RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XVI/2018 Masa Jabatan Pimpinan MPR dan Kewajiban Badan Anggaran DPR Untuk Mengonsultasikan dan Melaporkan Hasil Pembahasan Rancangan UU APBN Kepada Pimpinan DPR Sebelum Dilakukannya Pengambilan Keputusan Antara Badan Anggaran DPR dan Pemerintah Pada Pembicaraan Tingkat I I. PEMOHON Sutanto. Kuasa Hukum Sabela Gayo, SH., MH., Ph.D., CPCLE advokat pada Sabela Gayo & Partners berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 26 April 2018. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Penjelasan Pasal 180A dan Pasal 427A huruf (a) Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU 2/2018). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945; 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang -Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 3. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 180A dan Pasal 427A huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, 1
DPD, dan DPRD (UU 2/2018), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga Negara. 2. Bahwa Pemohon adalah perorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam Pemilihan Umum sehingga memiliki hak dan tanggungjawab hukum untuk memperoleh kepastian mengenai status jabatan Pimpinan MPR dan juga norma yang mengatur tentang adanya kewajiban Badan Anggaran wajib mengonsultasikan dan melaporkan hasil pembahasan rancangan Undang-Undang APBN kepada Pimpinan DPR sebelum dilakukannya pengambilan keputusan antara Badan Anggaran DPR dan Pemerintah pada Pembicaraan Tingkat I; V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian materiil UU 2/2018 yaitu: 1. Pasal 180A: Sebelum pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang tentang APBN antara Badan Anggaran dan Pemerintah pada Pembicaraan Tingkat I sebagaimana dimaksud pada Pasal 170, Badan Anggaran wajib mengonsultasikan dan melaporkan hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang APBN dalam rapat Pimpinan DPR. 2. Pasal 427A huruf (a): Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Pimpinan MPR dan DPR yang berasal dari fraksi yang sedang menjabat tetap melaksanakan tugasnya sampai berakhirnya periode keanggotaan MPR dan DPR hasi Pemilihan Umum Tahun 2014. 2
B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 2 ayat (1): Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang. 2. Pasal 22E ayat (2): Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3. Pasal 22E ayat (3): Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. 4. Pasal 23: (1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. (3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa menurut Pemohon, Pasal 1 UU 7/2017 berbunyi: Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan untuk memilih anggota DPRD, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini membuktikan bahwa anggota MPR tidak dipilih melalui Pemilu sehingga status keanggotaan tergantung pada status keanggotaannya sebagai anggota DPR atau anggota DPR; 3
2. Bahwa menurut para Pemohon, jika memperhatikan Pasal 2 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU 17/2014), anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilu, sehingga ketentuan mengenai keanggotaan, tata cara, dan prosedur pada status keanggotaan di DPR dan DPD berlaku juga secara mutatis mutandis terhadap status keanggotaan di MPR; 3. Bahwa berdasarkan Pasal 12 ayat (2) UU 17/2014, Fraksi dapat dibentuk oleh Partai Politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR, hal ini membuktikan bahwa ketentuan perolehan kursi DPR berlaku mutatis mutandis dalam pembentukan fraksi di MPR; 4. Bahwa Pasal 12 ayat (3) UU 17/2014 menjelaskan bahwa anggota MPR terdiri atas anggota DPR, artinya apabila tidak berstatus sebagai anggota DPR maka tidak akan bisa menjadi anggota MPR atau sebaliknya setiap anggota DPR otomatis menjadi anggota MPR, oleh karena itu ketentuan dan aturan di DPR yang melekat pada status keanggotaan DPR berlaku mutatis mutandis terhadap status keanggotaan MPR; 5. Bahwa Pasal 17 ayat (1) UU 17/2014 menyatakan: Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri, atau c. diberhentikan. 6. Bahwa Pasal 17 ayat (2) UU 17/2014 menyatakan: Pimpinan MPR diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila: a. diberhentikan sebagai anggota DPR atau anggota DPD; atau b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai pimpinan MPR. 7. Bahwa Pasal 17 ayat (3) UU 17/2014 mengatur, Dalam hal Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan, anggota dari fraksi atau kelompok anggota asal Pimpinan MPR yang bersangkutan menggantikannya paling lambat 30 hari sejak 4
pimpinan berhenti dari jabatannya. Hal ini membuktikan bahwa status Pimpinan MPR bergantung pada status keanggotaannya sebagai anggota DPR atau anggota DPD, apabila yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota DPR atau DPD maka secara mutatis mutandis statusnya sebagai anggota MPR juga berakhir; 8. Bahwa Pasal 427A yang mengatur mengenai Pimpinan MPR dan DPR yang berasal dari fraksi yang sedang menjabat tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan berakhirnya periode keanggotaan MPR dan DPR hasil Pemili Tahun 2014 telah menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum di dalam negara hukum Indonesia. 9. Bahwa Pasal 180A UU yang mengatur mengenai adanya kewajiban Badan Anggaran DPR untuk mengonsultasikan dan melaporkan kepada Pimpinan DPR sebelum pengambilan keputusan antara Badan Anggaran DPR dan Pemerintah pada Pembicaraan Tingkat I merupakan bentuk intervensi terhadap kewenangan Badan Anggaran DPR dalam mengambil keputusan bersama dengan Pemerintah pada Pembicaraan Tingkat I; 10. Bahwa Pasal 180A UU 2/2018 yang mengatur mengenai adanya kewajiban Badan Anggaran DPR untuk mengonsultasikan dan melaporkan kepada Pimpinan DPR sebelum pengambilan keputusan antara Badan Anggaran DPR dan Pemerintah pada Pembicaraan Tingkat I merupakan bentuk diskriminasi, ketidakadilan, dan/atau tidak adanya persamaan kedudukan di muka hukum dan Undang-Undang terhadap tugas, fungsi, tanggung jawab dan kewenangan Badan Anggaran DPR. VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 180A dan Pasal 427A huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD jo. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD bertentangan terhadap Pasal 2 ayat (1), Pasal 22E ayat (2), Pasal 22E ayat (3) dan Pasal 5
23 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan sendirinya harus dibatalkan dan atau tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono). 6