BAB II LANDASAN TEORI. teks-teks sastra tulis atau teks-teks sastra lisan. Oleh karena itu, dalam sebuah penelitian sastra

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA

III. METODE PENELITIAN. berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti

METODE PENELITIAN. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana ilmu pengetahuan bidang lain, sastra sebagai ilmu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Studi Terdahulu. Begitu juga dengan analisis terhadap karya Perempuan Berkalung Sorban.

Oleh, Yohanes Yuniatika NIM: SKRIPSI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II LANDASAN TEORI. pakar sastra, dan sastrawan. Jelas tidak mudah membuat definisi mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan hasil karya manusia baik secara lisan maupun tulisan yang

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. setiap masyarakat,karena di dalam karya sastra terdapat kemungkinan realita yang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai. Sebuah karya sastra

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

ABSTRAK. Kata kunci : ODHA, OHIDA, Akademisi, Tanggapan dan Penerimaan 1.PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya

BAB I PENDAHULUAN. menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian sastra sampai saat ini dipandang masih terbatas pada teks sastra.

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BEBERAPA PENDEKATAN PENGKAJIAN SASTRA. Hartono, M. Hum. PBSI FBS UNY

PENERIMAAN BUKU NASKAH DRAMA KACA (SEHIMPUN NASKAH LAKON)

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu

BAB. V PENUTUP. Kesimpulan. Evaluasi informan terhadap novel HOFDIL karya Feba Sukmana

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

RESEPSI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BOROBUDUR MAGELANG TERHADAP CERPEN ANAK HARIAN KOMPAS MINGGU 2015 SKRIPSI

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

Kristologi Dalam Paham Pluralisme Agama Suatu Kajian Kristologi Alkitabiah Terhadap Pandangan Kristologi Dalam Pluralisme. Skripsi

Majelis Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai acuan

PENGANTAR ILMU SEJARAH

SEJARAH DESAIN. Bentuk Dan Isi Modul 8. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1993:14) bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian harus benar-benar dibaca dan bukan hanya disimak. 1 Penelitin kualitatif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Matematika di Sekolah Dasar. termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Pendahuluan. Artikel lama tentang Prinsip Penafsiran Sederhana. Oleh Daniel Ronda

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

MANFAAT STUDI FILOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MAKSIM TUTUR DALAM TINDAK TUTUR CERAMAH PENGAJIAN RUTIN HARI MINGGU MALAM SENIN DI MASJID BAITURROHMAN BULAN JANUARI JUNI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman yang telah dialaminya sendiri atau pengalaman yang dialami oleh orang

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

RESEPSI SISWA TERHADAP PUISI CINTAKU JAUH DI PULAU KARYA CHAIRIL ANWAR. Oleh Buyung Munaris Kahfie Nazaruddin

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yaitu Negeri 5 Menara dengan cara menonton film tersebut. Dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura.

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

TRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA. oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan

Masuknya Hermeneutika dalam Lingkup Ilmu Tafsir (Review atas Artikel Sofyan A.P. Kau) Oleh: Wahidatul Wafa dan Asep Supianudin

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan berdasarkan gagasan dan pandangan seorang

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut

BAB IV KESIMPULAN. Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

Syukur alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Studi Hermeneutik Dalam dunia sastra, teori merupakan pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan positif antara hubungan yang diteliti dalam masyarakat atau dalam teks-teks sastra tulis atau teks-teks sastra lisan. Oleh karena itu, dalam sebuah penelitian sastra dibutuhkan pemahaman akan teori yang akan dijadikan landasan dalam mengkaji objek penelitian, sehingga ada sinkronisasi antara teori dengan objek yang dibahas tersebut. Metode penelitian sastra adalah metode yang sangat penting untuk mengkaji karya-karya sastra. Sangat penting untuk mengkaji karya-karya sastra yang kian hari makin beragam. Metode penelitian sastra diperlukan agar kita bisa lebih mudah dalam melakukan penelitian dimana sastra yang menjadi objeknya. Di dalam perkembangan peradaban manusia, sastra selalu menempati posisi yang penting. Sastra juga menjadi tolak ukur terhadap majunya peradaban manusia. Dari dulu hingga kini, sastra tidak pernah mati. Bahkan, ia selalu berkembang dan tercipta karya-karya sastra yang fenomenal. Maka objek penelitian sastra sudah selayaknya memiliki metode khusus yang sesuai dengan metode universal dalam penelitian. Metode-metode penelitian sastra sebenarnya juga bisa menggunakan metode yang sering dipakai secara umum untuk meneliti suatu objek. Penelitian sastra juga bisa menggunakan metode kualitatif maupun kuantitatif. Selain itu dapat juga menggunakan metode observasi maupun kepustakaan. Namun, ada metode yang memang khusus untuk melakukan kajian ataupun penelitian terhadap sastra. Penelitian sastra bertujuan untuk menemukan,

mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu pengetahuan secara empiris yang didasarkan pada data dan fakta. Dengan adanya penelitian sastra diharapkan ilmu-ilmu dan teori sastra semakin berkembang. B. Penafsiran Teks Hermenetika berasal dari kata Yunani hermeneutine dan hermeneia yang masing masing berarti menafsirkan dan penafsiran. Istilah didapat dari sebuah risalah yang berjudul Peri Hermeneias (Tentang Penafsiran). Hermeneneutika juga bermuatan pandangan hidup dari penggagasnya. Dalam tradisi Yunani, istilah hermeneutika diasosiasikan dengan Hermes (Hermeios), seorang utusan dewa dalam mitologi Yunani kuno yang bertugas menyampaikan dan menerjemahkan pesan dewa ke dalam bahasa manusia. Menurut mitos itu, Hermes bertugas menafsirkan kehendak dewata (Orakel) dengan bantuan kata-kata manusia 1. Tiga makna hermeneutis yang mendasar yaitu 2 : 1. Mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran melalui kata-kata sebagai medium penyampaian. 2. Menjelaskan secara rasional sesuatu sebelum masih samar- samar sehingga maknanya dapat dimengerti 3. Menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam bahasa lain. Tiga pengertian tersebut terangkum dalam pengertian menafsirkan interpreting, understanding. Dengan demikian hermeneutika merupakan proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Definisi lain, hermeneutika metode atau cara untuk menafsirkan simbol berupa teks untuk dicari arti dan maknanya, metode ini mensyaratkan 1 xa.yimg.com/kq/groups/.../hermeneutika.doc. diunduh pada hari Minggu, 24 Maret 2013, pukul 18.25 WIB. 2 Ibid

adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian dibawa ke masa depan. Dengan kata lain, hermeneutika adalah ilmu praktis yang dipakai untuk menentukan kaidah dan patokan yang perlu diperhatikan dalam penafrsiran teks 3. Jan van Luxemburg membedakan enam jenis pokok penafsiran, sebagai berikut 4 : 1. Penafsiran yang bertitik tolak dari pendapat bahwa teks sudah jelas 2. Penafsiran yang berusaha untuk meyusun kembali arti historik 3. Penafsiran heurmenetik, yaitu keahlian menginterpretasi karya sastra yang berusaha memperpadukan masa lalu dan masa kini 4. Tafsiran-tafsiran dengan sadar yang disusun dengan bertitik tolak pada pandangannya sendiri mengenai sastra 5. Tafsiran-tafsiran yang bertitik pangkal pada suatu problematik tertentu misalnya; permasalahan psikologi atau sosiologi 6. Tafsiran yang tidak langsung berusaha agar secara memadai sebuah teks bisa diartikan. Pendekatan yang berkiblat pada pembaca disebut estetika-represif. Jika teks yang bersangkutan tidak memunyai versi yang berbeda, maka terlebih dahulu harus dilakukan penafsiran filologis. Adapun aktivitas yang ketiga yaitu penilaian. Penilaian memunyai arti untuk menunjukkan nilai karya sastra dengan bertitik tolak dari analisis dan penafsiran yang telah dilakukan. Dalam hal ini, penilaian seorang kritikus sangat bergantung pada aliran-aliran, jenis-jenis, dan dasar-dasar kritik sastra yang dianut/dipakai/dipahami seorang kritikus. 3 Yusak. B. Setyawan, Hermeneutik Perjanjian Baru (Hand-outs), Salatiga,2010, 6 4 http://fatahinna.blogspot.com/2013/03/kritik-sastra-definisi-ruang-lingkup.html diunduh pada hari Minggu, 24 Maret 2013, pukul 18.25 WIB.

Menurut Carl Braathen juga, hermeneutika adalah ilmu yang merefleksikan bagaimana satu kata atau satu peristiwa di masa dan kondisi yang lalu bisa dipahami dan menjadi bermakna di masa sekarang sekaligus mengandung aturan aturan metodologis untuk diaplikasikan dalam penafsiran dan asumsi-asumsi metodologis dari aktivitas pemahaman. Semula hermeneutika berkembang di kalangan gereja dan dikenal sebagai gerakan eksegegis (penafsiran teks-teks agama) dan kemudian berkembang menjadi filsafat penafsiran. Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika memperhatikan tiga hal sebagai komponen pokok dalam kegiatan penafsiran yakni teks, konteks dan kontekstualisasi 5. Dengan demikian setidaknya terdapat tiga pemahaman mengenai hermeneutika yakni : 1. Sebagai teknik praksis pemahaman atau penafsiran, dekat dengan eksegegis, yakni kegiatan memberi pemahaman tentang sesuatu atau kegiatan untuk mengungkapkan makna tentang sesuatu agar dapat dipahami. 2. Sebagai sebuah metode penafsiran, tentang the conditions of possibility sebuah penafsiran. Hal hal apa yang dibutuhkan atau langkah-langkah bagaimana harus dilakukan untuk menghindari pemahaman yang keliru terhadap teks. 3. Sebagai penafsiran fisafat. Dalam makna Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri, penulis menggunakan dua pendekatan hermeneutik yaitu ; kritik historis dan reader response. Pendekatan kritik historis adalah pendekatan yang menekankan pada segi intelektual dan dikembangkan karena dipengaruhi oleh 5 Dr.Nurjannah Ismail, Perempuan dalam pasung,yogyakarta:lkis Yogyakarta, 2003, 21

rasionalisme. Pendekatan ini bertujuan untuk menyelidiki teks teks dalam konteks sejarah dan budaya. Selain itu juga, untuk memahami teks-teks dan latar belakang kehidupan di balik teks 6. C. Pendekatan Sejarah/Historis Pendekatan sejarah adalah pendekatan yang selalu berkutat dengan bagaimana persoalan Sosial, Politik, atau bahkan intelektual yang berpengaruh atau berkaitan dengan pada persoalan teks tertentu. Para peneliti dengan pendekatan historis mencoba menggumuli, bagaimana suatu teks mewadahi dan mewujudkan nilai dan pemikiran pada masa tertentu. Pendekatan ini biasanya dilakukan untuk mempertanyakan alasan serta latar belakang teks atau hal-hal seperti situasi khusus yang melahirkan karya, pemikiran, keadilan sosial dan politik yang mempengaruhi pengarang dan kehidupannya, hubungan karya dan status kepengarangnya dan lain-lain, dengan meneliti kata, kalimat dan konsep-konsep yang digunakan dalam sebuah teks. Seperti contoh seorang peneliti dapat mendekatkan suatu teks kepada pembaca masa kini. Pendekatan sejarah ini juga memiliki syarat sumber-sumber yang asli seperti kalender, brosur, foto, catatan sejarah, buku harian, kamus, katalog, panduan, poster dan lain-lain 7. Dalam Kritik Sejarah sebagai peneliti perlu adanya Penelitian Sosiologi Sastra atau pendekatan sosiokultural. Pendekatan ini menekankan bahwa suatu karya sastra sebagai gambaran kehidupan yang tidak dapat dilepaskan dari masyarakat yang melahirkannya. Pendekatan sosiokultural ini juga dalam landasan pemikirannya juga sejalan dengan pendekatan sejarah. Suatu karya tidak selalu secara langsung dapat dinikmati kita. Penikmat suatu karya akan meningkat ketika kita menelaah suatu karya dengan pendekatan sejarah 8. Pendekatan sejarah ini pada dasar dan tujuannya sangat tepat di gunakan untuk mengetahui latar belakang 6 Yusak. B. Setyawan, Hermeneutik Perjanjian Baru (Hand-outs), Salatiga,2010, 16 7 Riris K. Toha-Sarumpat, Pedoman Penelitian Sastra Anak,Jakarta :Yayasan Pusat Obor Indonesia,2010, 41 8 Ibid 42

dari suatu karya dilihat dari sejarahnya khsusnya untuk memahami latar belakang adanya makna memimpin diri sendiri. D. Pendekatan Respon Pembaca (Reader Respons) Pendekatan reader respons merupakan sebuah pendekataan yang telah digunakan selama lima dekade oleh para peneliti sastra. Pendekatan ini berkembang sebagai suatu reaksi atas dominasi pendekatan text-oriented. Pendekatan respons pembaca dinamakan sebagai teori resepsi, reader response, atau aesthetic response 9. Dalam penggunaan ketiga istilah itu tersebut hampir bersinonim. Pendekatan ini menitikberatkan pada pembentukan estetika dalam sebuah teks, sedangkan pendekatan resepsi lebih berfokus pada dampak yang timbul, senang atau tidaknya pembaca, dan latar belakang penilaian pembaca. Namun pada hakikatnya, pendekatan reader response dan resepsi sama-sama mengacu kepada keterlibatan pembaca dalam membangun suatu makna baru dalam teks. Pendekatan reader respons memiliki cakupan yang lebih luas dari pada resepsi karena tidak hanya berbicara mengenai penerimaan pembaca, tetapi juga melibatkan interprestasi pembaca. Pendekatan ini juga dijuluki pendekatan terbuka dikarenakan pendekatan ini mengizinkan setiap orang untuk menggunakan tanggapan pribadi atau reaksi pribadinya pada teks sastra 10. Seorang ahli teori membaca, Louise Rosenblatt dalam bukunya yang terkenal dengan judul Literature as Exploration (1995), menekankan bahwa teks dan pembaca tidak bisa terpisahkan dalam suatu peristiwa membaca. Pendekatan ini juga sendiri bertujuan untuk meningkatkan 9 Mario Kalrier, An Introduction to Literary Studies, London :Roultadge, 2004, 54 10 Ibid 43

keterampilan pembaca dalam berhubungan dengan teks sastra. Dalam hal ini pembaca berfungsi sebagai penanggap yang dengan sukarela mendekati teks dan memberikan respon terhadap teks 11. Pendekatan ini percaya bahwa tidak ada makna secara pasti benar dan mutlak dalam sebuah teks. Pendekatan ini juga menolak pendapat yang mengatakan bahwa pembaca datang pada teks untuk mencari makna yang tersembunyi dan yang mutlak ditemukan tersebut, tetapi pendekatan ini meyakini bahwa hadirnya teks sebagai sesuatu yang merangsang tanggapan dari pembaca berdasarkan pengalaman, pikiran dan perasaan dari pembaca. Kepedulian dan tanggapan pembaca atas teks, seluruhnya bersumber dari dalam teks, ditopang oleh bukti yang berupa konteks, yang dapat dijelaskan dan ditunjukan berdasarkan teks 12. Setiap tanggapan dari para pembaca dikatakan berbeda, dikarenakan masing-masing pembaca berada di lingkungan, suasana, serta pengetahuan yang pasti berbeda sehingga tanggapan atas isi teks mungkin saja dapat berubah. D.1. Tokoh pendekatan reader respons 13. 1. Hans Rober Jauss Tanggapan seorang pembaca tentunya berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan tanggapan itulah yang disebut oleh Hans Robert Jauss sebagai horiszon of expactation atau horison harapan dari pembaca tersebut. Horison harapan sendiri juga adalah harapan-harapan pembaca sebelum membaca karya sastra. Horison harapan pembaca ditentukan oleh : 1. Norma-norma umum yang keluar dari teks ; 11 Ibid 12 Ibid 44 13 http://elfarizi.blogspot.com/2012/08/pendekatan-reader-response.html, diunduh pada hari Minggu, 22 JUni 2013, pukul 18.10 WIB.

2. Pengetahuan dan pengalaman pada teks yang sudah dibaca sebelumnya ; 3. Kontradiksi antara fiksi dengan kenyataan. 2. Wolfgang Iser Ia memperkenalkan konsep efek, yakni cara sebuah karya mengarahkan reaksi pembaca kepada karya sastra tersebut. Dalam sebuah karya sastra, terdapat kesenjangan antara teks dan pembaca. Di sanalah terjadi kekosongan atau tempat yang terbuka yang kemudian diisi oleh pembaca. Respons pembaca yang mengisi tempat terbuka tersebut berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurutnya, karya sastra tersebut memiliki 2 kutub, yaitu kutub artistik dan kutub estetik. Kutub artistik ini merupakan teks penulis, sedangkan kutub estetik adalah realisasi yang dicapai oleh pembaca. 3. Norman Holland Norman memulai pemikirannya berawal dari kajiannya terhadap karya sastra dengan pendekatan psikoanalisis. Holland juga berbicara mengenai proses pembacaan. Holland berargumentasi bahwa setiap pembaca memasukan fantasinya ke dalam teks dan memodifikasikannya dengan mekanisme pertahanan. Ia meyakini bahwa motif pembaca sangat mempengaruhi cara mereka membaca. Metodenya juga disebut metode analisis transaksi, karena ia percaya bahwa proses membaca mencakup proses transaksi antara pembaca dengan teks asli. Holland berpendapat juga bahwa di dalam pemikiran setiap individu terdapat identitiy theme, yaitu pembaca memiliki gaya tertentu dalam kehidupan dan pembacaannya. Tanda-tanda, komunitas pembaca, dan gaya membaca yang bervariasi itulah yang membangun sebuah reader response.

D.2. Pembaca dalam pendekatan Reader Response 14 Dalam pendekatan ini dikenal beberapa isitilah pembaca. Pembaca yang dimaksudkan adalah sebagai berikut : 1. Pembaca biasa, adalah pembaca dalam arti sesungguhnya. Pembaca biasa adalah orang yang membaca suatu karya sastra sebagagai karya biasa, bukan dengan tujuan penelitian. 2. Pembaca ideal, adalah pembaca yang membaca karya sastra sebagai bahan penelitian. 3. Pembaca implisit, adalah peranan bacaan yang terletak di dalam teks itu sendiri, yakni keseluruhan petunjuk tekstual bagi pembaca sebenarnya 4. Pembaca eksplisit, adalah pembaca yang dapat disebut juga sebagai pembaca fiktif, imajiner atau imanen. 5. Pembaca terinformasi (informed readers), adalah pembaca yang memiliki kemampuan literasi yang cukup. D.3. Jenis Penelitian Penelitian reader response dibagi menjadi dua, yaitu penelitian sinkronis dan diakronis. Penelitian sinkronis hanya melibatkan pembaca dalam kurun waktu tertentu, sedangkan penelitian diakronis melibatkan pembaca sepanjang zaman. D.4. Kekuatan dan Kelemahan 15 D.4.1. Penelitian Sinkronis Kekuatan penelitian sinkronis adalah sebagai berikut : 14 ibid 15 Ibid

1. Responden dapat ditentukan tanpa harus mencari artikel kritik sastra terlebih dahulu. 2. Penelitian resepsi sinkronis dapat dilakukan secara langsung tanpa menunggu kemunculan kritik atau ulasan mengenai karya sastra. 3. Dapat dilakukan pada karya sastra populer. Sedangkan, kelemahannya adalah sebagai berikut : 1. Karena tergolong penelitian eksperimental dapat mengalami beberapa kendala saat pelaksanaannya di lapangan, khususnya dalam pemilihan responden, pemilihan teks sastra dan penentuan teori. 2. Hanya dapat digunakan untuk mengetahui tanggapan pembaca pada satu kurun waktu, sehingga apabila diterapkan untuk karya sastra yang terbit beberapa tahun yang lalu, maka akan sangat sulit untuk membedakan antara tanggapan yang dulu dan masa sekarang. D.4.2. Penelitian Diakronis Kekuatan penelitian diakronis adalah sebagai berikut 1. Peneliti dapat melakukan penelitian atas hasil-hasil intertekstualitas, penyalinan, penyaduran, maupun penerjemahan, yang berupa karya sastra turunan. 2. Peniliti juga dapat menerapkan teori lain, seperti teori intertekstualitas, teori sastra bandingan, teori filologi, dan beberapa teori lain yang mendukung. 3. Peneliti dengan mudah mencari data, yaitu tanggapan pembaca ideal terhadap suatu karya sastra. Sedangkan, kelemahannya adalah sebagai berikut :

1. Pada umumnya peneliti pemula akan mengalami kesulitan dalam menentukan karya sastra yang dijadikan objek penelitian. Karena umumnya karya sastra yang dikenal banyak orang telah diteliti resepsinya oleh peneliti-peneliti terdahulu. 2. Selain itu, dalam penelitian terhadap karya sastra turunan, khusunya hasil intertekstual, peneliti akan kesulitan dalam menemukan teks asal dari karya sastra turunan tersebut. Dengan demikian dapat dilihat bahwa setiap tanggapan dari para pembaca berbeda-beda karena semua dipengaruhi oleh latar belakang pembaca. Jawaban dan tanggapan pembaca juga akan berbeda sesuai dengan pola pikir keyakinan dan juga bacaan tersebut. Setiap pembaca mempunyai andil dalam memberikan makna baru terhadap teks yang dibacanya. Metode reader response ini sangat berkaitan untuk mendapatkan pemahaman dari para pembaca untuk mengetahui apa makna dari ungkapan Pdt. Izaak Samuel Kijne tersebut.