PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA (VILLAGE BREEDING PROGRAM FOR TEGAL DUCKS IN IMPROVING EGG PRODUCTION FIRST AND SECOND GENERATION) Subihartal, L.H. Prasetyo2, Y.C. Rahardjo2, S. Prawirodigdol, D. Pramonol dan Hartonol 1Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Klepu z Balai Penelitian Ternak Ciawi ABTRACT A selection program has been carried out on Tegal ducks in order to improve egg production, in Pakijangan village of Bulakamba district, Brebes, from April 1998 - March 2000. Four hundreds and twenty five ducks were used in the first generation from day-old until 3 month egg production. The top 25% was then selected in order to produce the second generation. Mating was performed at the ratio of males and females as 1:5. The results showed that body weight at hatching was 43.73 t 6.08 grams in the first generation and 35.80 t 2.01 grams in the second generation. The body weight at 10 weeks was 1160.90 t 103.% gram and 1127.82 t 118.55 gram for the first and second generation respectively, with the feed consumption at 4463.44 t 99.45 and 4105.83 ± 230.46 grams/head, respectively. The egg at first laying, body weight at fisrt laying, weight of first egg, and 3 month egg production of first generation were 162.24 t 19.% day, 1464.56 t 137.03 grams, 48.07 ± 17.93 grams, and 43.07 t 17.93% respectively. For the second generation, they were 162,6 t 7.09 days, 1456.19 t 56.12 grams, 50.18 t 3.44 grams, and 52.86 ± 9.31% respectively. It can be concluded that one generation of selection has increased weight of first egg by 2.11 grams and egg production buy 9.79% and also increased homogenety. Key words : Tegal duck, village breeding, selection and eggproduction. ABTRAK Penelitian dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan produktivitas Itik Tegal melalui seleksi telah dilakukan di Desa Pakijangan, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes pada bulan April 1998 sampai dengan Maret 2000. Dalam penelitian ini digunakan Itik Tegal generasi pertama (Gl) sebanyak 425 ekor umur 1 hari. Itik tersebut dipelihara dalam kandang indukan sampai berumur 1 bulan. Setelah itu itik tersebut dipelihara dalam kandang kelompok sampai berumur 4,5 bulan. Itik dipelihara dalam kandang individu dari umur 4,5 bulan sampai 3 bulan produksi. Itik akan diseleksi berdasarkan catatan produksi telur selama 3 bulan produksi dengan intensitas seleksi 25%. Itik hasil seleksi dipelihara dalam kandang kelompok yang dicampur dengan pejantan dengan perbandingan 1 : 5. Telur itik hasil seleksi ditetaskan untuk menghasilkan itik generasi Kedua (G2). Itik generasi kedua dipelihara dan diseleksi sama dengan itik generasi pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot badan awal dari generasi pertama dan kedua masing-masing : 43,73 _+ 6,08 dan 35,80 _+ 2,01 g/ekor; bobot badan umur 10 minggu berturut-turut: 1.160,90 + 103,% dan 1.127,82 + 118,55 Makalah Penunjang (Poster) - 79
g/ekor. Konsumsi pakan sampai umur 10 minggu adalah 4.463,44 + 99,45 (generasi pertama) clan 4.105,83 ± 230,46 g/ekor (generasi kedua). Umur pertama kali bertelur, bobot badan awal bertelur, bobot telur awal, produksi telur total populasi dari generasi pertama berturut-turut : 162,24 ± 19,% hari; 1.464,56 ± 137,03 g; 48,07 + 17,93 g clan 43,07 _+ 17,93%. Sedangkan untuk generasi kedua berturut-turut: 162,6 ± 7,09 hari; 1.456,19 _+ 56,12 g; 50,18 ± 3,44 g; 52,86 ± 9,31%. Kesimpulan dari penelitian ini dengan seleksi didapat itik generasi kedua (G2) yang lebih seragam clan clapat meningkatkan bobot telur awa12,11 g clan produksi telur 9,79%. Kata kunci : Itik Tegal, village breeding, seleksi clan produksi telur. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan populasi itik terbesar kedua setelah Cina, khususnya di Asia. Dari populasi tersebut separuhnya ada di Pulau Jawa yang luasnya hanya 10% dari luas Indonesia (Srigandono, 1997). Jawa Tengah secara nasional mempunyai populasi itik tertinggi kedua setelah Sulawesi Selatan. Ada 2 (dua) bangsa itik Jawa Tengah yang terkenal produksi telurnya tinggi yaitu Itik Tegal clan Itik Magelang. Itik Tegal banyak diusahakan oleh peternak di sepanjang Pantai Utara. Sedangkan Itik Magelang banyak dipelihara oleh peternak di sekitar Karesidenan Kedu. Produksi telur tertinggi Itik Tegal pernah dilaporkan oleh Chavez clan Lasmini (1978) yang mencapai 80%. Akan tetapi Setioko (1994) melaporkan bahwa Itik Tegal yang berproduksi di atas 65% tinggal 20% dari populasi, bahkan separuh dari populasi produksinya hanya 20%. Kenyataan ini menyebabkan timbulnya pendapat bahwa usaha Itik Tegal secara intensif tidak menguntungkan (Sabrani et al., 1985). Saran oleh Hardjasworo (1995) clan Martoyo (1991) untuk peningkatan produksi telur itik, untuk dilakukan seleksi clan perbaikan mutu genetik. Perbaikan sebaiknya dilakukan clan melibatkan peternak, agar dapat peningkatan ternak clan peternaknya sekalian (Sidadolog, 1994). Upaya seleksi telah dilakukan oleh peternak di Kabupaten Brebes untuk menghindari kerugian pada pemehharaan itik secara intensif, maka dilakukan seleksi pada bulan produksi 5-8 bulan, berdasarkan pengalaman dari peternak (komunikasi langsung dengan peternak di Kelompok "MUTIARA BIRU" clan "ADEM AYEM" di Kabupaten Brebes). Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk peningkatan produksi telur Itik Tegal, salah satunya dengan Program Village Breeding. Program Village Breeding dengan seleksi pejantan pada Itik Alabio dapat meningkatkan produksi telur 6,17% clan efisiensi pakan 0,63% (Gunawan et al., 1995). Sedangkan Program Village Breeding yang dilakukan oleh Dinas Peternakan Propinsi Jateng belum berjalan seperti yang diharapkan. Salah satu permasalahannya adalah keterbatasan sumber daya manusia dalam hal perbibitan (Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah, 1999). Seleksi Itik Tegal yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Ungaran bekerja sama dengan Pemda Kabupaten Brebes dalam menunjang Program Village Breeding Itik Tegal di Jawa Tengah dibahas dalam makalah ini. 80 - Lokakarya Nasional Unggas Air 2001
MATERI DAN METODE Penelitian seleksi Itik Tegal generasi pertama dan kedua dilakukan di Desa Pakijangan, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes kerja sama antara BPTP Ungaran dengan Pemda Kabupaten Brebes. Penelitian dilakukan selama 2 tahun mulai bulan April 1998 sampai dengan Maret 2000. Dalam penelitian ini digunakan Itik Tegal generasi pertama (Gl) sebanyak 425 ekor umur 1 hari. Itik tersebut dipelihara dalam kandang indukan sampai dengan umur 1 bulan. Setelah itu dipindahkan ke kandang kelompok beralaskan litter dari sekam sampai umur 4,5 bulan. Pada umur 4,5 bulan itik dipindahkan ke kandang individu sampai 3 bulan produksi. Berdasarkan 3 bulan catatan produksi telur itik diseleksi. Itik hasil seleksi dipindah ke kandang kelompok yang dicampur dengan pejantan 2 : 10. Telur itik hasil seleksi ditetaskan untuk menghasilkan itik generasi kedua. Itik generasi kedua mendapat perlakuan sama dengan itik generasi pertama. Susunan ransum itik starter dan grower serta kandungan nutrisinya pada generasi pertama clan kedua disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Susunan clan komposisi nutrisi Itik Tegal periode starter dan grower Periode umur Uraian % Anak (1-4 minggu) 4 minggu - 4,5 bulan Pakan starter komersil Susunan bahan 100,00 " Katul 41,65 " Nasi kering (aking) 45,71 " Tepung ikan pirik 11,21 " Lysine 0,45 " Methionine 0,09 " Mineral itik 0,89 Komposisi nutrisi :* " Protein 16,00 " ME (Kkal) 2.700,00 " E/P 168,75 * Keterangan : analisa Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta. Sedangkan susunan ransum dan kandungan nutrisi itik periode produksi generasi pertama dan kedua disajikan pada Tabe12. Makalah Penunjang (Poster) - 81
Tabel 2. Susunan dan komposisi nutrisi ransum itik periode produksi Uraian Susunan bahan : " Katul 36,14 " Nasi kering (aking) 45,13 " Konsentrat 2,70 " Tepung ikan pirik 14,18 " Lysine 0,66 " Methionine 0,17 " Top mix 0,05 Komposisi nutrisi " Protein kasar (%) 17,00 " Energi (Kkal/kg) 3.089,08 " Ca (%) 3,91 1,33 Parameter yang diamati antara lain: pertumbuhan, konsumsi pakan, umur pertama kali bertelur, bobot badan awal bertelur, bobot telur awal dan produksi telur 3 bulan. Data setelah terkumpul dianalsis dengan analisis variansi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Untuk mengetahui pertumbuhan ternak dilakukan penimbangan bobot badan itik generasi pertama dan kedua sampai umur 10 minggu. Penimbangan dilakukan setiap 2 minggu sekali. Hasil penimbangan itik generasi pertama dan kedua disajikan pada Tabel 3 berikut ini. % Tabel 3. Rata-rata pertumbuhan Itik Tegal betina generasi pertama (Gl) dan kedua (G2) (g/ekor) Generasi ke BB awal Mgg 2 Mgg 4 Mgg 6 Mgg 8 Mgg 10 43,73 165,13 511,36 771,27 1.078,25 1.160,90 G1 _+ _+ _+ _+ _+ _+ 6.08 34,4 76,67 94,79 101,17 103,% 35,80 178,6 480,08 741,97 978,08 1.127,82 G2 _+ _+ _+ _+ _+ _+ 2,01 34,2 64,29 101,78 122,42 118,55 82 - Lokakarya Nasional Qnggas Air2001
Tabel 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot badan menunjukkan pola yang tidak teratur pada generasi pertama dan kedua. Pertumbuhan yang tidak teratur ini kemungkinan disebabkan oleh variasi genetik yang tinggi dan faktor manajemen pemeliharaan seperti pergantian tenaga pemehharaan. Disamping itu dari 425 ekor tersebut penetasan tidak dalam waktu yang sama, terdiri dari 18 angkatan dengan selisih umur penetasan 5 hari. Akan tetapi dari data bobot badan ada kecenderungan standar deviasi pada generasi kedua lebih kecil dibandingkan generasi pertama, kecuali setelah menginjak minggu ke 6, 8 dan 10. Konsumsi Pakan Penimbangan konsumsi pakan dilakukan setiap minggu dan pads saat terjadi kematian. Rata-rata konsumsi pakan Itik Tegal generasi pertama dan kedua disajikan pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Rata-rata konsumsi pakan Itik Tegal betina generasi pertama (Gi) dan kedua (G2) (g/ekor) Generasi ke Mgg 2 Mgg4 Mgg 6 Mgg 8 Mgg 10 G1 328,30 1.090,09 2.300,29 3.627,36 4.463,44 34,4 83,8 138,83 106,98 99,45 326,41 1.088,83 2.235,54 3.652,30 4.150,83 G2 _+ _+ _+ _+ _+ 47,7 105, 52 130,23 151,3 230,46 Seperti pada pertumbuhan, konsumsi pakan menunjukkan pola yang tidak teratur, namun konsumsi antara generasi pertama dan kedua tidak berbeda jauh. Konsumsi pakan dengan pola yang tidak teratur ini juga disebabkan oleh manajemen yang tidak seragam akibat perbedaan tenaga pemelhharaan dan umur penetasan yang berbeda. Performans Itik Tegal Generasi Pertama dan Kedua Pada TabeI 5 disajikan umur pertama kali bertelur, bobot badan awal bertelur, bobot telur awal dan produksi telur. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa generasi kedua setelah mengalami seleksi itik lebih seragam. Hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi yang lebih rendah pada itik generasi kedua dibandingkan standar deviasi pada itik generasi pertama dari parameter yang diamati. Makalah Penunjang (Poster) - 83
Itik Tegal termasuk bangsa itik yang masak kelaminya dini, dibandingkan Itik Bali, Alabio maupun Mojosari. Umur pertama kali bertelur antara generasi pertama dan kedua, tidak berbeda jauh, kecuali standar deviasi pada generasi kedua lebih kecil dibandingkan standar deviasi generasi pertama. Umur pertama kali bertelur tersebut masih dalam kisaran yang dianjurkan oleh Hardjosworo (1990) yaitu 150-170 hari. Itik Tegal yang masak kelaminnya antara 150-170 hari lebih menguntungkan dalam segi banyaknya telur yang dihasilkan, bobot telur dan lambatnya waktu mulai bertelur. Itik Tegal tidak baik apabila bertelur terlalu awal, karena telur yang dihasilkan akan kecil-kecil dan masa produksi tidak bisa lama. Sebaliknya kalau awal produksi terlalu lama akan mengalami kerugian karena hanya keluar biaya tanpa ada hasil. Umur pertama kali bertelur disamping dipengaruhi oleh bangsa, juga oleh pakan. Pakan yang terlalu baik pada saat pertumbuhan menyebabkan itik terlalu awal bertelur. Tabel 5. Performan itik Tegal generasi pertama (Gl) dan kedua (G2) Generasi Umur Bobot badan Bobot telur Produksi Produksi ke pertama kali awal awal telur 3 telur 3 bertelur bertelur (g) bulan total bulan induk (hari) (g) populasi terseleksi 162,24 1.464,56 48,07 43,07 62,27 G1 _+ _+ _+ _+ _+ 14,96 137,03 17,93 17,93 10,43 162,6 1.456,19 50,18 52,86 76,6 G2 _+ _+ _+ _+ _+ 7,09 56,12 3,44 9,31 3,64 Bobot badan awal bertelur dari itik generasi pertama maupun generasi kedua lebih berat dari anjuran Hardjosworo (komunikasi pribadi). Bobot badan awal bertelur yang terbaik untuk Itik Tegal berkisar antara 1,2-1,3 kg/ekor. Bobot badan yang terlalu tinggi dapat mengganggu alat reproduksi. Bobot badan yang terlalu tinggi ini disebabkan kandungan energi terlalu tinggi dalam ransum. Bobot telur awal dengan adanya seleksi naik 2,11 g. Bobot telur akan naik sejalan dengan bertambahnya umur itik. Bobot telur penting artinya bagi konsumen telur asin. Konsumen telur asin terbiasa dengan bobot telur lebih dari 60 g (Hardjosworo,1990). Pendapat ini diperkuat oleh pengrajin telur asin di Kabupaten Brebes. Para pengrajin telur asin akan menolak telur yang besarnya di bawah besar telur pada umumnya dan warm kuning telurnya pucat (BPTP Ungaran dan Pemda Kabupaten Brebes, 2000). Disamping itu bobot/besar telur juga terkait dengan harga. Bobot telur yang kecil 30-40 g tidak akan laku dijual, sedangkan bobot telur 40-60 g harganya selisih Rp. 84 - Lokakarya Nasional Unggas Air2001
50,- sampai dengan Rp. 100,-/butir dibandingkan telur dengan bobot telur lebih dari 60 g (komunikasi langsung dengan pedagang telur di Kabupaten Brebes). Hasil seleksi dari generasi pertama ke generasi kedua, selain keragaman lebih baik, juga dapat meningkatkan produksi telur sebesar 9,79%. Hal ini sejalan dengan seleksi pejantan pada itik Alabio yang dilakukan oleh Gunawan (1995) dan dapat meningkatkan produksi telur 6,17%. Dengan intensitas seleksi 25% didapat rata-rata produksi telur itik terseleksi pada generasi pertama 62,27 _+ 10,43% dibandingkan produksi total populasi sebesar 43,07 ± 17.93% dan pads generasi kedua sebesar 76,6 _+. 3,61 dibandingkan produksi total populasi sebesar 52.86 ± 9.31%. KESIMPULAN 1. Seleksi generasi pertama dan kedua belum memberikan pertumbuhan dan konsumsi pakan yang seragam. 2. Seleksi pada generasi kedua memberikan keseragaman yang lebih baik pada umur pertama kali bertelur, bobot badan awal bertelur dan produksi telur. 3. Hasil seleksi dapat meningkatkan berat telur awal 2,11 g dan produksi telur 9,79% (total populasi). SARAN DAN TINDAK LANJUT Sebagai tindak lanjut, penelitian ini akan dilanjutkan dengan seleksi sampai generasi keempat. Pengembangan itik hasil seleksi mulai generasi keempat akan dilakukan oleh Perusahaan Daerah (PERUSDA) Kabupaten Brebes bekerja sama dengan BPTP Ungaran dan Kelompok Tani Ternak Itik Perbibitan. Itik hasil seleksi mulai generasi pertama sebagian disebarkan pada kelompok tani untuk menguji potensi produksi di tingkat petani. Hasil uji lapangan generasi pertama dan kedua dibahas dalam makalah lain. DAFTAR PUSTAKA BPTP Ungaran dan Pemda Kab. Brebes. 2000. Peningkatan produktivitas Itik Tegal dengan perbaikan bibit dan manajemen pemeliharaan. Laporan Tahunan kerjasama BPTP Ungaran dan Pemda Kab. Brebes. Chavez and A. Lasmini. 1978. Comparative performance of native Indonesia egg laying duck. Center report no. 6. Center for Animal Research and Development. Bogor. Indonesia. Makalah Penunjang (Poster) - 85
Dinas Peternakan Prop. Jateng. 1999. Laporan Tahunan. Gunawan B., K. Diwiyanto, M. Sabrani dan S.A. Dahlan. 1995. Teknik village breeding untuk meningkatkan produktivitas Itik Alabio di Kalimantan Selatan. Pros. Seminar Sains dan Teknologi. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor. Hardjosworo P.S. 1990. Usaha-usaha peningkatan manfaat itik Tegal untuk produksi telur. Pros. Temu Tugas Sub Sektor Peternakan. Pembangunan Usaha Ternak Itik di Jawa Tengah. Sub Balitnak K1epu.1990. Martoyo, H. 1991. Beberapa pemikiran mengenai perbaikan mutu genetik unggas dalam peternakan tradisional. Pros. Seminar Penelitian dan Hasil Penelitian Penunjang Pembangunan Peternakan Tradisional. Sabrani M., A. Mulyadi dan U. Kusnadi. 1985. Socio economic aspects of village duck production in Central Java and Yogyakarta. Dalam : Duck Production Science and World Practice. Setioko, A.R., A. Syamsudin, M.Rangkuti, H. Budiman dan A. Gunawan. 1994. Budidaya Ternak Itik. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Badan Litbangtan. Sidadolog, J.P. 1994. Strategi pembinaan dan pengembangan ayam kampung. Lokakarya Kebijakan Perunggasan di Yogyakarta. Srigandono, B. 1997. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Srigandono, P.S. 1995. Peluang pemanfaatan potensi genetik dan prospek pengembangan unggas lokal. Pros. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balitnak Bogor. 86 - Lokakarya Nasional Unggas Air 2001