RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XVI/2018 Dua Kali Masa Jabatan Bagi Presiden atau Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak

5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII;

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XV/2017 Kewenangan Menteri Keuangan Dalam Menentukan Persyaratan Sebagai Kuasa Wajib Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XVI/2018 Eksistensi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi di Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 136/PUU-XIII/2015 Pembagian Hak dan Kewenangan Pemerintah Kabupaten Dengan Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 55/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 37/PUU-XIV/2016 Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 79/PUU-XIII/2015 Ketentuan Tidak Memiliki Konflik Kepentingan Dengan Petahana

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIV/2016 Pengalihan Pengawasan Ketenagakerjaan dari Pemerintah Kabupaten/ Kota ke Pemerintah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 385 dan Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 128/PUU-XIII/2015 Syarat Calon Kepala Desa dan Perangkat Desa

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 102/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU 1/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIII/2015 Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Bidang Ketenagalistrikan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIII/2015 Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Bidang Ketenagalistrikan

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

Transkripsi:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan Anggota Sehubungan Dengan Terjadinya Tindak Pidana Yang Tidak Sehubungan Dengan Pelaksanaan Tugas I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Abda Khair Mufti (selanjutnya disebut sebagai Pemohon II). Selanjutnya secara bersama-sama disebut sebagai para Pemohon. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 122 huruf l, dan Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU 2/2018). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi; 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: 1

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 4. Pasal 29 ayat (1) huruf a UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 5. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU 2/2018), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga Negara. ; 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 2

3. Bahwa Pemohon I adalah badan hukum privat yang diwakili oleh Direkturnya yaitu Muhammad Hafidz, Pemohon I merupakan pengelola situs buruhonline.com yang berisi berita hukum serta politik ketenagakerjaan yang diantara juga menyajikan informasi dan pandangan atau pendapat terhadap kinerja DPR yang sangat mungkin memuat konten yang dapat dianggap sebagai bagian dari merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR (vide Pasal 122 huruf l UU 2/2018), sehingga Pemohon merasa hak konstitusionalnya berupa kepemerdekaan mengeluarkan pikiran secara tertulis terancam diambil tindakan hukum/ tindakan lainnya berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Pasal 122 huruf l UU 2/2018 ; 4. Pemohon II adalan peroangan warga negara Indonesia yang mempunyai hak untuk memilih wakil rakyat dan hak untuk memperoleh kepastian hukum yang apabila terdapat anggota DPR diduga melakukan tindak pidana diluar pelaksanaan tugasnya, maka Pemohon II merasa perlu turut meminta perlakuan yang sama dihadapan hukum, dan pertanggung-jawaban moral anggota DPR yang dimaksud tanpa dihalang-halangi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan apapun [incasu: Pasal 245 ayat (1) UU 2/2018]. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian materiil UU 2/2018 yaitu: 1. Pasal 122 huruf l: Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121A, Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas: l. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan Anggota DPR. 2. Pasal 245 ayat (1): Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada Anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 3

harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa menurut para Pemohon Pasal 122 huruf l dan Pasal 245 ayat (1) UU 2/2018 telah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 2. Bahwa Pemohon I berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887) [selanjutnya disebut UU Pers], berfungsi sebagai penyelenggara usaha pers sebagai bagian dari kontrol sosial yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media elektronik, dan hak ini merupakan hak yang dilindungi oleh konstitusi dan UU Pers melalui hak jawab, hak koreksi serta hak kewajiban koreksi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 11, 12 dan 13 UU Pers, sebagai bagian dari kontrol masyarakat dan perlindungan hukum bagi Pemohon I yang dimaksudkan Pasal 8 UU Pers. 3. Ketentuan Pasal 122 huruf l UU 2/2018, telah memberikan kewenangan kepada MKD DPR, untuk mengambil tindakan hukum/tindakan lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum, terkait tindakannya yang dinilai merendahkan kehormatan lembaga DPR dan 4

anggota DPR. Sehingga, dalam kaitannya dengan fungsi Pemohon I sebagai badan hukum penyelenggara usaha pers, apabila Pemohon I dalam kurun waktu tertentu memuat konten-konten yang berisi penilaian terhadap kinerja wakil rakyat di DPR atas proses legislasi terkait peraturan perundangundangan ketenagakerjaan, kemudian dianggap secara subjektif telah merendahkan kehormatan lembaga DPR dan anggota DPR, maka Pemohon I dapat secara seketika diambil tindakan hukum/tindakan lain yang rumusan normanya sangat luas, tanpa perlu mempertimbangkan keberadaan hak jawab dan/atau koreksi sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 11 dan 12 UU Pers. 4. Selain itu, rumusan dalam Pasal 122 huruf l UU 2/2018 sepanjang frasa tindakan hukum menurut para Pemohon telah berlebihan, dan sesungguhnya tidak saja hanya bersifat penegasan serta memperlihatkan adanya standar ganda dari hak-hak setiap orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya (termasuk Pemohon I) sebagaimana telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), tetapi juga seolah-olah memberikan kewenangan lain yang tidak terbatas kepada MKD DPR dengan adanya rumusan norma tindakan lain dalam Pasal a quo. 5. Bahwa Pasal 245 ayat (1) UU 2/2018 yang mengatur pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR atas dugaan terjadinya tindak pidana harus terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan yang kemudian dapat diteruskan dengan persetujuan tertulis dari Presiden, menurut Pemohon II telah bertentangan dengan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil. 6. Berdasarkan Pasal 122 UU 2/2018 terkecuali huruf k dan huruf m, MKD yang memiliki tugas untuk melakukan pencegahan, pengawasan, pemantapan, penyelidikan, hingga memutus perkara etik anggota DPR maupun sistem pendukung DPR. Oleh karenanya, maka MKD merupakan salah satu alat kelengkapan DPR, yang susunan ketua dan keanggotaannya berasal dari 5

anggota DPR, sehingga menjadi tidak etis bahkan dapat menimbulkan conflict of interest apabila dibutuhkan pertimbangan MKD pada saat anggota DPR akan dilakukan pemanggilan dan permintaan keterangan atas dugaan terjadinya sebuah tindak pidana. 7. Selain itu, dengan mempertimbangkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 20 September 2015, yang menyatakan frasa persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan dalam Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) [selanjutnya disebut UU 17/2014] bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai persetujuan tertulis dari Presiden. 8. Dengan demikian, maka berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 20 September 2015 tersebut diatas, secara mutatis mutandis pertimbangan hukum dalam pengujian frasa setelah mendapatkan pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan pada Pasal 245 ayat (1) UU No. 17/2014, haruslah pula menjadi bahan pertimbangan hukum dalam permohonan a quo dengan menyatakan Pasal 245 ayat (1) UU 2/2018 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 9. Bahwa Pasal 245 UU 2/2018, telah menghilangkan pengaturan batasan waktu penerbitan persetujuan tertulis dari Presiden (sebelumnya MKD) sebagaimana telah pernah diatur dalam Pasal 245 ayat (2) UU 17/2014. Begitupula dengan Pertimbangan Hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 20 September 2015, yang kala itu masih berlaku Pasal 245 ayat (2) UU 17/2014, yang dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi tidak mempertimbangkan batasan waktu penerbitan persetujuan tertulis dari Presiden. 6

10. Para Pemohon mendalilkan, pengaturan batasan waktu bagi Presiden untuk menerbitkan persetujuan tertulis bagi pemeriksaan dan permintaan keterangan anggota DPR karena adanya dugaan tindak pidana selain menyangkut Pasal 224 UU 2/2018, menjadi amat penting, karena secara subjektif, tidak menutup kemungkinan bagi Presiden untuk tidak memberikan persetujuan tertulis atas pemeriksaan dan permintaan keterangan anggota DPR. Hal ini sangat bertentangan dengan asas equality before the law dan prinsip non-diskriminasi. Oleh karenanya, sangat diperlukan untuk tetap melekatkan batasan waktu pemberian persetujuan tertulis atas pemeriksaan dan permintaan keterangan anggota DPR, dengan mengembalikan jiwa serta roh norma Pasal 245 ayat (2) UU No. 17/2014. 11. Bahwa Pasal 245 ayat (1) UU 2/2018, telah tidak memberikan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama dihadapan hukum, sehingga haruslah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Dalam hal persetujuan tertulis tidak diberikan Presiden paling lama 30 (tiga puluh hari) terhitung sejak diterimanya pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan tindak pidana, maka pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR tetap dapat dilakukan. VII. PETITUM 1. Mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Pasal 122 huruf l Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 7

3. Menyatakan Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Dalam hal persetujuan tertulis tidak diberikan Presiden paling lama 30 (tiga puluh hari) terhitung sejak diterimanya pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan tindak pidana, maka pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR tetap dapat dilakukan. 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono). Catatan: Pemohon I dalam identitas permohonan mencantumkan identitasnya sebagai pribadi perorangan warga negara Indonesia, namun dalam legal standing Pemohon I menguraikan bahwa dirinya adalah badan hukum privat dan sebagai direktur bertindak mewakili badan hukum privat (PT. Fidzkarana Cipta Media), sehingga perlu ditegaskan kembali legal standing Pemohon I apakah sebagai perorangan warga negara Indonesia ataukah sebagai badan hukum privat. 8