RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XVI/2018 Dua Kali Masa Jabatan Bagi Presiden atau Wakil Presiden I. PEMOHON 1. Syaiful Bahari, SH (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Aryo Fadlian (selanjutnya disebut sebagai Pemohon II). Selanjutnya secara bersama-sama disebut sebagai para Pemohon. Kuasa Hukum Reginaldo Sultan, SH., MM, Binsar Ronitua Sundoro, SH., dkk, pada Koalisi Advokat Nawacita Indonesia berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 30 April 2018. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Penjelasan Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU 7/2017). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi; 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: 1
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 4. Pasal 29 ayat (1) huruf a UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 5. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan berbunyi: Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. 6. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU 7/2017), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga Negara. ; 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. 2
c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Bahwa para Pemohon adalah perseorangan warga negara Indonesia, yang akan mengikuti Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia pada tahun-tahun yang akan datang; 4. Bahwa Penjelasan Pasal 169 huruf n UU 7/2017, menurut para Pemohon akan menimbulkan multitafsir dan atau menghilangkan kesempatan untuk memilih putra/putri terbaik bangsa yang layak untuk maju sebagai Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian materiil UU 7/2017 yaitu: 1. Penjelasan Pasal 169 huruf n: n. Yang dimaksud dengan belum pernah menjabat 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari 5 [ima) tahun. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 1 ayat (2): Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang- Undang Dasar. 2. Pasal 6A ayat (1): Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. 3
3. Pasal 7: Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa hak dasar rakyat untuk dapat memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung tidak boleh dibatasi oleh instrumen hukum dalam bentuk peraturan apapun yang menyebabkan putra/putri terbaik bangsa kehilangan kesempatan untuk dapat dipilih menjadi Presiden atau Wakil Presiden karena adanya ketentuan pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden lebih dari 2 (dua) kali periode meskipun tidak berturut-turut; 2. Bahwa pembatasan masa jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden lebih dari 2 (dua) kali berturut-turut dimaksudkan untuk menghindari hegemoni kekuasaan sebagaimana pernah terjadi di negeri ini pada masa-masa lampau, namun ketentuan dalam Pasal 7 UUD 1945 : Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan, sudah lebih dari cukup untuk membatasi kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden dalam 2 (dua) kali masa jabatan secara berturut-turut, namun masih tetap terbuka peluang untuk dapat menjabat Presiden dan Wakil Presiden kembali setelah ada jeda oleh periode atau masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang lainnya; 3. Bahwa frasa maupun tidak berturut-turut dalam Penjelasan Pasal 169 huruf n UU 7/2017 mengandung tafsir yang tidak sejalan dan bertentangan terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), dan Pasal 7 UUD 1945, yang mana pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung terpasung oleh penjelasan pasal yang memberi batas periodesasi/masa jabatan presiden dan wakil presiden; 4. Bahwa pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang hanya dibatasi untuk menjabat dalam jabatan yang sama selama 2 (dua) kali masa 4
jabatan meskipun tidak berturut adalah tidak relevan. Pembatasan masa jabatan dimaksud tidak sejalan dengan sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Seyogyanya instrument hukum peraturan perundang-undangan tidak boleh membatasi terlebih mengamputasi hak seseorang untuk dapat menjadi Presiden dan Wakil Presiden meskipun telah menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2 (dua) kali masa jabatan yang sama sepanjang tidak berturut-turut; 5. Bahwa Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, tidak akan berdampak pada tersumbatnya sirkulasi kepemimpinan nasional. Pembatasan masa jabatan maksimal 2 (dua) kali meskipun tidak secara berturut-turut selain tidak relevan dengan pemilihan langsung oleh rakyat juga merupakan pengingkaran terhadap kehendak rakyat. Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden dalam jabatan yang sama selama 2 (dua) kali masa jabatan meskipun tidak berturut sangat tidak tepat. VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Penjelasan Pasal 169 huruf n Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum frasa secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2); Pasal 6A ayat (1) dan Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai secara berturut-turut; 3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono). 5