BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Widya Praja Ungaran terletak di jalan Jend. Gatot Subroto 63 Ungaran,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pacaran adalah salah satu perilaku seksual yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB V HASIL PENELITIAN

Lampiran I. Permohonan Menjadi Responden. Dengan Hormat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertama dalam berpacaran. Dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A SKALA UJI COBA A-1. PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdampak pada masyarakat. Salah satu kemajuan teknologi adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti pernah atau akan merasakan masa remaja, masa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

- SELAMAT MENGERJAKAN -

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah penduduk total Indonesia. Masa remaja sebagai sebuah fase yang ditandai dengan pubertas. Dimana remaja merasa bahwa bisa hidup selamanya, mengira tahu segalanya, dan merasa cukup yakin tentang hal itu. Berpakaian seperti pelangi dan berani seperti bintang, bergerak dari satu sudut bumi kesudut yang lain dengan pikiran dan tubuh mereka. Dalam berbagai hal, remaja masa kini memiliki berbagai hak istimewa dan lebih kuat secara ekonomi, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada saat yang bersamaan, remaja bergerak menjalani persiapan hidup yang seakan-akan tak berakhir. Saat masa-masa ketika masih berjerawat dan canggung, mereka berkenalan dengan seks. Para remaja bersemangat memainkan permainan orang dewasa namun masih tidak dapat meninggalkan lingkungan teman-teman sebaya. Masa remaja merupakan waktu untuk penjelajahan dan eksperimen, fantasi seksual, dan kenyataan seksual, untuk menjadikan seksualitas sebagai bagian dari identitas seseorang. Remaja memiliki keingintahuan yang tidak pernah terpuaskan mengenai misteri seksualitas. Mereka berpikir apakah mereka menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang lain akan mencintai mereka, dan apakah berhubungan seks adalah hal yang normal. Masa 1

2 remaja yang merupakan masa peralihan akan mengalami proses melepaskan ikatannya dengan orang tua. Mengumpulkan informasi mengenai sikap dan tingkah laku seksual tidak selalu mudah. Kebanyakan remaja secara bertahap berhasil membentuk identitas seksual yang matang, tapi sebagian besar diantara mereka melalui masa-masa yang sulit dan penuh kebingungan sepanjang perjalanan seksual mereka (Santrock, 2003). Remaja merasakan bukan anak-anak lagi, akan tetapi belum mampu memegang tanggung jawab seperti orang dewasa. Karena itu pada masa remaja ini terdapat kegoncangan pada individu remaja itu, terutama di dalam melepaskan nilai-nilai yang lama dan memperoleh nilai-nilai yang baru untuk mencapai kedewasaan. Hal ini tampak dalam tingkah laku remaja itu sehari-hari, baik di rumah, di sekolah maupun dimasyarakat. Ditambah lagi pada masa ini dorongan seksual menonjol dan menampakkan dalam kelakuan-kelakuan remaja terutama terhadap jenis kelamin yang berlainan (Sofyan, 2008). Dalam aliran psikoanalisa, masa remaja dianggap masa dimana kebutuhan dan aktivitas seksual timbul lagi setelah mengalami masa laten dengan penekanan terhadap segala aktivitas seksual. Pada fase inilah memunculkan rasa ingin tahu atau keinginan untuk mencoba-coba yang berlebihan, emosi yang labil, dan mulai tertarik pada lawan jenis (Panuju & Umami, 1999). Kesamaan dan daya tarik merupakan alasan yang penting mengapa seorang remaja mulai tertarik pada lawan jenis dan memutuskan untuk berpacaran. Dengan tujuan tidak lain untuk lebih saling kenal diri, sekaligus menumbuhkan sikap toleransi. Remaja menghabiskan cukup banyak waktunya

3 untuk berpacaran atau berpikir mengenai pacar. Pacaran dapat merupakan sebuah bentuk rekreasi, sumber status, sebuah setting untuk mempelajari relasi yang akrab, dan juga suatu cara untuk menemuan pasangan. Penelitian yang dilakukan oleh Yulianto (2010) di SMP N 159 J akarta menunjukkan dari siswa 213 subjek terdapat 48 subjek 22,5% yang mengaku berpacaran dan sebanyak 165 subjek 77,5% yang mengaku belum pernah berpacaran. Hal ini juga sejalan pada wawancara awal yang telah dilakukan peneliti ke 15 siswa di SMP N yang berada di Kabupaten Wonogiri mengaku mereka sudah pernah berpacaran. Para peneliti telah mengaitkan pacaran dan relasi romantis dengan berbagai ukuran tentang seberapa baikkah remaja yang dapat menyesuaikan diri. Sebagai contoh, sebuah penelitian terbaru terhadap 200 siswa kelas 10 mengungkap bahwa semakain romantis pengalaman yang mereka miliki, semakin tinggi tingkat penerimaan sosial, kompetensi persahabatan, dan kompetensi romantis yang mereka rasakan. Namun demikian, memiliki pengalaman romantis terkait dengan tingkat penyalahgunaan obat terlarang yang tinggi, kenakalan remaja, dan perilaku seksual (Santrock, 2011). Survei-survei yang dilakukan terhadap perilaku seksual remaja menemukan data bahwa aktivitas remaja dalam berpacaran telah sampai pada tingkat melakukan hubungan seksual. Hasil dari survei tersebut, juga mengungkapkan bahwa 93,7 % siswa SMP dan SMA pernah melakukan ciuman, 21,2 % remaja SMP mengaku pernah aborsi, 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno (Yulianto, 2010). Dalam penelitan Dwiningrum (2014) pada 102 siswa di salah satu SMP Negeri Wonogiri menunjukkan bahwa perilaku

4 berpacaran para remaja sudah mengarah ke perilaku seksual, 58% siswa mengaku sudah berpegangan tangan, 14% berpelukan, 10% ciuman pipi, 5% siswa berciuman bibir ke bibir pasangan (pacar), 3% berciuman bibir sambil pelukan, 1% menyentuh daerah sensitif dengan meraba payudara dan diraba payudara di dalam maupun di luar, dan 5% berimajinasi ketika sedang sendiri untuk meningkatkan gairah seksual dengan pasangan. Di Indonesia sejak awal 1980-an telah terjadi perubahan persepsi dan perilaku seksualitas yang ditandai dengan meningkatnya aktivitas seksual tanpa ikatan pernikahan terutama dikalangan remaja diberbagai kota maupun desa. Sebagian besar remaja hidup didaerah pedesaan pada umumnya yang hidup sederhana, seperti bertani, berternak, dan sebagainya. Kehidupan mereka dapat dikatakan tenang tidak banyak persoalan. Dalam kehidupan mereka sehari-hari berpegang teguh pada nilai-nilai agama dan adat. Akan tetapi dipihak lain, didaerah pedesaan pun masalah perilaku seksual sudah mulai merebak. Salah satu faktor diantaranya didaerah pedesaan yang penduduknya tidak sebanyak didaerah kota dan masih banyak pepohonan sehingga banyak tempat-tempat sepi yang digunakan untuk bepacaran oleh para kaum remaja. Selain itu, kebanyakan dari orangtua mereka pergi merantau sehingga pantauan dari orangtua sangat kurang. Yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun sesama jenis. Tingkah laku seksual remaja biasanya sifatnya meningkat. Biasanya diawali dengan pegangan tangan, necking (berciuman sampai kedaerah dada), kemudian diikuti oleh petting (saling menempel alat kelamin), kemudian hubungan intim

5 atau pada beberapa kasus seks oral yang secara meningkat pada masa remaja belakangan ini (Santrock, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyawan & Nurhidayah (2008) pada siswa SMA kelas menunjukkan perilaku seksual yang sangat rendah yaitu perilaku seksual dari tingkatan saling memandang dengan mesra hingga menyentuh jari atau tangan pasangan 17,26 %, saling berpegangan tangan hingga memeluk atau dipeluk pada bagian pinggang oleh pasangan 22,36%, mencium atau dicium pada bagian kening oleh pasangan hingga berciuman bibir dengan pasangan 22,84%, berciuman disertai dengan menyentuh wajah dan rambut pasangan hingga berciuman disertai dengan menyentuh alat kelamin melalui pakaian 21,83% dan pada tingkatan mencumbu bagian dada tanpa pembatas hingga bersenggama dengan pasangan 15,74%. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sekarrini tahun 2011 terhadap murid SMK Kesehatan di Kabupaten Bogor diketahui bahwa 60,7% responden berperilaku seksual beresiko berat seperti mencium bibir, mencium leher, meraba daerah erogen, bersentuhan alat kelamin, dan melakukan hubungan seks, sedangkan 39,3% berperilaku seksual dalam kategori ringan seperti mengobrol, menonton film berdua, jalan berdua, berpegangan tangan, mencium pipi, dan berpelukan. Menurut Damayanti (2007), dari beberapa perilaku seksual tersebut yang termasuk peilaku seksual beresiko berat adalah mulai berciuman bibir, meraba alat kelamin pasangan, menggesek-gesek kelamin sampai dengan hubungan seks. Nilai dalam perilaku seks yang paling utama adalah tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Nilai ini tercermin dalam bentuk keinginan untuk mempertahankan kegadisan seorang wanita sebelum menikah. Kegadisan

6 pada wanita sering kali harta yang paling berharga (Sarwono, 2012). Saat dilakukan dengan respek, seks dapat menjadi pengalaman yang positif dan menyenangkan. Seks dapat sangat mengasikkan, sebuah sumber kenikmatan dan kebahagiaan sepanjang hidup. Seks dapat membangun keterikatan yang dalam antara dua orang. Namun seks juga dapat menghancurkan hidup. Konsekuensi emosional dari keputusan seks yang tidak sehat (termasuk sebelum waktunya), seperti harga diri yang rendah, rasa bersalah, dan depresi dapat memengaruhi kehidupan remaja selama bertahun-tahun. Kehamilan yang tidak diinginkan mempertaruhkan pendidikan, karier, atau cita-cita, dan bahkan kehidupan itu sendiri. Namun dampak dari tingkah laku seksual ini bisa bermacam-macam. Mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku itu memang tidak berdampak apa- apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang ditimbulkan. Synovate Research menunjukkan bahwa sebanyak 27% dari para remaja ini juga mengaku tahu akan resiko terkena penyakit seksual sehingga harus menggunakan kontrasepsi. Tapi, hanya 24% dari responden ini melakukan preventif untuk mencegah penyakit AIDS (Diari, 2007). Secara psikologis perilaku seksual pranikah memberikan dampak seperti diantaranya, hilangnya harga diri, perasaan dihantui dosa, perasaan takut hamil, lemahnya ikatan kedua belah pihak yang bisa menyebabkan kegagalan setelah menikah, serta penghinaan dari masyarakat. Perilaku seksual yang paling sederhana yang sering dilakukan oleh para remaja laki-laki contohnya masturbasi. Dari hasil penelitian tampak jelas bahwa memang remaja laki- laki lebih banyak tahu dan lebih sering melakukan masturbasi, tetapi perasaan takut dan berdosanya

7 lebih rendah daripada remaja putri. Meskipun pada hakikatnya masturbasi tidak memberikan dampak fisik, tetapi konsekuensi psikologis dari perilaku seksual remaja sangat lebih timbul. Selain itu, Synovate Research menunjukkan bahwa 68% dari responden sadar bahwa seharusnya mereka menunda hubungan seks sampai menikah dan 80% mengerti bahwa hubungan seks pranikah itu tidak sesuai dengan nilai agama mereka. Namun mereka mengaku bahwa hubungan seks itu dilakukan tanpa rencana. Hanya 37% responden pria yang mengaku merencanakan hubungan seks dengan pasangannya. Sementara responden wanita, 39% diantaranya dibujuk melakukan hubungan seks oleh pasangannya. Karenanya ketika ditanya bagaimana perasaan para responden setelah melakukan hubungan seks pranikah itu 47% responden perempuan menyesal karena takut hamil, berdosa, hilang keperawanan, dan takut ketahuan orang tua (Diari,2007). Dalam penelitian ini akan menggali dan membahas mengenai dampak yang dialami oleh remaja yang telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah dengan harapan akan menurunkan perilaku seksual pranikah dikalangan remaja. Oleh karena itu, penelitian ini mengajukan rumusan masalah : Apakah remaja memahami dampak perilaku seksual pranikah?. A. Tujuan Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memahami dan mendeskripsikan dampak perilaku seksual pranikah pada remaja.

8 B. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Bagi para orangtua dan lembaga pendidik, agar dapat dijadikan pertimbangan dalam membantu mengarahkan remaja generasi sekarang dimana nantinya akan memiliki cara untuk mengurangi dampak perilaku seksual. 2. Bagi informan penelitian yaitu remaja generasi sekarang diharapkan mengerti dan paham tentang perilaku seksual dan apa dampaknya setelah melakukannya sehingga dapat menghindari perilaku seksual pranikah. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi ilmu psikologi khususnya dalam bidang psikologi perkembangan. 4. Bagi peneliti berikutnya agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian-penelitian berikutnya mengenai perilaku seksual dengan mempertimbangkan variabel-variabel lain.