BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh topografi (punggung bukit) sehingga air hujan yang jatuh di dalamnya akan diresapkan, disimpan, ditampung, dialirkan melalui sungai ke bagian yang lebih rendah (hilir) bermuara ke laut atau au. Wilayah DAS meliputi bagian hulu, tengah, hilir, dapat berupa wilayah lindung, wilayah budidaya, wilayah pemukiman, wilayah industri, lain-lain. Perkembangan tepian sungai menjadi wilayah pemukiman industri membawa dampak pada pencemaran sungai. Tujuh puluh lima sungai-sungai besar di Indonesia sudah tercemar berat enam puluh persen penyebabnya adalah limbah domestik. Pencemaran tersebut sangat erat kaitannya dengan perilaku hidup masyarakat di Indonesia. Tidak hanya masyarakat, perilaku sektor industri menurutnya juga berperan dalam pencemaran sungai 1. Saat ini sungai di Indonesia cenderung dianggap sebagai halaman belakang. Dampaknya adalah sungai sebagai tempat untuk pembuangan limbah, sehingga tak jarang sungai-sungai di Indonesia lebih memberikan kesan kotor 2.Keterlibatan manusia dalam pemanfaatan fungsi sumberdaya sungai tidak hanya menyebabkan timbulnya penurunan kualitas lingkungan sungai, namun juga penurunan kualitas visual. 1.1.1 Perkembangan Sungai Winongo Sungai Winongo merupakan salah satu dari tiga sungai besar yang ada di kota Yogyakarta. Bagian tengah hilir sungai masuk dalam area 1 Balthasar Kambuaya, Menteri Lingkungan Hidup 2011-2014, dalam Republika Online, 75 Persen Sungai di Indonesia Tercemar Berat, 24 Maret 2014. Diakses melalui http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/03/24/n2xa7z-75-persen-sungai-di-indonesiatercemar-berat pada 27 Oktober 2014, pukul 06.00 2 Beranda MITI (Masyarakat, Ilmuwan Teknologi Indonesia), Melihat Kembali Kondisi Sungai di Indonesia: Sungai CItarum, 19 Desember 2013. Diakses melalui http://beranda-miti.com/melihatkembali-kondisi-sungai-indonesia-sungai-citarum/ pada 27 Oktober 2014, pukul 06.33 1
perkotaan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan, seperti hunian (pemukiman), industri, komersil, persawahan, sebagainya. Perubahan tata guna lahan di sekitar sungai tersebut menyebabkan penurunan kualitas lingkungan sungai, seperti: pencemaran air tanah yang dinilai dari meningkatnya jumlah bakteri, erosi sedimentasi yang dapat menyebabkan longsor. Hal ini juga berdampak pada penurunan kualitas visual yang dilihat dari: perkembangan kawasan kumuh area komersil yang merusak pemangan alami meningkatnya limbah domestik di kawasan sungai. Sejak tahun 2009, sungai Winongo dikembangkan oleh Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA) dalam program Winongo Wisataku 2030. Program ini memprogramkan daerah sekitar Sungai Winongo sebagai tujuan wisata pada 2030. Sejalan dengan program tersebut, FKWA telah mengupayakan pemanfaatan lahan yang sebelumnya terlantar di bantaran Sungai Winongo menjadi ruang terbuka telah dilengkapi oleh fasilitas lapangan sepakbola mainan anak-anak demi mewujudkan ruang interaksi sosial masyarakat setempat. Saat ini pemanfaatan dari fasilitas tersebut kurang optimal terkesan sepi 3. 1.1.2 Visual Sungai Winongo Seperti kebanyakan sungai yang ada di Indonesia, sungai Winongo mempunyai potensi sumber daya yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Keberadaan sungai masih dianggap sebagai bagian belakang oleh sebagian masyarakat sekitar, sehingga visual koridor sungai menjadi tidak menarik. Beberapa titik di sungai Winongo sudah dilakukan upaya peningkatan kualitas visual dengan membentuk ruang-ruang terbuka untuk publik. 3 Wahyu K. Astuti, dalam Kebun Komunal Bank Sampah Becak (Bener-Kricak) berbasis Masyarakat. Diakses melalui http://www.sobatbumi.com/upload/files/17214/kebun_komunal Bank_Sampah_Becak_(Ben er-kricak)_berbasis_masyarakat_-_wahyu_k._astuti_.pdf, 27 oktober 2014, pukul 06.29 2
Gambar 1.1 Pengembangan Tepian Sungai Winongo sebagai Ruang Terbuka Publik Sumber: Dokumentasi Pribadi, Oktober 2014 Penelitian ini akan menilai kualitas visual di koridor sungai Winongo di beberapa titik yang masuk dalam area perkotaan. Hasil dari evaluasi penilaian diharapkan dapat dijadikan dasar pengelolaan lanskap koridor sungai Winongo maupun sungai-sungai lain yang ada di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, permasalahan yang disoroti dalam penelitian ini adalah mengenai kualitas visual pada koridor sungai Winongo di beberapa segmen dengan fungsi yang berbeda. Menurut Steinitz (1995) dalam Rahmafitria (2004), kualitas visual suatu lanskap dipengaruhi oleh keanekaragaman vegetasi, bentukan lahan, penampilan elemen air, keberadaan bangunan. Penilaian kualitas visual dalam penelitian ini ditentukan dari karakter elemen fisik berupa: vegetasi, bentukan lahan, elemen air, kondisi bangunan. Kajian mengenai kualitas visual koridor sungai Winongo akan menentukan arahan / guideline tentang karakter visual pada elemen-elemen fisik yang ada di koridor sungai. 3
1.3 Pertanyaan Penelitian a. Bagaimana karakter visual elemen-elemen fisik pada beberapa segmen koridor sungai Winongo dengan tepian sungai yang mempunyai fungsi berbeda? b. Bagaimana kualitas visual koridor sungai Winongo berdasarkan karakter visual elemen fisiknya? c. Bagaimana arahan / guideline tentang karakter visual pada elemenelemen fisik koridor sungai Winongo untuk membentuk kualitas visual yang baik? 1.4 Tujuan Sasaran Penelitian 1.4.1 Tujuan a. Mengetahui perbandingan karakter visual setiap elemen fisik pada beberapa segmen koridor sungai Winongo b. Menentukan kualitas visual di koridor sungai Winongo berdasarkan karakter visual elemen fisiknya c. Memperoleh arahan / guideline tentang karakter visual elemenelemen fisik koridor sungai Winongo untuk membentuk kualitas visual yang baik 1.4.2 Sasaran a. Melakukan identifikasi deskripsi mengenai karakter visual elemen-elemen fisik koridor sungai Winongo b. Menganalisis menilai kualitas visual koridor sungai Winongo sesuai dengan aspek-aspek penentunya berdasarkan karakter visual elemen-elemen fisik koridor sungai c. Menyusun arahan / guideline tentang karakter visual pada elemenelemen fisik koridor sungai untuk membentuk kualitas visual yang baik 4
1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: a. Ilmu pengetahuan / penulis, untuk memberikan kontribusi teoritis tentang elemen-elemen fisik koridor sungai beserta karakter visualnya dalam membentuk kualitas visual yang baik. b. Praktisi / urban designer, untuk memberikan gambaran acuan / guideline setiap elemen fisik koridor sungai sebagai pertimbangan dalam mendesain / merancang kawasan. c. Pemerintah / pengambil keputusan, untuk memberikan rekomendasi dalam pengambilan kebijakan terkait penyelesaian masalah kualitas visual pada koridor sungai. 1.6 Keaslian Penelitian Dalam menyusun laporan penelitian ini ada beberapa penelitian sebelumnya yang dapat menjadi referensi, baik dari lokasinya (sungai Winongo), maupun fokus penelitian (kualitas visual). Rahmafitria (2004) melakukan penelitian mengenai kualitas visual kualitas lingkungan di tepian sungai Cisae, Bogor, Jawa Barat. Peneliti menggunakan preferensi visual oleh responden untuk memperoleh Scenic Beauty Estimation (SBE). Dengan menggunakan model regresi diperoleh variabel paling berpengaruh terhadap nilai SBE, dimana variabel-variabel tersebut diskor berdasarkan pengamatan lapangan untuk dituangkan dalam beberapa peta tematik yang dioverlay untuk memperoleh kualitas visual kualitas lingkungan. Temuan dari penelitian ini antara lain berbagai karakter lanskap tepian sungai dengan kualitas visual kualitas lingkungan yang baik, seg, buruk. Gultom (2006), Naupan (2007) Adianti (2009) meneliti karakter penggal jalan dengan pendekatan kualitas visual. Karakter kawasan yang diteliti masingmasing berbeda, Gultom (2006) meneliti kawasan waterfront Seng Hie, Pontianak, Naupan (2007) meneliti penggal jalan eks perkantoran di Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan, segkan Adianti (2009) mengambil lokasi di koridor pariwisata, jalan Parangtritis, Yogyakarta. Metode yang digunakan ketiganya sama. Peneliti menggunakan metode deduksi, mengacu pada berbagai teori 5
mengenai elemen-elemen visual pada koridor jalan. Elemen-elemen tersebut menjadi variabel penelitian yang diamati kondisinya di lapangan, dibandingkan dengan teori. Temuan dari penelitian ini adalah pengolahan fasad bangunan dengan visual yang baik buruk di beberapa penggal jalan yang diamati. Dari temuan tersebut disusun arahan pengembangan koridor jalan dengan kualitas visual yang baik dapat mempertahankan karakter kawasan. Penelitian kualitas visual di kawasan pesisir dilakukan oleh Khakim, dkk (2008). Metode yang digunakan adalah preferensi visual responden dengan perhitungan SBE untuk melihat hubungan tingkat preferensi dengan karakter tipologi kawasan pesisir. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menentukan titiktitik yang berpotensi untuk pengembangan wisata dengan melihat karakter tipologi yang sesuai. Pramudito (2013) melakukan penelitian dengan lokus yang sama di penelitian ini, yaitu sungai Winongo. Wilayah amatan penelitian dibatasi di bantaran sungai Winongo yang ada di kampong Bangunrejo, Kricak, Yogyakarta. Fokus penelitian adalah mengenai livabilitas ruang terbuka publik di bantaran sungai. Dengan menggunakan space syntax, peneliti melihat titik-titik yang berpotensi sebagai ruang terbuka publik, sehingga dapat diusulkan arahan pengembangannya dengan pendekatan optimasi livabilitas ruang terbuka publik. 6
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian NAMA PENULIS Fitri Rahmafitria (Sekolah Pascasarjana IPB, 2004) Bontor Jumaylinda Br. Gultom 2006) Limra Naupan 2007) Nurul Khakim, dkk Geografi UGM, 2008) Istiana Adianti 2009) Sidhi Pramudito 2013) JUDUL FOKUS LOKUS METODE Evaluasi Lanskap Tepian Sungai Perkotaan melalui Pendekatan Visual Lingkungan Visual Fasad Bangunan Komersial di Kawasan Waterfront Studi Kasus: Kawasan Waterfront eng Hie, Pontianak Peran Visual untuk Mempertahankan Karakter Kawasan Analisis Preferensi Visual Lanskap Pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta untuk Pengembangan Pariwisata Pesisir Menuju Pada Pengelolaan Wilayah Pesisir Berkelanjutan Acuan Rancangan untuk Memperkuat Karakter Koridor Pariwisata melalui Visual Optimasi Livabilitas Ruang Terbuka Publik pada Bantaran Sungai Winongo Integrasi Visual Lingkungan Visual karakter kawasan Visual karakter kawasan Visual Pengelolaan Wilayah Pesisir Visual karakter kawasan Optimasi Livabilitas RTP Tepian Sungai Cisae, Bogor, Jawa Barat Kawasan Waterfront eng Hie, Pontianak Penggal jalan eks perkantoran Kab. Lahat, Sum Sel Wilayah Pesisir DIY Koridor Pariwisata: Jalan Parangtritis, Yogyakarta Bantaran Sungai Winongo: Kampung Bangunrejo, Kricak, Yogyakarta Preferensi visual responden dengan perhitungan Scenic Beauty Estimation(SBE), model visual menggunakan metode regresi, observasi dengan metode deduksi untuk penilaian kualitas, overlay hasil evaluasi kualitas visual kualitas lingkungan Kualitatif-deskriptif. Mengamati mendeskripsikan variabelvariabel penelitian di lapangan membandingkannya dengan teori, untuk ditarik kesimpulan Kualitatif-deskriptif. Mengamati mendeskripsikan variabelvariabel penelitian di lapangan membandingkannya dengan teori, untuk ditarik kesimpulan Preferensi visual responden dengan perhitungan Scenic Beauty Estimation(SBE), model regresi untuk menentukan hubungan tingkat nilai SBE dengan tipologi pesisir Kualitatif-deskriptif. Mengamati mendeskripsikan variabelvariabel penelitian di lapangan membandingkannya dengan teori, untuk ditarik kesimpulan Analisis deskriptif dengan metode kuantitatif untuk mengemukakan hal-hal empiris dengan akurat sistematis, serta simulasi permodelan menggunakan komputer adalah untuk memecahkan atau menjawab suatu persoalan nyata 7
Dindi Eneng Chandraning Sasmito 2015) Sumber: 2014 Visual Koridor Sungai Winongo berdasarkan Karakter Visual Elemen Fisik Kawasan Karakter visual elemen fisik kualitas visual koridor sungai Koridor Sungai Winongo, (batas jl. Kyai Mojo jl. Pembela Tanah Air) Kualitatif-deskriptif, mengidentifikasi mendeskripsikan hasil amatan tentang karakter visual yang didialogkan dengan teori, serta pendekatan expert judgement (penilaian ahli) dengan analisis kuantitatif menggunakan metode skoring untuk menentukan kualitas visualnya. Berdasarkan data dalam tabel di atas, penelitian mengenai kualitas visual di kawasan sungai Winongo belum dilakukan, baik menggunakan metode preferensi visual, maupun kualitatif-deskriptif. Penelitian ini akan melengkapi penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya di sungai Winongo dengan fokus pengamatan mengenai kualitas visual sungai. 1.7 Kerangka Pemikiran 8