7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 12/PERMEN-KP/2015 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

AN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2015 TENTANG KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 28/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM BUDIDAYA UDANG DI TAMBAK

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER /MEN-KP/2017 TENTANG SERTIFIKASI CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Bimbingan Teknologi Budidaya Air Payau bagi Penyuluh Perikanan Barru, Maret 2017

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PEDOMAN UMUM BUDIDAYA RUMPUT LAUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Widi Setyogati, M.Si

PARAMETER KUALITAS AIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) Bagian 3 : Produksi induk

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

2016, No Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (

GAMBAR KAWASAN TAMBAK 74,2

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini,

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 58/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2007 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

BAB III BAHAN DAN METODE

Mengingat -2- : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republ

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung

-2- yang optimal dengan tetap menjamin kelestarian Sumber Daya Ikan dan lingkungannya. Adapun pokok materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerint

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2008 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PERAIRAN DI SEKITARNYA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI

Terlaksananya kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan. Terlaksananya penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

Transkripsi:

Tgl 11 Mei 2015 RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REBUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBESARAN UDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REBUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa udang merupakan komoditas industrialisasi dan komoditas unggulan ekonomis penting yang memiliki pangsa pasar yang cukup tinggi sehingga perlu ditingkatkan produksi dan produktivitasnya; b. bahwa dalam rangka perkembangan teknologi budidaya, untuk meningkatkan produksi udang dan pengembangan usaha budidaya udang secara nasional, perlu meninjau kembali Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.28/MEN/2004 tentang Pedoman Umum Budidaya Udang di Tambak; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pedoman Umum Pembesaran Udang;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4779);

7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 8. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111); 9. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pembentukan Kabinet Kerja 2014-2019; 10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL); 11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan; 12. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); 13. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23 /PERMEN-KP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1227);

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBESARAN UDANG. Pasal 1 (1) Pedoman Umum Pembesaran Udang merupakan acuan dalam melakukan pengembangan usaha pembesaran udang yang berorientasi pada peningkatan produksi, daya saing, dan keberlanjutan. (2) Pedoman Umum Pembesaran Udang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerapkan teknologi sederhana, semi intensif, intensif, super intensif. Pasal 2 (1) Pedoman Umum Pembesaran Udang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 mencakup lokasi, prasarana dan sarana, teknologi pembesaran udang, pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan, sumber daya manusia dan kelembagaan serta pembinaan, monitoring dan evaluasi. (2) Pedoman Umum Pembesaran Udang sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 3 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.28/MEN/2004 tentang Pedoman Umum Budidaya Udang di Tambak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 4 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Diundangkan di Jakarta Pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H LAOLY SUSI PUDJIASTUTI LEMBAR PERSETUJUAN NO. JABATAN PARAF 1. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya 2. Sesditjen Perikanan Budidaya 3. Direktur Pakan 4. Kabag Hukum, Organisasi, dan Humas

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBESARAN UDANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi perairan baik perairan umum, payau dan kemaritiman Indonesia cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa peluang pengembangan budidaya dapat terus dikembangkan dan ditingkatkan untuk mendukung ketersediaan bahan baku bagi ketahanan pangan nasional maupun untuk kebutuhan ekspor, yang bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan pembudidaya dan devisa negara, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan kesempatan usaha yang cukup luas. Selain itu, dampak positif yang terjadi dengan pengembangan budidaya yaitu berkembangnya industri sarana penunjang seperti usaha pembenihan (hatchery), pabrik pakan, peralatan dan usaha penanganan hasil. Saat ini teknologi pembesaran udang telah berkembang cukup pesat mulai dari teknologi sederhana, semi intensif, intensif, super intensif. Perkembangan dan penerapan teknologi yang inovatif dan adaptif diharapkan dapat membantu pelaku usaha terutama pembudidaya udang untuk meningkatkan nilai tambah, jumlah produksinya dan menghasilkan udang yang aman dikonsumsi dalam rangka mendukung industrialisasi perikanan sebagai pemasok kebutuhan bahan baku bagi industri di hilir. Penerapanan teknologi dalam kegiatan pembesaran udang seyogyanya selaras dan mengacu pada konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip daya dukung, usaha

terintegrasi, pengelolaan, pengendalian, efisiensi, kualitas, percepatan (akselerasi), ramah lingkungan dan keberlanjutan. B. Tujuan Tujuan pedoman umum pembesaran udang ini adalah memberikan pedoman bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk mengelola dan mengembangkan pembesaran udang yang produktif, efisien, menguntungkan, dan berkelanjutan. C. Sasaran Sasaran pedoman umum pembesaran udang ini adalah: 1. terwujudnya kebijakan pembangunan dan pengembangan budidaya udang yang lebih terarah dan operasional sesuai dengan wilayah peruntukannya; 2. terwujudnya penerapan pembangunan dan pengembangan budidaya udang yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan; dan 3. meningkatnya produksi dan produktivitas budidaya udang, pendapatan pembudidaya dan penerimaan devisa negara dari ekspor. D. Pengertian Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan: 1. Pembesaran udang adalah kegiatan untuk memelihara dan/atau membesarkan udang windu (Penaeus monodon) dan vaname (Litopenaeus vannamei), serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol. 2. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 3. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 4. Cara Pembesaran Ikan yang Baik, yang selanjutnya disingkat CBIB adalah pedoman dan tata cara budidaya dari tahap pra produksi, proses produksi dan panen yang baik untuk memenuhi

persyaratan jaminan mutu dan keamanan pangan, kesehatan dan kenyamanan ikan, kelestarian lingkungan dan sosial ekonomi. 5. Teknologi Pembesaran Udang adalah cara atau proses dalam memproduksi udang ukuran konsumsi, sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) pembesaran udang dan penerapan Cara Pembesaran Ikan yang Baik (CBIB). 6. Teknologi sederhana adalah cara atau proses dalam memproduksi udang dengan mengandalkan pada input pakan alami sebagai sumber pertumbuhan udang, dengan kedalaman tambak sampai dengan 80 cm dan padat tebar rendah. 7. Teknologi semi intensif adalah cara atau proses dalam memproduksi udang dengan mengandalkan pada input pakan buatan sebagai sumber pertumbuhan udang, sedangkan dukungan pakan alami diharapkan hanya pada awal masa pemeliharaan, dengan kedalaman 80-100 cm dengan padat tebar sedang dan menggunakan sarana kincir. 8. Teknologi intensif adalah cara atau proses dalam memproduksi udang dengan mengandalkan pertumbuhan udang pada input pakan buatan, dengan kedalaman air tambak minimal 100 cm dengan padat tebar tinggi menggunakan sarana kincir dan instalasi pengolah limbah. 9. Teknologi super intensif adalah cara atau proses dalam memproduksi udang dengan mengandalkan pertumbuhan udang pada input pakan buatan, dengan kedalaman air tambak minimal 200 cm dengan padat tebar sangat tinggi menggunakan sarana kincir dan instalasi pengeluaran limbah terpusat (central drain) serta implementasi lima subsistem budidaya (penggunaan benih bermutu, sarana prasarana yang terstandarisasi, pengelolaan lingkungan dan penyakit, teknologi budidaya yang sesuai dan manajemen usaha) secara terintegrasi, intensif dan konsisten.

10. Pemanenan adalah kegiatan tahap akhir proses produksi udang. 11. Daerah Penyangga Adalah kawasan yang berupa tanaman vegetasi dengan rasio minimum 20% dari luas tambak. 12. Pengamanan Biologi (Biosecurity) adalah upaya pengamanan sistem budidaya dari kontaminasi patogen akibat transmisi jasad dan jasad pembawa patogen (carrier patogen) dari luar dengan caracara yang tidak merusak lingkungan. 13. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disingkat UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 14. Filter biologis adalah perlakuan system filterasi air yang menggunakan ikan herbivora, rumput laut, kekerangan, dan/atau mangrove yang dengan sengaja ditebar/ditanam atau digunakan pada petak tandon pemasukan untuk memperbaiki kualitas air sebelum dimasukkan ke tambak ataupun tandon pembuangan sebelum air dibuang ke luar. 15. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. 16. Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. 17. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah hasil perencanaan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang pada suatu wilayah.

18. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil disingkat RZWP3K adalah zonasi penataan ruang laut, pesisir, dan pulaupulau kecil sesuai dengan peruntukannya. 19. Kawasan adalah bagian wilayah yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya. 20. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. 21. Mangrove adalah formasi vegetasi yang didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan pantai (Rhizophora, Avicenia, Bruguiera, Nypha, jenis pakis laut dll). 22. Tumpang sari ikan hutan mangrove (Silvofishery) adalah pemanfaatan ekosistem hutan bakau untuk kegiatan budidaya perikanan tanpa mengganggu kelestarian fungsinya. 23. Air buangan tambak (Effluen) adalah air buangan tambak yang telah mengalami proses perbaikan mutu sebelum masuk ke perairan umum. 24. Kluster adalah suatu kawasan lahan/area yang luasannya minimal 5 ha yang digunakan untuk pembesaran udang. 25. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan perikanan. 26. Pemerintah Daerah adalah pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota. 27. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang melaksanakan tugas teknis di bidang perikanan budidaya.

BAB II LOKASI, PRASARANA, DAN SARANA A. Lokasi Kegiatan usaha pembesaran udang diawali dengan penentuan lokasi untuk mendukung kebutuhan biologis udang yang dipelihara, untuk memenuhi daya dukung tersebut perlu dilakukan pemilihan lokasi yang tepat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi kelayakan suatu lahan untuk kontruksi tambak dan operasional, mengindentifikasi kemungkinan dampak negatif dari pengembangan lokasi dan akibat sosial yang ditimbulkannya, memperkirakan kemudahan teknis dengan finansial yang layak dan meminimalkan timbulnya resiko-resiko yang lain. Lokasi yang dipilih merupakan areal yang digunakan untuk pembudidayaan udang dan dikembangkan sebagai sentra-sentra budidaya udang dalam bentuk kluster. Pemilihan lokasi usaha pembudidayaan udang dimaksudkan untuk menjamin keselarasan lingkungan antara lokasi pengembangan usaha budidaya dengan pembangunan wilayah di daerah dan keadaan sosial di lingkungan sekitarnya. Untuk lokasi pembudidayaan udang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Tambak a. Lokasi sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW); b. untuk lokasi sentra budidaya dalam bentuk kluster, harus dilengkapi dengan master plan dan Detail Engenering Design (DED); c. memiliki sumber air, air pemeliharaan dan tanah yang mencukupi dan berkualitas baik sesuai yang dipersyaratkan (Lampiran II. Parameter Kualitas Air Sumber, Pemeliharaan dan Tanah); d. tidak membangun tambak baru pada lahan mangrove dan zona inti kawasan konservasi;

e. berada pada kawasan terhindar dari banjir rutin dan pengaruh pencemaran limbah bahan beracun dan berbahaya; f. berada di belakang sempadan pantai dan sempadan sungai dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat baik secara kolektif ataupun masing-masing (individu) dengan daerah penyangga minimum 20% dari luas tambak; g. konstruksi infrastruktur harus mempertimbangkan konservasi habitat alam dan meminimalisir gangguan terhadap lingkungan sekitar; h. tersedianya aksesibilitas, prasarana transportasi dan komunikasi yang mudah dan terjangkau; dan i. lahan tambak pada usaha pembesaran udang dilakukan dengan tahapan pengeringan, pengapuran dan pemupukan tanah dasar tambak untuk memperbaiki kualitas tanah dasar tambak untuk mendukung pertumbuhan pakan alami dan kualitas air. j. tekstur tanah sesuai persyaratan teknis yang mendukung pertumbuhan pakan alami, kualitas air untuk media hidup udang dan mampu menahan volume air tambak atau tidak bocor (<10 % per minggu) 2. Karamba jaring apung a. sesuai dengan rencana tata ruang laut nasional dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) provinsi; b. berada pada kawasan terhindar dari banjir rutin dan pengaruh pencemaran limbah bahan beracun dan berbahaya; c. konstruksi infrastruktur harus mempertimbangkan konservasi habitat alam dan meminimalisir gangguan terhadap lingkungan sekitar; d. tersedianya aksesibilitas, prasarana transportasi dan komunikasi yang mudah dan terjangkau;

B. Prasarana Seluruh bangunan, alat dan mesin yang diperlukan untuk mendukung terselenggaranya pembesaran udang sesuai dengan persyaratan teknis yang dibutuhkan, yaitu: 1. Tambak a. desain dan tata letak tambak/wadah dibangun dengan prinsip untuk mendapatkan air dengan kualitas baik dan mencegah polusi dan penyebaran penyakit (Lampiran IIIa. Desain Tambak Sederhana, Semi Intensif dan Intensif); b. Saluran air masuk (inlet) dan saluran air buang (outlet) harus terpisah; c. Alat dan mesin untuk pembesaran udang terbuat dari bahan yang ramah lingkungan, tidak beracun, dan bebas penyakit. d. tekstur tanah sesuai persyaratan teknis yang mendukung pertumbuhan pakan alami, kualitas air untuk media hidup udang dan mampu menahan volume air tambak atau tidak bocor (<10 % per minggu). 2. Karamba jaring apung a. Desain dan tata letak KJA berada pada perairan dengan kualitas air yang baik; b. KJA memiliki jaring sebanyak 2 buah yang disusun berlapis, jaring terdalam untuk budidaya udang dan jaring terluar untuk memelihara rumput laut atau ikan herbivora; c. Alat dan mesin untuk pembesaran udang terbuat dari bahan yang ramah lingkungan, tidak beracun, dan bebas penyakit. C. Sarana sarana yang digunakan untuk mendukung kegiatan pembesaran udang di tambak dan karamba jaring apung, yaitu:

a. Benih berasal dari unit pembenihan yang bersertifikat CPIB dan/atau memiliki surat keterangan sehat dari instansi yang berwenang. b. Pakan buatan harus terdaftar di Direktorat Jenderal dan digunakan sesuai petunjuk penggunaan. c. Obat Ikan harus terdaftar di otoritas kompeten dan penggunaannya sesuai dengan petunjuk penggunaan. d. Pupuk yang digunakan harus memenuhi standar persyaratan keamanan pangan dan lingkungan dan digunakan sesuai petunjuk penggunaan.

BAB III TEKNOLOGI PEMBESARAN UDANG Pembesaran udang dilakukan dengan menerapkan teknologi yang terdiri dari teknologi sederhana, semi intensif, intensif, super intensif. Proses pembesaran udang harus memenuhi persyaratan jaminan mutu dan keamanan pangan hasil produksi budidaya dan menerapkan Cara Pembesaran Ikan yang Baik (CBIB) dari tahap pra produksi, proses produksi dan panen. A. Teknologi Sederhana (Tambak Tanah) Teknologi sederhana dilakukan pada pembesaran udang windu dengan sistem monokultur dan polikultur dengan ikan bandeng dan rumput laut, serta pembesaran udang vaname secara polikultur dengan ikan bandeng dengan persyaratan sebagai berikut: 1. Persiapan a. Konstruksi tambak dengan tanah kedap dan bentuk tambak tidak memiliki sudut mati (<45 ) b. Petak tandon berkapasitas paling sedikit 30 % dari volume air pemeliharaan baik secara individu maupun kolektif; c. Apabila kandungan zat besi pada lahan tambak lebih dari 0,02 ppm perlu dilakukan perlakuan tanah dasar tambak; d. Luasan petakan pemeliharaan 0,5-2 ha per petak; e. Kedalaman air paling tinggi 80 cm; f. Jumlah pintu air untuk mendapatkan air dengan kualitas yang baik paling sedikit 1 (satu) pintu. g. Sumber air yang berasal dari air laut dialirkan dengan mekanisme pasang surut air laut dan/atau pemompaan. h. Lahan tambak pada usaha pembesaran udang dilakukan dengan tahapan pengeringan, pengapuran dan pemupukan tanah dasar tambak untuk memperbaiki kualitas tanah dasar tambak untuk mendukung pertumbuhan pakan alami dan kualitas air.

i. Sarana, prasarana yang digunakan meliputi benih, pakan, obat ikan, pompa, pupuk, timbangan, jala sampling, sarana biosekuriti sederhana, sarana panen, dan rumah jaga tambak. 2. Pemeliharaan a. Monokultur udang windu: 1) Tanpa input pakan buatan; dan 2) Padat tebar kurang dari 50.000 ekor /ha. b. Polikultur windu, bandeng dan rumput laut: 1) Tanpa input pakan buatan; 2) Padat tebar benih udang windu 10.000 ekor/ha; 3) Benih bandeng 1.500 ekor/ha; dan 4) Bibit rumput laut Gracilaria sp 1 ton/ha. c. Polikultur vaname dan bandeng: 1) Menggunakan input pupuk dan pakan buatan; 2) Padat tebar benih udang vaname 20.000-30.000 ekor/ha; dan 3) Padat tebar benih bandeng 2.000 ekor/ha. d. Melakukan pencegahan masuknya inang pembawa penyakit (biosekuriti). e. Pengelolaan kualitas air tambak dilakukan melalui penambahan air, pergantian air, mengatur kedalaman air, pemupukan untuk menumbuhkan plankton, penggunaan kapur, untuk memperbaiki kualitas air. f. Pengamatan visual kondisi udang. g. Penumbuhan pakan alami dengan cara pemupukan secara bertahap. 3. Pemanenan a. Panen dilakukan untuk budidaya udang windu monokultur dengan masa pemeliharaan sekitar 120 hari (ukuran 20-40 g/ekor atau marketable size dengan produktivitas 100-300 kg/ha). b. Panen dilakukan untuk budidaya polikultur udang windu, bandeng dan rumput laut dengan masa pemeliharaan 120 hari

dengan produktivitas udang windu 100-300 kg/ha/mt, bandeng 300 kg/ha/ dan rumput laut basah minimal 2.000 kg/ha/ MT. c. Panen dilakukan untuk budidaya polikultur udang vaname dan bandeng dengan produktivitas udang 200-300 kg/ha/mt dan bandeng 150-200 kg/ha. B. Teknologi Semi Intensif 1. Tambak Tanah Teknologi semi intensif dilakukan pada pembesaran udang windu dan udang vaname dengan persyaratan sebagai berikut: a. Persiapan 1) Konstruksi tambak harus mampu menahan volume air (tidak bocor), luasan maksimum 1 ha per petak dan kedalaman air minimal 80-100 cm untuk dapat menciptakan kualitas air yang baik untuk kehidupan udang. 2) Apabila kandungan zat besi pada lahan tambak lebih dari 0,02 ppm perlu dilakukan perlakuan tanah dasar tambak 3) Desain dan tata letak dibangun untuk mendapatkan air dengan kualitas baik dan mencegah penularan penyakit yang terdiri dari petak saluran pengendapan/tandon, petak pembesaran dan petak/saluran pengolah limbah. Dilengkapi dengan saluran pasok dan saluran buang secara terpisah. 4) Tambak dengan dasar tanah dilakukan pengeringan, pembalikan tanah, pengapuran, pemasukan air dan sterilisasi air. 5) Sarana dan prasarana yang digunakan meliputi benih, pakan, obat ikan, gudang untuk pakan dan obat ikan, peralatan kualitas air, bengkel kerja, genset/pln, sarana laboratorium, sarana biosekuriti, perumahan dan gedung administrasi, rumah jaga tambak dan instalasi pengelolaan limbah, sarana panen. 6) Pengukuran kualitas air berupa suhu, salinitas, ph dan DO dilakukan sebelum dilakukan penebaran benih udang.

7) Memiliki sarana pengelolaan limbah padat/cair sesuai kebutuhan dan ditempatkan di lokasi yang tidak menyebabkan resiko kontaminasi/pencemaran pada lingkungan, wadah budidaya, maupun fasilitas lain. b. Pemeliharaan 1) Padat penebaran untuk: a) udang windu 100.000 300.000 ekor/ha menggunakan kincir tunggal minimal 8 kincir/ha dan pompa air sesuai kebutuhan; atau b) udang vaname 300.000 500.000 ekor/ha menggunakan kincir tunggal minimal 16 kincir/ha dan pompa air sesuai kebutuhan. 2) Pakan yang diberikan berdasarkan jumlah, ukuran dan frekwensi pemberian pakan disesuaikan dengan berat biomas dan nafsu makan udang. 3) Pengelolaan pakan alami diperlukan pada awal pemeliharan untuk mempertahankan plankton sebagai pakan alami melalui pemupukan bertahap dan pemberian probiotik. 4) Pengelolaan kualitas air tambak dilakukan melalui penambahan air, pergantian air, mengatur kedalaman air, aplikasi probiotik dan sumber karbon, penggunaan kapur, dan aerasi untuk memperbaiki kualitas air. 5) Pemantauan kualitas air dilakukan setiap hari dan pengamatan/pengukuran dilakukan secara berkala. 6) Pemantauan udang dilakukan secara visual yang meliputi nafsu makan, pertumbuhan dan kesehatan udang sedangkan secara laboratorium dilakukan untuk pemeriksaan bakteri, patogen dan virus. 7) Hasil pemantauan dan pengukuran dicatat dan didokumentasikan.

c. Pemanenan a. Panen dilakukan setelah udang mencapai umur pemeliharaan 120 hari (ukuran 20-40 g/ekor) atau marketable size. b. Produktivitas udang windu berkisar 600 kg 3000 kg/ha/mt. c. Produktivitas udang vaname berkisar 6.000-10.000 kg/ha/mt. 2. Tambak Lining Teknologi semi intensif dilakukan pada pembesaran udang windu dan udang vaname di tambak lining dengan persyaratan sebagai berikut: a. Persiapan 1) Konstruksi tambak mampu menahan volume air (tidak bocor), luasan maksimum 1 ha per petak dan kedalaman air minimal 80-100 cm untuk dapat menciptakan kualitas air yang baik untuk kehidupan udang. 2) Desain dan tata letak dibangun untuk mendapatkan air dengan kualitas baik dan mencegah penularan penyakit yang terdiri dari petak saluran pengendapan/tandon, petak pembesaran dan petak/saluran pengolah limbah. Dilengkapi dengan saluran pasok dan saluran buang secara terpisah. 3) Sarana dan prasarana yang digunakan meliputi benih, pakan, obat ikan, gudang untuk pakan dan obat ikan, peralatan kualitas air, bengkel kerja, genset/pln, sarana laboratorium, sarana biosekuriti, perumahan dan gedung administrasi, rumah jaga tambak dan instalasi pengelolaan limbah, sarana panen. 4) Tambak dengan dasar lining langsung dilakukan pemasukan air, sterilisasi air dan pemberian probiotik. 5) Pengukuran kualitas air berupa suhu, salinitas, ph dan DO dilakukan sebelum dilakukan penebaran benih udang. 6) Memiliki sarana pengelolaan limbah padat/cair sesuai kebutuhan dan ditempatkan di lokasi yang tidak menyebabkan

resiko kontaminasi/pencemaran pada lingkungan, wadah budidaya, maupun fasilitas lain. b. Pemeliharaan 1) Padat penebaran untuk: a) udang windu 100.000-300.000 ekor/ha, menggunakan kincir tunggal minimal 8 kincir/ha dan pompa air sesuai kebutuhan; atau b) udang vaname 300.000 500.000 ekor/ ha, menggunakan kincir tunggal minimal 16 kincir/ha dan pompa air sesuai kebutuhan. 2) Pakan yang diberikan berdasarkan jumlah, ukuran dan frekwensi pemberian pakan disesuaikan dengan berat biomas dan nafsu makan udang. 3) Pengelolaan pakan alami diperlukan pada awal pemeliharan untuk mempertahankan plankton sebagai pakan alami melalui pemupukan bertahap dan pemberian probiotik. 4) Pengelolaan kualitas air tambak dilakukan melalui penambahan air, pergantian air, pengaturan kedalaman air, pemupukan untuk menumbuhkan plankton, aplikasi probiotik dan sumber karbon, penggunaan kapur, dan aerasi untuk memperbaiki kualitas air. 5) Pemantauan kualitas air secara visual dilakukan setiap hari dan pengamatan/pengukuran kualitas air dilakukan secara berkala 6) Pemantauan udang dilakukan secara visual yang meliputi nafsu makan, pertumbuhan. 7) Hasil pemantauan dan pengukuran dicatat dan didokumentasikan. c. Pemanenan 1) Panen dilakukan setelah udang mencapai umur pemeliharaan 120 hari (ukuran 20-40 g/ekor) atau marketable size. 2) Produktivitas udang windu berkisar 600 kg 3000 kg/ha/mt. 3) Produktivitas udang vaname berkisar 6.000-10.000 kg/ha/mt.

C. Teknologi Intensif 1. Tambak Tanah Teknologi intensif dilakukan pada proses pembesaran udang windu dan vaname meliputi tahapan: a. Persiapan 1) Konstruksi tambak teknologi intensif mampu menahan volume air (tidak bocor), luasan maksimum 0,5 ha per petak dan kedalaman air minimal 100 cm untuk dapat menciptakan kualitas air yang baik untuk kehidupan udang, kemiringan dasar tambak 0,2% kearah saluran pembuangan (outlet). 2) apabila kandungan zat besi pada lahan tambak lebih dari 0,02 ppm perlu dilakukan perlakuan tanah dasar tambak. 3) Sistem pembuangan air dibuat ke arah tengah (central drain). 4) Sarana dan prasarana yang digunakan meliputi benih, pakan, obat ikan, gudang untuk pakan dan obat ikan, peralatan kualitas air, bengkel kerja, genset/pln, sarana laboratorium, sarana biosekuriti, perumahan dan gedung administrasi, rumah jaga tambak dan instalasi pengelolaan limbah, sarana panen. 5) Tambak dengan dasar tanah dilakukan pengeringan, pembalikan tanah, pengapuran, pemasukan air, sterilisasi, penambahan air dan pemberian probiotik. 6) Pengukuran kualitas air berupa suhu, salinitas, ph, alkalinitas dan DO dilakukan sebelum dilakukan penebaran benih udang. 7) Memiliki sarana pengelolaan limbah padat/cair sesuai kebutuhan dan ditempatkan di lokasi yang tidak menyebabkan resiko kontaminasi/pencemaran pada lingkungan, wadah budidaya, maupun fasilitas lain. b. Pemeliharaan 1) Padat penebaran untuk: a) udang windu 300.000-400.000 ekor/ha, menggunakan kincir minimal 16 kincir/ha dan pompa air sesuai kebutuhan; atau

b) udang vaname 800.000-1.000.000 ekor/ha, menggunakan kincir minimal 28 kincir/ha dan pompa air sesuai kebutuhan. 2) Pakan yang diberikan berdasarkan jumlah, ukuran dan frekwensi pemberian pakan disesuaikan dengan berat biomassa dan nafsu makan udang. 3) Pemantauan udang dilakukan secara visual yang meliputi nafsu makan, pertumbuhan. 4) Pengukuran kualitas air dilakukan secara visual dan laboratoris. 5) Hasil pemantauan dan pengukuran dicatat dan didokumentasikan. 6) Melakukan pengujian terhadap kandungan residu obat ikan baik secara individu maupun kolektif. c. Pemanenan 1) Panen udang dilakukan setelah masa pemeliharaan berkisar 60-120 hari atau ukuran 22-40 g/ekor atau marketable size baik secara parsial maupun total. 2) Produktivitas udang windu berkisar 5 ton/ha. 3) Produktivitas udang vaname berkisar 10-15 ton/ha. 2. Tambak lining a. Persiapan 1) Konstruksi tambak teknologi intensif mampu menahan volume air (tidak bocor), luasan maksimum 0,5 ha per petak dan kedalaman air minimal 100 cm untuk dapat menciptakan kualitas air yang baik untuk kehidupan udang, kemiringan dasar tambak 0,2% kearah saluran pembuangan (outlet). 2) Sistem pembuangan air dibuat ke arah tengah (central drain) 3) Sarana dan prasarana yang digunakan meliputi benih, pakan, obat ikan, gudang untuk pakan dan obat ikan, peralatan kualitas air, bengkel kerja, genset/pln, sarana laboratorium,

sarana biosekuriti, perumahan dan gedung administrasi, rumah jaga tambak dan instalasi pengelolaan limbah, sarana panen. 4) Tambak dengan dasar lining langsung dilakukan pemasukan air, sterilisasi air budidaya dan pemberian probiotik. 5) Wadah tandon (reservoir) tambak resirkulasi mempunyai volume 15 % dari volume total tambak. 6) Sistem filtrasi tambak resirkulasi mulai dari tahapan bahan filter kasar, filter halus, filter organik/pembuihan dan degasser. 7) Pengukuran kualitas air berupa suhu, salinitas, ph, alkalinitas dan DO dilakukan sebelum dilakukan penebaran benih udang. 8) Memiliki sarana pengelolaan limbah padat/cair sesuai kebutuhan dan ditempatkan di lokasi yang tidak menyebabkan resiko kontaminasi/pencemaran pada lingkungan, wadah budidaya, maupun fasilitas lain. b. Pemeliharaan 1) Padat penebaran untuk: a) Udang windu 300.000 sampai 400.000 ekor/ha, menggunakan kincir minimal 16 kincir/ha dan pompa air sesuai kebutuhan; atau b) Udang vaname 800.000 sampai 1.000.000 ekor/ha, menggunakan kincir minimal 28 kincir/ha dan pompa air sesuai kebutuhan. c) Untuk tambak resirkulasi hanya untuk pembesaran udang vaname dengan padat tebar 800.000 sampai 1.000.000 ekor/ha dengan sistem aerasi menggunakan minimal 10 Hp dan/ atau sesuai kebutuhan. 2) Pakan yang diberikan berdasarkan jumlah, ukuran dan frekwensi pemberian pakan disesuaikan dengan berat biomassa dan nafsu makan udang. 3) Pemantauan udang dilakukan secara visual yang meliputi nafsu makan, pertumbuhan.

4) Pengukuran kualitas air dilakukan secara visual dan laboratoris. 5) Hasil pemantauan dan pengukuran dicatat dan didokumentasikan. 6) Melakukan pengujian terhadap kandungan residu obat ikan. c. Pemanenan 1) Panen udang dilakukan setelah masa pemeliharaan berkisar 60-120 hari atau ukuran 22-40 g/ekor atau marketable size baik secara parsial maupun total. 2) Produktivitas udang windu berkisar 5 ton/ha. 3) Produktivitas udang vaname berkisar 10-15 ton/ha. 3. Tambak Pasir Teknologi budidaya dilakukan pada pembesaran udang vaname di tambak pasir meliputi tahapan: a. Persiapan 1) Luasan tambak 800-2.000 m 2 /petak. 2) Desain dan tata letak tambak pasir dibangun dengan baik agar mudah mendapatkan air budidaya, terhindar dari penularan penyakit & pencemaran dengan membangun saluran inlet dan outlet terpisah. 3) harus memiliki Instalasi Pengolah Limbah (IPAL). 4) Dasar tambak menggunakan lining. 5) Pematang dapat menggunakan lining (plastik, beton atau asbes). b. Pemeliharaan 1) Pemeliharaan menggunakan pakan buatan dengan ukuran dan persentase pemberian pakan disesuaikan dengan berat biomas dan nafsu makan udang. 2) Padat penebaran udang vaname 1.000.000-2.000.000 ekor/ha, menggunakan kincir 2-4 kincir/petak dan pompa air sesuai kebutuhan.

3) Pemantauan dan pengukuran kualitas air secara visual dilakukan setiap hari, secara laboratorium dilakukan seminggu sekali, hasil pengukuran dicatat dalam log book. 4) Melakukan pengujian terhadap kandungan residu obat ikan. c. Pemanenan 1) Panen udang dilakukan setelah masa pemeliharaan berkisar 60-120 hari (ukuran 20-40 g/ekor atau marketable size) baik secara parsial maupun total. 2) Produksi diperoleh 1-2 ton/petak. 4. Karamba jaring apung Teknologi budidaya dilakukan pada pembesaran udang vaname di karamba jaring apung meliputi tahapan: a. Persiapan 1) Karamba Jaring Apung yang dibangun harus ramah lingkungan dan terhindar dari penularan penyakit. 2) Kecepatan arus maksimal 0,4 m/detik. 3) Kedalaman minimal 10 m. 4) Dasar laut bersifat aerobik sedalam 30 cm sepanjang tahun. 5) Tinggi gelombang maksimum 1,5 m. 6) Kontruksi KJA High Density Poly Ethylen (HDPE): 7) Bentuk segi empat, bundar (octagonal) atau oval; 8) bahan jaring tahan UV dan tahan robek dan mudah dibersihkan; dan 9) jaring terdiri dari 2 lapis (lapis pertama untuk udang, lapis terluar untuk mencegah ikan masuk) dengan ukuran mata jaring disesuaikan agar udang tidak lolos ke perairan. 10) Penempatan konstruksi KJA harus sesuai dengan alokasi pemanfaatan ruang yang tertuang di dalam RZWP3K. b. Pemeliharaan 1) Benih menggunakan hasil pendederan 1 (satu) bulan dengan kepadatan maksimal 500 ekor/m 3. 2) Biomassa maksimum 90 kg/ m 3.

3) Pakan yang diberikan berdasarkan jumlah, ukuran dan frekwensi pemberian pakan disesuaikan dengan berat biomassa dan nafsu makan udang. c. Pemanenan Panen udang dilakukan setelah masa pemeliharaan berkisar 120 hari atau marketable size. D. Teknologi Super Intensif (Tambak Lining) Teknologi super intensif dilakukan pada proses pembesaran udang vaname meliputi tahapan: 1. Persiapan a. Kontruksi tambak teknologi super intensif mampu menahan volume air (tidak bocor) luasan petakan berkisar 1.000 sampai dengan 3000 meter² dengan kedalaman air minimal 2,6 m dan kemiringan dasar tambak 0,2% ke arah saluran buang (outlet). b. Konstruksi tambak kokoh dan dijamin tidak bocor dengan cara dibeton dan/atau pelapisan tambak (lining). c. Desain dan tata letak tambak super intensif terdiri dari petak pengendapan/tandon, petak pembesaran, dilengkapi dengan saluran pasok dan saluran buang secara terpisah serta petak pengolahan. d. Harus memiliki Instalasi pengolah limbah (IPAL). e. Sarana dan prasarana yang digunakan meliputi benih, pakan, obat ikan, gudang untuk pakan dan obat ikan, peralatan kualitas air, bengkel kerja, genset/pln, kincir, pompa air, sarana laboratorium, sarana biosekuriti, perumahan dan gedung administrasi, rumah jaga tambak dan instalasi pengelolaan limbah, sarana panen. f. Dilengkapi dengan konstruksi pembuangan endapan organik (central drain sistem matahari). 2. Pemeliharaan a. Sebelum pemeliharaan dilakukan sterilisasi air, dilanjutkan dengan penambahan air dari saluran yang sudah steril atau dari

tandon, melakukan pengaturan lingkungan secara ketat dan terbatas. b. Padat penebaran 5.000.000 10.000.000 ekor/ha atau 217 385 ekor/meter 3, kedalaman air 200 260 cm. c. Pengelolaan kualitas air tambak dilakukan untuk menciptakan kualitas air yang baik selama pemeliharaan melalui penambahan air, pergantian air, pengaturan kedalaman air, aplikasi probiotik dan sumber karbon, aplikasi kapur berdasarkan parameter kualitas air yang diukur secara periodik. d. Pemberian pakan buatan diberikan sesuai ukuran dari berat biomassa dan nafsu makan. 3. Pemanenan a. Panen dilakukan setelah udang berumur sekitar 120 hari atau ukuran udang mencapai 10-20 gr/ekor (marketable size). b. Pemanenan dapat dilakukan ketika populasi mencapai 10 ton atau 20 30 % dengan frekuensi 3 4 kali baik secara parsial maupun total dalam upaya untuk menyesuaikan dengan daya dukung tambak. c. Total produksi berkisar 100 150 Ton/ha/MT.

BAB IV PENGELOLAAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN Pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan untuk teknologi sederhana, semi intensif, intensif, super intensif meliputi, pengelolaan lingkungan pengendalian kesehatan ikan dan lingkungan, penerapan biosecurity, pengelolaan limbah/effluen, pemanenan, dan pendokumentasian. A. Pengelolaan lingkungan Kawasan tambak sederhana harus: 1. Menyediakan kawasan penyangga sesuai dengan peraturan perundang undangan. 2. Memiliki dan memelihara tanaman mangrove atau tanaman pantai lainnya yang berfungsi sebagai penyangga (buffer). 3. Menanam mangrove pada saluran pengeluaran yang dipengaruhi oleh pasang surut dan aliran nutrient. 4. Melakukan budidaya tumpang sari hutan mangrove (silvofishery)/polyculture (udang, ikan dan rumput laut). B. Pengendalian kesehatan dan lingkungan Pengendalian kesehatan dan lingkungan pada budidaya udang dilakukan dengan cara : 1. Menerapkan cara budidaya ikan yang baik 2. Pengamatan kesehatan udang secara visual dilakukan setiap hari dan sampling pertumbuhan udang dilakukan secara periodik; 3. Pengamatan secara mikroskopik dilakukan secara periodik setiap minggu; 4. Melakukan penanganan kasus penyakit terhadap: a. Serangan penyakit (bakteri dan virus), dilakukan dengan mengisolasi udang yang sakit dalam wadah yang steril; b. Wabah penyakit/kematian masal (bakteri dan virus), dilakukan mengeradikasi sumber penyakit dengan pemberian bahan desinfektan selanjutnya setelah netral ditambahkan dengan

penebaran ikan omnivora untuk mencegah penularan ke kawasan sebelum air dikeluarkan; dan c. Kematian udang secara sporadik segera dimusnahkan untuk mencegah penularan yang lain. 5. Melaporkan kasus wabah/kematian masal kepada petugas yang membidangi kesehatan ikan. C. Penerapan biosecurity Penerapan biosecurity pada pembesaran udang dengan teknologi sederhana tidak diharuskan, sedangkan teknologi semi intensif, intensif dan super intensif dilakukan dengan cara: 1. Pencegahan dilakukan dengan pemasangan jaring keliling dan penangkal burung (bird scaring device) serta pemasangan penangkal kepiting (crab scaring device) baik dilakukan secara individu atau kolektif; dan 2. Sarana dan personil harus mengikuti prosedur aseptik. D. Pengelolaan limbah/effluen Pengelolaan limbah/effluen pembesaran udang dengan teknologi sederhana tidak diharuskan, sedangkan teknologi semi intensif, intensif dan super intensif dilakukan dengan cara: 1. Mengendapkan limbah lumpur pada petak/saluran pengendapan sebelum dibuang ke perairan umum; 2. Endapan bahan organik (sisa pakan dan kotoran udang) dapat digunakan sebagai bahan pupuk organik atau bahan baku pakan ikan herbivora; dan/atau 3. Mutu air buangan tambak tidak melampaui rata-rata kadar mutu air lingkungan tempat pembuangan effluent atau sesuai dengan standar baku mutu lingkungan. 4. Khusus untuk teknologi intensif dan super intensif dilengkapi dengan instalasi pengolahan limbah. E. Pemanenan Pemanenan pada budidaya udang dilakukan dengan ketentuan:

1. Panen dilaksanakan pada waktu pagi hari atau sore hari dan panen dilakukan secara total untuk teknologi sederhana dan semi intensif sedangkan untuk teknologi intensif dan super intensif dapat dilakukan secara parsial dan atau total; 2. Panen dilakukan dengan cepat dan higienis untuk menjaga mutu udang. 3. Apabila selama pembudidayaan dipergunakan obat-obatan dan bahan kimia, pemanenan dilakukan setelah udang tidak mengandung residu; dan 4. Peralatan panen harus menggunakan bahan yang tidak merusak fisik, tidak mencemari produk, dan mudah dibersihkan. F. Pendokumentasian Pendokumentasian pada pembesaran udang dengan ketentuan: 1. Melakukan pencatatan dan rekaman kegiatan budidaya udang pada setiap tahapan produksi dan harus terdokumentasi; 2. Memiliki petunjuk baku tentang pengoperasian suatu proses kerja yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang dalam satu unit pembudidayaan yang dapat mempengaruhi efektivitas produksi; dan 3. Pencatatan, rekaman kegiatan budidaya udang yang telah didokumentasikan harus dapat berfungsi sebagai acuan dalam penerapan dan perbaikan berkelanjutan sistem mutu serta memudahkan ketertelusuran pada seluruh kegiatan budidaya.

BAB V SUMBER DAYA MANUSIA DAN KELEMBAGAAN A. SUMBER DAYA MANUSIA Usaha budidaya udang harus memenuhi ketentuan: 1. memiliki sumber daya manusia antara lain manajer teknis dan pelaksana teknis. a. Manajer teknis harus memenuhi persyaratan: 1) mengetahui/menguasai penerapan cara pembesaran ikan yang baik; 2) telah mengikuti pelatihan teknis pembudidayaan ikan; dan 3) harus memiliki sertifikat kompetensi budidaya. b. Pelaksana teknis harus memenuhi persyaratan: 1) mendapatkan pelatihan teknis pembudidayaan ikan; dan 2) mampu mengisi pencatatan/rekaman selama proses pembudidayaan. 2. mampu menerapkan keselamatan dan keamanan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. B. KELEMBAGAAN Kelembagaan pembesaran udang digolongkan menjadi 3 kategori yaitu perorangan, kelompok dan badan usaha/perusahaan harus memenuhi persyaratan: 1. Usaha pembesaran udang perorangan dikelola oleh 1 (satu) orang atau lebih dan apabila berada dalam satu kawasan budidaya diarahkan untuk membentuk kelompok guna efektifitas pengelolaan. 2. Usaha pembesaran udang yang dikelola secara berkelompok (kolektif) dan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. berbasis kawasan terintegrasi dalam satu kelompok; b. memiliki struktur kelembagaan kelompok; c. jumlah orang dalam satu kelompok maksimal 10 (sepuluh) orang; d. modal (usaha dikelola bersama);

e. bankable; dan f. kelompok dapat bekerjasama dengan mitra dan mengembangkan usaha dengan kegiatan usaha lainnya (CSR). 3. Usaha budidaya udang berbentuk badan usaha/perusahaan: a. penggunaan tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan; dan b. pengaturan struktur/personil yang menangani suatu manajemen kelompok dan badan usaha budidaya disesuaikan dengan kebutuhan tergantung skala usaha dan tingkat teknologi yang diterapkan.

BAB VI PEMBINAAN, MONITORING DAN EVALUASI A. Pembinaan 1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan pembinaan dalam rangka meningkatkan pola pengelolaan usaha budidaya udang yang efektif, berkelanjutan. 2. Pembinaan dilakukan secara berjenjang dan dilakukan melalui pelatihan, seminar, workshop, sosialisasi dan lain-lain dengan tujuan peningkatan kompetensi manajemen, pemahaman teknis budidaya, pengelolaan dan pengendalian lingkungan maupun kesadaran tentang pengendalian mutu hasil budidaya melalui CBIB. B. Monitoring dan Evaluasi 1. Monitoring dan evaluasi meliputi lokasi, prasarana, dan sarana, teknologi pembesaran udang, pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan, manajemen sumber daya manusia dan kelembagaan dalam upaya penerapan cara pembesaran ikan yang baik. 2. Monitoring dan evaluasi dijadikan bahan pertimbangan dan rekomendasi bagi pelaksanaan kebijakan terkait kegiatan pembesaran udang dan dilakukan secara berjenjang oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan pihak lain (mitra usaha).

BAB VII PENUTUP Pedoman umum ini merupakan panduan bagi pembudidaya ikan dalam melakukan pembesaran udang agar produktif, bermutu, berdaya saing, menguntungkan dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Selain itu, pedoman umum ini juga sebagai pedoman bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam melakukan pembinaan terhadap usaha pembesaran udang. MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, SUSI PUDJIASTUTI LEMBAR PERSETUJUAN NO. JABATAN PARAF 1. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya 2. Sesditjen Perikanan Budidaya 3. Direktur Pakan 4. Kabag Hukum, Organisasi, dan Humas

LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBUDIDAYAAN UDANG PARAMETER KUALITAS AIR SUMBER, AIR PEMELIHARAAN DAN TANAH a. Parameter Kualitas Air Sumber Tingkat Teknologi No. Parameter Air Satuan Semi Super Sederhana Intensif intensif intensif 1. Suhu C 28-32 28-30 28-30 28-30 2. Salinitas g/l 5-40 10-35 26-32 26-32 3. ph - 7,5-8,5 75-85 7,5-8,5 7,5-8,5 4. Oksigen mg/l > 3,0 > 3,0 > 4 > 4 terlarut 5. Alkalinitas (ppm) 6. Bahan Organik maksimal 7. Amonia, maksimal 8. Nitrit, maksimal 9. Nitrat, maksimal 10. Phosfat, minimal 11. Kecerahan air 12. Total padatan terlarut 13. Logam berat maksimal -Pb -Cd -Hg mg/l 100-250 80-150 100-150 100-150 mg/l 55 55 90 90 mg/l < 0,01 < 0,01 0,1 0,1 mg/l < 0,01 < 0,01 1 1 mg/l 0,5 0,5 0,5 0,5 mg/l 0,1 0,1 0,1-5 0,1-5 cm 30-45 30-45 30-50 30-50 mg/l - 150-200 mg/l mg/l mg/l 0,03 0,01 0,002 0,03 0,01 0,002 0,03 0,01 0,002 0,03 0,01 0,002

12. Hidrogen Sulfida mg/l - - 0,01 0,01 13. Total vibrio CFU(Ca lory Fromin g Unit)/ ml - - 1x103 1x103 b. Parameter Kualitas Air Pemeliharaan Tingkat Teknologi No. Parameter Air Satuan Semi Super Sederhana Intensif intensif intensif 28 1. Suhu C 28-32 >27 29-32 31,5 2. Salinitas g/l 5-40 10-35 26-32 26-32 3. ph - 7,5-8,5 75-85 7,5-8,5 7,5-8,5 4. 5. 6. 7. 8. 9. Oksigen terlarut Alkalinitas (ppm) Bahan Organik maksimal Amonia, maksimal Nitrit, maksimal Nitrat, maksimal 10. Phosfat, minimal 11. Kecerahan air mg/l > 3,0 3,0 4 > 4 mg/l 100-250 100-150 150 100-100- 150 mg/l 55 90 90 90 mg/l < 0,01 0,1 0,1 0,05 mg/l < 0,01 1 1 1 mg/l 0,5 - - 0,5 mg/l 0,1 0,1 0,1-5 0,01 cm 30-45 20-45 30-50 30-50

12. Logam berat maksimal -Pb -Cd -Hg 13. Hidrogen Sulfida 15. Total vibrio mg/l mg/l mg/l - - - - - - 0,03 0,01 0,002 0,03 0,01 0,002 mg/l - 0,01 0,01 0,01 CFU(Calory Froming - - 1x10 3 1x10 3 Unit)/ml c. Parameter Kualitas Tanah No. Parameter Satuan Sederhana Tingkat Teknologi Semi intensif Intensif Super intensif (lining) 1. ph - 5,5 7,0 5,5 7,0 5,5 7,0-2. Bahan (%) < 5 < 5 < 5 - Organik 3. Phosfat mg/l 0,3-0,5 - - - 4. Tekstur (%) 5. Redoks potensial Liat, lempung berpasir Liat, lempung berpasir Liat, lempung berpasir mv - > + 50 > + 50 - - MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, SUSI PUDJIASTUTI LEMBAR PERSETUJUAN NO. JABATAN PARAF 1. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya 2. Sesditjen Perikanan Budidaya 3. Direktur Pakan 4. Kabag Hukum, Organisasi, dan Humas

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBESARAN UDANG DESAIN TAMBAK DAN KARAMBA JARING APUNG PEMBESARAN UDANG A. Desain Tambak Teknologi Sederhana, Semi Intensif dan Intensif DESAIN TAMBAK SEDERHANA, SEMI INTENSIF DAN INTENSIF B. Karamba Jaring Apung

C. Desain Sirkulasi Tambak D. Teknologi Super Intensif MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, SUSI PUDJIASTUTI LEMBAR PERSETUJUAN NO. JABATAN PARAF 1. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya 2. Sesditjen Perikanan Budidaya 3. Direktur Pakan 4. Kabag Hukum, Organisasi, dan Humas