ASET TETAP, ASET TIDAK BERWUJUD DAN UTANG OBLIGASI

dokumen-dokumen yang mirip
AKTIVA TETAP BERWUJUD (FIXED ASSETS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

AKTIVA TETAP BERWUJUD

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang

BAB II LANDASAN TEORITIS

Pengertian aset tetap (fixed asset) menurut Reeve (2012:2) adalah :

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Dan Latar Belakang Konvergensi. usaha harmonisasi) standar akuntansi dan pilihan metode, teknik

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Penggolongan Aktiva Tetap. menentukan bagaimana sederhana dan kompleknya suatu badan usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. mengenai definisi akuntansi terlebih dahulu. Penjelasan mengenai definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. jangka waktu kurang dari 1 tahun (seperti tagihan) modal, semua milik usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

AKUNTANSI PERPAJAKAN. Akuntansi Pajak Persediaan. Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA :

BAB II LANDASAN TEORITIS

AKTIVA TETAP. Prinsip Akuntansi => Aktiva Tetap harus dicatat sesuai dengan Harga Perolehannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTEMUAN KEENAM. Pengertian Aktiva Tetap

BAB 7 ASET TETAP. dilakukan agar bisa digunakan secara optimal selama umur ekonominya.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III SISTEM AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP BERWUJUD PADA PT HERFINTA FRAM AND PLANTATION

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. oleh beberapa ilmuan dalam ruang lingkup yang berbeda, antara lain :

Biaya persediaan = Rp ,-

BAB 3 NERACA SALDO. A. Pengertian dan Kegunaan Neraca Saldo Perusahaan Dagang

A. PILIHALAH JAWABAN YANG PALING BENAR

BAB 2 LANDASAN TEORITIS. Aset tetap termasuk bagian yang sangat signifikan dalam perusahaan. Jika

dijual pemilik Pembelian dijual (Goods) Berwujud Pembelian Bahan Industru Pengolahan (tangible), lazim menjadi barang siap dijual

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan jasa yang ditawarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Keuangan. Laporan Laba/ Rugi. Laporan Perubahan Modal. Neraca. Laporan Arus Kas

BAB II LANDASAN TEORI

ekonomi Sesi PERSAMAAN DASAR AKUNTANSI A. AKUN a. Akun Riil

BAB 9 KEWAJIBAN. Setiap perusahaan umumnya memiliki kewajiban atau yang biasa disebut dengan utang yang harus diselesaikan atau dibayar oleh

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entitas pada tanggal tertentu. Halim (2010:3) memberikan pengertian bahwa

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DR. Dudi Rudianto, SE, MSi. Jl. Raya Ekonomi B/16 Komp. YPKP Bandung (022) / Fax (022)

ANALISIS AKUNTANSI AKTIVA TETAP PADA PT. SRI AGUNG MULIA PEKANBARU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

AKTIVA TETAP (FIXED ASSETS )

pengklasifikasian dan menetapkan aktiva tetap PT. Gratia Jaya sesuai dengan PSAK No.16. keuangan yang berlaku umum (PSAK No. 16).

Contoh Laporan Keuangan Perusahaan Jasa

BAB II LANDASAN TEORI. adalah bahasa bisnis(business language). Akuntansi menghasilkan informasi yang

REKAP SOAL UN SMK AKUNTANSI 2008/ /2010

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Rudianto (2009:4), menjelaskan bahwa Akuntansi dapat

BAB II LANDASAN TEORI

AKTIVA TETAP BERWUJUD (TANGIBLE ASSETS) DAN AKTIVA TETAP TAK BERWUJUD (INTANGIBLE ASSETS)

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

BAB 6 AKUNTANSI PERUSAHAAN DAGANG. xxx

CONTOH SOAL ASET TETAP BERWUJUD LANJUTAN (TANGIBLE ASSETS)

DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL TAHUN PAJAK 2 0 NPWP : NAMA WAJIB PAJAK : BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$)

AKUNTANSI PERUSAHAAN DAGANG

AKUNTANSI BAB III AKUNTANSI PERUSAHAAN DAGANG

JURNAL PENYESUAIAN PERUSAHAAN JASA

ekonomi Sesi JURNAL PENYESUAIAN PERUSAHAAN DAGANG A. PENGERTIAN DAN FUNGSI JURNAL PENYESUAIAN B. AKUN YANG PERLU DISESUAIKAN a.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Carl (2015:3), Akuntansi (accounting) dapat diartikan sebagai

SURVEI STATISTIK KEUANGAN BADAN USAHA MILIK DAERAH

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

RINGKASAN AKUNTANSI PERUSAHAAN DAGANG

BAB 5 Aktiva Tetap Berwujud (Tangible - Assets)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

AKUNTANSI UNTUK PERUSAHAAN DAGANG ARMINI NINGSIH POLITEKNIK NEGERI SAMARIDA

MEMBACA LAPORAN KEUANGAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KEBIJAKAN AKUNTANSI

Soal Akuntansi Perusahaan Dagang

BAB II LANDASAN TEORI

Bab IV PEMBAHASAN. Sistematika pembahasan yang akan dilakukan terhadap objek penelitian adalah berdasarkan

a. dimiliki untuk digunakan dalam penyediaan jasa atau untuk tujuan administratif; dan b. diharapkan akan digunakan lebih dari satu periode.

VII. SIKLUS AKUNTANSI USAHA DAGANG

Makalah Akuntansi Perusahaan Dagang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. keharusan untuk berhubungan dengan pihak pihak lain yang terkait dengan

BAB 4 PENILAIAN PERSEDIAAN DAN PERHITUNGAN HARGA POKOK PENJUALAN

Week 10 Akuntansi Untuk Perusahaan Dagang

BAB 24 AKUNTANSI DI PERUSAHAAN DAGANG

AKUNTANSI PERUSAHAAN DAGANG

Transkripsi:

KEGIATAN BELAJAR 4 ASET TETAP, ASET TIDAK BERWUJUD DAN UTANG OBLIGASI Sumber : http://www.thebluediamondgallery.com/wooden-tile/a/asset.html Uraian Materi PENERAPAN PROSES PENCATATAN PERSEDIAAN Persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual. Definisi persediaan meliputi sebagai berikut: 1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal; 2. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; 3. Dalam bentuk bahan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Terdapat dua sistem pencatatan persediaan yaitu sistem fisik (physical system) dan sistem pencatatan terus menerus (perpetual system). Berikut adalah penjelasannya: 1. Pencatatan sistem inventarisasi fisik/periodik Pencatatan sistem inventarisasi fisik (physical system), atau disebut juga pencatatan sistem periodik (periodical system). Sistem ini biasa digunakan oleh perusahaan yang menjual barang secara eceran, jenis barang yang beragam, dengan harga satuan tiap jenis barang relatif rendah, contohnya swalayan. Dalam penerapan sistem inventarisasi fisik, harga

pokok barang yang dijual dihitung tiap akhir periode, setelah fisik barang yang tersedia di gudang diperiksa lalu dicatat dengan prosedur pencatatan sebagai berikut: a. Transaksi pembelian barang dicatat dengan mendebit akun pembelian dan kredit utang dagang atau kas, seharga pembelian. Transaksi yang bersangkutan dicatat juga dalam kartu persediaan barang yang bersangkutan; b. Biaya angkut pembelian dicatat dengan mendebit akun biaya angkut pembelian dan mengkredit akun kas; c. Transaksi retur pembelian kredit atau pengurangan harga, dicatat dengan mendebit akun utang dagang dan kredit akun retur pembelian dan pengurangan harga. Dalam kartu persediaan, transaksi tersebut dicatat sebagai mutasi keluar; d. Potongan pembelian yang timbul karena pembayaran utang dalam periode potongan, dicatat dengan mendebit utang dagang dan mengkredit akun potongan pembelian; e. Transaksi penjualan barang dicatat dengan mendebit akun piutang dagang atau kas dan kredit akun penjualan seharga penjualan. Untuk barang-barang yang secara teknis harga pokok penjualannya sulit dihitung (contohnya barang yang jenisnya banyak dan harga satuan relatif kecil), transaksi penjualan tidak dicatat dalam kartu persediaan namun hanya dicatat jumlah satuannya saja; f. Transaksi retur penjualan kredit dan pengurangan harga dicatat dengan mendebit akun retur penjualan dan kredit akun piutang dagang; g. Potongan penjualan yang timbul karena debitor membayar dalam periode potongan,dicatat dengan mendebit akun potongan penjualan dan mengkredit akun kas. Contoh Soal: Berikut adalah transaksi jual beli yang dilakukan oleh perusahaan dagang UD. Agustin selama bulan Juli 2017, sistem pencatatan barang dagangan yang digunakan adalah sistem periodik: Tanggal Transaksi 2 Juli Dibeli barang dagangan secara tunai dari CV Aditya seharga Rp 50.000.000, dengan ongkos angkut sebesar Rp 250.000 (ditanggung oleh pembeli) 5 Juli Dijual barang dagangan kepada Firma Naufal seharga Rp 100.000.000 dengan syarat 4/10 n/30 FOB Shipping Point, biaya pengiriman terlebih dahulu dibayarkan oleh UD. Agustin sebesar Rp 300.000

6 Juli Diterima kas Rp 500.000 untuk pengembalian barang dagangan yang dibeli dari CV Aditya 8 Juli Dikirimkan nota kredit kepada Firma Naufal atas pengembalian barang dagangan yang rusak senilai Rp 800.000 11 Juli Dibeli barang dagangan dari UD Kamila sebesar Rp 200.000.000 syarat 2/10 n/30 FOB Shipping Point, biaya pengiriman Rp 150.000 telah dibayarkan terlebih dahulu oleh UD Kamila 12 Juli Dijual barang dagangan kepada CV Nugraha sebesar Rp 30.000.000 syarat 5/10 n/30 FOB Destination Point, ongkos angkut yang dibayarkan UD Agustin sebesar Rp 100.000 15 Juli Dikirimkan nota debet kepada UD Kamila atas pengembalian barang dagangan yang cacat sebesar Rp 500.000 17 Juli Diterima pembayaran dari Firma Naufal sebagai pelunasan seluruh utang usahanya 19 Juli Pembayaran seluruh utang usaha kepada UD Kamila Pertanyaan: Buatlah ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi selama bulan Juli 2017 pada pembukuan UD. Agustin! Jawaban: 2 Juli Pembelian 50.000.000 Ongkos angkut masuk 250.000 Kas 50.250.000 5 Juli Piutang usaha 100.300.000 Penjualan 100.000.000 Kas 300.000 6 Juli Kas 500.000 Retur pembelian 500.000 8 Juli Retur penjualan 800.000.000 Piutang usaha 800.000.000 11 Juli Pembelian 200.000.000

Ongkos angkut masuk 150.000 Utang usaha 200.150.000 12 Juli Piutang usaha 30.000.000 Ongkos angkut keluar 100.000 Penjualan 30.000.000 Kas 100.000 15 Juli Utang usaha 500.000 Retur pembelian 500.000 17 Juli Kas 99.500.000 Piutang usaha 99.500.000 19 Juli Utang usaha 199.650.000 Kas 195.660.000 Potongan pembelian 3.990.000 2. Pencatatan Sistem Perpetual Pencatatan sistem perpetual/pencatatan terus menerus, atau dikenal juga sebagai metode balance permanen. Sistem ini lebih cocok untuk pencatatan persediaan barang yang jenisnya tidak terlalu banyak dan harga satuan tiap jenis barang relatif tinggi dengan prosedur pencatatan sebagai berikut: a. Transaksi pembelian barang: 1) Harga pembelian dicatat debit akun Persediaan dan kredit akun Utang dagang; 2) Biaya angkut pembelian dicatat debit akun persediaan dan kredit akun Kas; 3) Harga pokok barang yang dibeli dicatat dalam kartu persediaan barang yang bersangkutan sebagai mutasi masuk. b. Transaksi retur pembelian dan pengurangan harga: 1) Harga pembelian barang yang dikembalikan atau pengurangan harga, dicatat debit akun utang dagang dan kredit akun Persediaan; 2) Harga pokok barang yang dikembalikan dicatat dalam kartu persediaan yang bersngkutan sebagai mutasi keluar.

c. Potongan pembelian yang timbul karena pembayaran utang dalam periode potongan, dicatat debit akun Utang dagang dan kedit akun persediaan. d. Transaksi penjualan kredit: 1) Harga penjualan barang dicatat debit akun Piutang dagang dan kredit akun Penjualan; 2) Harga pokok barang yang dijual (harga pokok penjualan), dicatat debit akun harga pokok penjualan dan kredit akun Persediaan; 3) Harga pokok barang yang dijual dicatat dalam kartu persediaan barang yang besangkutan sebagai mutasi keluar. e. Transaksi retur penjualan kredit dan pengurangan harga 1) Harga penjualan barang yang diterima kembali atau pengurangan harga yang diberikan, dicatat dengan mendebit akun retur penjualan dan kredit akun piutang dagang; 2) Harga pokok barang yang diterima kembali dicatat debit akun persediaan dan kredit akun Harga Pokok Penjualan. Contoh Soal: Berikut ini adalah transaksi jual beli yang dilakukan oleh UD. Kencana Sakti selama Desember 2017 dengan sistem perpetual: 4 Desember Dibeli barang dagangan secara tunai dari UD Adiguna Rp 20.000.000 dengan ketentuan FOB destination point, ongkos pengangkutan Rp 750.000 dibayar oleh UD Adiguna 11 Desember Dijual barang dagangan kepada UD Umami seharga Rp 25.000.000 syarat 1/15 n/30, FOB shipping point. Harga pokok penjualan sebesar 80% harga jual dengan ongkos angkut Rp 1.000.000 dibayarkan terlebih dahulu oleh UD. Kencana Sakti 12 Desember Diterima kas Rp 1.500.000 untuk pengembalian barang dagangan yang telah dibeli dari UD Adiguna 18 Desember Dibeli barang dagangan dari UD Karlita Rp 40.000.000 syarat FOB shipping point, 2/10 N/30, dengan ongkos angkut Rp 1.000.000 dibayarkan terlebih dahulu oleh penjual 20 Desember Dikirimkan nota kredit kepada UD Umami atas pengembalian barang dagangan yang tidak sesuai spesifikasi Rp 3.000.000 22 Desember Dibayar seluruh utang usaha kepada UD Karlita 24 Desember Diterima pembayaran dari UD Umami

29 Desember Dijual barang dagangan secara tunai kepada UD Bina Marga Rp 35.000.000 FOB destination point, dengan harga pokok penjualan 80% dari harga jual dengan ongkos angkut Rp 1.200.000 dibayarkan oleh UD. Kencana Sakti Pertanyaan: Buatlah ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi selama bulan Desember 2017 pada pembukuan UD. Kencana Sakti! Jawaban: 4 Desember Persediaan barang dagangan 20.000.000 Kas 20.000.000 11 Desember Piutang usaha 26.000.000 Penjualan 25.000.000 Kas 1.000.000 Harga pokok penjualan 20.000.0000 Persediaan barang dagangan 20.000.0000 12 Desember Kas 1.500.000 Persediaan barang dagangan 1.500.000 18 Desember 20 Desember Persediaan barang dagangan 41.000.000 Utang usaha 41.000.000 Retur penjualan 3.000.0000 Piutang usaha 3.000.0000 Persediaan barang dagangan 2.400.000 Harga pokok penjualan 2.400.000 22 Desember 24 Desember 29 Desember Utang usaha 41.000.000 Kas 40.200.000 Persediaan barang dagangan 800.000 Kas 22.780.000 Potongan penjualan 220.000 Piutang usaha 23.000.000 Kas 35.000.000

Penjualan Harga pokok penjualan Persediaan dagangan barang 28.000.0000 35.000.000 28.000.000 Ongkos angkut keluar 1.200.000 Kas 1.200.000 B. PENERAPAN METODE PERSEDIAAN Terdapat tiga metode untuk menghitung besarnya nilai persediaan yaitu sebagai berikut (Hery, 2017): 1. FIFO (First-In, First-Out) Dalam metode FIFO, harga pokok dari barang yang pertama kali dibeli adalah yang diakui pertama kali sebagai harga pokok penjualan. Dalam hal ini tidak berarti bahwa barang yang pertama kali dibeli adalah barang yang pertama kali akan dijual sebab penekanannya bukan pada fisik barangnya melainkan harga pokoknya. Jadi, dengan metode FIFO yang menjadi nilai persediaan akhir adalah harga pokok barang yang terakhir kali dibeli. 2. LIFO (Last-In, First Out) Dalam metode LIFO, harga pokok dari barang yang terakhir kali dibeli adalah yang diakui pertama kali sebagai harga pokok penjualan. Dalam hal ini tidak berarti bahwa barang yang terakhir kali dibeli adalah barang yang pertama kali akan dijual sebab penekanannya bukan pada fisik barangnya melainkan harga pokoknya. Jadi dalam metode LIFO yang menjadi nilai persediaan akhir adalah harga pokok barang yang pertama kali dibeli. 3. Average (biaya rata-rata) Dalam metode Average (biaya rata-rata), nilai persediaan akhir berdasarkan rata-rata harga pokok barang yang tersedia untuk dijual. Dengan asumsi terjadi inflasi (peningkatan harga barang), apabila: 1. Perusahaan menggunakan metode FIFO dalam menilai persediaan akhirnya, maka akan menghasilkan nilai persediaan akhir yang paling besar, harga pokok penjualan yang paling kecil, dan laba kotor serta laba bersih yang paling besar.

2. Perusahaan menggunakan metode LIFO dalam menilai persediaan akhirnya, maka akan menghasilkan nilai persediaan akhir yang paling kecil, harga pokok penjualan yang paling besar, dan laba kotor serta laba bersih yang paling kecil. 3. Perusahaan menggunakan metode Average dalam menilai persediaan akhirnya, maka akan menghasilkan nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan, dan laba kotor serta laba bersih berada di antara hasil FIFO dan LIFO. Contoh Soal: Berikut ini adalah ringkasan data transaksi pembelian dan penjualan barang dagang yang dilakukan oleh PT. Kamila Jaya sepanjang bulan Januari 2018: Tanggal Keterangan Kuantitas (Unit) Harga Perolehan Per Unit 1 Januari Persediaan Awal 120 Rp 200.000 7 Januari Penjualan 84 12 Januari Penjualan 96 Rp 210.000 15 Januari Penjualan 48 22 Januari Penjualan 24 28 Januari Penjualan 60 Rp 220.000 31 Januari Penjualan 60 Rp 220.000 Pertanyaan: Apabila metode pencatatan adalah metode perpetual, hitunglah nilai persediaan akhir PT. Kamila Jaya dengan metode penilaian persediaan FIFO, LIFO, dan Average!

Jawaban: 1) Metode FIFO Tgl Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total 1 Jan 120 200.000 24 juta 7 84 200.000 16,8 juta 36 200.000 7,2 juta 12 96 210.000 20,16 juta 36 96 200.000 210.000 7,2 juta 20,16 juta 15 36 200.000 7,2 juta 12 210.000 2,52 juta 84 210.000 17,64 juta 22 24 210.000 5,04 juta 60 210.000 12,6 juta 28 60 220.000 13,2 juta 60 60 210.000 220.000 12,6 juta 13,2 juta 31 60 220.000 13,2 juta 60 120 210.000 220.000 12,6 juta 26,4 juta 2) Metode LIFO Tgl Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total 1 Jan 120 200.000 24 juta 7 84 200.000 16,8 juta 36 200.000 7,2 juta 12 96 210.000 20,16 juta 36 96 200.000 210.000 7,2 juta 20,16 juta 15 48 210.000 10,08 juta 36 48 22 24 210.000 5,04 juta 36 24 28 60 220.000 13,2 36 juta 24 31 60 220.000 13,2 juta 60 36 24 120 200.000 210.000 200.000 210.000 200.000 210.000 220.000 200.000 210.000 220.000 7,2 juta 10,08 juta 7,2 juta 5,04 juta 7,2 juta 5,04 juta 13,2 juta 7,2 juta 5,04 juta 26,4 juta

3) Metode Average Tgl Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total 1 Jan 120 200.000 24 juta 7 84 200.000 16,8 juta 36 200.000 7,2 juta 12 96 210.000 20,16 juta 132 207.272,7 27,36 juta 15 48 207.272,7 9,95 84 juta 207.272,7 17,41 juta 22 24 207.272,7 4,975 juta 28 60 220.000 13,2 juta 31 60 220.000 13,2 juta 60 207.272,7 12,436 juta 120 213.633 25,636 juta 180 215.756 38,836 juta

C. ANALISIS Cost of Goods Sold (CGS) Definisi Cost of Goods Sold atau disebut juga Harga Pokok Penjualan adalah laporan yang menggambarkan kondisi harga perolehan suatu barang yang terjual dan rugi laba yang di peroleh. Cost of Goods Sold penting untuk mengetahui nilai nominal dari barang yang terjual sehingga hanya ada pada perusahaan yang memiliki persediaan barang dagangan saja (perusahaan manufaktur dan perusahaan dagang) sedangkan perusahaan jasa tidak memiliki Harga Pokok Penjualan. Cost of Goods Sold atau Harga Pokok Penjualan memiliki beberapa komponen antara lain sebagai berikut (http://iqbalparabi.com): 1. Persediaan Awal Barang Dagangan Persediaan awal barang dagangan merupaka persediaan barang dagangan yang tersedia di awal periode atau tahun buku berjalan. Saldo persediaan awal barang dagangan terdapat dalam neraca saldo periode berjalan atau neraca awal perusahaan atau neraca tahum sebelumnya. 2. Persediaan Akhir Barang Dagangan Persediaan akhir barang dagangan merupakan persediaan barang dagangan yang tersedia di akhir periode atau akhir tahun buku berjalan. Saldo persediaan ini biasanya diketahui pada data penyesuaian perusahaan pada akhir periode. 3. Pembelian bersih Pembelian bersih merupakan seluruh pembelian barang dagangan yang dilakukan perusahaan baik pembelian barang dagangan secara tunai maupun pembelian barang dagangan secara kredit, ditambah dengan biaya angkut pembelian tersebut serta dikurangi dengan potongan pembelian dan retur pembelian yang terjadi.

Berikut ini adalah pedoman dalam perhitungan Cost of Goods Sold: 1. Menghitung Penjualan Bersih Rumus menghitung penjualan bersih: Penjualan (Return Penjualan + Potongan Penjualan) = Penjualan Bersih Ongkos Angkut Penjualan tidak termasuk dalam hitungan HPP dan menjadi biaya umum saja. 2. Menghitung Pembelian Bersih Rumus menghitung pembelian bersih: (Pembelian + Ongkos Angkut Pembelian) (Return Pembelian + Potongan Pembelian) = Pembelian Bersih 3. Menghitung Persediaan Barang Rumus menghitung persediaan barang: Persediaan Awal + Pembelian Bersih = Persediaan Barang 4. Menghitung Harga Pokok Penjualan Rumus menghitung harga pokok penjualan: Persediaan Barang Persediaan Akhir = Harga Pokok Penjualan 5. Menghitung Laba Kotor Rumus menghitung laba kotor: Penjualan Bersih Harga Pokok Penjualan = Laba Kotor 6. Menghitung Laba Bersih Sebelum Pajak Rumus menghitung laba bersih sebelum pajak: Laba Kotor Akumulasi Biaya = Laba Bersih Sebelum Pajak

Format Harga Harga Pokok Penjualan Penjualan Rp. xxx.xxx Persediaan Awal Rp. xxx.xxx Pembelian Rp. xxx.xxx Return Pembelian Rp. xxx.xxx Beban Angkut Pembelian Rp. xxx.xxx + Total Pembelian Rp. xxx.xxx + Persediaan Rp. xxx.xxx Persediaan Akhir Rp. xxx.xxx Harga Pokok Penjualan (HPP) Rp. xxx.xxx Laba Kotor Rp. xxx.xxx Beban Kantor Beban Rp. xxx.xxx Beban Rp. xxx.xxx Beban dst Rp. xxx.xxx + Total Beban Kantor Rp. xxx.xxx Beban Usaha Rp. xxx.xxx Beban Rp. xxx.xxx Beban Rp. xxx.xxx Beban dst Rp. xxx.xxx + Total Beban Usaha Rp. xxx.xxx + Total Beban Perusahaan Rp. xxx.xxx Laba/Rugi Bersih Sebelum Pajak Rp. xxx.xxx Pendapatan Lain-lain Bunga Deposito. dst Rp. xxx.xxx + Laba/Rugi Total Perusahaan Sebelum Pajak Rp. xxx.xxx Pajak Pajak Penghasilan (PPh) Rp. xxx.xxx Laba Bersih perusahaan setelah Pajak Rp. xxx.xxx

D. PENERAPAN BERBAGAI METODE PENYUSUTAN ASET TETAP Suatu aktiva dapat digolongkan sebagai aktiva tetap apabila memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Mempunyai bentuk fisik (tangible), dapat dilihat atau diraba. b. Digunakan dalam aktivitas usaha, dalam keadaan usaha normal tidak ada maksud atau rencana untuk dijual. c. Mempunyai masa penggunaan lebih dari satu tahun atau memberikan manfaat ekonomi lebih dari satu periode akuntansi. Definisi penyusutan adalah berkurangnya manfaat ekonomis suatu aktiva tetap selama masa penggunaannya. Penyusutan terdiri atas 3 kategori sebagai berikut: 1 Depresiasi, merupakan istilah penyusutan untuk aktiva tetap berwujud; 2 Deplesi, merupakan istilah penyusutan untuk aktiva sumber daya alam; 3 Amortisasi, merupakan istilah penyusutan untuk aktiva tetap tidak berwujud. Hal penting yang harus diketahui dalam rangka menghitung biaya penyusutan: 1. Harga Perolehan, yaitu keseluruhan pengeluaran yang layak dibebankan untuk memperoleh suatu aktiva tetap. 2. Umur Ekonomis, yaitu umur aktiva tetap sejak siap digunakan hingga aktiva tetap tersebut secara ekonomis sudah tidak menguntungkan lagi untuk digunakan. 3. Nilai sisa atau nilai residu, yaitu nilai aktiva tetap setelah habis umur ekonomisnya atau jumlah yang diharapkan akan diperoleh melalui penjualan aktiva yang bersangkutan setelah penghentian pemakaian. 4. Metode penyusutan, yaitu cara mengalokasikan harga perolehan sebagai biaya operasional sepanjang umur aktiva. Hasil perhitungannya adalah biaya depresiasi per tahun dari aktiva tetap tersebut.

Metode penyusutan aktiva tetap/depresiasi terbagi atas beberapa kategori sebagai berikut: 1. Metode Aktifitas Dalam metode aktivitas, umur ekonomis aktiva tetap diukur berdasarkan jumlah jam kerja atau jumlah produk yang mampu diberikan oleh aktiva tetap tersebut. Rumus Dep = Jumlah jam/unit yang dihasilkan x ( HP NR) Total jam / unit yang dihasilkan Keterangan Rumus: Dep = Depresiasi HP = Harga Perolehan NR = Nilai Residu Contoh Soal: CV Kharisma Niaga membeli mesin pengaduk adonan dengan harga faktur Rp 250.000.000, biaya pemasangan dan biaya lain yang dikapitalisasikan Rp 30.000.000. Mesin tersebut diperkirakan dapat memproduksi sebanyak 5.000.000 unit kue selama umur ekonomisnya. Pada tahun 2005 diproduksi kue sebanyak 500.000 unit. Nilai residu mesin adalah Rp 20.000.000. Pertanyaan: Hitunglah penyusutan mesin yang dicatat CV Kharisma Niaga! Jawaban: Harga Perolehan = Rp 250.000.000 + Rp 30.000.000 = Rp 280.000.000 Nilai Residu = Rp 40.000.000 HP NR = Rp 280.000.000 - Rp 20.000.000 = Rp 260.000.000 Unit yang dihasilkan tahun 2005 = 500.000 unit. Total unit yang dihasilkan = 5.000.000 unit Dep = 500.000 unit x Rp 260.000.000 5.000.000 unit = Rp26.000.000 Jadi, pencatatan jurnal depresasinya sebagai berikut: Biaya Depresiasi Mesin Rp. 26.000.000 Akumulasi Depresiasi Mesin Rp. 26.000.000

2. Metode Garis Lurus Metode Garis Lurus adalah metode penyustan yang paling mudah dan digunakan apabila suatu aktiva tetap memiliki penyusutan yang relatif tetap setiap tahunnya. Contoh Soal: CV Kharisma Niaga membeli mesin pengaduk adonan dengan harga faktur Rp 250.000.000, biaya pemasangan dan biaya lain yang dikapitalisasikan Rp 30.000.000. Mesin tersebut diperkirakan dapat memproduksi sebanyak 5.000.000 unit kue selama umur ekonomisnya. Pada tahun 2005 diproduksi kue sebanyak 500.000 unit. Nilai residu mesin adalah Rp 20.000.000. Umur ekonomis Mesin Pengaduk Adonan 5 tahun. Pertanyaan: Hitunglah penyusutan mesin yang dicatat CV Kharisma Niaga! Jawaban: Penyusutan per tahun selama 5 tahun adalah: HP NR = Rp.260.000.000 = Rp. 52.000.000 i 5 Jadi, pencatatan jurnal depresiasi per tahun adalah sebagai berikut: Biaya Depresiasi Mesin Pengaduk Adonan Rp. 52.000.000 Akumulasi depresiasi Peralatan Kantor Rp. 52.000.000 Program Depresiasi dengan Metode Garis Lurus (dalam ribuan) sebagai berikut: Ta hun Harga Perolehan Depresiasi /tahun Akumulasi Depresiasi (total depresiasi yang telah terjadi) 0 280.000 - - 280.000 1 280.000 52.000 52.000 228.000 2 280.000 52.000 52.000+52.000=104.000 176.000 3 280.000 52.000 52.000+52.000+52.000 = 156.000 4 280.000 52.000 52.000+52.000+52.000 +52.000= 208.000 5 280.000 52.000 52.000+52.000+52.000 +52.000+52.000= 260.000 Nilai Buku Akhir Tahun (HP Akumulasi) 124.000 72.000 20.000

3. Metode Depresiasi Dengan Pembebanan Menurun Pada metode Garis Lurus untuk mendapatkan nilai buku pada tahun tertentu selalu menggunakan Harga Perolehan aktiva tetap tersebut. Sebaliknya, pada metode depresiasi pembebanan menurun, nilai buku terakhir yang dikurangi dengan akumulasi penyusutan tahun tersebut untuk mendapatkan nilai buku selanjutnya. Metode depresiasi dengan pembebanan menurun terdiri atas 3 metode pembebanan berikut ini: a. Metode Saldo Menurun Berganda (Double Declining Balance) Rumus mencari persentase depresiasi tiap tahun adalah 2/umur ekonomis X Nilai Buku atau 2 kali tarif depresiasi garis lurus. Contoh Soal: CV Kharisma Niaga membeli mesin pengaduk adonan dengan harga faktur Rp 250.000.000, biaya pemasangan dan biaya lain yang dikapitalisasikan Rp 30.000.000. Mesin tersebut diperkirakan dapat memproduksi sebanyak 5.000.000 unit kue selama umur ekonomisnya. Pada tahun 2005 diproduksi kue sebanyak 500.000 unit. Nilai residu mesin adalah Rp 20.000.000. Umur ekonomis Mesin Pengaduk Adonan 5 tahun. Pertanyaan: Hitunglah penyusutan mesin yang dicatat CV Kharisma Niaga! Jawaban: HP = Rp 250.000.000 + Rp 30.000.000 = Rp 280.000.000 Umur ekonomis = 5 tahun Tarif depresiasi garis lurus = 52.000.000 = 0.2 260.000.000 Depresiasi/ tahun saldo menurun berganda = 2 x 0,2 = 0,4 Atau 2/ umur ekonomis = 2/5 = 0,4 Perlu diperhatikan pada Metode Saldo Menurun Berganda (Double Declining Balance) yaitu: 1. Biaya depresiasi tahun pertama diperhitungkan dengan menggunakan Harga Perolehan, tanpa dikurangi nilai sisa. 2. Biaya depresiasi untuk tahun terakhir, tidak dihitung berdasarkan tarif (0,4 x Nilai buku), melainkan dengan mengurangi nilai buku tahun tersebut dengan nilai residu.

Depresiasi tahun I = 2/5 x Rp. 280.000.000 = 0,4 x Rp. 280.000.000 = Rp. 112.000.000. Program Depresiasi dengan Metode Saldo Menurun Berganda(dalam ribuan): Ta hun Harga Perolehan Depresiasi /tahun 0,4 x NB Akumulasi Depresiasi 1 280.000 112.000 112.000 168.000 2 280.000 67.200 179.200 100.800 3 280.000 40.320 219.520 60.480 4 280.000 24.192 243.712 36.288 5 280.000 36.288 20.000 = 16.288 260.000 20.000 Nilai Buku Akhir Tahun (HP Akumulasi) Depresiasi tahun II = 0,4 x Rp. 168.000.000 = Rp. 67.200.000. Depresiasi tahun III = 0,4 x Rp. 100.800.000 = Rp.40.320.000. Depresiasi tahun IV = 0,4 x Rp.60.480.000 = Rp.24.192.000. Depresiasi tahun V = 36.288 20.000 = 16.288 b. Metode Jumlah Angka Tahun Untuk mencari depresasi per tahun, pertama-tama kita jumlahkan umur penggunaan aktiva tersebut. Contoh Soal: CV Kharisma Niaga membeli mesin pengaduk adonan dengan harga faktur Rp 250.000.000, biaya pemasangan dan biaya lain yang dikapitalisasikan Rp 30.000.000. Mesin tersebut diperkirakan dapat memproduksi sebanyak 5.000.000 unit kue selama umur ekonomisnya. Pada tahun 2005 diproduksi kue sebanyak 500.000 unit. Nilai residu mesin adalah Rp 20.000.000. Umur ekonomis Mesin Pengaduk Adonan 5 tahun.

Pertanyaan: Hitunglah penyusutan mesin yang dicatat CV Kharisma Niaga! Jawaban: Karena n pada soal diatas adalah 5 tahun, maka: 1 + 2 + 3 + 4 + 5 = 15. HP = Rp 250.000.000 + Rp 30.000.000 = Rp 280.000.000 NR= Rp 20.000.000 HP NR = Rp 280.000.000 - Rp 20.000.000 = Rp 260.000.000 Depresiasi tahun 1 = 5/15 x Rp 260.000.000= Rp. 86.666.667 Depresiasi tahun 2 = 4/15 x Rp 260.000.000 = Rp. 69.333.333 Depresiasi tahun 3 = 3/15 x Rp 260.000.000= Rp. 52.000.000 Depresiasi tahun 4 = 2/15 x Rp 260.000.000= Rp. 34.666.667 Depresiasi tahun 5 = 1/15 x Rp 260.000.000 = Rp. 17.333.333 Program Depresiasi dengan Metode Jumlah Angka Tahun: Tahun Harga Perolehan Depresiasi /tahun Akumulasi Depresiasi Nilai Buku Akhir Tahun (HP Akumulasi) 1 280.000 86.666.667 86.666.667 193.333.333 2 280.000 69.333.333 156.000.000 124.000.000 3 280.000 52.000.000 208.000.000 72.000.000 4 280.000 34.666.667 242.666.667 37.333.333 5 280.000 17.333.333 260.000.000 20.000.000 c. Metode Saldo Menurun 1 Persentase untuk depresiasi (r) = Berdasarkan contoh diatas : n NR HP HP = Rp 250.000.000 + Rp 30.000.000 = Rp 280.000.000 NR= Rp 2.000.000 n = 5 tahun. 1 r = 5 20.000.000 280.000.000

= 1-5 0.0714 = 1 0,59 = 0,41 Sehingga depresiasi tahun I = 0,41 x Rp. 280.000.000 = Rp 114.829.522,5, dan seterusnya. lalu dibuatkan program depresiasi, yang caranya sama dengan metode pembebanan menurun berganda. E. PENERAPAN PEMELIHARAAN DAN PENGEMBANGAN ASET TETAP PSAK No. 16 menyatakan bahwa suatu benda berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Yang dimaksud dengan biaya (harga) perolehan aktiva tetap adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aktiva pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aktiva tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan. Berikut ini adalah pedoman pencatatan harga perolehan beberapa akun aktiva tetap: 1. Tanah Tanah yang dimiliki dan digunakan sebagai tempat berdirinya perusahaan dicatat dalam rekening tanah. Apabila tanah itu tidak digunakan dalam usaha perusahaan maka dicatat dalam rekening investasi jangka panjang. Harga perolehan tanah terdiri dari berbagai elemen seperti harga beli, komisi pembelian, bea balik nama, biaya penelitian tanah, iuran (pajak) selama tanah belum dipakai, biaya merobohkan bangunan lama, biaya perataan tanah, pembersihan dan pembagian, pajak yang jadi beban pembeli pada waktu pembelian tanah. Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki keadaan tanah tetapi mempunyai umur yang terbatas tidak dikapitalisasi dalam rekening tanah tetapi dicatat sendiri dalam rekening jalan dan jembatan (contohnya biaya membuat jalan, trotoar, dan saluran air). Jika tanah dimiliki untuk tujuan investasi maka semua biaya yang timbul dalam hubungannya dengan tanah tersebut selama masa pemilikan dikapitalisasi menambah harga perolehan tanah.

Khusus untuk perseroan terbatas (PT), apabila tanah yang dimiliki tidak merupakan hak milik tetapi berupa hak atas tanah yang umurnya terbatas maka hak atas tanah ini disusutkan selama umurnya dan dicantumkan dalam kelompok aktiva tetap tidak berwujud. 2. Bangunan Gedung yang diperoleh dari pembelian, harga perolehannya harus dialokasikan pada tanah dan gedung. Biaya yang dikapitalisasi sebagai harga perolehan gedung adalah harga beli, biaya perbaikan sebelum gedung itu dipakai, komisi pembelian, bea balik nama, pajakpajak yang menjadi tanggungan pembeli pada waktu pembelian. Apabila gedung dibuat sendiri maka harga perolehan gedung terdiri dari biaya pembuatan gedung, biaya perencanaan gambar, biaya pengurusan izin bangunan, pajak selama masa pembangunan gedung, bunga selama masa pembuatan gedung, asuransi selama masa pembuatan gedung. Alat-alat perlengkapan gedung seperti tangga berjalan, lift, dan lain-lain dicatat tersendiri dalam rekening alat-alat gedung dan akan didepresiasi selama umur alat-alat tersebut. 3. Mesin dan Alat-alat Yang merupakan harga perolehan mesin dan alat-alat adalah harga beli, pajak yang menjadi beban pembeli, biaya angkut, asuransi selama dalam perjalanan, biaya pemasangan, biaya yang dikeluarkan selama masa percobaan mesin. Apabila mesin itu dibuat sendiri maka harga perolehannya terdiri dari semua biaya yang dikeluarkan untuk membuat mesin. Apabila mesin disewa dari pihak lain, biaya sewanya tidak dikapitalisasi tetapi dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya. 4. Alat-Alat Kerja Alat-alat kerja yang dimiliki bisa berupa alat-alat untuk mesin atau alat-alat tangan seperti drei, catut, pukul besi dan lain-lain. Karena harga perolehannya relative kecil maka biasanya alat-alat ini tidak didepresiasi tetapi diperlukan langkah sebagai berikut: Pada waktu pembelian dikapitalisasi, kemudian setiap akhir periode dihitung fisiknya, selisihnya dicatat sebagai biaya untuk periode itu dan rekening alat -alat kerja dikredit, atau dikapitalisasi sebagai aktiva dengan jumlah tertentu dan dianggap sebagai persediaan normal, kemudian setiap kali terjadi pembelian baru dibebankan sebagai biaya. 5. Perabot (Mebelair) dan Alat-alat Kantor Contoh perabot antara lain meja, kursi, lemari; sedangkan alat-alat kantor antara lain mesin tik, dan mesin hitung. Pembelian atau pembuatan alat-alat ini harus dipisah-pisahkan untuk fungsi-fungsi produksi, penjualan dan administrasi, sehingga depresiasinya dapat dibebankan pada masing-masing fungsi tersebut. Yang termasuk dalam harga perolehan

perabot dan alat-alat kantor adalah harga beli, biaya angkut, dan pajak yang menjadi tanggungan pembeli. Sama halnya dengan perabot dan alat-alat kantor, maka kendaraan yang dimiliki juga harus dipisahkan untuk setiap fungsi yang berbeda. Yang termasuk harga perolehan kendaraan adalah harga faktur, bea balik nama, dan biaya angkut. Pajak-pajak yang dibayar setiap periode seperti pajak kendaraan bermotor, Jasa Raharja, dan lain-lain dibebankan sebagai biaya pada periode yang bersangkutan. Harga perolehan kendaraan ini didepresiasi selam masa kegunaannya. Aktiva tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara, di mana masing-masing cara perolehan akan mempengaruhi penentuan harga perolehan. Berikut akan dibicarakan masing-masing perolehan aktiva tetap dan penentuan harga perolehan: 1. Pembelian Tunai Aktiva tetap berwujud yang diperoleh dari pembelian tunai dicatat sebesar jumlah uang yang dikeluarkan. Jumlah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tetap termasuk harga faktur dan semua biaya yang dikeluarkan agar aktiva tetap tersebut siap untuk dipakai, seperti biaya angkut, premi asuransi dalam perjalanan, biaya balik nama, biaya pemasangan dan biaya percobaan. Semua biaya-biaya di atas dikapitalisasi sebagai harga perolehan aktiva tetap. Apabila dalam pembelian aktiva tetap ada potongan tunai, maka potongan tunai tersebut merupakan pengurangan terhadap harga faktur, tidak memandang apakah potongan itu didapat atau tidak. Ilustrasi: Perusahaan membeli Mobil dengan harga Rp200.000.000,00; perusahaan juga membayar biaya angkut sebesar Rp500.000; biaya balik nama Rp2.000.000,00. maka perhitungan harga perolehan mobil adalah sebagai berikut: Harga mobil Rp 200.000.000 Biaya angkut Rp 500.000 Biaya balik nama Rp 2.000.000 Total harga perolehan Rp 202.500.000

2. Pembelian secara Lumpsum/ Gabungan Apabila dalam pembelian diperoleh lebih dari satu macam aktiva tetap maka harga perolehan harus dialokasikan berdasarkan alokasi yang logis pada masing-masing aktiva tetap, misalnya berdasarkan perbandingan harga pasar relatif atau perbandingan jumlah pajak atas masing-masing aktiva yang bersangkutan. Menurut PSAK No. 16, harga perolehan dari setiap aktiva tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar setiap aktiva yang bersangkutan. Ilustrasi: Perusahaan membeli tanah dan bangunan di atasnya dengan harga gabungan Rp450.000.000,00. Berdasarkan data dari kantor pajak, dari jumlah pajak atas tanah dan bangunan tersebut, 60% dikenakan atas bangunan dan 40% dikenakan atas tanah. Berdasarkan perbandingan pajak yang dikenakan aktiva tersebut, harga perolehan dialokasikan sebagai berikut : Harga perolehan tanah 40% x Rp450.000.000 = Rp180.000.000,00 Harga perolehan bangunan 60% x Rp450.000.000 = Rp270.000.000,00 Jumlah Rp450.000.000,00 3. Perolehan Melalui Pertukaran a. Ditukar Dengan Surat-Surat Berharga Aktiva tetap yang diperoleh dengan cara ditukar dengan saham atau obligasi perusahaan, dicatat sebesar harga pasar saham atau obligasi yang digunakan sebagai penukar. Apabila harga pasar saham atau obligasi itu tidak diketahui, harga perolehan aktiva tetap ditentukan berdasarkan harga pasar aktiva tersebut. Apabila harga pasar surat berharga dan aktiva tetap yang ditukar kedua-duanya tidak diketahui, dalam keadaan seperti ini nilai pertukaran ditentukan oleh keputusan pimpinan perusahaan. Nilai pertukaran ini dijadikan sebagai dasar pencatatan harga perolehan aktiva tetap dan nilai-nilai surat-surat berharga yang dikeluarkan. Pertukaran aktiva tetap dengan saham atau obligasi perusahaan akan dicatat dalam rekening modal saham atau utang obligasi sebesar nilai nominalnya, selisih nilai pertukaran dengan nilai nominal dicatat dalam rekening agio/disagio.

Ilustrasi: PT Mirana menukar sebuah mesin dengan 1.000 lembar saham biasa nominal @ Rp10.000,00. Pada saat pertukaran harga pasar saham sebesar Rp 11.000,00 per lembar. Harga perolehan mesin adalah Rp 11.000.000,00, untuk selisih nilai pertukaran sebesar Rp1.000.000 dicatat sebagai agio saham. Apabila dalam pertukaran ini perusahaan menambah dengan uang maka harga perolehan mesin adalah jumlah uang yang dibayarkan ditambah dengan harga pasar surat berharga yang dijadikan penukar. Yang dimaksudkan dengan harga pasar surat berharga adalah harga yang terjadi dalam bursa surat berharga atau dalam transaksi dengan pihak lain yang bebas. b. Ditukar dengan aktiva tetap yang lain Banyak pembelian aktiva tetap dilakukan dengan cara tukar tambah dimana aktiva lama digunakan untuk membayar harga aktiva baru, baik seluruhnya atau sebagian dan kekurangannya dibayar tunai. Dalam kondisi ini, harga perolehan aktiva tetap yang diperoleh dinilai sebesar nilai wajar aktiva tetap yang dilepas atau diperoleh, mana yang lebih andal, ekuivalen dengan nilai wajar aktiva tetap yang dilepaskan setelah disesuaikan jumlah kas atau setara kas yang ditransfer. Bila harga pasar aktiva lama maupun baru tidak dapat ditentukan, maka nilai buku aktiva lama akan digunakan sebagai dasar pencatatan pertukaran tersebut. Masalah lainnya adalah pengakuan rugi atau laba akibat pertukaran aktiva tetap tersebut. Pembicaraan mengenai masalah rugi atau laba pertukaran akan dipisahkan menjadi dua yaitu pertama untuk pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis, yang kedua pertukaran aktiva tetap yang sejenis. a) Pertukaran Aktiva Tetap Yang Tidak Sejenis Yang dimaksud dengan pertukaran aktiva tetap tidak sejenis adalah pertukaran aktiva tetap yang sifat dan fungsinya tidak sama seperti misalnya pertukaran tanah dengan mesinmesin,tanah dengan gedung, dan lain-lain. Perbedaan antara nilai wajar aktiva tetap yang diserahkan dengan nilai wajar yang digunakan sebagai dasar pencatatan aktiva yang diperoleh pada tanggal transaksi terjadi harus diakui sebagai laba atau rugi pertukaran aktiva tetap. Penentuan harga perolehan dalam pertukaran seperti ini harus didasarkan pada nilai wajar aktiva yang diserahkan tidak dapat diketahui, maka harga perolehan aktiva baru didasarkan pada nilai wajar aktiva baru. Ilustrasi: Awal tahun 2017 PT Maju Jaya menukarkan mesin produksi dengan truk baru, harga perolehan mesin produksi sebesar Rp200.000.000; akumulasi depresiasi sampai tanggal pertukaran sebesar Rp150.000.000; sehingga nilai bukunya sebesar Rp50.000.000,00. Nilai

wajar mesin produksi tersebut sebesar Rp80.000.000,00 dan PT Maju Jaya harus membayar uang sebesar Rp170.000.000,00 dengan harga perolehan truk sebesar Rp250.000.000,00. Perhitungannya sebagai berikut: Nilai wajar mesin produksi Rp 80.000.000,00 Uang tunai yang dibayarkan Rp 170.000.000,00 Harga perolehan truk Rp 250.000.000,00 Laba pertukaran mesin dihitung sebagai berikut : Nilai wajar mesin Rp 80.000.000,00 Harga perolehan mesin Rp 200.000.000,00 Akumulasi depresiasi mesin Rp 150.000.000,00 Laba pertukaran mesin Rp 30.000.000,00 Apabila mesin di atas ditukarkan pada pertengahan tahun 2017 dan bukannya awal tahun 2017, maka pertama kali harus diadakan pencatatan depresiasi untuk ½ tahun 2017 dan baru dilakukan pencatatan transaksi pertukaran. Bila diketahui umur ekonomis mesin adalah 5 tahun. Perhitungan 6/12 x 1/5 x Rp200.000.000,00 = Rp20.000.000,00 Sehingga akumulasi depresiasi mesin adalah Rp170.000.000,00 Laba pertukaran mesin dapat dihitung sebagai berikut : Nilai wajar mesin Rp 80.000.000,00 Harga perolehan mesin Rp 200.000.000,00 Depresiasi s.d awal 2017 Rp 150.000.000,00 Depresiasi 6 bulan Rp 20.000.000,00 + Rp 170.000.000,00 Laba pertukaran mesin Rp50.000.000,00 b) Pertukaran Aktiva Tetap Sejenis Yang dimaksud dengan pertukaran aktiva tetap yang sejenis adalah pertukaran aktiva tetap yang sifat dan fungsinya sama seperti pertukaran mesin produksi merek A dengan merek B, mobil merek A dengan merek B, dan seterusnya. Dalam hubungannya dalam aktiva tetap yang sejenis PSAK No 16 menyatakan bahwa laba atau rugi yang timbul akibat perbedaan nilai wajar aktiva tetap yang diperoleh dengan yang diserahkan tidak boleh

diakui sehingga selisihnya akan digunakan untuk mengoreksi nilai wajar aktiva yang diperoleh. Bila terdapat selisih wajar, maka nilai wajar aktiva tetap baru ditetapkan sebesar nilai buku aktiva yang dilepaskan. Sebaliknya bila nilai buku aktiva yang dilepaskan lebih tinggi dari nilai wajar aktiva yang diterima, maka nilai buku aktiva yang diserahkan harus diturunkan (write down), nilai baru sesudah penurunan digunakan sebagai nilai wajar aktiva yang diterima. Apabila dalam transaksi pertukaran itu perusahaan harus membayar uang dalam jumlah tertentu, maka harga perolehan aktiva yang diterima sama dengan nilai buku aktiva yang dilepaskan ditambah uang yang dibayarkan. Sebaliknya apabila perusahaan menerima uang dalam transaksi pertukaran itu, maka harga perolehan aktiva yang diterima adalah sebesar nilai buku aktiva yang dilepaskan dikurangi uang yang diterima. Ilustrasi Pertukaran Dengan Mengeluarkan Kas: PT Kamila menukarkan truk merek A dengan truk baru merek B. harga perolehan truk A sebesar Rp100.000.000,00 dan akumulasi depresiasinya sebesar Rp40.000.000,00. Truk B harga pasarnya (nilai wajar) Rp260.000.000,00. PT Kamila membayar Rp200.000.000,00 tunai. Perhitungannya sebagai berikut: Harga perolehan truk A Rp100.000.000,00 Akumulasi depresiasi Rp 40.000.000,00 Nilai buku truk A Rp 60.000.000,00 Kas yang dibayarkan Rp200.000.000,00 Harga perolehan truk B Rp260.000.000,00 Ilustrasi Pertukaran Dengan Penerimaan Kas: Sebagai contoh, misalnya CV Sregep Abadi menukarkan truk A dengan truk B. Harga perolehan truk A sebesar Rp150.000.000,00 dan akumulasi depresiasinya sebesar Rp70.000.000,00. Harga pasar (nilai wajar) truk B Rp85.000.000,00 dan CV Sregep Abadi menerima uang Rp5.000.000,00. Perhitungan harga perolehan truk B sebagai berikut: Harga perolehan truk A Rp 150.000.000,00 Akumulasi depresiasi Rp 70.000.000,00 Nilai buku truk A Rp 80.000.000,00 Kas yang diterima Rp 5.000.000,00 Harga perolehan truk B Rp 75.000.000,00

4. Pembelian Angsuran Apabila aktiva tetap diperoleh dari pembelian angsuran, maka dalam harga perolehan aktiva tetap tidak boleh termasuk bunga. Bunga selama masa angsuran baik jelas-jelas dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan tersendiri, harus dikeluarkan dari harga perolehan dan dibebankan sebagai biaya bunga. Ilustrasi: CV Firda Jaya pada tanggal 1 Januari 2017 membeli mesin dengan harga Rp30.000.000. pembayaran pertama Rp15.000.000,00 dan sisanya diangsur tiap tanggal 31 Desember selama 3 tahun dengan bunga 12% pertahun. Pencatatan harga perolehan mesin dan pembayaran angsuran sebagai berikut : 31 Desember 2017 Pembayaran angsuran I Rp 5.000.000,00 Bunga : 12% x Rp15.000.000,00 = Rp 1.800.000,00 + Rp 6.800.000,00 Pembayaran angsuran II Rp 5.000.000,00 Bunga : 12% x Rp10.000.000,00 = Rp 1.200.000,00 + Rp 6.200.000,00 Pembayaran angsuran III Rp 5.000.000,00 Bunga : 12% x Rp5.000.000,00 = Rp 600.000,00+ Rp 5.600.000,00 Harga perolehan mesin = Rp30.000.000 Rp3.600.000 = Rp26.400.000,00 5. Diperoleh dari Hadiah/Donasi/Hibah Aktiva tetap yang diperoleh dari hadiah/donasi, pencatatannya bisa dilakukan menyimpang dari prinsip harga perolehan. Untuk menerima hadiah, mungkin dikeluarkan biaya-biaya, tetapi biaya-biaya tersebut jauh lebih kecil dari nilai aktiva tetap yang diterima. Apabila aktiva tetap dicatat sebesar biaya yang telah dikeluarkan, maka hal ini akan menyebabkan jumlah aktiva dan modal terlalu kecil, juga beban depresiasi menjadi terlalu kecil. Untuk mengatasi hal ini maka aktiva yang diterima sebagai hadiah dicatat sebesar harga pasarnya. Ilustrasi:

Misalnya UD Umami menerima hadiah berupa tanah dan gedung yang dinilai sebagai berikut : Tanah Rp 75.000.000,00 Gedung Rp100.000.000,00+ Rp175.000.000,00 Apabila dalam penerimaan hadiah tersebut UD Umami mengeluarkan biaya sebesar Rp10.000.000,00 maka modal hadiah akan dikredit dengan jumlah Rp175.000.000,00. Apabila donasi yang diterima itu belum pasti akan menjadi milik perusahaan (karena tergantung pada terlaksanya perjanjian) maka aktiva dan modal dicatat sebagai elemen yang belum pasti (contingent). Bila hak atas aktiva tersebut sudah diterima maka barulah contingent atas aset dicatat sebagai harta (aktiva). Pengeluaran reparasi dan pemeliharaan (Repair and Mainenance) adalah segala pengeluaran untuk menjaga agar aktiva tetap selalu dalam kondisi dapat digunakan secara normal. Ada dua macam reparasi sebagai berikut: 1. Pengeluaran Reparasi Kecil (Original Expenditure) Pengeluaran reparasi kecil adalah pengeluaran reparasi dalam jumlah relatif kecil, biasanya terjadi berulang-ulang dan tidak menambah manfaat potensial aset. Pengeluaran reparasi kecil diperlakukan sebagai pengeluaran pendapatan yang artinya pengeluaran reparasi dibebankan sebagai biaya reparasi pada periode terjadinya pengeluaran. 2. Pengeluaran Reparasi Besar (Major Expenditure) Pengeluaran reparasi besar adalah pengeluaran reparasi dalam jumlah relatif besar, dan tidak bersifat rutin. Pengeluaran reparasi besar ini diperlakukan sebagai pengeluaran modal berdasarkan kondisi tertentu seperti perlakuan kos aset tambahan, perbaikan atau penggantian sebagai berikut: a. Kos aset tetap dan akumulasi depresiasi aset tetap dihapus; b. Kos reparasi dikapitalisasi sebagai kos tetap; c. Laba dan rugi yang terjadi diakui. Ilustrasi: Tanggal 1 Maret 2018 CV Sandiago mengeluarkan biaya reparasi mengganti komponen mesin A Rp 20.000.000, diketahui kos komponen mesin A sebesar Rp 15.000.000 dan telah

didepresiasi Rp 12.000.000. Pengeluaran ini merupakan pengeluaran reparasi besar. Ayat jurnal yang harus dibuat oleh CV Sandiago yaitu: Akumulasi Depresiasi Mesin Rp 12.000.000 Rugi Penggantian Komponen Mesin A Rp 3.000.000 Mesin A Rp 15.000.000 Mesin A Rp 20.000.000 Kas Rp 20.000.000 Ketika pengeluaran tunai Rp 20.000.000 adalah pengeluaran reparasi kecil, ayat jurnal yang perlu dibuat adalah: Beban Reparasi Rp 20.000.000 Kas Rp 20.000.000 Berikut ini adalah ringkasan akuntansi untuk pengeluaran setelah pemerolehan aset tetap: JENIS PENGELUARAN Tambahan Perbaikan dan Penggantian Penyusunan dan pengorganisasian kembali Reparasi dan pemeliharaan PERLAKUAN AKUNTANSI Kos tambahan dikapitalisasi seagai kos aset 1. Kos aset lama dan akumulasi depresiasi dihapus 2. Laba atau rugi penggantian diakui 3. Kos penggantian/ perbaikan dikapitalisasi Kos diperlakukan sebagai beban saat terjadi Reparasi kecil: kos diperlakukan sebagai beban saat terjadi Reparasi besar: kos dan akumulasi depresiasi aset lama dihapus, laba atau rugi diakui, dan kapitalisasi kos reparasi. F. EVALUASI PENGHENTIAN ASET TETAP Penghentian aset tetap bisa dikarenakan 3 hal yaitu: 1. Transaksi Penjualan Aset Tetap Ilustrasi: TANGGAL 1 Januari 2001 PT Bagong memperoleh gedung degan kos Rp 600.000; kos gedung didepresiasi metode garis lurus dengan masa manfaat 20 tahun dengan

nilai residu Rp 60.000. Pada 31 Juni 2009, gedung dijual secara tunai Rp 440.500. Pencatatannya: a. Mencatat pemutakhiran depresiasi Beban Depresiasi Gedung Rp 13.500 Akumulasi Depresiasi Gedung Rp 13.500 Pencatatan ini menyebabkan nilai akumulasi depresiasi menjadi Rp 229.500 dari perhitungan: Beban depresiasi gedung 2001-2008 (Rp 600.000-Rp 60.000)/20 x 8 tahun Rp 216.000 Beban depresiasi gedung 2009 (Rp 600.000-RP 60.000)/20 x ½ tahun Rp 13.500 + Akumulasi depresiasi gedung Rp 229.500 b. Pencatatan atas transaksi penjualan gedung: Kas Rp 440.500 Akumulasi Depresiasi Gedung Rp 229.500 Gedung Rp 600.000 Laba Penjualan Gedung Rp 70.000 2. Berakhirnya Masa Manfaat Aset Tetap Ilustrasi: UD Kinanthi memiliki mesin yang diperoleh pada tanggal 1 Januari 2000 dengan kos Rp 1.000.000, umur ekonomis 10 tahun, dan nilai residu Rp 100.000, depresiasi metode garis lurus. Jika 1 Januari 2009 berhenti dioperasikan maka pencatatannya: a. Mencatat depresiasi selama 6 bulan: Depresiasi gedung (6/12 * Rp 90.000) Rp 45.000.000 Akumulasi depresiasi gedung Rp 45.000.000 b. Mencatat penghentian mesin: Akumulasi depresiasi mesin Rp 955.000 Rugi penghentian mesin Rp 45.000 Mesin Rp 1.000.000

Pertukaran Dengan Aset Lain Pertukaran dengan aset lain meliputi pertukaran dengan surat berharga dan pertukaran dengan aset non-moneter. G. HARGA PEROLEHAN DAN METODE PENCATATAN BEBAN DEPLESI ASET TETAP BERUPA SUMBER DAYA ALAM Terdapat 2 kelompok aset sumber daya alam yaitu: a) aset biologik (misalnya lahan kayu); dan b) sumber daya mineral, minyak, dan gas. Kos aset sumber daya alam dibentuk oleh tiga komponen sebagai berikut: 1. Kos Sebelum Eksplorasi, yaitu kos yang terjadi sebelum hak legal untuk mengeksploasi wilayah tertentu dilakukan. 2. Kos Eksplorasi, yaitu kos yang berhubungan dengan pemerolehan hak melakukan eksplorasi, studi topografis, geologis, geokemis, geofisis, penyampelan, dan evaluasi kelayakan teknis. 3. Kos Pengembangan, yaitu kos peralatan berwujud dan kos pengembangan tak berwujud. Deplesi adalah proses alokasi manfaat potensial aset sumber daya alam untuk dipertemukan dengan pendapatan yang dihaslikan dari aset sumber daya alam tersebut pada periode tertentu. Ilustrasi: PT Rahman memperoleh hak menggunakan tanah seluas 1.000 are di Cepu untuk mengeksplorasi sumber minyak. Proyek ini dikenal dengan proyek A. Biaya sewa Rp 100.000.000, biaya ekssplorasi yang berkaitan langsung dengan penemuan sumber alam Rp 200.000.000, daan kos pengembangan tak berwujud Rp 1.200.000.000. Menurut taksiran, kandungan sumber daya minyak sebanyak 1.000.000 barrel minyak. Perhitungan deplesi sebagai berikut: Kos sumber daya mineral Rp 1.500.000.000 Nilai residu Rp 0 Taksiran unit tersedia Tarif deplesi 1.000.000 barrel = (Rp 1.500.000.000-Rp 0)/1.000.000 barrel

= Rp 1.500 per barrel Jika PT Rahman mengekstraksi 100.000 barrel pada tahun pertama maka deplesi tahun ini adalah Rp 1.500 x 100.000 barrel = Rp 150.000.000 Jurnal untuk mencatat deplesi: Sediaan minyak Rp 150.000.000 Deplesi akumulasian Rp 150.000.000 Rekening sediaan minyak dikredit dan beban deplesi didebit ketika aset minyak berhasil dijual. Jumlah minyak yang belum dijual tetap diakaui sebagai sediaan dan dilaporkan dalam aset lancar sebagai berikut: Aset Lancar Sediaan Minyak Rp 150.000.000 Aset Tak Lancar Pertambangan Minyak (Proyek A) kos Rp 1.500.000.000 Deplesi akumulasian Rp 150.000.000 - Nilai buku tambang minyak Rp 1.350.000.000 H. ANALISIS HARGA PEROLEHAN ASET TETAP TIDAK BERWUJUD SERTA AMORTISASI DARI ASET TETAP TIDAK BERWUJUD Aset tidak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak memiliki substansi atau wujud fisik. Biaya atau kos perolehan aset tidak berwujud adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar sumber daya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset pada saat aset tersebut diakuisisi atau dibangun, atau saat tersedia, nilai tersebut diatribusikan pada aset ketika pengakuan awal sesuai dengan persyaratan tertentu PSAK. Metode amortisasi aset tetap tak berwujud ada tiga yaitu metode garis lurus, metode saldo menurun, dan metode unit produksi. Kriteria pengakuan aset tidak berwujud sebagai berikut: 1. Kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut. 2. Biaya perolehan aset dapat dikur secara andal. Cara perolehan dan penciptaan aset tidak berwujud adalah sebagai berikut: 1. Pemerolehan secara terpisah

Kos perolehan aset tetap tidak berwujud dapat berupa harga beli, pajak, impor dikurang potongan dan rabat, dan kos terkait lainnya untuk penyiapan aset agar siap digunakan. 2. Pemerolehan dari kombinasi bisnis Kos perolehan aset tetap tidak berwujud sebesar nilai wajar aset pada tanggal perolehan. 3. Bantuan atau izin pemerintah Kos perolehan aset tetap tidak berwujud sebesar nilai wajar, atau nilai nominal bantuan ditambah pengeluaran tambahan yang berhubungan langsung dengan penyiapan aset tersebut. 4. Pertukaran aset Kos perolehan aset tetap tidak berwujud sebesar nilai wajar, kecuali: a) transaksi ini tidak memiliki substansi komersial; atau b) nilai wajar aset yang diterima atau aset yang diserahkan terukur secara andal. 5. Aset tidak tetap lain yang tercipta secara internal Menurut PSAK No. 19 ada 2 tahapan penciptaan aset tetap tidak berwujud secara internal yaitu tahapan riset dan tahapan pengembangan. I. HUTANG JANGKA PANJANG Hutang jangka panjang adalah semua kewajiban perusahaan yang jatuh temponya lebih dari satu periode akuntansi, yang akan dilunasi dengan menggunakan sumber-sumber yang bukan digolongkan sebagai aktiva lancar. Utang jangka panjang ini, umumnya dibutuhkan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dana dalam merealisasikan rencana-rencana strategis perusahaan, misalnya ; penambahan modal kerja permanen, pembelian mesin-mesin atau aktiva tetap baru, perluasan pabrik, akuisisi, afiliasi, pelunasan hutang jangka panjang lain yang segera jatuh tempo, dll. Utang jangka panjang, dapat berupa : a. Utang Obligasi (Bond Payable) b. Utang Hipotek (Mortgage Notes Payable) suatu jenis pinjaman (utang) jangka panjang dengan jaminan benda-bemda tidak bergerak c. Wesel Bayar Jangka Panjang (Long Term Notes) d. Perjanjian-perjanjian dengan pembayaran angsuran (Installment Payment Contract)

1. Hutang Obligasi Hutang jangka panjang (long-term debt) terdiri dari pengorbanan manfaat ekonomi yang sangat mungkin dimasa depan akibat kewajiban sekarang yang tidak dibayarkan dalam satu tahun atau satu siklus operasi perusahaan, menurut mana yang lebih lama. Korporasi biasanya membutuhkan persetujuan dewan direktur dan pemegang saham sebelum obligasi dapat diterbitkan, sesuai anggaran dasar perusahaan tersebut. Hal ini berlaku pula untuk jenis-jenis lain pengaturan hutang jangka panjang. Pada umumnya, hutang jangka panjang memiliki berbagai ketentuan atau pembatasan (covenants or restrictions) untuk melindungi baik peminjam maupun pemberi pinjaman. Itemitem yang sering kali dinyatakan dalam perjanjian meliputi jumlah yang diotorisasi untuk diterbitkan, suku bunga, tanggal jatuh tempo, provisi penarikan, properti yang digadaikan sebagai jaminan, persyaratan dana pelunasan, modal kerja dan pembatasan dividen, serta pembatasan yang berhubungan dengan asumsi hutang tambahan. Jika ketatapan ini berperan penting untuk memahami secara menyeluruh posisi keuangan dan hasil operasi, maka semua ini harus dijelaskan dalam laporan keuangan atau catatan yang menyertainya. Meskipun ketentuan ini kelihatannya memberikan perlindungan yang memadai bagi pemegang hutang jangka panjang, namun banyak pemegang obligasi menderita kerugian yang cukup besar ketika hutang tambahan dimasukkan ke struktur modal. PENERBITAN OBLIGASI Obligasi yang timbul dari suatu kontrak dikenal sebagai indenture obligasi (bond indenture) dan merupakan janji untuk membayar: (1) sejumlah uang yang sudah ditetapkan pada tanggal jatuh tempo, ditambah (2) bunga periodik pada tingkat tertentu atas jumlah yang jatuh tempo (nilai nominal). Setiap obligasi dinyatakan dengan sertifikat dan mempunyai nilai nominal. Pembayaran bunga obligasi biasanya dilakukan secara setengah tahunan, meskipun suku bunga pada umumnya dinyatakan secara tahunan. Tujuan utama dari obligasi adalah untuk meminjam dalam jangka panjang apabila jumlah modal yang diperlukan terlalu besar untuk disediakan oleh satu pemberi pinjaman. Dengan menerbitkan obligasi dalam pecahan Rp100, Rp1.000, atau Rp10.000, sejumlah besar hutang jangka panjang dapat dibagi banyak unit investasi yang kecil, sehingga memungkinkan lebih dari satu pemberi pinjaman berpartisipasi dalam memberikan pinjaman. Obligasi dapat dijual kepada bank investasi maupun kepada pihak swasta. Perusahaan dapat langsung menjual obligasinya kepada perusahaan besar dengan lembaga penjamin swasta sebagai pihak mediatornya.