Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus)



dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi, Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

TINJAUAN PUSTAKA. (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi ikan nila GIFT menurut. Khoiruman dan Amri (2005) adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BAB II TINJUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila merah merupakan hasil hibridisasi antara ikan nila betina

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan tatanama ikan nila menurut Cholik et al. (2005), adalah sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya. Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), populasi ayam kampung di

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

Media Kultur. Pendahuluan

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

I. PENDAHULUAN. seluas seluas hektar dan perairan kolam seluas hektar (Cahyono,

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

BAB I PENDAHULUAN. tangga, industri, pertambangan dan lain-lain. Limbah berdasarkan sifatnya

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Salah satu contoh sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila Ikan nila merupakan spesies yang berasal dari kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika. Bibit ikan nila didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969 dari Taiwan ke Bogor. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, ikan nila disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia (Wiryanta dkk. 2010). Klasifikasi ikan nila menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Class : Ostheichthyes Sub Class : Acanthoptherigii Ordo : Percomorphii Sub Ordo : Percoidea Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis niloticus Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) Ikan nila atau dikenal dengan nama Tilapia, merupakan ikan darat yang hidup di perairan tropis. Bibit Nila didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh 7

8 Balai Peneliti Perikanan Air Tawar (Balitkanwar) dari Taiwan pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, ikan ini kemudian disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia (DKPD Sulteng, www.dkp.sulteng.go.id). Ikan nila secara morfologi memiliki bentuk tubuh pipih, sisik besar dan kasar, kepala relatif kecil, mata tampak menonjol dan besar, tepi mata berwarna putih dan garis linea lateralis terputus dan terbagi dua. Ikan nila memiliki lima buah sirip yakni sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (Pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Ikan nila dikenal sebagai ikan yang memiliki toleransi sangat tinggi, baik toleransi terhadap salinitas, suhu, ph, dan bahkan kadar oksigen. Menurut SNI (2009) suhu air optimum untuk mendukung pertumbuhan ikan nila berkisar anatara 25-32 0 C, namun menurut DPP Jawa Tengah (1994) ikan nila mampu hidup pada suhu antara 14-38 0 C. ph yang mendukung pertumbuhan ikan adalah 6,5 8,5. ph optimal untuk ikan nila adalah antara 7-8 (Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan 2011), namun demikian ikan masih mampu hidup pada ph 4-12. Kadar oksigen optimal yang dibutuhkan oleh ikan nila adalah antara 3-5 ppm. Ikan nila mampu hidup pada perairan tawar seperti sungai, danau, waduk, rawa bahkan sawah, dan memiliki toleransi yang luas terhadap salinitas sehingga ikan nila mampu hidup pada perairan payau dengan salinitas antara 0-25 ppt (DPP Jateng 1994). Menurut SNI (2009) kualitas air untuk produksi ikan nila kelas pembesaran di kolam air tenang tertera pada tabel 1. Tabel 1. Persyaratan Kualitas Air Ikan Nila No. Parameter Satuan Kisaran 1. Suhu 0 C 25-32 2. ph - 6,5-8,5 3. Oksigen Terlarut mg/l 3 4. Amoniak mg/l < 0,02 5. Kecerahan Cm 30-40 Sumber : SNI 7550: 2009

9 Ikan nila mampu hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal, mempunyai pertumbuhan yang cepat terutama untuk ikan nila jantan, tidak memiliki duri dalam daging, serta dapat dipelihara dalam kepadatan yang cukup tinggi (Jannah 2001). 2.2 Kebiasaan Makan Ikan Nila Ikan nila memiliki respon yang luas terhadap pakan dan memiliki sifat omnivora sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan dan tumbuhan (Huet 1971 dalam Haryono dkk. 2001). Di perairan alam ikan nila memakan plankton, perifiton, benthos maupun tumbuhan air atau gulma air yang lunak, bahkan cacing pun dimakan (Susanto 1987). Menurut Soenanto (2004) ikan nila dapat diberi dedak halus, bekatul, ampas kelapa, bungkil kacang dan sisa makanan. Haryono (2001) menyatakan bahwa produksi ikan nila yang maksimal memerlukan pemeliharaan yang intensif, yang mana dalam pemeliharaannya memerlukan pemberian pakan tambahan berupa pellet. Pellet yang diberikan untuk ikan nila harus diimbangi dengan kenaikan berat ikan secara ekonomis, sehingga akan lebih baik apabila bahan pakan yang diberikan berstatus limbah namun masih memenuhi kebutuhan gizi ikan nila. Benih ikan nila dapat dibedakan menjadi beberapa kelas atau fase, yaitu fase larva (ukuran 0,6-0,7 cm), fase kebul (ukuran 1-3 cm), gabar (ukuran 3-5 cm), belo (ukuran 5-8 cm) dan sangkal (ukuran 8-12 cm). Pada kegiatan budidaya fase larva dan kebul disebut dengan pendederan I, fase gabar disebut pendederan II, fase belo disebut pendederan III dan fase sangkal disebut pendederan IV. Adapun dosis pellet yang diberikan untuk benih ikan nila yaitu sebanyak 3%-5% dari total biomassa ikan dengan kandungan protein antara 20%-25%, lemak 6%-8% (SNI 1999), pellet yang diberikan bisa berupa pellet crumble ataupun pellet utuh disesuaikan dengan bukaan mulut ikan.

10 Protein Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila Nutrisi Stadia/ Umur/ Ukuran Kebutuhan (%) Larva 35 Juvenil 25-30 Semua ukuran 20-25 Asam Amino Essensial - Arginin - Lisin - Treonin - Histidin - Isoleusin - Leusin - Metionin - Fenilalanin+ Tirosin - Triptofan - Valin - 4,2 5,1 3,8 1,7 3,1 3,4 3,2 5,5 1,0 2,8 Lemak Semua ukuran 6-8 Karbohidrat Semua ukuran 25 Vitamin Semua ukuran 0,5-10 Mineral Semua ukuran < 0,9 Sumber : Sahwan (2003) Nutrisi yang dibutuhkan untuk ikan nila termasuk juga serat kasar. Serat kasar dibutuhkan untuk membantu proses pencernaan, yaitu sebagai pengatur ekskresi sisa makanan. Serat kasar merupakan salah satu bentuk karbohidrat yang ada dalam pakan selain bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), namun serat kasar mempunyai nilai nutrisi yang rendah (Zonneveld et al. 1991). Serat kasar yang dibutuhkan pada pakan berkisar antara 6%-8% (Mujiman 1984). Nilai Food Convertion Ratio (FCR) ikan nila cukup baik berkisar 0,8-1,6 yang artinya satu kilogram ikan nila konsumsi dihasilkan dari 0,8-1,6 kg pakan (DKP Provinsi Sulawesi Tengah). 2.3 Pertumbuhan Ikan Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran panjang dan berat dalam suatu waktu. Pertumbuhan terjadi apabila terdapat kelebihan input energi dan asam amino (protein) yang berasal dari pakan. Energi tersebut akan digunakan untuk

11 metabolisme, gerak, reproduksi dan menggantikan sel- sel yang rusak (Effendie 1997). Pertumbuhan ikan sangat ditentukan oleh kualitas pakan, namun juga dipengaruhi oleh kondisi perairan tempat pemeliharaan. Secara garis besar pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Hepher (1988) menyatakan bahwa faktor internal diantaranya adalah jenis kelamin, karakteristik genetik dan fisiologi ikan. Laju pertumbuhan beberapa ikan dipengaruhi oleh jenis kelamin, contohnya adalah pada ikan nila. Ikan nila jantan memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat jika dibandingkan dengan ikan nila betina. Karakteristik genetik yang mempengaruhi laju pertumbuhan ikan contohnya seperti kemampuan ikan memanfaatkan pakan, kemampuan ikan dalam bersaing untuk mencari pakan. Sedangkan yang termasuk kedalam fisiologi ikan yaitu ketahanan ikan terhadap parasit dan penyakit. Faktor eksternal yang mempengaruhi laju pertumbuhan contohnya adalah kualitas air dan pakan (Huet 1971 dalam Haryono dkk. 2001). Kualitas air mencakup suhu, oksigen terlarut, karbondioksida, ph. Suhu adalah salah satu faktor penting bagi organisme di perairan, suhu yang terlalu tinggi dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut dan mempengaruhi selera makan ikan (Triyono dkk. 1996). Oksigen terlarut juga merupakan faktor yang mendasar dalam budidaya perikanan. Batas konsentrasi oksigen bergantung pada genetik, suhu, aktifitas dan stress ikan. Pada umumnya kandungan oksigen terlarut yang baik bagi ikan yaitu diatas 2 mg/l (Djajasewaka dkk. 1979). Konsentrasi karbondioksida di perairan akan bersifat merugikan dalam kegiatan budidaya ketika konsentrasi karbondioksida meningkat selama periode kandungan oksigen menurun. Sedangkan ph yang optimal bagi pertumbuhan ikan yaitu berkisar antara 6,5-8,5 karena suasana basa akan meningkatkan selera makan ikan (Triyono dkk. 1996). Menurut Hepher (1988) kepadatan juga termasuk kedalam faktor eksternal. Sedangkan kualitas pakan yang diberikan pada ikan berhubungan dengan komponen pakan yang terdapat didalamnya diantaranya adalah protein,

12 karbohidrat, lemak, serat, vitamin dan mineral. Protein merupakan komponen pertama untuk pertumbuhan ikan yaitu sebagai sumber energi dan untuk perbaikan jaringan tubuh yang rusak. Mujiman (1984) menyatakan bahwa protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan baik untuk menghasilkan tenaga maupun untuk pertumbuhan. Pada umumnya ikan nila membutuhkan pakan dengan kandungan protein antara 20%-60%. Akbar (2000) menambahkan bahwa tingkat protein optimum dalam pakan untuk mendukung pertumbuhan ikan berkisar antara 20%-50%. Ikan karnivora membutuhkan kandungan protein dibandingkan dengan ikan herbivora, sedangkan ikan omnivora membutuhkan kandungan protein diantara keduanya. Lemak pada pakan mempunyai peranan sebagai sumber energi dan sumber asam lemak esensial, memelihara bentuk dan fungsi membran atau jaringan yang penting bagi tubuh. Menurut Sargent et al. (1999) dalam Panduwijaya (2007), lemak juga berfungsi membantu proses metabolisme dan menjaga keseimbangan daya apung ikan dalam air, memelihara bentuk dan fungsi membran jaringan. Karbohidrat atau zat pati merupakan sumber energi penting bagi ikan herbivora dan yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan. Karbohidrat dalam pakan terdapat dalam bentuk serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Kadar karbohidrat yang optimum untuk ikan omnivora berkisar antara 30%-40% (Watanabe 1988). Tubuh ikan hampir tidak mengandung karbohidrat sama sekali, kecuali pada sebagian kecil hati dan glikogen otot. Oleh karena itu, karbohidrat dalam pakan ikan digunakan sebagai sumber energi. Walaupun demikian keberadaan karbohidrat sangat penting karena karbohidrat merupakan sumber energi yang lebih murah jika dibandingkan dengan lemak maupun protein (Zonneveld et al. 1991). Vitamin adalah senyawa organik kompleks yang ukuran molekulnya kecil. Jumlah vitamin yang dibutuhkan dalam pakan berkisar antara 1%-4% dari total komponen pakan. Empat jenis vitamin yang dibutuhkan oleh ikan yaitu vitamin A, D, E dan K dan sebelas vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B dan C.

13 Vitamin berperan sangat penting untuk menjaga agar proses-proses yang terjadi di dalam tubuh ikan tetap berlangsung dengan baik. Mineral merupakan komponen pakan yang sangat dibutuhkan yakni sebagai pembentuk struktur rangka dan sisik, memelihara sistem koloid (viskositas, osmotik) dan regulasi keseimbangan asam basa, sebagai aktifator enzim (Zonneveld et al. 1991). Kebutuhan ikan akan mineral berbeda tergantung jenis ikan, stadia, status reproduksi. Mineral dibagi menjadi dua bagian yaitu makro mineral dan mikro mineral. Makro mineral yaitu mineral yang dibutuhkan dalam tubuh setiap organisme dalam jumlah yang cukup besar yaitu diatas 100mg/kg pakan kering, contohnya Ca (kalsium), Mg (Magnesium), P (Fosfor) dan lain-lain. Sedangkan mikro mineral adala mineral yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit yaitu kurang dari 100mg/kg pakan kering contohnya Zn (Seng), Fe (Besi), I (Iodine) dan lain-lain. Pertumbuhan ikan bersifat autokatalik dimana pada fase awal hidup ikan, pertumbuhannya berjalan dengan lambat dan kemudian pertumbuhan berjalan dengan cepat. pertumbuhan akan kembali melambat setelah ikan mencapai titik maksimum pertumbuhan (Effendie 1997). Titik perubahan dari fase peningkatan pertumbuhan menuju fase penurunan pertumbuhan disebut titik infleksi. Hubungan pertambahan ukuran dengan waktu digambarkan dalam kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid. Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Bobot Ikan (Sumber : Effendie 1997)

14 2.4 Kulit Kopi sebagai Bahan Pakan Alternatif Dewasa ini telah terjadi pergeseran pola penyediaan bahan baku pakan pada upaya pencarian bahan alternatif sebagai pengganti bahan baku pakan konvensional. Bahan baku alternatif tersebut secara umum berasal dari limbah. Limbah dapat diartikan sebagai suatu substansi yang didapatkan selama pembuatan (by product), barang sisa (residu) atau sesuatu yang tidak berguna dan biasanya dibuang (waste). Salah satu contoh limbah yang merupakan sisa dari kegiatan pengolahan adalah kulit kopi (Murni dkk. 2008). Kulit kopi merupakan limbah dari pengolahan buah kopi untuk mendapatkan biji kopi. Kandungan zat makanan kulit kopi dipengaruhi oleh metode pengolahannya apakah diolah secara basah atau kering. Metode pengolahan kopi secara basah yaitu kopi ditempatkan pada mesin pengupas lalu disiram dengan air, mesin pengupas bekerja memisahkan biji dari kulit kopi. Sedangkan metode pengolahan kopi secara kering lebih sederhana, biasanya buah kopi dibiarkan mengering pada pohonnya sebelum dipanen yang selanjutnya langsung dipisahkan biji dan kulit kopi dengan menggunakan mesin. Kandungan gizi zat makanan kulit kopi terdapat pada tabel dibawah ini. Metode pengolahan Tabel 3. Kandungan Gizi Kulit Kopi BK % Bahan Kering (%) PK SK Abu LK BETN Basah 23 12,8 24,1 9,5 2,8 50,8 Kering 90 9,7 32,6 7,3 1,8 48,6 ( Sumber : Murni et al. 2008) Ket : BK = Berat Kering (%) PK = Protein Kasar (%) SK = Serat Kasar (%) LK = Lemak Kasar (%) BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (%) Menurut Zainuddin dkk. (1995) kulit kopi mengandung protein kasar 10,4%, lemak 2,13%, serat kasar 17,2% (termasuk lignin), abu 7,34%, kalsium 0,48%, posfor 0,04%, dan energi metabolis 3441,6 Kkal/kg.

15 Buah kopi dalam kondisi segar terdiri dari kulit daging buah (pulp) sebanyak 45%, mucilage 10%, kulit biji 5% dan biji 40%. Menurut Wahyuni (2008) kulit daging buah kopi (pulp) dan kulit biji kopi (hulls) dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternatif pada ternak. Buah kopi terdiri dari tiga bagian yaitu lapisan luar (exocarp), daging buah (mesocarp), kulit tanduk (parchment) dan biji (endosperm) (Muchtadi dkk. 1989 dalam Wahyuni 2008). Exocarp dan mesocarp disebut pulp yang bisa digunakan sebagai bahan pakan ternak. Gambar 3. Morfologi Buah Kopi (sumber : Prawirodigdo 2007) Proporsi pulp dari buah kopi gelondongan utuh yang bisa dimanfaatkan untuk pakan berkisar antara 40%-45%, menunjukkan bahwa limbah kulit kopi yang dihasilkan berbanding lurus dengan produksi kopi yang dihasilkan. Adapun produksi kopi di Indonesia terdapat pada tabel dibawah ini.

16 Tabel 4. Produksi Kopi Indonesia Menurut Jenis Tahun 1999-2011 Tahun Arabika Robusta Jumlah Luas Area (Ha) Produksi (Ton) Luas Area (Ha) Produksi (Ton) Luas Area (Ha) Produksi (Ton) 1999 113.407 72.766 1.013.870 458.923 1.127.277 531.689 2000 107.465 42.988 1.153.222 511.586 1.260.687 554.574 2001 82.807 23.071 1.230.576 546.163 1.313.383 569.234 2002 91.293 25.116 1.280.891 656.963 1.372.184 682.079 2003 99.393 43.356 1.195.495 628.273 1.294.888 671.629 2004 127.198 55.255 1.176.744 592.161 1.303.942 647.416 2005 101.313 60.255 1.153.959 580.11 1.255.272 640,365 2006 177.11 94.773 1.131.622 587.386 1.308.732 682.159 2007 228.931 124.098 1.058.487 549.088 1.287.418 673.186 2008 239.467 129.66 1.063.417 553.278 1.302.884 682.938 2009 281.398 147.631 984.839 534.961 1.266.237 682.592 2010 283.343 148.487 985.133 535.589 1.268.476 684.076 2011 296.854 155.383 1.011.146 553.617 1.308.000 709.000 Sumber : Ditjenbun, Kementrian Pertanian 2011 Gambar 4. Kulit Kopi Yang Digunakan Untuk Penelitian Kulit kopi memiliki kekurangan antara lain mengandung serat dan lignin yang cukup tinggi, sedangkan kadar protein rendah. Kulit kopi diketahui juga mengandung zat anti nutrisi yang dapat mengganggu pencernaan ternak sehingga mengakibatkan rendahnya efisiensi penggunaan nutrien yang terkandung di

17 dalamnya. Zat anti nutrisi tersebut yaitu berupa tannin dan kafein dengan kandungan sebesar 2,8% bahan kering (Murni dkk. 2008). Tannin adalah senyawa polifenol yang mempunyai sifat dapat berikatan dengan protein atau polimer lain seperti selulosa dan dapat menurunkan palatabilitas ransum dan pencernaan protein (Pell 2001). Guna meningkatkan kualitas limbah kopi tersebut, maka diberikan perlakuan secara fisik, kimia dan biologis maupun kombinasi dari perlakuan tersebut (Komar 1984 dalam Wahyuni 2008). 2.5 Fermentasi Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat pada kondisi aerob maupun anaerob menjadi produk tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba (Waites et al. 2001). Proses fermentasi memerlukan mikroba sebagai inokulum, wadah untuk menjamin proses fermentasi agar berlangsung dengan optimal dan substrat sebagai tempat tumbuh (medium) serta sumber nutrisi bagi mikroba. Shurtleff et al. (1979) menyatakan bahwa fermentasi adalah hasil pengembangbiakan beberapa tipe mikroorganisme terutama bakteri, ragi dan jamur pada media tertentu yang aktifitasnya menyebabkan perubahan kimia pada bahan pangan tersebut. Perubahan tersebut disebabkan oleh adanya aktifitas enzim yang dihasilkan mikroorganisme atau enzim yang berada dalam bahan pangan tersebut. Bahan yang difermentasi biasanya berupa bahan organik, yang mana bahan organik tersebut akan memiliki kualitas gizi yang lebih baik karena terjadi pemecahan komponen kompleks menjadi zat yang lebih sederhana oleh mikroba. Fermentasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas protein, mempertahankan nilai nutrisi selama penyimpanan dan menghilangkan zat anti nutrisi (Sudaryani 1994 dalam Handajani 2007). Menurut Jay (1978) fermentasi mampu mengubah molekul komplek seperti protein, lemak dan karbohidrat menjadi molekul yang lebih sederhana sehingga bahan yang telah difermentasi lebih mudah dicerna oleh organisme. Terjadinya fermentasi dapat menimbulkan bahan pangan yang lebih mudah dicerna, lebih aman dan dapat memberikan rasa yang lebih baik, serta

18 memberikan tekstur tertentu pada produk akhir (Marliyati dkk. 1992). Fermentasi juga merupakan suatu cara yang efektif dengan biaya rendah untuk mengawetkan, menjaga kualitas dan keamanan bahan pangan (Parveen dan Hafiz 2003). Bahan pangan yang mengalami proses fermentasi biasanya mempunyai karakteristik yang lebih baik jika dibandingkan dengan bahan asalnya. Hal ini dapat terjadi akibat adanya mikroba yang memiliki sifat katabolik atau memecah senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana sehingga bahan pangan lebih mudah dicerna. Menurut Desrosier (1988) fermentasi merupakan proses perombakan bahan- bahan yang mengandung karbohidrat menjadi monosakarida, alkohol, asam asetat, karbondioksida, air dan senyawa lainnya. Pada proses fermentasi, pati terlebih dahulu diubah menjadi sukrosa (maltosa) kemudian dirombak kembali menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa). Fermentasi mengakibatkan kandungan senyawa kompleks seperti serat kasar dan lemak kasar dalam bahan pangan menurun. Djajasewaka (1985) menyatakan bahwa kandungan serat kasar yang tinggi dalam ransum ikan akan mempengaruhi daya cerna dan penyerapan zat makanan di dalam alat pencernaan ikan. Kandungan serat kasar kurang dari 8% akan menambah baik struktur pellet ikan, jika lebih dari 8% akan mengurangi kualitas pellet ikan. Jeroni dkk. (1999) melaporkan bahwa konsumsi ransum yang tinggi serat akan meningkatkan kekentalan bahan makanan yang ada dalam saluran pencernaan sehingga laju dalam saluran pencernaan menurun dan berakibat pada turunnya konsumsi pakan. Turunnya konsumsi pakan ikan berpengaruh negatif terhadap laju pertumbuhan, karena Pertambahan berat badan akan terjadi apabila jumlah pakan yang di konsumsi lebih besar dari pada yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuhnya (Huet 1972). Fermentasi juga dapat menyebabkan rasa dan aroma yang tidak disukai menjadi disukai (Shurtleff et al. 1979), apabila rasa dan aroma pakan disukai maka akan berpengaruh terhadap konsumsi pakan yang memiliki hubungan erat dengan laju pertumbuhan. Selain itu, fermentasi juga dapat mensintesis vitamin kompleks dan faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan, misalnya seperti produksi vitamin B12, vitamin A dan lain-lain (Winarno dkk. 1980).

19 Saono (1976) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi antara lain suhu, substrat, kelembaban atau air, bentuk dan ukuran substrat, aerasi serta konsentrasi inokulum. Suhu merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi ukuran sel mikroba, kebutuhan zat gizi serta reaksi enzimatik, suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan jamur tertekan dan mengakibatkan tumbuhnya jamur yang lain (Jay 1978). Substrat merupakan media tumbuh dan berkembangnya mikroba, maka substrat harus mengandung nutrien dasar seperti karbon, nitrogen, mineral dan semua senyawa yang dibutuhkan oleh mikroba (Wang et al. 1979). Air merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan kelangsungan proses fermentasi. Air bertindak sebagai pelarut dan sebagian besar aktivitas metabolik dalam sel dilakukan dalam lingkungan berair. Air juga berfungsi sebagai katalis dengan membantu dalam beberapa reaksi enzimatis (Mahfud dkk. 1989). Bentuk dan ukuran substrat menentukan distribusi spora secara merata dalam substrat. Keseragaman bentuk dan ukuran substrat akan mempermudah penyebaran spora yang diinokulasikan dalam substrat (Senez 1979). Aerasi bertujuan sebagai pensuplai oksigen dan membuang karbondioksida pada proses fermentasi aerobik. Oksigen diperlukan sebagai suplai elektron dalam metabolisme untuk mendapatkan energi (Winarno dkk. 1990). Sedangkan konsentrasi inokulum menentukan lamanya waktu inkubasi untuk mendapatkan hasil fermentasi yang baik. Jumlah spora yang terlalu sedikit akan memperlambat laju pertumbuhan dan spora yang terlalu banyak akan menyebabkan sporulasi yang terlalu cepat. Berdasarkan jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi dua yaitu fermentasi medium cair dan fermentasi medium padat. fermentasi medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi didalam fase cair, sedangkan fermentasi medium padat yaitu fermentasi yang substratnya tidak larut dalam air tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme (Hardjo dkk. 1989).

20 Pertumbuhan mikroorganisme dalam proses fermentasi memerlukan rangsangan. Rangsangan tersebut bisa berupa penambahan bahan nutrien kedalam media fermentasi. Salah satu bahan yang bisa digunakan sebagai sumber nitrogen pada proses fermentasi yaitu urea. Urea yang ditambahkan kedalam medium fermentasi akan diuraikan oleh enzim urease menjadi amonia dan karbondioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino (Fardiaz 1989). Pemecahan bahan pakan dibantu oleh beberapa enzim antara lain enzim selulase, hemiselulase dan polimer-polimernya menjadi gula sederhana (Buckle 1985). Fermentasi pada substrat yang memiliki kadar protein rendah seperti kulit kopi memerlukan sumber nitrogen. Sumber nitrogen yang bisa digunakan diantaranya amonium nitrat, dedak dan urea (Taufik 1992). Sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba akan menjadi asam amino. Asam amino yang terbentuk karena adanya penambahan sumber nitrogen anorganik berfungsi sebagai stimulator pertumbuhan (Pahlevi 1987). Menurut Tarigan (1998) tiga karakteristik yang harus dimiliki mikroorganisme yang akan digunakan dalam fermentasi adalah sebagai berikut : a. Mikroorganisme harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu substrat dan lingkungan serta mudah untuk dibudidayakan dalam jumlah besar. b. Mikroorganisme harus memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologis dalam kondisi terkontrol dan dapat menghasilkan enzim-enzim dengan mudah dalam jumlah yang besar. c. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi maksimum harus sederhana.

21 2.6 Aspergillus niger Aspergillus niger merupakan nama spesies yang termasuk kedalam kapang. Kapang adalah sekelompok mikroba yang tergolong dalam fungi dengan ciri khas memiliki filamen (miselium). Kapang termasuk mikroba yang penting dalam mikrobiologi pangan karena berperan penting dalam industri makanan (Waluyo 2007). Klasifikasi Aspergillus niger menurut Hardjo dkk. (1989) adalah sebagai berikut : Domain : Eukaryota Kingdom : Fungi Filum : Ascomycota Class : Asomycotina Ordo : Eutiales Family : Euritaceae Genus : Aspergillus Spesies : Aspergillus niger Gambar 5. Aspergillus niger (sumber : Waluyo 2007) Aspergillus niger tumbuh baik pada substrat dengan konsentrasi gula dan garam tinggi, dapat tumbuh pada makanan dengan kadar air rendah. Aspergillus niger merupakan jamur aerob. Ciri-cirinya adalah memiliki konidia berwarna hijau, dan membentuk askospora yang berwarna kuning sampai merah. Aspergillus niger mempunyai kepala pembawa konidia yang besar, bulat dan berwarna hitam, coklat hitam atau ungu coklat (Waluyo 2007). Aspergillus niger merupakan kapang yang dapat tumbuh cepat dan tidak membahayakan karena

22 tidak menghasilkan mikotoksin, Aspergillus niger memiliki daya amilolitik dan selulotik yang cukup baik. Temperatur optimum bagi pertumbuhan Aspergillus niger berkisar antara 35-37ºC, pada umumnya bisa tumbuh pada suhu antara 25-30 ºC, sedangkan kisaran ph antara 5,0-7,0 (Fardiaz 1989). Ciri-ciri spesifik Aspergillus adalah : 1. Hifa septat dan miselium bercabang, biasanya tidak berwarna 2. Koloni kelompok 3. Bersifat termofilik, tidak terganggu pertumbuhannya karena adanya peningkatan suhu 4. Konidiofora septat dan nonseptat, muncul dari foot cell (yaitu sel miselium yang bengkak dan berdinding tebal) 5. Sterigmata atau fialida biasanya sederhana. Ada yang memiliki warna dan ada pula yang tidak berwarna 6. Konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, coklat atau hitam Gambar 6. Morfologi Aspergillus niger (sumber : Waluyo 2007) Peran Aspergillus niger pada proses fermentasi berkaitan erat dengan enzim yang dihasilkan. Enzim dihasilkan oleh semua makhluk hidup untuk mengkatalis reaksi biokimia dalam tubuh makhluk hidup tersebut sehingga reaksi-

23 reaksi itu dapat berlangsung lebih cepat. Enzim yang dihasilkan mikroorganisme yaitu enzim intraseluler dan ekstraseluler. Enzim intraseluler merupakan enzim yang langsung digunakan didalam sel dan ditemukan pada membran organel sel, sedangkan enzim ekstraseluler merupakan enzim yang dilepas dari sel ke lingkungan untuk menghidrolisis polimer di lingkungan seperti selulosa, hemiselulosa atau lignin untuk memfasilitasi kebutuhan metabolismenya (Maier et.al. 2000). Enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh Aspergillus niger diantaranya enzim selulase, enzim kitinase, α-amilase, β-amilase, glukoamilase, katalase, pektinase, lipase, laktase, asam protease (Rat ledge 1994). Sedangkan menurut Hardjo dkk. (1989), enzim ekstraseluler yang dihasilkan diantaranya enzim amilase, amiglukosidase, pektinase, selulase dan glukosidase, lebih lanjut Lehninger (1991) menyatakan bahwa Aspergillus niger menghasilkan enzim urease yang akan memecah urea menjadi asam amino dan karbondioksida untuk pembentukan asam amino. Enzim amilase dan selulase yang dihasilkan oleh Aspergillus niger akan menguraikan pati dan selulosa yang terdapat pada substrat menjadi glukosa, kemudian glukosa yang terbentuk akan digunakan untuk pertumbuhannya sehingga kapang dapat memperbanyak diri (Griffin et al. 1994), Semakin subur pertumbuhan kapang maka semakin banyak pula enzim selulase yang dihasilkan. Enzim amiloglukosidase mampu melakukan hidrolisis pati secara lengkap menjadi glukosa, namun kemampuannya tergantung jenis mikroba. Sedangkan enzim protease merupakan enzim yang memecah ikatan dipeptida pada protein menjadi peptida dan asam amino (Ranjhan 1980). Enzim lipase merupakan kelompok enzim yang secara umum berfungsi dalam hidrolisis lemak, mono-, di-, dan trigliserida untuk menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol (Falony et al. 2006). Tingginya aktifitas enzim-enzim yang dihasilkan oleh Aspergillus niger mengakibatkan tingginya aktifitas degradasi selulosa, sehingga pada akhir fermentasi terjadi penurunan serat kasar, serta terjadi peningkatan kandungan

24 protein kasar. Tingginya protein kasar setelah fermentasi karena adanya sumbangan protein dari tubuh kapang karena tubuh kapang tersebut juga terdiri dari protein sel tunggal. Sesuai dengan pendapat Fardiaz (1989) bahwa kapang mempunyai kandungan protein kasar yang tinggi yaitu sekitar 35%-40%. Selain itu, kapang juga menghasilkan protein dalam bentuk enzim (Saono dkk. l98l). Aspergillus niger mampu mensintesis sejumlah besar enzim yang dapat digunakan sebagai pendegradasi serat, misalnya enzim pektinase dan selulase, enzim yang berada dalam pakan memiliki kegunaan sebagai berikut : a. Memecah atau mengurangi keeratan ikatan yang terjadi antar serat jaringan pakan sehingga mampu menambah energi. b. Merusak molekul anti nutrisi yang terdapat pada pakan. c. Membantu pencernaan hewan yang sistem pencernaannya belum sempurna.