6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Matematika Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (2005: 888). Sedangkan Soedjadi (2000: 11) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi dari matematika, yaitu sebagai berikut: a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. d) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dari masalah tentang ruang dan bentuk. e) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan tentang bilangan-bilangan, struktur-struktur logika, masalah tentang ruang dan bentuk, serta konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain untuk penyelesaian masalah. 2. Masalah Matematika Krulik and Rudnick (1980) dalam Carson (2007) menyatakan, A problem is a situation, quantitative or otherwise, that confronts an individual or group of individuals, that requires resolutions, and for which the individual sees no apparent or obvious means or path to obtaining a solution. Masalah adalah suatu situasi, kuantitatif atau yang lainnya, yang dihadapi oleh seorang individu atau kelompok individu, yang menghendaki adanya suatu pemecahan,
7 akan tetapi individu tersebut tidak melihat cara yang jelas untuk mendapatkan pemecahannya. Artinya bahwa sesuatu hal akan menjadi masalah bagi seseorang apabila pemecahan ataupun cara pemecahan yang dikehendaki dari hal tersebut belum dapat terlihat jelas. Sedangkan dalam jurnal matematika yang ditulisnya, Yeo (2009) menyebutkan pengertian mengenai masalah metematika yaitu It had to be reasonably complex but approachable and requiring no specific high level mathematics. Dengan kata lain, masalah matematika harus kompleks secara nalar namun dapat diselesaikan dan untuk menyelesaikannya sama sekali tidak membutuhkan tingkat kemampuan matematik yang tinggi. Masalah matematika pada umumnya berbentuk soal matematika, namun tidak semua soal matematika merupakan masalah. Dalam penelitianya, Yuwono (2010:18) menyatakan dalam menghadapi soal matematika, maka ada beberapa hal yang mungkin terjadi pada siswa, yaitu siswa: (a) langsung mengetahui atau mempunyai gambaran tentang penyelesaiannya tetapi tidak berkeinginan (berminat) untuk menyelesaikan soal itu, (b) mempunyai gambaran tentang penyelesaiannya dan berkeinginan untuk menyelesaikannya, (c) tidak mempunyai gambaran tentang penyelesaiannya akan tetapi berkeinginan untuk menyelesaikan soal itu, dan (d) tidak mempunyai gambaran tentang penyelesaiannya dan tidak berkeinginan untuk menyelesaikan soal itu. Apabila siswa berada pada kemungkinan (c), maka dikatakan bahwa soal itu adalah masalah bagi siswa. Jadi, agar suatu soal merupakan masalah bagi siswa diperlukan dua syarat, yaitu: (1) siswa tidak mengetahui gambaran tentang jawaban soal itu, dan (2) siswa berkeinginan atau berkemauan untuk menyelesaikan soal tersebut. Berdasarkan kedua syarat tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu soal termasuk masalah atau tidak bagi siswa bersifat relatif terhadap siswa itu. Suatu soal merupakan masalah bagi siswa A belum tentu merupakan masalah bagi siswa lain yang sekelas dengan siswa A. Soal yang bukan merupakan masalah biasanya disebut soal rutin atau latihan. Untuk memecahkan atau menyelesaikan suatu masalah perlu kegiatan mental
8 (berpikir) yang lebih banyak dan kompleks dari pada kegiatan mental yang dilakukan pada waktu menyelesaikan soal rutin. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masalah matematika adalah suatu persoalan dalam matematika yang pemecahan atau cara pemecahannya belum terlihat jelas. Persoalan ini memuat tantangan dan tidak dapat langsung diselesaikan dengan prosedur-prosedur rutin. 3. Pemecahan Masalah Matematika Pemecahan masalah secara sederhana adalah proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk memecahkannya. Cooney dalam Shadiq (2004) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah proses penerimaan masalah dan berusaha menyelesaikannya. Dengan demikian pemecahan masalah dapat diartikan sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Pengertian sederhana dari pemecahan masalah adalah proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk menyelesaikannya. Sejalan dengan pengertian di atas. Polya dalam Hudojo (2003) mendefinisikan Solving a problem means finding wau out a difficulty (pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan), sedangkan Anderson dalam Hudojo (2003) menyatakan the problem solving methods we will describe heuristics (metode pemecahan masalah dapat menyelesaikan masalah secara menyeluruh). Polya dalam Dewiyani (2008) mengemukakan suatu tahapan dalam memecahkan masalah, yaitu (1) memahami masalah, (2) membuat rencana pemecahan masalah, (3) melaksanakan pemecahan masalah, dan (4) memeriksa kembali hasil pemecahan masalah yang diperoleh. Sebelum memecahkan masalah, seseorang perlu memahami masalah yang dihadapi dengan cara mencari ide-ide baru untuk menyelesaikannya. Selanjutnya membuat rencana pemecahan masalah tersebut berdasarkan ide-ide baru yang telah diperoleh. Kemudian, ide-ide yang diperoleh diterapkan untuk memecahkan masalah sehingga diperoleh suatu solusi atau penyelesaian. Di akhir tahap pemecahan masalah, hasil yang diperoleh diperiksa kembali.
9 Jika tahap pemecahan masalah tersebut berkaitan dengan masalah matematika maka pemecahan masalah matematika dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai proses menyelesaikan masalah matematika dengan cara memahami masalah, menerjemahkan masalah kedalam model matematika, menentukan strategi penyelesaian yang tepat, dan melakukan prosedur matematik yang benar. 4. Kesulitan Memecahkan Masalah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) kesulitan adalah keadaan sulit. Sedangkan memecahkan masalah matematika, seperti yang telah disimpulkan diatas adalah proses menyelesaikan masalah matematika dengan cara memahami masalah, menerjemahkan masalah kedalam bentuk matematika, menentukan strategi penyelesaian yang tepat, dan melakukan prosedur matematik yang benar. Jadi, kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika dalam penelitian ini adalah ikhtisar yang memberikan fata-fakta tentang hal-hal khusus yang mengenai keadaan yang sulit dalam proses menyelesaiakn masalah matematika dengan cara memahami masalah, menerjemahkan masalah kedalam bentuk matematika dan membuat perencanaan dengan menentukan strategi penyelesaian yang tepat serta melaksanakan perencanaan itu sehingga diperoleh penyelesaian dengan melakukan prosedur matematik yang benar. Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud mencari informasi yang lebih mendalam mengenai kesulitan siswa SMP Negeri 1 Jaten karanganyar dalam memecahkan masalah matematika tentang bangun ruang sisi datar. Pengelompokan kategori kesulitan-kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Yeo (2009) di Singapura yang meneliti tentang kesulitan yang dialami oleh siswa kelas VIII dalam memecahkan masalah matematika. Selanjutnya kategori kesulitan dalam memecahkan masalah matematika yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada hasil penelitian Yeo (2009)
10 kesulitan yang dialami siswa kelas VIII dalam memecahkan masalah matematika berikut ini: a. Kesulitan dalam memahami masalah yang diberikan (lack of comprehension of the problem posed). b. Kesulitan dalam menerjemahkan masalah ke dalam model matematika (inability to translate the problem into mathematical form). c. Kesulitan dalam menentukan strategi penyelesaian yang tepat (lack of strategy knowledge). d. Kesulitan dalam melakukan prosedur matematik yang benar (inability to use the correct mathematics). Untuk mempermudah mengidentifikasi jenis-jenis kesulitan yang dialami siswa, maka ditentukan indikator-indikator kesulitan yang dialami siswa, supaya penelitian lebih mudah dan terstruktur. Indikator tersebut yaitu: a. Indikator kesulitan memahami masalah Siswa dikatakan mengalami kesulitan dalam memahami masalah apabila siswa mengalami hambatan-hambatan dalam memahami masalah seperti: 1) kesulitan memahami hal yang diketahui soal, 2) kesulitan memahami hal yang ditanyakan soal. b. Indikator kesulitan dalam menerjemahkan masalah kedalam model matematika Siswa dikatakan mengalami kesulitan dalam menerjemahkan masalah kedalam bentuk matematika apabila siswa mengalami hambatan-hambatan seperti: 1) kesulitan dalam membuat simbol-simbol matematika, 2) kesulitan menentukan model matematika dari apa yang diketahui, 3) kesulitan menentukan model matematika dari apa yang ditanyakan. c. Indikator kesulitan dalam menentukan strategi penyelesaian masalah yang tepat Siswa dikatakan mengalami kesulitan dalam menentukan strategi penyelesaian masalah apabila siswa mengalami hambatan-hambatan seperti: 1) tidak lengkap dalam menentukan rencana pemecahan masalah, 2) tidak tepat dalam menentukan rencana pemecahan masalah.
11 d. Indikator kesulitan dalam melakukan prosedur matematik yang benar Siswa dikatakan mengalami kesulitan dalam melakukan prosedur matematika apabila siswa mengalami hambatan-hambatan seperti: 1) kesulitan dalam mengoperasikan hitungan, 2) tidak tepat dalam melakukan proses pengerjaan, 3) tidak tepat dalam menentukan jawaban akhir, 4) tidak tepat dalam menentukan kesimpulan. 5. Profil Kesulitan Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Dalam kamus Besar Bahas Indonesia (2005) profil diartikan sebagai ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Sedangkan kesulitan memecahkan masalah adalah suatu kondisi dalam proses pemecahan masalah yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil penyelesaian masalah. Jadi profil kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika adalah ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus mengenai adanya hambatan-hambatan tertentu dalam proses pemecahkan masalah matematika yaitu mengalami kesulitan: memahami masalah, menerjemahkan masalah kedalam model matematika, menentukan strategi penyelesaian masalah dan melakukan prosedur matematik ynag benar. 6. Bangun Ruang Sisi Datar Materi pokok bangun ruang sisi datar merupakan salah satu materi yang diajarkan di tingkat SMP kelas VIII semester dua. Dari informasi guru mata pelajaran yang bersangkutan, diketahui bahwa sebagian besar siswa masih menagalami kesulitan ketika memecahkan masalah non rutin yang berkaitan dengan volume dan luas permukaan bangun ruang sisi datar. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah bangun ruang sisi datar. Sub pokok bahasan yang diamati dalam penelitian ini adalah pemecahan masalah yang melibatkan volume dan luas permukaan bangun ruang sisi datar. a. Indikator Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Datar Indikator Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Datar Mata Pelajaran : Matematika Kelas/semester : VIII / II
12 Standar Kompetensi : Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukuranya. Kompetensi Dasar : Mengitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas. Indikator : Memecahkan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas. b. Bangun Ruang Sisi Datar 1). Prisma a). Luas Permukaan Luas permukaan prisma adalah jumlah luas seluruh sisi prisma. LP prisma= (2 luas alas) + (keliling bidang alas tinggi) b). Volume Volume = Luas Alas x Tinggi prisma 2). Limas a). Luas Permukaan Luas permukaan limas adalah jumlah luas semua sisi limas tersebut. LP limas = Luas alas + jumlah luas segitiga bidang sisi tegak b). Volume Volume limas = alas alas tinggi limas 3). Kubus a). Luas Permukaan Kubus memiliki 6 buah bidang dan setiap bidangnya berbentuk persegi, maka: LP kubus = 6 x rusuk x rusuk = 6 b). Volume Volume kubus dapat ditentukan dengan menggunakan rumus volume prisma, yaitu luas alas tinggi.
13 Volume kubus = luas alas tinggi = r = Jadi, volume kubus adalah 4). Balok a). Luas Permukaan Balok Luas permukaan balok dapat diperoleh melalui rumus luas permukaan prisma. Misalnya, panjang, lebar, tinggi, dan luas permukaan balok berturut-turut adalah p, l, t, dan. Luas Permukaan = (2 luas alas) + (keliling bidang alas tinggi) = {2 (p l)} + {2(p + l) t} = 2pl + 2pt + 2lt = 2pl + 2lt + 2pt = 2(pl + lt + pt) Luas permukaan (L) suatu balok dengan panjang p, lebar l, dan tinggi t adalah L = 2(pl + lt + pt). b). Volume Balok Seperti halnya kubus, volume balok dapat ditentukan dengan menggunakan rumus umum volume prisma. Misalnya, panjang, lebar, tinggi, suatu balok berturut-turut adalah p, l, dan t. V = Luas Alas x Tinggi = (p l) t = p l t ( Marsigit, 2011) 6. Kecerdasan Visual-Spasial Setiap siswa mempunyai kecerdasan yang beragam (Multiple Intelligences) dan mempunyai tingkat kecerdasan tertentu. Kecerdasan yang dimiliki seseorang menjadi faktor penting dalam penyelesaian masalah yang dihadapinya secara keseluruhan. Menurut Gardner dalam Herminanto Sofyan (2004:9), kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika
14 logika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musical, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan naturalis. Salah satu jenis kecerdasan adalah kecerdasan visual-spasial. Menurut Shearer (2004), kecerdasan visual-spasial meliputi kemampuan untuk mempresentasikan dunia melalui gambaran-gambaran mental dan ungkapan artistik. Menurut Amstrong (2002) kecerdasan visual-spasial berkenaan dengan kemampuan mempersepsi dunia spasial secara akurat dan mentransformasikan persepsi dunia visual-spasial. Kecerdasan visual-spasial memuat kemampuan seseorang untuk memahami lebih mendalam hubungan antar objek dan ruang, misalnya mampu menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi. Seseorang yang memiliki kecerdasan visual-spasial tinggi, memiliki kemampuan untuk melihat dengan tepat gambaran visual di sekitar mereka dan memperhatian rincian kecil yang kebanyakan orang lain mungkin tidak memperhatikan. Orang seperti ini juga mampu menciptakan kembali semua aspek gambaran di sekitar mereka dalam pukiran mereka. Mereka juga dapat menggunakan imajinatif kreatif atau kemampuan berfantasi untuk memperhatikan gambaran yang ada pada berbagai sudut. Menurut Gunawan (2004), beberapa tanda yang menggambarkan bahwa anak menunjukan kecerdasan visual-spasial adalah 1) belajar dengan cara melihat dan mengamati (mengenali wajah, obyek, bentuk, warna); 2) mampu mengenali suatu lokasi dan mencari jalan keluar; 3) mengamati dan membentuk gambaran mental, berpikir dengan menggunakan gambar; 4) senang belajar dengan grafik, peta, diagram atau alat bantu visual; 5) suka mencorat-coret, menggambar, melukis dan membuat patung; 6) suka menyusun dan membangun permainan tiga dimensi; 7) mempunyai kemampuan imajinasi yang baik; 8) mampu melihat sesuatu dengan perspektif yang berbeda; 9) mampu menciptakan representasi visual atau nyata dari suatu informasi; 10) tertarik menerjuni karier sebagai arsiter, desainer dan karier lain yang banyak menggunakan kemampuan visual. Dari pengertian-pengertian di atas kecerdasan visual-spasial dapat diartikan
15 sebagai kemampuan seseorang untuk memahami lebih mendalam hubungan antar objek dan ruang. Menurut Tim Sukses Psikologi (2012) Seseorang dikatakan memiliki kecerdasan visual-spasial tinggi jika 1) dapat mengenali objek dan bentuk; 2) dapat menentukan bayangan cermin dari suatu bentuk geometri dengan pasanganya; 3) dapat menentukan hasil perubahan obyek atau benda apabila benda diputar; 4) dapat menentukan bentuk tiga dimensi dari pola dua dimensi dan sebaliknya. Dalam pembelajaran matematika, seringkali siswa dihadapkan pada materi yang bersifat abstrak sehingga membutuhkan daya imajinasi yang tinggi. Salah satu materi pembelajaran matematika yang membutuhkan daya imajinasi yang tinggi adalah bangun ruang. Kecerdasan visual-spasial yang dimiliki akan sangat membantu dalam proses pemecahan masalah yang berkaitan dengan materi bangun ruang. B. Kerangka Berpikir Pada tingkat pendidikan SMP salah satu sub pokok bahasan geometri ruang yang dipelajari adalah tentang bangun ruang sisi datar. Bangun ruang sisi datar meliputi kubus, balok, prisma, dan limas. Pembelajaran geometri masih jauh dari harapan yang ditandai oleh rendahnya pemahaman siswa pada materi yang diajarkan. Guru matematika di SMP Negeri 1 Jaten menyebutkan bahwa permasalahan di lapangan yang berkaitan dengan geometri di sekolah disebabkan karena tingkat keabstrakan objek geometri yang cukup tinggi serta kurangnya kemampuan visualisasi objek abstrak atau objek dalam pikiran siswa yang merupakan salah satu unsur kemampuan pandang ruang yang harus dimiliki siswa. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa SMP tentang geometri dan penalarannya masih kurang sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan atau kecerdasan yang berkaitan dengan keruangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas VIII SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar, materi yang masih dianggap sulit adalah bangun ruang sisi datar. Menurut pengalaman guru saat membelajarkan materi bangun
16 ruang sisi datar, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan permasalahan non rutin yang berkaitan dengan volume dan luas permukaan bangun ruang sisi datar tersebut.terdapat beberapa kesulitan yang mungkin dilakukan oleh siswa dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi pokok bangun ruang sisi datar. Pengelompokan kategori kesulitan-kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Yeo (2009) di Singapura yang meneliti tentang kesulitan yang dialami oleh siswa kelas VIII dalam memecahkan masalah matematika. Menurut Yeo, terdapat 4 jenis kesulitan yang mungkin dialami oleh siswa. Kesulitan tersebut antara lain; kesulitan dalam memahami masalah yang diberikan, kesulitan dalam menerjemahkan masalah menjadi bentuk matematika, kesulitan dalam menentukan strategi penyelesaian yang tepat, dan kesulitan dalam melakukan prosedur matematik yang benar. Kemampuan yang dimiliki setiap siswa untuk menelaah dan menyelesaikan permasalahan belum tentu sama. Hal ini disebabkan perbedaan karakteristik masing-masing individu sehingga harus diakomodasi dalam pembelajaran agar diperoleh hasil yang optimal. Psikologi dengan berbagai cabangnya telah mengidentifikasi sangat banyak variabel yang mengindikasikan perbedaan individu yang mempengaruhi proses pembelajaran salah satunya adalah kecerdasan visual-spasial. Kecerdasan visual-spasial memuat kemampuan seseorang untuk memahami lebih mendalam hubungan antar objek dan ruang, misalnya mampu menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi. Seseorang yang memiliki kecerdasan visualspasial tinggi, memiliki kemampuan untuk melihat dengan tepat gambaran visual di sekitar mereka dan memperhatian rincian kecil yang kebanyakan orang lain mungkin tidak memperhatikan. Mereka juga dapat menggunakan imajinatif kreatif atau kemampuan berfantasi untuk memperhatikan gambaran yang ada pada berbagai sudut. Seseorang yang memiliki kecerdasan visual-spasial sedang cenderung kurang teliti dalam melihat gambaran visual di sekitar mereka. Mereka kurang memperhatikan rincian
17 kecil dalam gambaran visual. Seseorang yang memiliki kecerdasan visualspasial rendah cenderung kurang memiliki kemampuan untuk melihat dengan gambaran visual di lingkungan sekitar serta tidak memperhatikan rincian yang kecil. Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat kesulitan yang dialami siswa SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar dalam menyelesaikan masalah matematika pada materi pokok bangun ruang sisi datar. Siswa dibagi menjadi 3 kelompok yaitu, siswa dengan kecerdasan visual-spasial tinggi, sedang, dan rendah. Kemudian akan diberikan tes tertulis mengenai masalah matematika pada materi bangun ruang sisi datar. Dari seluruh siswa yang mengerjakan tes dipilih 6 orang siswa untuk dianalisis lebih lanjut (subjek penelitian), masingmasing 2 subjek dari setiap kelompok. Pada siswa terpilih juga akan dilakukan 2 kali wawancara untuk menetahui kesulitan apa saja yang dialami siswa dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi pokok bangun ruang sisi datar. Dari hasil tes wawancara I dan wawancara II akan dianalisis untuk mendapatkan profil kesulitan siswa dalam memecahkan maslah matematika. Analisis kesulitan siswa dalam memecahkan maslah matematika, akan dilihat kesulitan yang dialami ditinjau dari kecerdasan visual-spasial siswa. Akan dilihat tingkat kesulitan yang dialami siwa dengan keceerdasan visual-spasial tinggi, kecerdasan visual-spasial sedang serta kecerdasan visual-spasial rendah. Apabila ditemukan kesulitan baru dalam penelitian ini atau temuan diluar masalah yang diajukan peneliti, maka akan disimpulkan sebagai temuan lain.