zulfa, 2013, Gugurnya Hak Menuntut (Dasar Penghapus, Peringan dan Pemberat Pidana), Bogor: Ghalia Indonesia, hal. 10.
6 6 kiranya diberikan batasan waktu berpikir pada pihak-pihak tersebut di atas. Adapun batasan waktu yang dijelaskan dalam KUHP adalah sebagai berikut: 15 Pasal 74 KUHP 1) Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan, jika bertempat tinggal di luar Indonesia. 2) Jika yang terkena kejahatan berhak mengadu pada saat tenggang waktu tersebut dalam ayat (1) belum habis, maka setelah saat itu, pengaduan masih boleh diajukan hanya selama sisa yang masih kurang pada tenggang waktu tersebut. Terkait dengan hal di atas, setelah dilakukannya tindakan pengaduan kepada yang berwajib, maka aduan tidak dapat ditarik kembali. Hal ini yang menjadikan delik aduan berbeda dengan delik bukan aduan. Dalam jenis delik yang bukan aduan, suatu perkara pidana diproses oleh petugas penegak hukum dalam sistem peradilan pidana, maka menjadi otoritas penegak hukum untuk melakukan tindakan penuntutan atas perkara itu. 16 Dalam Pasal 75 KUHP, hal ini dirumuskan sebagai Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan. Delik aduan yang dimaksud apabila tindak pidana tersebut telah diadukan ke pihak Kepolisian oleh korban, namun korban ingin mencabut kembali aduan tersebut maka pengaduan dapat ditarik kembali atau dicabut dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah pengaduan diajukan (dalam hal korban termasuk lingkup keluarga sebagaimana tersebut dalam Pasal 367 KUHP). Dengan demikian, sebagai contoh, bahwa orang tua dari si pelaku berhak mengadukan si anak ke polisi atas tuduhan melakukan pencurian, tetapi si 15 Ibid., hal Loc.Cit.
7 7 orang tua dapat mencabut kembali pengaduannya tersebut dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah pengaduan itu diajukan. 17 Di samping ketentuan umum tersebut di atas, ada pula ketentuanketentuan khusus sebagaimana yang diatur dalam Pasal 75 (ayat) 4 KUHP, bahwa dalam hal penarikan kembali pengaduan dapat dilakukan sewaktuwaktu, selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. 18 Sesungguhnya, pencabutan aduan ini mengandung konsekuensi bagi penuntut umum dalam melakukan kewenangannya. Adapun konsekuensi yang dimaksud adalah bahwa: Dengan adanya pencabutan aduan, maka penuntut umum hilang kewenangannya untuk melakukan penuntutan. 2. Bila sudah dilakukan proses pengajuan dakwaan dalam sidang pengadilan, maka dakwaan dicabut; dan 3. Bila dakwaan dilanjutkan, maka hakim wajib memutuskan untuk menghentikan proses tersebut. Salah satu contoh kasus pencurian dalam keluarga seperti yang dialami oleh Siti Maryam (55), yakni kasus pencurian yang dilakukan oleh Subhan (anak dari Siti Maryam). Peristiwa ini terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Kebumen, Jawa Tengah, Kamis (3/9/2015). Saat itu Siti Maryam melaporkan anak kandungnya sendiri (Subhan) karena terbukti Subhan berencana akan menjaminkan sertifikat rumah yang ditempati oleh Siti Maryam di Desa Rejosari, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen ke bank dengan tujuan agar mendapatkan dana pinjaman untuk menambah modal usaha membuka 17 file:///e.dowloadtan/adithyawanokky97.blogspot.com, Diakses Kamis 8 Oktober 2015 pukul 08:03 WIB. 18 Barda Nawawi Arief, 1984, Hukum Pidana II Sari Kuliah, Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, hal Eva Achjani Zulfa, Gugurnya Hak..., Loc.Cit.
8 8 showroom mobil. Padahal, tanah tersebut sudah diamanatkan oleh armahum ayahnya untuk diwariskan kepada adik terakhir Subhan. Perbuatan Subhan tersebut yang membuat Siti Maryam marah besar kepada anaknya itu. Pada akhirnya, Siti melaporkan Subhan ke polisi bahwa anaknya mengambil tulangtulang sapi dan kerbau seberat 626 kg yang berada di depan rumah tanpa seizinnya dan dimasukkan ke dalam truk pada 16 Mei 2015 dini hari. Tulang sapi dan kerbau itu akan dijual ke peternakan sebagai pakan ternak dengan harga kurang lebih Rp 1,2 juta. Waktu 90 hari untuk Siti Maryam guna mencabut aduan pun telah habis, hingga akhirnya Subhan tetap harus diadili atas perbuatannya. Akibatnya, Subhan pun meringkuk di dalam penjara karena delik pencurian dalam keluarga. 20 Mirisnya kejadian pencurian yang dilakukan oleh keluarga terhadap keluarganya sendiri ini mencerminkan moral pribadi masyarakat yang masih sangat rendah, bagaimana bisa seseorang yang masih ada ikatan sedarah atau perkawinan tega mengambil milik keluarganya tanpa seizin orang yang memilikinya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam rangka penulisan hukum (skripsi) dengan judul: PRAKTIK PERADILAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN DALAM RUANG LINGKUP KELUARGA (STUDI KASUS DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR). 20 Detik News, Jumat, 11 September 2015, 09:02 WIB: Jaksa Tunda Tuntutan Anak Durhaka yang Dipenjarakan Ibunya, dalam durhaka-yang-dipenjarakan-ibunya, Diunduh Kamis 1 Oktober 2015 pukul 23:00.
9 9 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Untuk menentukan ruang lingkup maupun objek penelitian sehingga kajian dapat dilakukan secara lebih terarah, fokus pada sasaran yang akan dikaji, maka perlu kiranya diadakan pembatasan masalah agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang diharapkan oleh penulis dan menghindari adanya perluasan masalah, sehingga dalam pembahasan nantinya akan lebih mudah untuk dipahami. Penelitian ini akan dibatasi pada praktik peradilan pidana dalam bidang pencurian pada kasus yang pelakunya masih tergolong dalam ruang lingkup keluarga. Dengan demikian dapat dirumuskan pokok masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pertimbangan dari pihak keluarga pelaku pencurian dalam ruang lingkup keluarga itu sendiri yang tidak melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang? 2. Bagaimana pertimbangan dan konsekuensi dari pihak Penyidik Kepolisian (Polres Karanganyar) apabila terdapat kasus pencurian dalam lingkungan keluarga yang sudah diadukan akan tetapi tiba-tiba dicabut oleh pihak keluarga? 3. Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara tindak pidana pencurian yang dilakukan dalam ruang lingkup keluarga dalam Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor: 124/Pid.B/2013/PN.Kray?
10 10 C. Tujuan Penelitian Suatu tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas dan ringkas karena hal yang demikian akan dapat memberikan arah pada penelitian yang dilakukan. 21 Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Mengetahui hal-hal yang dipertimbangkan oleh pihak keluarga pelaku pencurian dalam ruang lingkup keluarga itu sendiri yang tidak melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang. b. Mengetahui hal-hal yang mendasari pertimbangan dan konsekuensi dari pihak Penyidik Kepolisian (Polres Karanganyar) dalam menangani kasus pencurian dalam lingkungan keluarga yang sudah diadukan akan tetapi tiba-tiba dicabut oleh pihak keluarga. c. Mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara tindak pidana pencurian yang dilakukan dalam ruang lingkup keluarga dalam Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor: 124/Pid.B/2013/PN.Kray. 2. Tujuan Subyektif a. Melatih kemampuan berfikir penulis dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan Hukum Pidana, khususnya menyangkut praktik peradilan pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan dalam ruang lingkup keluarga. 21 Bambang Sunggono, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 11, dalam Fendy Priatama, 2011, Penyelesaian Hukum dalam Tindak Pidana Pencurian 6 (Enam) Buah Jagung Oleh Anak di Bawah Umur (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Magetan), Skripsi, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 7-8.
11 11 b. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya dalam aspek hukum, baik teori maupun praktik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu hukum mengenai praktik peradilan pidana terhadap pelaku tindak pidana di bidang pencurian. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian hukum yang dilakukan ini ialah: 1. Bagi Penulis Untuk memperluas wawasan, ilmu pengetahuan, serta kemampuan penulis dalam bidang Hukum Pidana, khususnya mengenai praktik peradilan pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan dalam ruang lingkup keluarga. 2. Bagi Masyarakat Memberikan masukan dan sumbangan informasi kepada masyarakat mengenai praktik peradilan pidana dalam bidang pencurian pada kasus yang pelakunya masih tergolong dalam ruang lingkup keluarga. 3. Bagi Pemerintah Memberikan masukan dan kritikan bagi pemerintah terutama bagi aparat penegak hukum di Indonesia, khususnya dalam menghadapi kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan dalam ruang lingkup keluarga. E. Kerangka Pemikiran Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita
12 12 dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tidak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri. Kejahatan muncul bukan saja dari campur tangan penguasa, tetapi juga muncul dari persoalan pribadi ataupun keluarga. Individu yang merasa dirinya menjadi korban perbuatan orang lain, akan mencari balas terhadap pelakunya. 22 Geoege C. Vold mengatakan, dalam mempelajari kejahatan terdapat persoalan rangkap, artinya kejahatan selalu menunjuk pada perbuatan manusia dan juga batasan-batasan atau pandangan masyarakat tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang, apa yang baik dan apa yang buruk, yang semuanya itu terdapat dalam undang-undang, kebiasaan dan adat-istiadat. 23 Kejahatan dalam kehidupan bermasyarakat, bangsa dan negara tetap menjadi masalah besar dalam upaya penegakan hukum suatu negara hukum. 24 Penegakan hukum pada hakikatnya akan berguna untuk memulihkan kembali keamanan dan ketertiban masyarakat yang sempat terganggu agar tercipta suatu kepastian hukum. Namun, makna kejahatan menjadi aktual sepanjang masa dari segi persepsi warga masyarakat dan politik kriminal. 25 Hal ini disebabkan adanya pandangan yang berbeda dalam menyikapi kejahatan sebagai suatu masalah sosial dan hukum Topo Santoso, 2001, Kriminologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal I.S. Susanto, 2011, Kriminologi, Yogyakarta: Genta Publishing, hal Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Bandung: Sinar Baru dan BPHN Depkeh RI, hal. 24, dalam Teguh Sulistia dan Aria Zurnetti, 2011, Hukum Pidana Horizon Baru Pasca Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal R. Sudarto, 1985, Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, Makalah, Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional, Jakarta: Bina Cipta dan BPHN Depkeh RI, hal. 35, dalam Ibid., hal R. Sudarto, 1987, Perkembangan Ilmu Hukum dan Politik Hukum, Jurnal, Masalah-Masalah Hukum, Edisi Khusus Tahun XVII, Semarang: FH UNDIP, hal. 44, dalam Loc.Cit.
13 13 Kenyataannya, masalah kejahatan tidak dapat dihilangkan begitu saja. Korban kejahatan tidak mengenal tempat, ruang dan waktu. 27 Pelaku dan perilaku kejahatan sesungguhnya tidak mengenal adanya strata sosial dalam kehidupan masyarakat. Kedudukan dan status sosial, ekonomi, politik, hukum dan budaya tidak bisa dijadikan tolak ukur. Selama manusia masih memiliki hawa nafsu dan tidak mampu mengekangnya, kejahatan akan terus berkembang dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Masalah kejahatan tetap menjadi aktual dan wacana masyarakat dan pekerjaan rumah pihak kepolisian untuk segera menanggulanginya. 28 Salah satu bentuk kejahatan ialah pencurian. Pencurian sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 367 KUHP merupakan suatu pencurian dalam kalangan keluarga, yakni antara pelaku dan korbannya masih dalam satu ikatan keluarga. Jenis pencurian yang pertama itu terjadi, jika seorang suami atau istri melakukan sendiri pencurian terhadap harta-benda istrinya atau suaminya, sedangkan hubungan suami istri tersebut belum diputuskan oleh suatu perceraian, maka mereka secara mutlak tidak dapat dituntut. 29 Secara umum, pengaduan merupakan pemberitahuan yang disertai permintaan agar orang yang telah melakukan tindak pidana aduan diambil tindakan menurut hukum. Tenggang waktu terhadap pengaduan tersebut 27 Teguh Sulistia dan Aria Zurnetti, 2011, Hukum Pidana Horizon Baru Pasca Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal Ibid., hal P.A.F Lamintang & Djisman Samosir, 1981, Delik-Delik Khusus Kejahatan yang Ditujukan terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, Bandung: Tarsito, hal. 159, dalam Siska Febriani, 2014, Peran Polisi dalam Penyelesaian Tindak Pidana Pencurian dalam Keluarga (Studi Kasus di Polres. Bengkulu), Skripsi, Bengkulu: Fakultas Hukum Universitas Bengkulu), hal. 27.
14 14 ditentukan. Pada umumnya, pengaduan hanya dapat dilakukan oleh orangorang tertentu saja, baik oleh si korban itu sendiri maupun anggota keluarga, suami/istri ataupun wali. Mereka berhak melakukan pengaduan, akan tetapi tidak berkewajiban untuk mengadukan. Terhadap pengaduan tersebut dapat dicabut kembali, prosesnya dilanjutkan atau tidak itu diserahkan kepada pihak pengadu. 30 Delik-delik aduan seperti yang dimaksud dalam Pasal 367 ayat (2) dan (3) KUHP merupakan delik-delik aduan relatif, yakni delik yang adanya suatu pengaduan itu hanya merupakan suatu syarat agar terhadap pelaku-pelakunya dapat dilakukan penuntutan. 31 Kerangka pemikiran tersebut di atas dapat ditunjukkan dalam bentuk diagram sebagai berikut: 30 Soesilo Yuwono, 1982, Penyelesaian Perkara Pidana Berdasarkan K.U.H.A.P, Bandung: Alumni, hal P.A.F Lamintang & Theo Lamintang, 2009, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Edisi Kedua, Jakarta: PT. Sinar Grafika, hal. 66, dalam Siska Febriani, Peran Polisi dalam Penyelesaian..., Op.Cit., hal
15 15 Pencurian dalam ruang lingkup keluarga Kejahatan Bab XXII Buku II KUHP Tindak pidana hukum Delik Aduan (Pengaduan) Ditarik/ dicabut (3 bln setelah diajukan) - Penyidik - Penyidik pembantu Pertimbangan & konsekuensi Jaksa Penuntut Umum Dakwaan Pasal 367 KUHP Penjatuhan putusan Pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Berangkat dari kerangka pemikiran tersebut di atas, akan penulis jadikan sebagai pedoman untuk menjawab permasalahan yang sudah ditetapkan dengan melakukan analisis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor: 124/Pid.B/2013/PN.Kray berkaitan dengan kasus pencurian yang dilakukan dalam ruang lingkup keluarga, sehingga penulis dapat mengetahui mengenai dasar pertimbangan hukum yang diambil oleh hakim dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut. Kedua penulis dapat mengetahui bagaimana pertimbangan dan konsekuensi dari Pihak Penyidik Kepolisian (Polres Karanganyar) dalam menyidik kasus tindak pidana pencurian dalam lingkungan keluarga yang sudah diadukan akan tetapi tiba-
16 16 tiba dicabut oleh pihak keluarga, serta mengetahui pertimbangan dari pihak keluarga pelaku pencurian itu sendiri yang tidak melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang. F. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. Sedangkan, penelitian adalah metode ilmiah yang dilakukan melalui penyidikan dengan seksama dan lengkap terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh mengenai suatu permasalahan tertentu sehingga dapat diperoleh melalui suatu permasalahan itu Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, di mana mempunyai maksud untuk mengkaji aspek yuridis dan empiris dalam praktik peradilan pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan dalam ruang lingkup keluarga. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, yakni suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai keadaan subyek atau pun obyek penelitian sebagaimana adanya. 33 Sehingga, tujuannya untuk 32 Khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Muhammadiyah University Press, hal Soerjono Soekanto, 1988, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 12, dalam Fendy Priatama, Penyelesaian Hukum dalam..., Op.Cit., hal. 14.
17 17 memberikan data seteliti mungkin secara sistematis dan menyeluruh tentang gambaran mengenai praktik peradilan pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan dalam ruang lingkup keluarga. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Karanganyar, dengan pertimbangan bahwa Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Karanganyar merupakan cakupan yang luas dan tidak hanya mencakup Pengadilan Negeri Karanganyar saja, melainkan juga mencakup Polres Karanganyar, serta adanya kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan dalam ruang lingkup keluarga yang dapat dijadikan objek penelitian. 4. Jenis Data Data yang disajikan diperoleh dari sumber data yang meliputi data primer dan sumber data sekunder. Dengan penjelasan sebagai berikut: a. Data Primer Data primer diperoleh penulis dari penelitian di pihak keluarga pelaku pencurian itu sendiri yang tidak melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang dan penelitian di Polres Karanganyar yang berkaitan dengan pertimbangan dan konsekuensi dari pihak Penyidik Kepolisian, serta penelitian di Pengadilan Negeri Karanganyar, khususnya berkaitan dengan pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor: 124/Pid.B/2013/PN.Kray.
18 18 b. Data Sekunder Data sekunder berupa bahan kepustakaan yang menurut kekuatan mengikatnya dibedakan menjadi: 1) Bahan hukum primer terdiri dari: a) Undang-Undang, yaitu: (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). b) Peraturan Perundangan lainnya. c) Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor: 38/Pid.B/2015/PN Krg. 2) Bahan hukum sekunder, meliputi bahan hukum yang diperoleh dari literatur-literatur yang terkait dengan tindak pidana pencurian, khususnya yang berkaitan dengan delik pencurian dalam keluarga, sehingga nantinya dapat mendukung penelitian yang dilakukan. 3) Bahan hukum tersier, yakni bahan-bahan penelitian yang dapat memperjelas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu kamus. 5. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pihak-pihak terkait untuk memperoleh data primer, antara lain wawancara dengan pihak Penyidik Kepolisian di
19 19 Polres. Karanganyar dan wawancara dengan pihak keluarga pelaku pencurian dalam ruang lingkup keluarga itu sendiri, serta studi kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder. 6. Metode Analisis Data Langkah yang dilakukan setelah mengadakan pengumpulan data adalah analisis data, yang merupakan salah satu faktor penting dalam hal turut menentukan kualitas hasil penelitian. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif dengan cara membahas pokok permasalahan berdasarkan data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari hasil penelitian di lapangan yang kemudian dianalisa secara kualitatif untuk pemecahan masalah penelitian. Setelah bahan dan data diperoleh, maka selanjutnya diperiksa kembali bahan dan data yang telah diterima terutama mengenai konsistensi jawaban dari keragaman bahan dan data yang diterima, sehingga memudahkan dalam implementasi data dan pemahaman hasil analisis. Sehingga untuk memperoleh kesimpulan yang kuat, maka digunakan analisis kualitatif dengan metode berfikir secara induktif, yakni metode yang digunakan dengan mempelajari suatu hal yang khusus untuk mendapatkan hasil atau kesimpulan yang lebih luas dan bersifat umum. G. Sistematika Penulisan Agar lebih memahami dalam melakukan pembahasan, menganalisis, serta penjabaran isi dari penelitian maka penulis menyusun sistematika penulisan yang memberikan garis besar penelitian yang terdapat dalam setiap
20 20 bab dari proposal ini, dengan sistematika penulisan yang dibagi menjadi 4 (empat) bab sebagai berikut: BAB I pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, manfaat penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II tinjauan pustaka, dalam tinjauan pustaka penulis membahas berbagai teori yang berkaitan dengan judul penelitian, diantaranya yaitu tinjauan umum tentang tindak pidana, tinjauan umum tentang tindak pidana pencurian dan tinjauan umum tentang kepolisian, serta tinjauan umum tentang pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan pidana. BAB III hasil penelitian dan pembahasan, disini diuraikan dan dibahas mengenai pertimbangan oleh pihak keluarga pelaku pencurian dalam ruang lingkup keluarga itu sendiri yang tidak melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang dan pertimbangan dari pihak Penyidik Kepolisian (Polres Karanganyar) mengenai kasus yang sudah diadukan akan tetapi tibatiba dicabut oleh pihak keluarga, bagaimana konsekuensinya, serta dasar pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara pada Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor: 124/Pid.B/2013/PN.Kray terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan dalam ruang lingkup keluarga dan BAB IV penutup, yang berisi di mana penulis menguraikan kesimpulan dan saran, serta ditambahkan daftar pustaka dan lampiran.
DAFTAR PUSTAKA. A. Abidin, Farid, Zainal, 1995, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika.
DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku A. Abidin, Farid, Zainal, 1995, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika. Achjani, Eva, Zulfa, 2013, Gugurnya Hak Menuntut (Dasar Penghapus, Peringan dan Pemberat Pidana), Bogor:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strafbeerfeit dapat diartikan dengan perkataan delik, sebagaimana yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008
1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia di hari mendatang, dan dialah yang ikut berperan menentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang suprime dan menentukan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Menurut Yesmil Anwar dan Adang dalam bukunya Sistem Peradilan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 hasil amandemen menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Dengan mengacu pada ketentuan
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.
NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana didasari adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang mudah, jalan pintas serta mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi negara republik indonesia atau pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan
Lebih terperinciPENYIDIKAN DELIK ADUAN PENCURIAN DALAM KELUARGA PASAL 367 KUHPIDANA 1 Oleh: Roky Rondonuwu 2
PENYIDIKAN DELIK ADUAN PENCURIAN DALAM KELUARGA PASAL 367 KUHPIDANA 1 Oleh: Roky Rondonuwu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik ketentuan delik aduan
Lebih terperinciPERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA
0 PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman kenakalan anak telah memasuki ambang batas yang sangat memperihatinkan. Menurut Romli Atmasasmita sebagaimana dikutip Wagiati Soetodjo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum sejatinya dibentuk dan diberlakukan sebagai sarana untuk memberikan perlindungan kepada setiap orang secara berkeadilan. Hukum Indonesia, sebagaimana tersirat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesadaran akan hak dan kewajiban perlu ditingkatkan secara terusmenerus karena setiap kegiatan maupun setiap organisasi, tidak dapat disangkal bahwa peranan kesadaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini kurang memperhatikan kepentingan korban yang sangat membutuhkan perlindungan hukum. Bisa dilihat dari banyaknya
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK
AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK Zulfan kurnia Ainun Najib Dosen Pembimbing I : Dr. Pujiyono, SH., M.Hum Dosen Pembimbing II : Bambang Dwi Baskoro, SH.,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti yang tercantum pada pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu norma/kaidah yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang menjamin hak dan kewajiban perorangan maupun masyarakat. Dengan adanya hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib untuk ditaati karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan
Lebih terperinciPERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)
PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar
Lebih terperinciKESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Asikin, Zainal & Amiruddin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Mataram: Divisi Buku Perguruan Tinggi PT.
DAFTAR PUSTAKA BUKU Asikin, Zainal & Amiruddin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Mataram: Divisi Buku Perguruan Tinggi PT. Raja Grafind Chazawi, Adam, 2001, Pelajaran Hukum Pidana bagian 1, Jakarta:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, peradilan mutlak diperlukan sebab dengan peradilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara dari segala ketidaknyamanan warga negaranya. Pembangunan Nasional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum di suatu negara adalah diperuntukkan untuk melindungi warga negara dari segala ketidaknyamanan warga negaranya. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN DAN PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM KELUARGA
BAB II PENGATURAN DAN PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM KELUARGA A. Pencurian Dalam keluarga merupakan Delik Aduan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) secara tegas tidak
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017
ALASAN PENGHAPUS PIDANA KHUSUS TERHADAP TINDAK PIDANA ENYEMBUNYIKAN PELAKU KEJAHATAN DAN BARANG BUKTI BERDASARKAN PASAL 221 KUH PIDANA 1 Oleh: Suanly A. Sumual 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya hukum pidana dalam masyarakat digunakan sebagai sarana masyarakat membasmi kejahatan. Oleh karena itu, pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) NASKAH HASIL PENELITIAN Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Banyak orang, terutama orang awam tidak paham apa arti Penipuan yang sesungguhnya, yang diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 378, orang
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang
Lebih terperinciPROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)
PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan Undang-undang Dasar 1945 membawa perubahan yang sangat mendasar ke dalam kehidupan negara hukum Indonesia, di antaranya adanya pengakuan hak asasi manusia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, penegasan ini secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membangun rumah tangga adalah hakikat suci yang ingin dicapai oleh setiap pasangan. Kebahagiaan dalam rumah tangga merupakan impian yang selalu berusaha diwujudkan.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana
Lebih terperinciFUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA
FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA Disusun Dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para pencari keadilan yang berperkara di pengadilan, biasanya setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa kurang tepat, kurang adil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke- Empat, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United Nations Convention on the Right of the Child), Indonesia terikat secara yuridis dan politis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi selalu mendapat perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lain di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu
Lebih terperinciKajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)
Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar) Disusun Oleh : Widyaningsih Sari Sandyahputri E 1105149 BAB I
Lebih terperinciSKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda, itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai
Lebih terperinciPERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)
PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum
Lebih terperinciTINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)
0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu masyarakat tertentu atau dalam Negara tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lord Acton (John Emerich Edward Dalberg-Acton) dalam suratnya kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang menghubungkan antara korupsi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, menyebutkan bahwa Negara Republik Indonesia itu adalah Negara Hukum yang demokrasi (democratische rechtstaat) dan sekaligus adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pendapat Ta adi, Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan rahmat dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, kedudukan anak terdiri dari anak sah dan anak luar kawin.
Lebih terperinci