1 PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan persaingan pada dunia bisnis di era globalisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bebas antara ASEAN CHINA atau yang lazim disebut Asean

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN an dimana terjadi krisis ekonomi. UKM (Usaha Kecil dan Menengah) demikian UKM tidak dapat dipandang sebelah mata.

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan industri merupakan bagian dari rangkaian pelaksanaan. pembangunan dalam melaksanakan ketetapan Garis-Garis Besar Haluan

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Indonesia. kerakyatan yang tidak hanya ditujukan untuk mengurangi masalah

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui

BAB I PENDAHULUAN. Sakur, Kajian Faktor-Faktor yang Mendukung Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Spirit Publik, Solo, 2011, hal. 85.

BAB II TINJAUAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. dari peran para pengusaha (entrepreneur) baik besar, menengah maupun kecil.

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat secara tidak langsung berdampak pada kehidupan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keluar untuk mengatasi masalah perekonomian di Indonesia. UMKM di. ditampung sehingga tingkat pengangguran semakin berkurang.

BAB I PENDAHULUAN. parah bagi perekonomian nasional. Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald

BAB I. Pendahuluan. Keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) mencerminkan

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif.

BAB I PENDAHULUAN. upaya pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi. stabilitas ekonomi pada khususnya (Ardiana dkk, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan krisis global pada tahun Kementrian Koperasi

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan. Pertumbuhan industri pangan di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peluang besar dalam rangka perluasan lapangan pekerjaan.

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) FASILITASI PENERAPAN SISTEM SNI PADA INDUSTRI ANEKA DI JAWA TENGAH

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, tidak dipungkiri lagi bahwa persaingan dalam industri

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Kecil Menengah (UKM) sangat berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Keberadaan

I. PENDAHULUAN. oleh kualitas SDM yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut. (Indriati, A. 2015)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN (Renstra Kementrian Koperasi dan UMKM ) diketahui jumlah

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Usaha mikro memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri kecil di perdesaan dikenal sebagai tambahan sumber pendapatan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dampak Positif UMKM Perempuan Kurangi Angka Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Sektor UMKM adalah salah satu jalan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia. memiliki tempat tersendiri dalam perkembangan ekonomi Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB III DISKRIPSI LEMBAGA. A. Gambaran Umum Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. banyak pengetahuan yang dimiliki oleh stakeholder dari sebuah perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan lokal (Soelistianingsih, 2013). Fakta yang terjadi di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. Tidak

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. Yulianty Widjaja (Direktur DAVINCI); dan 2. Para Hadirin Sekalian Yang Berbahagia.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah asset maksimal 0 sampai Rp 50 juta dan omzet total 0 sampai 300 juta.

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. Kecil Menengah (UMKM). Adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperan

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional baik di bidang ekonomi maupun sosial, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. lebih bebas. Oleh karena itu, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) akan bersaing. negara ASEAN (Purwaningsih dan Kusuma, 2015).

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan Pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan salah satu motor pengerak yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum keberadaan usaha kecil menengah (UKM) di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. yang ditawarkannya pun semakin beraneka ragam. Setiap Pelaku usaha saling

BAB I PENDAHULUAN. Tabel Perbandingan Ekspor UMKM dan Usaha Besar

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PENGUSAHA INDUSTRI KECIL MEBEL DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor industri yang dipandang strategis adalah industri manufaktur.

BAB I PENDAHULUAN. alam dan budayanya, serta memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian. Sebagian

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PENGANUGERAHAN PIAGAM OVOP JAKARTA, 22 DESEMBER 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak era reformasi di Indonesia, berbagai pihak termasuk pemerintah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1 Bungaran Saragih Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang. Sektor UKM telah

BAB I PENDAHULUAN. harapan untuk memajukan pertumbuhan ekonomi di lingkup Indonesia, akan tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia selalu menarik untuk diteliti dan diperbincangkan. Negara kepulauan terbesar di dunia ini memiliki tantangan tersendiri dalam mengatur kegiatan ekonominya dari Sabang sampai Merauke, dan dari sektor bisnis kelas kakap hingga sektor mikro, kecil, dan menengah. Komoditi yang dijajakan pun beraneka ragam, baik berupa barang maupun jasa. Kegiatan ekonomi saat ini sudah menuju arah globalisasi, dunia sudah memasuki era pertumbuhan pasar (market) yang sangat cepat, sehingga organisasi atau perusahaan perlu melakukan inovasi berkelanjutan agar dapat bertahan (Dixit dan Nanda, 2011). Oleh karena itu, dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di akhir 2015, Indonesia sudah mempersiapkan diri melalui berbagai lini, termasuk sektor Industri Kecil Menengah (IKM). Dengan jumlah masyarakat terbesar di ASEAN, Indonesia menjadi pasar yang sangat potensial. Setiap provinsi pun saat ini tengah mempersiapkan diri dengan memberikan pembekalan baik teknis maupun non-teknis kepada para pelaku IKM di daerahnya. Pimpinan dari tiap IKM harus bisa memberi warna pada budaya perusahaan dengan memperhatikan potensi dari nilai-nilai yang dimiliki oleh karyawannya (Inabinett, 2010). Sektor Industri Kecil Menengah (IKM) semakin populer dalam dunia perekonomian Indonesia sejak krisis moneter 1997 silam. Pasca krisis moneter yang menghantam beberapa negara di dunia pada tahun 2008, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat baik dan meningkat. IKM menunjukkan kedudukannya untuk tetap bertahan, dibandingkan sektor industri besar, bahkan menjadi penyokong pertumbuhan ekonomi nasional. IKM sangat erat dengan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship). Penumbuhan jiwa kewirausahaan saat ini sudah mulai digalakkan, dengan harapan akan tercipta lebih banyak IKM di masa mendatang. Jumlah IKM selalu bertambah tiap tahunnya, dan Kementrian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mencatat adanya lebih dari 700,000 unit IKM pada tahun 2013, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Ketangguhan IKM dalam bertahan menghadapi badai krisis ekonomi dibandingkan perusahaan besar patut mendapat apresiasi dan perhatian dari masyarakat dan pemerintah. Dalam pelaksanaan Ragam produk IKM sangat variatif dan lebih banyak bergerak di bidang non-migas. Kota Bogor, sebagai kota penyangga ibukota negara Indonesia tanpa sumberdaya migas, memiliki banyak potensi IKM unggulan. Dengan karakter masyarakat yang heterogen dan didukung kebudayaan masyarakat tanah Sunda yang masih dominan menjadi salah satu faktor pendukung IKM berbasis kebudayaan sangat menonjol di Kota Bogor disamping bidang kuliner. Salah satu kebijakan pemerintah saat ini yaitu One Village One Product (OVOP) sudah mulai dirintis di Kota Bogor. Kota yang berjuluk Kota Hujan ini mengembangkan potensi daerah untuk menghasilkan produk yang unik khas daerah, berkualitas global, namun menggunakan sumberdaya lokal. Komoditi yang sudah mulai diterapkan pada OVOP di Bogor yaitu sulam, daur ulang limbah, dan juga batik.

2 Usaha Besar 5,066 unit (0.01%) Usaha Menengah 52,106 unit (0.09%) Usaha Kecil 654,222 unit (1.13%) Usaha Mikro 57,189,393 unit (98.77%) Gambar 1 Profil IKM di Indonesia 2013 Sumber: Kementrian Koperasi dan UKM (2016) Jika kita melihat lebih lanjut lagi, IKM juga berperan dalam menambah lapangan pekerjaan sehingga menjadi salah satu solusi menghadapi tingginya tingkat pengangguran di Indonesia karena merupakan industri yang padat karya. IKM dapat menyerap 97% tenaga kerja Indonesia, terutama dalam mikro ekonomi mencapai hampir 95% tenaga kerja. Dengan begitu, IKM juga turut serta dalam mengurangi angka kemiskinan. Pada akhir 2010, menurut Jusri dan Idris (2012) IKM yang bergerak di bidang batik di Indonesia tercatat berjumlah 55.778 unit dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 916.783 orang dan nilai produksi mencapai Rp 3,941 triliun dengan total ekspor mencapai US$ 123 juta. Tabel 1 Perkembangan IKM batik No URAIAN TAHUN 2006 2007 2008 2009 2010 1 Unit Usaha 48,300 50,715 53,250 55,912 55,778 2 Tenaga Kerja 792,300 831,915 873,510 917,185 916,783 3 Nilai Produksi 2,900,000 3,045,000 3,197,250 3,357,112 3,941,205 4 Nilai Ekspor 14,27 20,89 32,28 125 123 5 Nilai Bahan Baku 1,562,828 1,640,970 1,723,018 1,809,169 1,625,435 6 Nilai Tambah 1,337,172 1,404,030 1,474,232 1,547,934 1,588,624 7 Produktivitas Tenaga Kerja 3,66 3,66 3,66 3,66 3,66 8 Pertumbuhan Nilai Produksi 5,26% / 5,00% 5,00% 5,00% 5,00% 9 Pertumbuhan Nilai Tambah 5,57% 5,00% 5,00% 5,00% 5,00% Sumber: Jusri dan Idris (2012)

Di sisi lain, IKM memiliki keterbatasan eksternal dan internal. Dari sudut pandang eksternal pasar, masih terdapat adanya pengaturan harga-harga pembelian yang dikuasai oleh pihak-pihak tertentu. Dari sudut pandang struktural internal, keterbatasan Sumberdaya Manusia (SDM) merupakan salah satu kendala pada IKM selain aspek mengenai akses bahan baku, permodalan, teknologi, manajemen, produksi, pengembangan produk, ataupun pengawasan mutu (Usman, 2013). Sejatinya, dengan komunikasi yang lancar dan efektif antar divisi, kegiatan perusahaan secara keseluruhan dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi, tak ayal terjadi ketidakselarasan antar divisi yang menyebabkan pekerjaan masing-masing divisi tidak tersinkronisasi yang akhirnya berdampak pada hasil yang kurang maksimal. Kemajuan sebuah organisasi atau perusahaan dapat dilihat dari sikap kepemimpinan (leadership) dan keselarasan (alignment). Keselarasan sebuah organisasi atau perusahaan (organizational alignment) adalah hal baru namun merupakan isu yang berkembang dengan sangat cepat. Keselarasan dari atas sampai bawah sangat penting bagi perusahaan dan brand strategic. Pendekatan kepemimpinan juga dapat membantu dalam mencapai keselarasan, kuncinya dengan menjaga kendali agar terpusat pada inti dan mengaturnya sebagai aset strategis bagi perusahaan (Farquhar, 2005). Sebagaimana pasar terus berkembang, dan kompetisi semakin meningkat tajam, perusahaan tidak hanya ditantang untuk dapat mengatur keseluruhan bidangnya dan mengukur kinerjanya dari sisi keuangan saja, namun juga dari sisi non-keuangan seperti fokus pada pelanggan, seperti yang dipaparkan Anisimova (2009) dapat berupa brand associations dan kepuasan pelanggan. Batik Bogor Tradisiku (BBT) adalah pelopor batik di Kota Bogor sejak 13 Januari 2008. Membuat usaha yang semula tidak ada menjadi ada merupakan sebuah tantangan untuk menyelaraskan kemampuan dan keterampilan para SDMnya. Kota Bogor pada awalnya bukan merupakan kota batik, sehingga para karyawan direkrut berdasarkan minat dan kemampuan kemudian diberi pelatihan membatik selama tiga bulan. Karyawan BBT memiliki tingkat pendidikan yang bermacam-macam, mulai dari SD sampai jenjang Magister (S2). BBT termasuk dalam industri kecil formal, karena sudah mengantongi beberapa perizinan seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Industri (TDI), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Dengan begitu BBT turut berkontribusi dalam banyaknya industri kecil di Kota Bogor mendominasi di antara banyaknya industri menengah dan besar. Biro Pusat Statistik Kota Bogor menyatakan bahwa di tahun 2013, sebanyak 346 industri kecil formal dan 789 industri kecil non formal tercatat di Kota Bogor dan memiliki nilai investasi mencapai 32 miliar rupiah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. BBT merupakan IKM batik yang mengintegrasikan workshop, galeri, dan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) pada satu lokasi, sedangkan tiga divisi utama yang ada di BBT yaitu produksi batik hingga ke produk turunannya, LKP, dan Mozaik Batik yang mengaplikasikan perca batik pada media keramik atau gerabah sehingga zero waste. Keadaan yang tengah terjadi sekarang dengan adanya tiga divisi utama tersebut diantaranya adalah terjadinya ketidakselarasan antar karyawan lintas divisi yang menyebabkan hasil produksi tidak sesuai dengan standard, pelayanan kurang prima, dan dapat berakibat pada menurunnya kepuasan pada konsumen tertentu. 3

4 Setelah BBT dijadikan objek ekowisata, keselarasan menjadi fokus perhatian perusahaan dalam memberikan produk dan jasa yang memuaskan kepada para konsumen. Hal ini dikarenakan visi dari BBT yang tidak ingin menjadi pengrajin batik yang biasa saja, namun mengedepankan servis yang memuaskan dalam penyampaian edukasi mengenai batik kepada konsumen. Tabel 2 Pemetaan industri di Kota Bogor Jenis Usaha Unit Usaha Investasi Tenaga Kerja A. INDUSTRI KIMIA, AGRO, DAN HASIL HUTAN 20,711 321,394,940,862 2,549 a. Industri Besar dan Menengah 7,245 276,674,754,015 87 b. Industri Kecil Formal 6,506 42,234,002,947 760 c. Industri Kecil Non-Formal 6,960 2,486,183,900 1,702 B. INDUSTRI LOGAM, MESIN, ELEKTRONIKA, DAN ANEKA 1,183 369,980,174,800 36,035 a. Industri Besar dan Menengah 57 302,968,868,950 25,310 b. Industri Kecil Formal 346 28,189,459,750 7,260 c. Industri Kecil Non-Formal 789 4,647,764,600 2,882 Sumber: BPS Kota Bogor (2015) Di tengah sistem perdagangan modern saat ini, budaya menjadi salah satu faktor yang dapat berpengaruh pada maju atau mundurnya perusahaan selain karena faktor teknis. Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis akan melihat apakah intervensi budaya berpengaruh pada proses terciptanya keselarasan (alignment). Selain itu, akan dilihat juga bagaimana leadership dan power relationship dapat membantu tercapainya keselarasan dengan lebih cepat. Kemudian, setelah dilihat faktor penyebab terjadinya ketidakselarasan antar divisi di BBT, akan diteliti bagaimana mengimplementasikan perbaikannya melalui pendekatan perubahan budaya kerja agar tercipta kondisi keselarasan. Dengan tercapainya keselarasan dalam perusahaan, maka akan mendorong pula tercapainya goals dan tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Saat perusahaan sudah memiliki desain atau alur proses yang baik, strategi yang taktis, dan budaya perusahaan yang baik, maka kinerja menjadi buah manis yang akan dipanen oleh perusahaan. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Sejauhmana budaya kerja di BBT dapat menyebabkan terjadinya ketidakselarasan antar divisi? 2. Apakah ketidakselarasan antar divisi di BBT berhubungan dengan kepuasan pelanggan? 3. Bagaimana strategi melakukan perubahan budaya kerja di BBT untuk mengurangi terjadinya ketidakselarasan antar divisi?

5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis budaya kerja di BBT yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakselarasan antar divisi. 2. Menganalisis hubungan ketidakselarasan antar divisi di BBT dengan kepuasan pelanggan. 3. Memformulasikan strategi perubahan budaya kerja di BBT untuk mengurangi terjadinya ketidakselarasan antar divisi. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi manajemen perusahaan dapat menjadi masukan sebagai dasar perbaikan budaya kerja untuk meningkatkan keselarasan antar divisi di BBT. 2. Bagi peneliti diharapkan dapat berperan serta mengaplikasikan penerapan budaya kerja yang dapat mengurangi ketidakselarasan antar divisi di BBT. 3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pembentukan budaya kerja yang kondusif di lingkungan IKM. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di IKM batik di Kota Bogor yaitu Batik Bogor Tradisiku. Data yang digunakan adalah informasi yang diperoleh dari karyawan di seluruh divisi yang ada di BBT pada tahun 2015. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada aspek internal SDM perusahaan, dan tidak membahas lebih lanjut di luar aspek tersebut, seperti aspek pemasaran atau keuangan perusahaan. Penelitian menitikberatkan pada implementasi perubahan budaya kerja sebagai pendekatan untuk mengurangi terjadinya ketidakselarasan antar divisi di BBT. 2 TINJAUAN PUSTAKA Budaya Kerja Pengertian budaya Budaya pada sebuah organisasi menjadi salah satu faktor kestabilan yang memainkan peran sangat besar pada kegiatan operasional harian (Sun, 2008). Pada Awal et al. (2006), budaya didefinisikan sebagai kumpulan dari nilai-nilai yang dibagikan (shared values), kepercayaan yang dibagikan (shared beliefs), dan cara berpikir dan bersikap yang mengantar pada bentuk dan perilaku dari tiap anggota pada sebuah organisasi. Budaya tersebut dapat diukur pada level kebersamaan dengan mengambil norma-norma dan ekspektasi atau harapan dari masing-masing anggotanya.

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB