I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kredit adalah salah satu faktor yang berperan penting di dalam pengembangan usaha. Pada umumnya ada dua jenis kredit, yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit modal kerja adalah kredit berjangka waktu pendek atau menengah yang bertujuan untuk menambah modal yang mendukung kegiatan operasional di dalam satu siklus usaha, sedangkan kredit investasi adalah kredit berjangka waktu menengah hingga panjang yang bertujuan untuk menambah modal yang berbentuk investasi, seperti mesin dan bangunan. Pada Agustus 2011, penyaluran kredit modal kerja dan kredit investasi adalah sebesar Rp 1.301.955 milyar dengan komposisi 67,5 persen kredit modal kerja dan 32,5 persen kredit investasi. Kredit modal kerja merupakan jenis kredit yang paling banyak diberikan kepada debitur, hal ini dapat dilihat dari persentase kredit modal kerja yang lebih besar jika dibandingkan dengan kredit investasi. Tabel 1 menunjukkan besarnya penyaluran kredit modal kerja berdasarkan sektor ekonomi. Tabel 1. Penyaluran Kredit Modal Kerja per sektor ekonomi Periode Pertanian secara luas Pertambangan Industri Pengolah-an Perdagangan (Rp Milyar) Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa (Rp Milyar) Jumlah (Rp Milyar) 2006 26.761 8.502 141.905 138.061 na 97.889 415.003 2007 33.112 14.693 159.049 184.031 na 135.727 526.612 2008 37.993 19.075 213.475 220.595 na 186.523 677.661 2009 37.639 26.175 188.101 257.505 na 188.996 698.416 2010 40.255 40.092 216.137 245.568 101.136 111.588 754.776 2011* 42.815 46.061 241.970 308.274 115.579 124.158 878.857 Laju (%/tahun) 10,17 41,58 12,25 18.16 14,28 9,54 16,63 Sumber : BPS (diolah) *Hingga Agustus 2011 Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa proporsi laju penyaluran kredit di sektor pertanian per tahun hingga 2011 relatif sedikit jika dibandingkan dengan penyaluran kredit di sektor lainnya, yaitu sebesar 10,17 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pihak perbankan cenderung menghindari sektor pertanian, 1
dikarenakan sifat usaha yang memiliki risiko tinggi dan sifat risiko yang sulit untuk diminimalisir. Usaha kecil dan menengah adalah salah satu penunjang perekonomian negara. Sesuai data Departemen Koperasi dan UKM, pada tahun 2009 proporsi usaha UMKM di dalam perekonomian Indonesia mencapai 53.283.732 unit 1 atau sebesar 99 persen dari total usaha yang ada di Indonesia. Perkembangan usaha UMKM dari tahun 2006 hingga tahun 2010 2 meningkat sebanyak 9,80 persen.dengan demikian, UMKM memiliki peran yang cukup besar di bidang perekonomian negara. Jika dibandingkan dengan perkembangan usaha berskala besar yang hanya mencapai 5,69 persen 3 pada periode 2006-2010, maka perkembangan UMKM relatif lebih signifikan. Akan tetapi, penyaluran kredit untuk usaha yang berskala kecil dan menengah lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha yang berskala besar. Hingga Desember 2011, proporsi penyaluran kredit di sektor UMKM hanya sebesar 21,23 4 persen dari total penyaluran kredit nasional. Lebih jauh lagi, sektor perdagangan dan industri adalah penerima kredit UMKM terbesar, dengan proporsi sebesar 43,7 persen 5 dari total kredit UMKM. Untuk meningkatkan kredit pada sektor usah kecil dan menengah, pemerintah menyusun suatu program yang bertujuan untuk membantu masyarakat yang masih belum memenuhi persyaratan untuk mengajukan kredit komersil. Salah satu jenis program yang berlangsung hingga saat ini adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR adalah sebuah program pemerintah yang ditujukan untuk usaha UMKM yang feasible akan tetapi belum bankable. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar usaha UMKM merupakan usaha yang belum bankable, maka calon penerima dana KUR tidak harus memiliki jaminan untuk mengajukan permintaan kredit. Akan tetapi, untuk mengurangi peluang terjadinya adverse selection, hanya usaha yang telah berdiri paling tidak enam bulan yang dapat mengajukan 1 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Data UKM 2011.www.depkop.go.id. [14 Desember 2011] 2 Loc.cit [22 Februari 2012] 3 Loc.cit 4 Bank Indonesia. Perkembangan kredit UMKM Desember 2011. www.bi.go.id [6 Maret 2012] 5 Laporan triwulan III 2011 Bank Indonesia 2
permohonan dana KUR. Selain itu, pemilik usaha juga harus memiliki perhitungan cash flow usaha yang dijalankan serta pengeluran pribadi yang berdampak terhadap kemampuan membayar (repayment capacity). Pemerintah mengkategorikan KUR ke dalam dua bagian, yaitu KUR mikro dan KUR ritel. Perbedaan di antara kedua jenis KUR ini terdapat pada persyaratan di dalam pengajuan kredit, jumlah kredit maksimum yang dapat diberikan kepada debitur, dan tingkat suku bunga yang dibebankan. KUR mikro ditujukan untuk UMKM yang pada umumnya masih belum memiliki surat ijin usaha, sedangkan KUR ritel ditujukan untuk usaha yang sudah memiliki perijinan dan ketetapan hukum. Selain itu, jumlah kredit maksimum yang dapat diberikan kepada debitur KUR mikro adalah Rp 20 juta, sedangkan untuk KUR ritel jumlah maksimum yang dapat diberikan kepada debitur adalah Rp 500 juta. Pada umumnya, suku bunga untuk KUR mikro lebih besar jika dibandingkan dengan suku bunga pada KUR ritel. Jenis KUR yang akan menjadi fokus dari penelitian ini adalah KUR mikro. Pemerintah menetapkan 19 bank sebagai lembaga penyalur KUR. Kesembilanbelas bank ini terdiri dari Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara, Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri, dan 13 Bank Pembangunan Daerah. Sumber dana KUR berasal dari bank pelaksana, dengan pemerintah sebagai penjamin sebesar 70 persen dan bank pelaksana sebesar 30 persen. Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu bank yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyalurkan dana KUR. BRI melayani KUR mikro dan KUR ritel. Berdasarkan data hingga Desember 2010, KUR mikro memiliki nasabah lebih banyak dibandingkan dengan KUR ritel. Hal ini sesuai dengan karakteristik KUR yang bertujuan untuk membantu usaha UMKM agar dapat meningkatkan skala usahanya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan laporan akhir tahun 2010 6, Provinsi Jawa Barat menempati urutan ketiga dalam penyaluran KUR dengan share sebesar 13,13 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat animo yang besar dari masyarakat Jawa Barat untuk 6 Laporan akhir tahun Bank Rakyat Indonesia 3
meningkatkan skala usahanya. Salah satu sentra agribisnis di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor, di mana banyak terdapat usaha di bidang pertanian secara luas yang masih bersifat mikro. Salah satu unit BRI cabang Bogor yang paling banyak melayani nasabah KUR di bidang agribisnis adalah BRI unit Cibungbulang. Hingga November 2011, BRI unit Cibungbulang telah menyalurkan dana KUR mikro sebesar Rp 984.420.971,00 dengan total nasabah sebanyak 274 orang dengan 46 nasabah di antaranya bergerak di bidang agribisnis. Terdapat lima kriteria yang digunakan oleh pihak perbankan di dalam menentukan kelayakan seorang calon debitur di dalam menerima dana kredit. Kriteria tersebut adalah capacity (kapasitas calon debitur), character (karakter calon debitur), capital (kapital yang dimiliki oleh calon debitur), collateral (agunan), dan condition of economy (kondisi perekonomian). Jika calon debitur tidak memenuhi salah satu dari lima kriteria ini, maka calon debitur tersebut dinilai tidak layak di dalam menerima kredit. Sebagai salah satu bentuk kredit, KUR juga memiliki persyaratan di dalam menentukan debitur yang layak. Hanya saja, karena kredit ini ditujukan untuk usaha yang bersifat feasible tetapi belum bankable, tidak semua dari kelima kriteria tersebut dapat digunakan. KUR ditujukan untuk UMKM, sehingga pada umumnya calon debitur belum memiliki pengalaman kredit. Tidak adanya pengalaman ini menyulitkan pihak perbankan di dalam menilai karakter calon debitur. Agunan juga tidak dapat dijadikan sebagai salah satu kriteria, dikarenakan agunan bukan merupakan syarat yang harus dimiliki oleh calon debitur, sedangkan kondisi perekonomian dan kapital yang dimiliki oleh calon debitur pada umumnya tidak dapat menggambarkan kelayakan calon debitur tersebut di dalam menerima kredit. Dengan demikian, pihak perbankan menggunakan kapasitas yang dimiliki oleh calon debitur di dalam menilai layak tidaknya seorang calon debitur di dalam menerima kredit. Kapasitas yang dimiliki oleh calon debitur dinilai dengan menggunakan nilai repayment capacity yang dimiliki. Nilai dari repayment capacity menggambarkan kemampuan debitur di dalam mengembalikan kredit (ability to pay), sehingga semakin besar nilai repayment capacity maka kemungkinan 4
terjadinya penunggakan akan semakin kecil. Repayment capacity pada umumnya dinilai dengan menghitung selisih di antara pendapatan usaha dan pengeluaran usaha. Akan tetapi, untuk Kredit Usaha Rakyat nilai repayment capacity dinilai dengan menghitung selisih di antara pendapatan usaha, pengeluaran usaha, dan pengeluaran rumah tangga. Hal ini disebabkan karena pada umumnya pemilik UMKM belum memisahkan pengeluaran usaha dengan pengeluaran rumah tangga. Dengan demikian besarnya pengeluaran rumah tangga mempengaruhi nilai repayment capacity calon debitur. Hingga November 2011, Non-Performing Loan (NPL) KUR mikro BRI Cibungbulang mencapai 18,37 persen. Walaupun tingkat NPL tergolong tinggi, tetapi nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan NPL pada tahun 2009 yang mencapai 35,61 persen. Penurunan ini menunjukkan adanya perbaikan di dalam sistem penyaluran dana KUR. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2009), repayment capacity pada BRI unit Cibungbulang pada tahun 2009 berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan nilai repayment capacity tidak meningkatkan kelancaran pengembalian kredit, tetapi menurunkan kelancaran pengembalian. Korelasi negatif di antara kedua variabel ini mengindikasikan adanya faktor lain di luar pendapatan usaha, pengeluaran usaha, dan pengeluaran rumah tangga yang mempengaruhi nilai repayment capacity. Penelitian yang dilakukan oleh Durguner dan Katchova (2011) menunjukkan bahwa adanya faktor usia debitur yang mempengaruhi nilai repayment capacity secara positif. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini, yaitu : 1) Apakah repayment capacity debitur mempengaruhi tingkat kelancaran pengembalian debitur? 2) Apakah faktor yang mempengaruhi nilai repayment capacity debitur? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 5
1) Menganalisis korelasi di antara repayment capacity dan tingkat kelancaran pengembalian kredit debitur. 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai repayment capacity debitur. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihakpihak yang berkepentingan, yaitu : 1) Bagi Bank Rakyat Indonesia, diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya meminimalisir terjadinya kredit yang bersifat gagal bayar. 2) Bagi mahasiswa, diharapkan dapat menjadi bahan penambah wawasan dalam dunia perbankan dan khususnya kredit UMKM. 3) Bagi penulis, agar dapat menjadi media dalam menerapkan semua ilmu yang didapat di dalam perkuliahan, sebagai alat analisis, mengaplikasikan teori, dan dalam persiapan dalam menghadapi dunia kerja. 6