BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Yogyakarta Urban Kampung

BAB I PENDAHULUAN. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Taman Sekartaji merupakan salah satu taman kota bantaran sungai di

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

lib.archiplan.ugm.ac.id

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian... 29

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB I PENDAHULUAN. 1 diakses 26 februari 2016, Pukul WIB.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah merupakan salah satu masalah serius yang sering ditemui di lapangan.

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami. perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri.

Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. energi berasal dari lingkungan abiotik akan kembali ke lingkungan abiotik.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan telah memunculkan kota sebagai pusat-pusat kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DAFTAR ISI. Daftar Isi... i

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I KONDISI KAWASAN DALAM BEBERAPA ASPEK. kepada permukiman dengan kepadatan bangunan tinggi, dan permukiman ini

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. khas daerah.suasana damai, tentram, nyaman dan ramah dapat dirasakan di daerah

BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. kualitatif. Suatu saat nanti, air akan menjadi barang yang mahal karena

commit to user BAB I PENDAHULUAN

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

Gambar 12. Lokasi Penelitian

KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL

KETERKAITAN KEMAMPUAN MASYARAKAT DAN BENTUK MITIGASI BANJIR DI KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENANGANAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAS WAI RUHU. Steanly R.R. Pattiselanno, M.Ruslin Anwar, A.Wahid Hasyim

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

lib.archiplan.ugm.ac.id

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

[LAPORAN SIDANG PLENO KESATU TKPSDA WS BELAWAN ULAR PADANG] 2016 KATA PENGANTAR

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

Gambar 2 Peta lokasi studi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh topografi (punggung bukit) sehingga air hujan yang jatuh di dalamnya akan diresapkan, disimpan, ditampung, dialirkan melalui sungai ke bagian yang lebih rendah (hilir) bermuara ke laut atau au. Wilayah DAS meliputi bagian hulu, tengah, hilir, dapat berupa wilayah lindung, wilayah budidaya, wilayah pemukiman, wilayah industri, lain-lain. Perkembangan tepian sungai menjadi wilayah pemukiman industri membawa dampak pada pencemaran sungai. Tujuh puluh lima sungai-sungai besar di Indonesia sudah tercemar berat enam puluh persen penyebabnya adalah limbah domestik. Pencemaran tersebut sangat erat kaitannya dengan perilaku hidup masyarakat di Indonesia. Tidak hanya masyarakat, perilaku sektor industri menurutnya juga berperan dalam pencemaran sungai 1. Saat ini sungai di Indonesia cenderung dianggap sebagai halaman belakang. Dampaknya adalah sungai sebagai tempat untuk pembuangan limbah, sehingga tak jarang sungai-sungai di Indonesia lebih memberikan kesan kotor 2.Keterlibatan manusia dalam pemanfaatan fungsi sumberdaya sungai tidak hanya menyebabkan timbulnya penurunan kualitas lingkungan sungai, namun juga penurunan kualitas visual. 1.1.1 Perkembangan Sungai Winongo Sungai Winongo merupakan salah satu dari tiga sungai besar yang ada di kota Yogyakarta. Bagian tengah hilir sungai masuk dalam area 1 Balthasar Kambuaya, Menteri Lingkungan Hidup 2011-2014, dalam Republika Online, 75 Persen Sungai di Indonesia Tercemar Berat, 24 Maret 2014. Diakses melalui http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/03/24/n2xa7z-75-persen-sungai-di-indonesiatercemar-berat pada 27 Oktober 2014, pukul 06.00 2 Beranda MITI (Masyarakat, Ilmuwan Teknologi Indonesia), Melihat Kembali Kondisi Sungai di Indonesia: Sungai CItarum, 19 Desember 2013. Diakses melalui http://beranda-miti.com/melihatkembali-kondisi-sungai-indonesia-sungai-citarum/ pada 27 Oktober 2014, pukul 06.33 1

perkotaan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan, seperti hunian (pemukiman), industri, komersil, persawahan, sebagainya. Perubahan tata guna lahan di sekitar sungai tersebut menyebabkan penurunan kualitas lingkungan sungai, seperti: pencemaran air tanah yang dinilai dari meningkatnya jumlah bakteri, erosi sedimentasi yang dapat menyebabkan longsor. Hal ini juga berdampak pada penurunan kualitas visual yang dilihat dari: perkembangan kawasan kumuh area komersil yang merusak pemangan alami meningkatnya limbah domestik di kawasan sungai. Sejak tahun 2009, sungai Winongo dikembangkan oleh Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA) dalam program Winongo Wisataku 2030. Program ini memprogramkan daerah sekitar Sungai Winongo sebagai tujuan wisata pada 2030. Sejalan dengan program tersebut, FKWA telah mengupayakan pemanfaatan lahan yang sebelumnya terlantar di bantaran Sungai Winongo menjadi ruang terbuka telah dilengkapi oleh fasilitas lapangan sepakbola mainan anak-anak demi mewujudkan ruang interaksi sosial masyarakat setempat. Saat ini pemanfaatan dari fasilitas tersebut kurang optimal terkesan sepi 3. 1.1.2 Visual Sungai Winongo Seperti kebanyakan sungai yang ada di Indonesia, sungai Winongo mempunyai potensi sumber daya yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Keberadaan sungai masih dianggap sebagai bagian belakang oleh sebagian masyarakat sekitar, sehingga visual koridor sungai menjadi tidak menarik. Beberapa titik di sungai Winongo sudah dilakukan upaya peningkatan kualitas visual dengan membentuk ruang-ruang terbuka untuk publik. 3 Wahyu K. Astuti, dalam Kebun Komunal Bank Sampah Becak (Bener-Kricak) berbasis Masyarakat. Diakses melalui http://www.sobatbumi.com/upload/files/17214/kebun_komunal Bank_Sampah_Becak_(Ben er-kricak)_berbasis_masyarakat_-_wahyu_k._astuti_.pdf, 27 oktober 2014, pukul 06.29 2

Gambar 1.1 Pengembangan Tepian Sungai Winongo sebagai Ruang Terbuka Publik Sumber: Dokumentasi Pribadi, Oktober 2014 Penelitian ini akan menilai kualitas visual di koridor sungai Winongo di beberapa titik yang masuk dalam area perkotaan. Hasil dari evaluasi penilaian diharapkan dapat dijadikan dasar pengelolaan lanskap koridor sungai Winongo maupun sungai-sungai lain yang ada di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, permasalahan yang disoroti dalam penelitian ini adalah mengenai kualitas visual pada koridor sungai Winongo di beberapa segmen dengan fungsi yang berbeda. Menurut Steinitz (1995) dalam Rahmafitria (2004), kualitas visual suatu lanskap dipengaruhi oleh keanekaragaman vegetasi, bentukan lahan, penampilan elemen air, keberadaan bangunan. Penilaian kualitas visual dalam penelitian ini ditentukan dari karakter elemen fisik berupa: vegetasi, bentukan lahan, elemen air, kondisi bangunan. Kajian mengenai kualitas visual koridor sungai Winongo akan menentukan arahan / guideline tentang karakter visual pada elemen-elemen fisik yang ada di koridor sungai. 3

1.3 Pertanyaan Penelitian a. Bagaimana karakter visual elemen-elemen fisik pada beberapa segmen koridor sungai Winongo dengan tepian sungai yang mempunyai fungsi berbeda? b. Bagaimana kualitas visual koridor sungai Winongo berdasarkan karakter visual elemen fisiknya? c. Bagaimana arahan / guideline tentang karakter visual pada elemenelemen fisik koridor sungai Winongo untuk membentuk kualitas visual yang baik? 1.4 Tujuan Sasaran Penelitian 1.4.1 Tujuan a. Mengetahui perbandingan karakter visual setiap elemen fisik pada beberapa segmen koridor sungai Winongo b. Menentukan kualitas visual di koridor sungai Winongo berdasarkan karakter visual elemen fisiknya c. Memperoleh arahan / guideline tentang karakter visual elemenelemen fisik koridor sungai Winongo untuk membentuk kualitas visual yang baik 1.4.2 Sasaran a. Melakukan identifikasi deskripsi mengenai karakter visual elemen-elemen fisik koridor sungai Winongo b. Menganalisis menilai kualitas visual koridor sungai Winongo sesuai dengan aspek-aspek penentunya berdasarkan karakter visual elemen-elemen fisik koridor sungai c. Menyusun arahan / guideline tentang karakter visual pada elemenelemen fisik koridor sungai untuk membentuk kualitas visual yang baik 4

1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: a. Ilmu pengetahuan / penulis, untuk memberikan kontribusi teoritis tentang elemen-elemen fisik koridor sungai beserta karakter visualnya dalam membentuk kualitas visual yang baik. b. Praktisi / urban designer, untuk memberikan gambaran acuan / guideline setiap elemen fisik koridor sungai sebagai pertimbangan dalam mendesain / merancang kawasan. c. Pemerintah / pengambil keputusan, untuk memberikan rekomendasi dalam pengambilan kebijakan terkait penyelesaian masalah kualitas visual pada koridor sungai. 1.6 Keaslian Penelitian Dalam menyusun laporan penelitian ini ada beberapa penelitian sebelumnya yang dapat menjadi referensi, baik dari lokasinya (sungai Winongo), maupun fokus penelitian (kualitas visual). Rahmafitria (2004) melakukan penelitian mengenai kualitas visual kualitas lingkungan di tepian sungai Cisae, Bogor, Jawa Barat. Peneliti menggunakan preferensi visual oleh responden untuk memperoleh Scenic Beauty Estimation (SBE). Dengan menggunakan model regresi diperoleh variabel paling berpengaruh terhadap nilai SBE, dimana variabel-variabel tersebut diskor berdasarkan pengamatan lapangan untuk dituangkan dalam beberapa peta tematik yang dioverlay untuk memperoleh kualitas visual kualitas lingkungan. Temuan dari penelitian ini antara lain berbagai karakter lanskap tepian sungai dengan kualitas visual kualitas lingkungan yang baik, seg, buruk. Gultom (2006), Naupan (2007) Adianti (2009) meneliti karakter penggal jalan dengan pendekatan kualitas visual. Karakter kawasan yang diteliti masingmasing berbeda, Gultom (2006) meneliti kawasan waterfront Seng Hie, Pontianak, Naupan (2007) meneliti penggal jalan eks perkantoran di Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan, segkan Adianti (2009) mengambil lokasi di koridor pariwisata, jalan Parangtritis, Yogyakarta. Metode yang digunakan ketiganya sama. Peneliti menggunakan metode deduksi, mengacu pada berbagai teori 5

mengenai elemen-elemen visual pada koridor jalan. Elemen-elemen tersebut menjadi variabel penelitian yang diamati kondisinya di lapangan, dibandingkan dengan teori. Temuan dari penelitian ini adalah pengolahan fasad bangunan dengan visual yang baik buruk di beberapa penggal jalan yang diamati. Dari temuan tersebut disusun arahan pengembangan koridor jalan dengan kualitas visual yang baik dapat mempertahankan karakter kawasan. Penelitian kualitas visual di kawasan pesisir dilakukan oleh Khakim, dkk (2008). Metode yang digunakan adalah preferensi visual responden dengan perhitungan SBE untuk melihat hubungan tingkat preferensi dengan karakter tipologi kawasan pesisir. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menentukan titiktitik yang berpotensi untuk pengembangan wisata dengan melihat karakter tipologi yang sesuai. Pramudito (2013) melakukan penelitian dengan lokus yang sama di penelitian ini, yaitu sungai Winongo. Wilayah amatan penelitian dibatasi di bantaran sungai Winongo yang ada di kampong Bangunrejo, Kricak, Yogyakarta. Fokus penelitian adalah mengenai livabilitas ruang terbuka publik di bantaran sungai. Dengan menggunakan space syntax, peneliti melihat titik-titik yang berpotensi sebagai ruang terbuka publik, sehingga dapat diusulkan arahan pengembangannya dengan pendekatan optimasi livabilitas ruang terbuka publik. 6

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian NAMA PENULIS Fitri Rahmafitria (Sekolah Pascasarjana IPB, 2004) Bontor Jumaylinda Br. Gultom 2006) Limra Naupan 2007) Nurul Khakim, dkk Geografi UGM, 2008) Istiana Adianti 2009) Sidhi Pramudito 2013) JUDUL FOKUS LOKUS METODE Evaluasi Lanskap Tepian Sungai Perkotaan melalui Pendekatan Visual Lingkungan Visual Fasad Bangunan Komersial di Kawasan Waterfront Studi Kasus: Kawasan Waterfront eng Hie, Pontianak Peran Visual untuk Mempertahankan Karakter Kawasan Analisis Preferensi Visual Lanskap Pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta untuk Pengembangan Pariwisata Pesisir Menuju Pada Pengelolaan Wilayah Pesisir Berkelanjutan Acuan Rancangan untuk Memperkuat Karakter Koridor Pariwisata melalui Visual Optimasi Livabilitas Ruang Terbuka Publik pada Bantaran Sungai Winongo Integrasi Visual Lingkungan Visual karakter kawasan Visual karakter kawasan Visual Pengelolaan Wilayah Pesisir Visual karakter kawasan Optimasi Livabilitas RTP Tepian Sungai Cisae, Bogor, Jawa Barat Kawasan Waterfront eng Hie, Pontianak Penggal jalan eks perkantoran Kab. Lahat, Sum Sel Wilayah Pesisir DIY Koridor Pariwisata: Jalan Parangtritis, Yogyakarta Bantaran Sungai Winongo: Kampung Bangunrejo, Kricak, Yogyakarta Preferensi visual responden dengan perhitungan Scenic Beauty Estimation(SBE), model visual menggunakan metode regresi, observasi dengan metode deduksi untuk penilaian kualitas, overlay hasil evaluasi kualitas visual kualitas lingkungan Kualitatif-deskriptif. Mengamati mendeskripsikan variabelvariabel penelitian di lapangan membandingkannya dengan teori, untuk ditarik kesimpulan Kualitatif-deskriptif. Mengamati mendeskripsikan variabelvariabel penelitian di lapangan membandingkannya dengan teori, untuk ditarik kesimpulan Preferensi visual responden dengan perhitungan Scenic Beauty Estimation(SBE), model regresi untuk menentukan hubungan tingkat nilai SBE dengan tipologi pesisir Kualitatif-deskriptif. Mengamati mendeskripsikan variabelvariabel penelitian di lapangan membandingkannya dengan teori, untuk ditarik kesimpulan Analisis deskriptif dengan metode kuantitatif untuk mengemukakan hal-hal empiris dengan akurat sistematis, serta simulasi permodelan menggunakan komputer adalah untuk memecahkan atau menjawab suatu persoalan nyata 7

Dindi Eneng Chandraning Sasmito 2015) Sumber: 2014 Visual Koridor Sungai Winongo berdasarkan Karakter Visual Elemen Fisik Kawasan Karakter visual elemen fisik kualitas visual koridor sungai Koridor Sungai Winongo, (batas jl. Kyai Mojo jl. Pembela Tanah Air) Kualitatif-deskriptif, mengidentifikasi mendeskripsikan hasil amatan tentang karakter visual yang didialogkan dengan teori, serta pendekatan expert judgement (penilaian ahli) dengan analisis kuantitatif menggunakan metode skoring untuk menentukan kualitas visualnya. Berdasarkan data dalam tabel di atas, penelitian mengenai kualitas visual di kawasan sungai Winongo belum dilakukan, baik menggunakan metode preferensi visual, maupun kualitatif-deskriptif. Penelitian ini akan melengkapi penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya di sungai Winongo dengan fokus pengamatan mengenai kualitas visual sungai. 1.7 Kerangka Pemikiran 8