BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

dokumen-dokumen yang mirip
BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, sampai menghilangkan rasa nyeri dan

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkanya intruksi pesiden Republik Indonesia

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I

oleh: Drs. M. Nurdin, M.M 1

: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN WADAH PERAN SERTA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Nomor: 04/SKB/M.PAN/12/2003. Nomor : 127 Tahun 2003 Nomor : Ol/SKB/XII/2003/BNN.

Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG BADAN NARKOTIKA KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Implementasi..., Agustinus Widdy H, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang dipilih dalam penelitian ini adalah kantor Badan Narkotika

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEWENANGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) PROVINSI LAMPUNG DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI PROVINSI LAMPUNG

KEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB II PERKEMBANGAN PEREDARAN NARKOTIKA DAN PENGATURAN HUKUM DI INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. kecamatan dengan batas-batas sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Tabalong

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 02 TAHUN 2009 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KOTA PAYAKUMBUH

2 2. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 3. Peraturan Ke

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

BADAN NARKOTIKA NASIONAL

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat memprihatinkan. Bahkan jumlah kasus. narkotika selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Negara Republik Indonesia dan penyidikan oleh penyidik Badan Narkotika

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT BADAN NARKOTIKA KABUPATEN

PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KOTA DUMAI

BAB II. A. Sebelum Undang-Undang Nomor 35 Tahun ) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB II KAJIAN TEORITIS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. penyalahgunaan narkoba in telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Kelompok Ahli. Pengorganisasian.

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Badan Narkotik

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB II PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA. 1. Wewenang Mengadakan Penyelidikan dan Penyidikan Oleh BNN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KELOMPOK AHLI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

PROPINSI SULAWESI SELATAN. KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

P E M E R I N T A H K O T A D U M A I

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2OII TENTANG

2 Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Lembaran

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

2016, No Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional tentang Logo dan Atribut Unit Deteksi K9 Badan Nakotika Nasional; Mengingat : 1. Undang-Unda

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV HASIL PENELITIAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI DONGGALA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

Transkripsi:

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN) Sejarah penanggulangan bahaya narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelligen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, dan pengawasan orang asing. Inpres tersebut menyebutkan bahwa Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN 1. 1 Ineke Ariani Motif, dkk. 2016. Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotikaoleh Badan narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK)Karawang Terhadap Remajadi Kabupaten Karawang.Diponegoro Law Journal Volume 5 Nomor 3. www.ejournal-s1.undip.ac.id. 53

Permasalahan narkotika di Indonesia pada masa itu masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber- Pancasila dan agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada saat permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkoba. Permasalahan narkotika yang dihadapi berkecenderungan terus miningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999.BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait. BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai personil dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan 54

dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal. BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba. Tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP dan BNK. Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki kewenangan 55

operasional melalui kewenangan anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, Provinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan yang masingmasing (BNP dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan strukturalvertikal dengan BNN. Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan mengundangkan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Status kelembagaan BNN menjadi Lembaga Pemerintah Non- Kementrian (LPNK) dengan struktur vertikal ke Provinsi dan kabupaten/kota. Di Provinsi dibentuk BNN Provinsi, dan di Kabupaten/Kota dibentuk BNN Kabupaten/Kota. BNN dipimpin oleh seorang Kepala BNN yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. BNN berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. 56

Kepala BNN dibantu oleh seorang Sekretaris Utama, Inspektur Utama, dan 5 (lima) Deputi yaitu Deputi Pencegahan, Deputi Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Rehabilitasi, Deputi Pemberantasan, dan Deputi Hukum dan Kerja Sama. Badan Narkotika Nasional saat ini telah memiliki perwakilan daerah di 33 Provinsi. Sedangkan di tingkat kabupaten dan kota, BNN telah memiliki 100 BNNKabupaten/Kota. Secara bertahap, perwakilan ini akan terus bertambah seiring dengan perkembangan tingkat kerawanan penyalahgunaan Narkoba di daerah. Dengan adanya perwakilan BNN di setiap daerah, memberi ruang gerak yang lebih luas dan strategis bagi BNN dalam upaya P4GN. B. Tugas dan Fungsi Badan Narkotika Nasional Pasal 70 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia No 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional diatur tugas dari BNN yaitu: a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat; 57

e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; f. Memantau, mengarahkan dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Psikotropika Narkotika; g. Melalui kerja sama bilateral dan multiteral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; h. Mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika; i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang. Pasal 2 ayat (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia No 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional disebukan pula bahwa selain tugas sebagaimana diatas, BNN juga bertugas menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional diatur bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, BNN menyelenggarakan fungsi: 1. Penyusunan dan perumusan kebijakan nasional di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol yang selanjutnya disingkat dengan P4GN. 2. Penyusunan, perumusan dan penetapan norma, standar, kriteria dan prosedur P4GN. 3. Penyusunan perencanaan, program dan anggaran BNN. 58

4. Penyusunan dan perumusan kebijakan teknis pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerjasama di bidang P4GN. 5. Pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakna teknis P4GN di bidang pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerjasama. 6. Pelaksanaan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada instansi vertikal di lingkungan BNN. 7. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalam rangka penyusunan dan perumusan serta pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN. 8. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi di lingkungan BNN. 9. Pelaksanaan fasilitasi dan pengkoordinasian wadah peran serta masyarakat. 10. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. 11. Pelaksanaan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. 12. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait maupun komponen masarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi dan penyatuan kembali ke dalam masyarakat serta perawatan lanjutan bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol di tingkat pusat dan daerah. 13. Pengkoordinasian peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat. 14. Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi penyalahguna dan/atau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif tembakau dan alkohol berbasis komunitas terapeutik atau metode lain yang telah teruji keberhasilannya. 15. Pelaksanaan penyusunan, pengkajian dan perumusan peraturan perundang-undangan serta pemberian bantuan hukum di bidang P4GN. 16. Pelaksanaan kerjasama nasional, regional dan internasional di bidang P4GN. 17. Pelaksanaan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan P4GN di lingkungan BNN. 18. Pelaksanaan koordinasi pengawasan fungsional instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat di bidang P4GN. 19. Pelaksanaan penegakan disiplin, kode etik pegawai BNN dan kode etik profesi penyidik BNN. 20. Pelaksanaan pendataan dan informasi nasional penelitian dan pengembangan, serta pendidikan dan pelatihan di bidang P4GN. 59

21. Pelaksanaan pengujian narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. 22. Pengembangan laboratorium uji narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif tembakau dan alkohol. 23. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN. C. Kewenangan Badan Narkotika Nasional Pasal 71 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia No 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional diatur wewenang dari BNN, yang menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Kemudian dalam pasal 71 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika diatur bahwa: 1) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dilaksanakan oleh penyidik BNN. 2) Penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BNN. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala BNN. Pasal 31 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia No 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional diatur tentang instansi vertikal.yaitu: 1) Instansi vertikal adalah pelaksana tugas, fungsi, dan wewenang BNN di daerah. 60

2) Instansi vertikal BNN terdiri dari: a. BNN Provinsi yang selanjutnya disebut dengan BNNP; dan; b. BNN Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut dengan BNNK/Kota. Badan Narkotika Nasional pada tingkat Provinsi mempunyai kedudukan sebagaimana tercantum dalam BAB I Pasal 1 Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota 2 yang menyebutkan bahwa : (1) Badan Narkotika Nasional Provinsi yang selanjutnya dalam Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional ini disebut BNNP adalah instansi vertikal Badan Narkotika Nasional yang melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang Badan Narkotika Nasional dalam wilayah Provinsi. (2) BNNP berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Narkotika Nasional. (3) BNNP dipimpin oleh Kepala. 2 Debby Dwi Damayanti Siahaan. 2016. Pembentukan Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Tengahdalam Penanggulangan Masalah Narkotika.Diponegoro Law Review Vol.5 No.2.www.ejournal-s1.undip.ac.id.Diakses 5 Desember 2017. 61