BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga

BAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sendiri tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar dalam memajukan suatu negara. Majunya suatu negara tercermin dari pendidikan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan hasil riset lebih dari 500 kajian di seluruh dunia. Kecerdasan adversitas ini

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

Nur Asyah Harahap 1) dan Ria Jumaina 2) Dosen FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di

BAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia per 31 Desember 2010 (KPK, 2010). Sumber lain menyebutkan jika

ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. adalah kemampuan berpikir analitik. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan

PETUNJUK PENGISIAN. #### Selamat Mengerjakan ####

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kamus bahasa Inggris, adversity berasal dari kata adverse yang artinya

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penelitian ini adalah teori perilaku terencana yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah kota besar terdiri dari beberapa multi etnis baik yang pribumi maupun

BAB I PENDAHULUAN. dan sarat perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:43) analisis merupakan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient

BAB I PENDAHULUAN. Pondok Pesantren Daar el-qolam merupakan salah satu pondok pesantren

HUBUNGAN KECERDASAN ADVERSITY DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TEMPEL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan ilmu pengetahuan ini, dituntut orang-orang yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut adalah adversity

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris dan Jerman menempatkan

TINGKAT ADVERSITAS SISWA KMS (KARTU MENUJU SEJAHTERA) DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Luthans (2005) dalam bukunya Organizational Behaviour mengutip pendapat

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi telah menumbuhkan berkah berupa lahirnya para entrepreneur baru.

Studi Deskriptif Adversity Quotient Mahasiswa Berprestasi Rendah Fakultas Psikologi Unisba Angkatan 2012

Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DENGAN MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN PT. X. Disusun Oleh. : Dyah Anggraini NPM :

TINGKAT ADVERSITY QUOTIENT ATLET DIY M. Yunus Sb, BM Wara K. dkk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan model pembelajaran problem based learning. Hasil penelitian

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Geometri Van Hiele. a) Kemampuan berpikir geometri Van Hiele

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. atau perusahaan dapat melakukan berbagai kegiatan bisnis, operasi fungsi-fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

GAMBARAN ADVERSITY QUOTIENT PADA SISWA DI SMU NEGERI 27 JAKARTA PUSAT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah MA Darussalam Agung Kota Malang. mengembangkan pendidikan di Kedungkandang didirikanlah Madrasah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aspek aspek kepribadian berdasarkan teori yang dikemukakan Klages

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berarti kegagalan atau kemalangan (Echols & Shadily, 1993: 14). didefinisikan sebagai tantangan dalam kehidupan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai aspek bidang kehidupan

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY INTELLIGENCE DENGAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia

PENTINGNYA ADVERSITY QUOTIENT DALAM MERAIH PRESTASI BELAJAR. Oleh Zainuddin (Pendas, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya krisis perekonomian di Indonesia yang berdampak sangat luas,

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah,

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MENGUBAH TANTANGAN MENJADI PELUANG PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI *

BAB III METODE PENELITIAN. sampel, (D) Metode pengumpulan data, (E) Validitas dan Reliabilitas alat ukur, 1. Variabel bebas : Adversity Quotient

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kontribusi yang sangat besar pada masyarakat (Reni Akbar

KECERDASAN ADVERSITAS

AAT SRIATI UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN JATINAGOR

terus berjuang, meskipun kadang-kadang banyak rintangan dan masalah dalam kehidupan. Kesuksesan dapat dirumuskan sebagai tingkat di mana seseorang

PEMETAAN ADVERSITY QUOTIENT MAHASISWA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU


HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS BM. Stefani Virlia ABSTRACT

apa yang dirumuskan dalam NCTM (National Council of Teachers of isi atau materi (mathematical content) dan standar proses (mathematical

BAB II LANDASAN TEORI. berperilaku (Bandura, 1997). Selanjutnya, Bandura (1997) menambahkan bahwa selfefficacy

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Penelitian ini terdiri atas tiga variabel, yaitu dua variabel bebas dan satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu. Sedangkan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. bagian yaitu tinjauan teori mengenai kepuasan berwirausaha, Adversity Quotient.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ADVERSITY QUOTIENT 1. PengertianAdversity Quotient Adversity atau kesulitan adalah bagian kehidupan kita yang hadir dan ada karena sebuah alasan dan kita sebagai manusia dapat memilih untuk menjadikan hambatan tersebut sebagai bahan pelajaran hidup yang berharga. Menurut bahasa, kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan (Echols & Shadily, 1993). Nashori (2007) berpendapat bahwa adversity quotient merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan kecerdasannya untuk mengarahkan, mengubah cara berpikir dan tindakannya ketika menghadapi hambatan dan kesulitan yang bisa menyulitkan dirinya. Leman (2007) mendefenisikan adversity quotient secara ringkas, yaitu sebagai kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah. Adversities are part of living, and people choose the way they react to each adversity in their lives. Many times they will be senseless, unfair, painful, and beyond our control to prevent. Howeever, they come into our lives for a reason. People can choose to learn valuable lessons from each adversity they encounter ( Brunkhorst, 2005) 13

14 Adversity quotient merupakan teori populer yang dikembangkan oleh Paul G. Stoltz dan pertama sekali diperkenalkan di dalam bukunya berjudul Adversity Quotient : Turning Obstacle into Opportunities yang diterbitkan pada tahun 1997. teori ini muncul atas gabungan dari tiga cabang ilmu yaitu psikologi kognitif, neuropsikologi dan psikoneuroimunologi. Stoltz (2004) mengungkapkan bahwa adversity quotient adalah kecerdasan seseorang dalam menghadapi rintangan atau kesulitan secara teratur. Adversity quotient membantu individu memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-sehari. Adversity Quotient (AQ) menjelaskan seberapa baik individu dapat bertahan dan mampu mengatasi kesulitan, dapat meramalkan siapa yang dapat bertahan akan kesulitan atau siapa yang akan hancur. AQ juga dapat memprediksi siapa yang dapat melebihi harapan dari potensi yang dimiliki. Menurut Stoltz, kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupan terutama ditentukan oleh tingkat adversity quotient yang terwujud dalam tiga bentuk, yaitu : a. Kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. b. Suatu ukuran untuk mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan. c. Serangkaian alat untuk memperbaiki respon seseorang terhadap kesulitan.

15 2. Faktor-Faktor Pembentuk Adversity Quotient Stoltz menguraikan adversity qoutient sebagai bentuk kesuksesan yang digambarkan seperti sebuah pohon. Bagian paling atas merupakan kinerja seseorang yang dipengaruhi oleh bagian paling bawah pohon yaitu akar. Faktor pembentuk adversity quotient menurut Stoltz yaitu : a. Genetika Genetika terkait dengan hereditas, yaitu pewarisan sifat-sifat tertentu dari orang tua individu. Selain karakteristik fisik, faktor genetika juga mempengaruhi sikap seseorang. Adversity quotient memang tidak diturunkan secara genetis sebagaimana karakteristik fisiologis seseorang. Hanya saja karena AQ adalah hasil dari proses belajar individu,maka pembentukannya membutuhkan kemampuan dasar yang harus terpenuhi. b. Pendidikan Pendidikan terkait dengan proses belajar, yaitu perubahan yang relatif permanen pada perilaku individu sebagai akibat dari latihan (Atkinson dkk, 1992). Proses belajar tersebut tidak hanya berlangsung secara formal di sekolah atau bangku perkuliahan, namun dapat berlangsung secara informal di tengah-tengah keluarga dan lingkungan sosial sekitar individu. Adversity quotient tidak terlepas dari pengaruh pendidikan yang dialami seseorang di awal kehidupan yaitu keluarga. Grotberg (1999) menyatakan bahwa pola asuh orang tua dan respon lingkungan sosial di sekitar anak memberikan dukungan dan dasar kemampuan anak untuk menyikapi kesulitan hidup. Adversity quotient dengan kata lain dipengaruhi oleh lingkungan dimana setiap individu memiliki pengalaman yang

16 berbeda dan cara menyikapi yang berbeda terhadap suatu lingkungan tertentu baik formal maupun informal. c. Keyakinan Keyakinan diartikan sebagai penilaian subjektif terhadap dunia, termasuk pemahaman sesorang terhadap diri sendiri dan lingkungannya ( Fishbein & Ajzen, 1975). Keyakinan juga diperoleh dari hasil belajar. Keyakinan juga dipengaruhi oleh latar belakang budaya tempat individu hidup, seperti budaya di sekolah maupun rumah. Stoltz mengungkapkan bahwa keyakinan akan menimbulkan motivasi dan sebagian besar orang yang sangat sukses memiliki faktor keyakinan di dalam dirinya. 3. Dimensi Adversity Quotient Dimensi AQ yang digunakan pada penelitian ini adalah yang diungkapkan oleh Stoltz (2004) yaitu sebagai berikut : a. C = Control/ kendali Dimensi ini mempertanyakan seberapa besar kendali seseorang rasakan saat menghadapi situasi sulit. Kontrol atau kendali diawali dengan pemahaman bahwa sesuatu, apapun itu dapat dilakukan. b. O = Ownership and origin/ Kepemilikan Sejauh mana seseorang mengakui akibat-akibat dari kesulitan. Dan mempertanyakan sejauh mana seseorang tersebut mau bertanggung jawab atas peristiwa apapun penyebabnya dan berusaha mencari solusi.

17 c. R = Reach/ Jangkauan Sejauh mana kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan atau mempengaruhi aspek kehidupan lain individu. Individu dengan tingkat jangkauan yang baik tidak mudah terganggu aspek kehidupan lain saat mengalami masalah. Individu tersebut mampu membedakan masalah yang muncul dan respon yang ditujukan pada situasi tersebut. d. E = Endurance / Ketahanan Berapa lama kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan ini akan berlangsung. Aspek ketahanan menjelaskan bahwa suatu masalah tidak berlangsung selamanya dan bisa terselesaikan atas kemauan diri individu atau sebaliknya. 4. Tipe Siswa Berdasarkan Tingkat Adversity Quotient Stoltz (2004) mengatakan bahwa terdapat tiga tipe manusia berdasarkan tingkat adversity quotient yang dimiliki yaitu sebagai berikut : a. Climbers Pendaki adalah mereka yang selalu optimis, melihat peluang dan celah dibalik keputusasaan, selalu bersemangat untuk maju. kemungkinan sekecil apapun dapat menjadi sumber harapan besar untuk meraih kesuksesan (Agustian, 2001). Pendaki adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan, dan tidak pernah membiarkan

18 usia, jenis kelamin, ras, cacat fisik maupun hambatan lainnya menghalangi pendakian mereka (Stoltz, 2004). b. Campers Campers adalah golongan yang mudah puas atas segala sesuatunya. Tipe ini puas dengan mencukupkan diri dan tidak mau mengembangkan diri. Mereka adalah orang-orang yang tidak terdorong perubahan karena takut dan hanya mencari keamanan dan kenyamanan. Hanya saja, campers setidaknya sudah melangkah dan menanggapi tantangan namun setelah mencapai tahap tertentu mereka akan berhenti (Stoltz, 2004). c. Quitters Quitters adalah mereka yang berhenti. Mereka adalah sosok yang memilih untuk mundur, menghindari kewajiban dan berhenti apabila menghadapi kesulitan. Quitters akan berhenti di tengah pendakian, mudah putus asa dan mudah menyerah (Agustian, 2001). Orang dengan tipe ini cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan cenderung pasif. B. JENIS SEKOLAH Jenis sekolah pada penelitian ini berdasarkan status sekolah tersebut yaitu sebagai berikut : 1. Sekolah Pembauran Sekolah adalah lembaga formal yang menyelengarakan tujuan pendidikan nasioanal. Sedangkan pembauran adalah konsep yang pertama sekali

19 diperkenalkan oleh presiden Soeharto guna mewujudkan integrasi nasional di Indonesia baik di bidang pendidikan maupun budaya yang menekankan pada asimilasi warga negara Indonesia keturunan asing dengan warga negara Indonesia keturunan Indonesia (Suryadinata, 2003). Mitchell (1999) menjelaskan mengenai konsep pembauran sebagai konsep metafora yang menetapkan bahwa kaum minoritas (microculture) harus melebur ke dalam kelompok mayoritas, menyingkirkan bahasa ibu mereka dan tradisi budayanya dan menyesuaikan adat istiadat budaya dengan budaya mayoritas (macroculture). Kebijakan asimilasi pada era pemerintahan presiden Soeharto menghasilkan peraturan yaitu, pada tahun 1967 pemerintah mendirikan Sekolah Nasional Proyek Khusus (SNPK) sebagai sekolah pembauran (berdasarkan Intruksi Presiden Kabinet No. 37/U/In/G/1967). Maksud dari sekolah nasional proyek khusus ini ialah dimana sekolah yang awalnya berdiri sebagai sekolah khusus etnis Tionghoa, menggunakan bahasa pengantar mandarin dan kurikulum yang berbeda diwajibkan untuk berbaur dengan warga negara Indonesia keturunan asli dan menggunakan bahasa pengantar Indonesia dan kurikulum pendidikan nasional. Sekolah dilihat sebagai wadah pembauran (melting pot) antara kelompok pribumi dengan kelompok non pribumi, agar generasi muda non pribumi dapat meleburkan diri dan budayanya ke dalam budaya nasional melalui wadah pendidikan. Sekolah pembauran berdasarkan SNPK adalah sekolah yang komposisi muridnya adalah 50 % merupakan WNI asli (murid pribumi) dan WNI keturunan asing (murid nonpribumi). Sekolah tersebut juga harus menerapkan kurikulum

20 nasional yang digunakan oleh semua sekolah di Indonesia (Pelly, 2003). Namun, lebih lanjut komposisi murid pribumi pada sekolah pembauran tidak sama dengan nonpribumi yang mengakibatkan sekolah pembauran berisikan mayoritas siswa nonpribumi dengan eksklusivitas etnis keturunan Tionghoa (Pelly, 2003). Sekolah pembauran di wilayah Sumatera Utara sendiri terlihat dari perubahan nama yayasan yang semula identik dengan nama Tionghoa menjadi nama Indonesiakarena kebijakan pemerintah. Selain itu, lebih lanjut sekolah pembauran yang ada di kota Medan telah menjadi sekolah swasta yang dulunya mengadopsi sistem aturan sekolah pembauran (Komunikasi personal, 2015). 2. Sekolah Negeri Sekolah negeri adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru yang dikelola oleh pemerintah. Sekolah menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.29 tahun 2003, pasal 18 tentang pendidikan nasional merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan jenjang pendidikan formal yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sekolah menurut Alif (2006) adalah sebuah lembaga yang ditujukan khusus untuk pengajaran dengan kualitas formal. Sekolah negeri dalam hal ini adalah status sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah dimana pendanaan dan peraturan pendidikan berasal dari pemerintah.

21 C. KONSEP SISWA PRIBUMI DAN NON-PRIBUMI Pelly (2003) menjelaskan bahwa identitas siswa pribumi merupakan identitas yang muncul dari peninggalan belanda dimana mereka merupakan warga negara Indonesia (WNI) keturunana asli indonesia, yang berasal dari suku-suku asli di Indonesia. Siswa non-pribumi menurut Pelly (2003) yaitu identitas yang muncul kepada mereka yang berasal dari keturunan Tionghoa, India, ekspatriat asing (umumnya kulit putih) maupun campuran, walaupun telah beberapa generasi dilahirkan di Indonesia yang biasa dikenal sebagai warga negara Indonesia (WNI) keturunan asing. D. Adversity QuotientPadaSiswa Pribumi di Sekolah Pembauran dan Siswa Pribumi di Sekolah Negeri. Siswa pribumi adalah siswa WNI keturunan suku asli Indonesia. Dewasa ini, banyak siswa pribumi yang bersekolah di sekolah pembauran dengan alasan kualitas sekolah yang lebih baik dari sekolah negeri. Namun, tidak selamanya sekolah pembauran berhasil memberikan manfaat kepada peserta didiknya. Karena lingkungan sekolah sering sekali menghasilkan kendala apabila siswa tidak dapat beradaptasi. Kendala tersebut tidak akan menjadi masalah bagi performa akademis siswa ataupun kesehatannya apabila dapat dihadapi dengan baik. Sekolah pembauran memiliki tingkat disiplin yang tinggi. Aturan sekolah, sistem belajar, kompetisi memperoleh nilai hasil belajar yang maksimal antar

22 siswa dan cara mengajar pendidik membuat siswa yang bersekolah di sekolah pembauran harus bekerja keras untuk beradaptasi agar tidak tertinggal dari siswa lainnya. Siswa pribumi yang mampu mengikuti cara belajar, tingkat disiplin sekolah dan cara mengajar pendidiknya dikatakan berhasil menghadapi tantangan di sekolah pembauran. Siswa tersebut memiliki AQ yang baik yang berasal dari aspek AQ itu sendiri seperti control, endurance, reach, owrnership dan origin.satu hal yang tidak kalah penting adalah faktor teman sebaya dimana etnis Tionghoa tidak menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari sehingga akan menimbulkan tantangan tersendiri bagi siswa pribumi untuk bisa bergaul dengan siswa nonpribumi tersebut. Siswa pribumi di sekolah pembauran yang memiliki kontrol dan aspekaspek AQ yang baik akan mudah menjawab semua tantangan tersebut. Mereka bahkan diuntungkan dengan atsmosfer kompetisi memperoleh peringkat kelas yang tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh Ryan (2001) bahwa siswa yang memiliki kelompok teman sebaya yang berprestasi tinggi juga turut menghasilkan bentuk prestasi yang sama. Namun, apabila siswa pribumi di sekolah pembauran tidak memiliki AQ yang baik maka sulit untuk menghadapi tantangan serta ekspektasi hasil belajar yang maksimal, karena apabila sudah gagal akan menimbulkan stres yang berakibat buruk bagi performa akademis dan kesehatan siswa tersebut. Tantangan yang dihadapi oleh siswa pribumi di sekolah negeri juga beragam. Sekolah negeri memiliki perbedaan tingkat disiplin sekolah, cara mengajar pendidik, sistem nilai dan pergaulan teman sebaya yang lebih

23 heterogen.tapi tetap saja tidak semua siswa mampu mengatasi kendala yang ada dengan bijak.misalkan, seorang siswa pribumi yang awalnya seorang yang rajin dan ingin mencapai nilai tertinggi di setiap matapelajaran namun selalu gagal dikarenakan cara mengajar pendidik, standar nilai dan teman sebaya yang tidak mendukung tujuan tersebut. Hal ini tentu menjadi sumber stres bagi siswa apabila tidak dapat diatasi dengan cara yang seharusnya. Kasus tersebut bisa saja terjadi di sekolah pembauran maupun di sekolah negeri. Untuk itu, penting bagi anak agar mampu mengasah kemampuan bertahan dan mengatasi hambatan yang ada. AQ menurut Stoltz (2004) dapat meramalkan siapa anak yang bertahan dalam kesulitan dan mengubahnya menjadi kesempatan dan siapa anak yang berhenti dan tidak akan mencoba. Ketiga tipe siswa tersebut telah dijelaskan oleh Stoltz melalui teori mengenai tipe climbers, campers dan quitters. Tipe-tipe tersebut bergantung pada tinggi atau rendahnya skor pada dimensi dari adversity quotient yaitu daya tahan, kendali, kepemilikan dan jangkauan. Menurut Stoltz (2004), AQ dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah lingkungan yaitu ketersediaan daya saing yang mengakibatkan para siswa mampu menciptakan peluang dalam kesulitan. Pengalaman belajar siswa di sekolah yang berbeda akan menghasilkan tingkat AQ yang berbeda pula. AQ sendiri sangat penting untuk diketahui oleh siswa di kedua sekolah mengingat sekolah pembauran dan sekolah negeri menyediakan pengalaman belajar yang berbeda kepada peserta didik mereka.

24 E. Hipotesa Penelitian Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka untuk menjawab rumusan masalah yang ada, penulis mengajukan hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara yang akan diteliti kebenarannya. Hipotesis dalam penelitian ini adalah Terdapat perbedaan AQ antara siswa pribumi pada sekolah pembauran dengan siswa pribumi pada sekolah negeri.