ANALISIS POPULASI NEPENTHES SPP DI HUTAN RAWA GAMBUT, KALAMPANGAN, KALIMANTAN TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
PENELITIAN EKOLOGI NEPENTHES DI LABORATORIUM ALAM HUTAN GAMBUT SABANGAU KERENG BANGKIRAI KALIMANTAN TENGAH

PENELITIAN EKOLOGI JENIS DURIAN (Durio spp.) DI DESA INTUH LINGAU, KALIMANTAN TIMUR

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU

BAB I PENDAHULUAN. hidup saling ketergantungan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan diciptakan oleh

PADA BEBERAPA JENIS POHON TUMBUH CEPAT DI HUTAN RAWA GAMBUT HAMPANGEN, KALIMANTAN TENGAH

KEANEKARAGAMAN KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI PULAU BATAM. DIVERSITY OF PITCHER PLANT (Nepenthes spp) IN BATAM ISLAND

3. KARAKTERISTIK HABITAT PREFERENSI NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (NEPENTHES SPP) DI KAWASAN HUTAN BUKIT BELUAN KECAMATAN HULU GURUNG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. komparatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau

ANALISIS MORFOMETRIK KANTONG SEMAR (Nepenthes) DI KAWASAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA SUMATERA BARAT E-JURNAL

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN


III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

Analisis Vegetasi Hutan Alam

IDENTIFIKASI JENIS KANTONG SEMAR (NEPENTHES SPP) DALAM KAWASAN TAMAN WISATA ALAM GUNUNG ASUANSANG KECAMATAN PALOH KABUPATEN SAMBAS

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Keanekaragaman Jenis Kantong Semar (Nepenthes spp.) di Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN) PT. Mua ra Sungai Landak Kabupaten Mempawah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

METODOLOGI. Kerapatan jenis (K)

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

RESPON PUPUK DAUN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN Nepenthes ventrata DAN Nepenthes neglecta

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS VEGETASI NEPENTHES SPP. DI HUTAN PENELITIAN UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

II. METODE PENELITIAN

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

EKSPLORASI DAN KARAKTERISASI KANTONG SEMAR (Nephentes sp.) DI KAMPUS UIN SUSKA RIAU

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

KEBERADAAN RAMIN (GONYSTYLUS BANCANUS (MIQ.) KURZ) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG AMBAWANG KECIL KECAMATAN TELUK PAKEDAI KABUPATEN KUBU RAYA

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan

I. PENDAHULUAN. Kantong semar merupakan tanaman hias yang tumbuh di beberapa hutan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016.

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut

BAB III METODE PENELITIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

MODEL SPASIAL TINGKAT KERAWANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (Studi Kasus di Wilayah Propinsi Kalimantan Tengah) SAMSURI

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000)

Pengenalan hutan hujan tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

(PSLK) 2016, REGENERASI ALAMI PADA AREAL RESTORASI LAHAN GAMBUT DI TAMAN NASIONAL SEBANGAU, KALIMANTAN TENGAH

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Defining Baseline for REDD Ulu Masen, Aceh. Bogor, Agustus 2009

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan dan mempunyai luas daratan

BAB III METODE PENELITIAN

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA

Lokasi Penelitian Penetapan Lokasi Kajian Analisa Data

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN GAMBUT DI INDONESIA

KARAKTERISTIK IKLIM DAN VEGETASI SEKITAR LOKASI WISATA BATU DINDING DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN

APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

Transkripsi:

J. Tek. Ling Vol.11 No.1 Hal. 33-38 Jakarta, Januari 2010 ISSN 1441-318X ANALISIS POPULASI NEPENTHES SPP DI HUTAN RAWA GAMBUT, KALAMPANGAN, KALIMANTAN TENGAH Muhammad Mansur Peneliti di Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Raya Bogor Km 46.5 Cibinong, Bogor Abstract Population analysis of Nepenthes spp in peat swamp forest was conducted at Kalampangan, Central Kalimantan on November-December 2007. This place include to part of one million hectare area of peat land project in 1996 which are planed to convert agricultural land. Peat swamp forest is one of commonly Nepenthes habitat at Kalampangan. One plot (50 x 100 m) was establihed for population analysis study. We found 230 individu from three species, that is; Nepenthes ampullaria, N. rafflesiana and N. gracilis. In study site, N. ampullaria is dominant species with Important Value (IV) is 120,43% and then followed by N. gracilis (IV= 97,30%) and N. rafflesiana (IV= 82,27%). Key Words : Population analysis, Nepenthes, peat swamp forest, Kalampangan, 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rawa gambut merupakan bentuk hutan spesial yang unik dan lebih ditekankan pada bentuk habitatnya daripada struktur atau penampakan vegetasinya. Umumnya bentuk hutan seperti ini digenangi air permanen yang bersifat asam (ph < 4) dan lapisan tanahnya terdiri dari tumpukan serasah daun dengan ketebalan antara 1-12 m 1). Hanya tumbuhan tertentu saja yang bisa hidup dan beradaptasi di daerah ini. Oleh karena itu tingkat keanekaragaman jenis di tempat ini adalah kecil dibanding dengan hutan dataran rendah. Hutan gambut di Kalimantan Tengah umumnya berada di antara tiga sungai yaitu sungai Kahayan, Sebangau dan Katingan yang diperkirakan sudah terbentuk selama 10.000 tahun 2). Sejak tahun 1980, kawasan hutan rawa gambut mulai terganggu keberadaannya yang diakibatkan oleh perambahan hutan, kebakaran hutan pada tahun 1997 dan 2002 akibat adanya El-nino dan paling besar kerusakannya adalah akibat pembukaan hutan dengan adanya mega proyek penanaman padi sejuta hektar pada tahun 1996. Hutan rawa gambut di Kalampangan merupakan salah satu hibitat Nepenthes di Kalimantan Tengah. Daerah ini merupakan area mega proyek lahan sejuta hektar yang telah dibuka 12 tahun yang lalu yang direncanakan untuk lahan pertanian khususnya padi, terletak kurang lebih 30 km dari Palangkaraya. Namun demikian masih tersisa hutan yang tidak dibuka. Sebagian dari areal tersebut kemudian dikelola Analisis Populasi Nepenthes Spp...J. Tek. Ling.11 (1): 33-38 33

oleh CIMTROP (Center For International Co-operation in Management of Tropical Peatland) Universitas Palangkaraya, untuk kepentingan penelitian. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan populasi Nepenthes di kawasan Hutan Rawa Gambut, Kalampangan, serta untuk mengetahui karakteristik masing-masing jenis guna kepentingan konservasinya. Diharapkan hasilnya dapat menambah data keragaman tumbuhan yang berpotensi untuk dikembangkan guna mendukung pengembangan tumbuhan di kawasan ini. 2. METODOLOGI 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan November-Desember 2007 di Desa Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Kota madya Palangkaraya, Propinsi Kalimantan Tengah. 2.2. Pengumpulan Data Survei di dilakukan dengan cara penjelajahan untuk inventarisasi jenisjenis Nepenthes yang hidup di daerah penelitian. Setiap jenis yang ditemukan diambil gambarnya, dideskripsi, diidentifikasi dan dibuat herbariumnya sebagai spesimen bukti yang kemudian disimpan di Herbarium Bogoriense-LIPI, Cibinong. Metoda kuadrat dengan membuat plot seluas 0,5 ha (50x100 m) diterapkan untuk menaksir populasi Nepenthes dan penyebarannya. Plot kemudian dibagi lagi menjadi 50 petak berukuran 10x10m. Setiap individu Nepenthes yang terdapat pada setiap petak ditentukan nama jenisnya, diukur posisinya (koordinatnya), diukur diameter dan panjang batangnya. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara Cox 3) dan Greigh-Smith 4) untuk mendapatkan nilai Luas Bidang Dasar (LBD), Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), Dominansi Relatif (DR) dan Nilai Penting (NP). Nilai LBD didapat dari hasil perhitungan rumus: LBD = (0,5xD)2x3,14 Dimana D adalah diameter batang dan nilai 3,14 adalah konstanta. Nilai FR merupakan hasil bagi dari frekuensi suatu jenis dengan frekuensi semua jenis dan dikalikan 100%, dimana nilai frekuensi didapat dari jumlah petak ditemukannya suatu jenis dari jumlah petak contoh yang digunakan. Nilai KR merupakan hasil bagi dari kerapatan suatu jenis dengan kerapatan semua jenis dan dikalikan 100%, dimana nilai kerapatan didapat dari jumlah total individu suatu jenis dari seluruh petak. Nilai DR merupakan hasil bagi dari dominansi suatu jenis dengan dominansi semua jenis dan dikalikan 100%, dimana nilai dominansi didapat dari jumlah nilai LBD suatu jenis. Nilai NP didapat dari hasil perjumlahan FR, KR dan DR. Tingkat keasaman tanah (ph tanah) diukur dengan menggunakan soil tester, sedangkan intensitas cahaya diukur dengan menggunakan alat lux meter. Demikian pula dengan ph cairan pada kantong Nepenthes yang masih tertutup maupun yang sudah terbuka, diukur dengan menggunakan ph meter. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Inventarisasi Hasil survei di sekitar lokasi penelitian dapat dilaporkan bahwa hanya ditemukan 3 jenis Nepenthes, yakni; N. gracilis, N. rafflesiana, dan N. ampullaria dengan berbagai variasi warna kantong, diantaranya N. gracilis dengan warna kantong hijau, N. rafflesiana dengan warna kantong bercak coklat kemerah-merahan, dan 3 variasi warna kantong N. ampullaria yaitu hijau polos, bercak merah bibir hijau, dan bercak merah bibir merah. Jumlah jenis ini relatif kecil jika dibandingkan dengan keragaman Nepenthes di hutan kerangas yang pernah ditemukan di Barito Ulu sebanyak 8 jenis 5). 34 Mansur. M..., 2010

Tipe hutannya termasuk hutan primer yang didominasi oleh pohon Calophyllum canuum, Combretocarpus rotundus dan Cratoxylum glaucum (Alham, 2006., Rahajoe, 2006). Topograpinya datar dengan ketebalan gambut 1-3 m. Umumnya N. gracilis dan N. rafflesiana ditemukan berbunga/berbuah di tempattempat terbuka di pinggir kanal. Jenis N. gracilis memiliki toleransi tinggi terhadap intensitas cahaya yang diterima. Jenis ini mampu hidup di tempat terbuka maupun terlindung. Namun demikian jenis ini sangat cepat berbunga dan berbuah di tempat terbuka dengan cahaya matahari penuh yang diterima sepanjang hari. Sedangkan jenis N. rafflesiana dan N. ampullaria banyak ditemukan ditempat-tempat agak terlindung. 3.2. Populasi Hasil sensus di dalam plot seluas 0,5 Ha (50x100 m) ditemukan sejumlah 230 individu Nepenthes yang terdiri dari 3 jenis, yakni N. rafflesiana, N. ampullaria dan N. gracilis. Hasil analisis dapat dilaporkan bahwa jenis N. ampullaria merupakan jenis dominan dengan Nilai Penting (NP) sebesar 120.43%, kemudian diikuti oleh N. gracilis dengan NP sebesar 97.30% dan N. rafflesiana dengan NP sebesar 82.27% (Tabel 1). Meskipun N. gracilis memiliki jumlah individu lebih besar(116) dan penyebaran di dalam plot lebih luas dibanding jenis lainnya (Gambar 1), namun jenis ini memiliki diameter batang sangat kecil, menyebabkan nilai LBDnya jadi kecil, sehingga nilai NPnya juga menjadi kecil. Sebaliknya jenis N. ampullaria meskipun memiliki jumlah individu (72) dan tingkat penyebarannya lebih kecil daripada N. gracilis, namun N. ampullaria memiliki diameter batang lebih besar yang menyebabkan nilai NP-nya menjadi lebih tinggi daripada N. gracilis, sehingga N. ampullaria tergolong kedalam jenis paling dominan. Dari hasil pengukuran tercatat rata-rata diameter batang, N. gracilis adalah sebesar 1.66 mm, sedangkan N. ampullaria dan N. rafflesiana adalah berturut-turut 6.37 mm dan 7.54 mm. Pada luasan yang sama (0,5 ha) tingkat keragaman dan kerapatan Nepenthes di hutan rawa gambut tersebut relatif rendah jika dibandingkan dengan hutan kerangas di daerah Barito ulu yang memiliki 8 jenis Nepenthes dengan tingkat kerapatan antara 685 hingga 2325 individu 5). Keasaman tanah di dalam plot tercatat rata-rata sebesar 6.1 dan intensitas cahaya rata-rata sebesar 2786,3 lux. Sampel air dari beberapa kanal, air sumur dan air hujan juga diukur sebagai data tambahan. Data yang diperoleh adalah ph air kanal rata-rata 3.72, air sumur 5.3 dan air hujan 4.2. Dengan ph air yang umumnya sangat asam, maka beberapa bakteri pembususk sulit hidup di tempat ini dan mengakibatkan proses pembusukan serasah daun sangat lambat. Dari hasil penelitian diketahui hanya 3 sampai 5 % laju dekomposisi pertahunnya di tempat ini 6). Padahal produksi serasah yang jatuh di lantai hutan adalah sebesar 9,12 ton per tahun per 1 hektar 7), sehingga proses dekomposisi serasah dengan produksi tidak seimbang. Oleh karena itu penumpukan serasah akan terjadi setiap tahunnya. Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa N. ampullaria memiliki rata-rata panjang batang Analisis Populasi Nepenthes Spp...J. Tek. Ling.11 (1): 33-38 35

Tabel 1. Analisis populasi Nepenthes di dalam plot seluas 0,5 ha di Kalampangan. Nepenthes F K BA(cm2/5000 FR(%) KR(%) DR(%) NP(%) m2) ampullaria 28 72 24,75 35,00 31,30 54,12 120,43 gracilis 33 116 2,57 41,25 50,43 5,61 97,30 rafflesiana 19 42 18,41 23,75 18,26 40,26 82,27 Sum 80 230 45,73 100,00 100,00 99,99 299,99 Keterangan: F= Frekuensi, K= Kerapatan, BA= Basal Area, FR= Frekuensi Relatif, KR= Kerapatan Relatif, DR= Dominansi Relatif, NP= Nilai Penting. Garis Y (m) lebih tinggi daripada jenis lainnya, namun memiliki jumlah daun lebih sedikit daripada N. gracilis, hal ini karena internodus N. ampullaria lebih panjang daripada N. gracilis. Di lokasi penelitian, pertambahan individu baru umumnya tumbuh dari tunas-tunas cabang yang muncul dari permukaan tanah yang berasal dari induknya. Sedangkan individu baru yang berasal dari biji sangat jarang ditemukan. Hal ini mungkin dikarenakan karena dilokasi ini penutupan kanopi pohonpohonnya cukup rapat sehingga sinar cahaya matahari yang diterima Nepenthes kurang dan tidak mendukung terjadinya proses pembungaan. Selama penelitian berlangsung, tidak pernah ditemukan adanya individu Nepenthes 36 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 10 20 30 40 50 Garis X (m) ampullaria gracilis rafflesiana Gambar 1. Pola sebaran Nepenthes di dalam plot seluas 0,5 ha. Jenis Mansur. M..., 2010 yang sedang berbunga maupun berbuah di dalam hutan. Sedangkan Nepenthes yang ditemukan hidup di pinggir-pinggir hutan seperti N. gracilis dan N. rafflesiana, mampu berbunga dan berbuah. Dengan demikian intensitas cahaya matahari yang diterima diperkirakan sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan bunga Nepenthes. Pada tabel 3 tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata antara ph cairan Tabel 2. Rata-rata panjang batang, diameter batang dan jumlah daun dari masingmasing jenis Nepenthes yang terukur. Panjang batang (cm) Diameter batang (mm) Jumlah daun ampullaria 61,87 6.37 14,81 gracilis 54,76 1.66 19,10 rafflesiana 39,76 7.54 13,59 Tabel 3. Rata-rata ph cairan di dalam kantong pada masing-masing jenis Nepenthes di Kalampangan. Jenis Bentuk kantong Kantong terbuka Kantong tertutup gracilis Bawah 4.20 - Atas 4.60 - rafflesiana Bawah 4.53 3.90 Atas 4.17 - ampullaria Roset 5.00 4.30 Bawah 4.25 -

kantong bawah dan kantong atas pada masing-masing jenis Nepenthes yang terukur, namun demikian ada kecenderungan ph cairan pada kantong tertutup lebih asam daripada pada kantong terbuka, khususnya pada jenis N. rafflesiana dan N. ampullaria. Hal ini karena cairan pada kantong tertutup adalah murni dari enzim protease, sedangkan cairan pada kantong terbuka sudah bercampur dengan air hujan, bakteri dan serangga yang mati. Tingkat keasaman cairan di dalam kantong diperkirakan sangat berpengaruh terhadap keberadaan bakteri pengurai, juga berperan dalam proses penguraian serangga yang terjebak. Dilaporkan ada kurang lebih antara 10 39 jenis bakteri yang ditemukan di beberapa kantong Nepenthes. Namun demikian Bakteri dari jenis Achromatium, Bacteroides splanchnicus dan Cytophaga merupakan bakteri yang dominan dan umum dijumpai pada beberapa jenis Nepenthes yang berbeda 8). Bakteri-bakteri tersebut berperan dalam membantu mendegradasi molekul-molekul besar seperti protein dan kitin pada serangga yang mati terjebak di dalam kantong Nepenthes. 4. KESIMPULAN Ditemukan hanya tiga jenis Nepenthes di hutan rawa gambut Kalampangan, yakni; N. ampullaria, N. gracilis dan N. rafflesiana dengan jenis paling dominan dimiliki oleh N. ampullaria. Hasil survey menunjukkan bahwa tingkat keragaman dan kerapatan Nepenthes di hutan rawa gambut kalampangan relatif rendah jika dibandingkan dengan di hutan kerangas yang ada di daerah Barito Ulu, Kalimantan Tengah. DAFTAR PUSTAKA 1. Alham, L., Joeni, S.R. dan Herwint, S. 2006. Decomposition process in peat swamp forest, Kalampangan, Central Kalimantan, Indonesia. Kumpulan abstrak dari International Symposium on Nature and Land Management of Tropical Peat Land in South East Asia. Bogor, 20-21 Sept 2006. Halaman 76. 2. Boehm, V.H.D. 2006. Peat land topography derived from 30m resolution SRTM-X-SAR satelite images for Sebangau catchment and Kahayan area, Kalampangan, Central Kalimantan. Kumpulan absrak International Symposium on Nature And Land Management of Tropical Peat Land in South East Asia. LIPI-JSPS Core University Program, Bogor Indonesia 20-21 September 2006. Hal.59. 3. Cox, G.W. 1967. Laboratory Manual of General Ecology. M.C. Crown, Iowa. 4. Greigh-Smith, P. 1964. Quantitative Plant Ecology. Second Edition. Butterworths London. 5. Mansur, M. 2006. Nepenthes Kantong Semar Yang Unik (Buku). Penebar Swadaya, Jakarta. 99 halaman. 6. Mansur, M. 2007. Ecological study of Nepenthes in Barito Ulu, Central Kalimantan, Indonesia. Kumpulan Abstrak. Sarawak Nepenthes Summit, Sarawak 18-21 Agustus, Malaysia. 7. Rahajoe, J.S., dkk. 2006. Production seasonality and decomposition rate of litter of some dominant species in an intact and post-fire peat swamp forests of Central Kalimantan. Kumpulan abstrak dari International Symposium on Nature and Land Management of Tropical Peat Land in South East Asia. Bogor, 20-21 Sept 2006. Halaman 141. 8. Yogiara. 2004. Analisis komunitas bakteri cairan kantung semar (Nepenthes spp.) menggunakan teknik Terminal Restriction Fragment Length Polymorphism (T-RFLP) dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis (ARDRA). Tesis Magister Sains. Institut Pertanian Bogor. Analisis Populasi Nepenthes Spp...J. Tek. Ling.11 (1): 33-38 37

Lampiran foto: Nepenthes ampullaria bercak coklat bibir merah Nepenthes rafflesiana Nepenthes ampullaria hijau polos Plot di hutan rawa gambut, Kalampangan Nepenthes gracilis 38 Mansur. M..., 2010