BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. kecamatan dengan batas-batas sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Tabalong

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. kecamatan dengan batas-batas sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Tabalong"

Transkripsi

1 BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Balangan adalah salah satu kabupaten yang termasuk dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten ini terdiri dari 8 kecamatan dengan batas-batas sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Tabalong 2. Sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Kota Baru dan kabupaten Paser, Kalimantan Timur 3. Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Hulu Sungai Tengah 4. Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Hulu Sungai Utara Luas yang dimiliki oleh kabupaten Balangan ini mencapai 1.878,30 Km 2 yang dibagi menjadi 8 desa meliputi : Lampihong, Batumandi, Awayan, Tebing Tinggi, Paringin, Paringin Selatan, Juai, Halong. 1. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk yang terdapat pada kabupaten Balangan yaitu sebesar jiwa, untuk lebih jelasnya dapat kita lihat tabel berikut: 34

2 35 TABEL 4.1 JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DI KABUPATEN BALANGAN TAHUN 2015 NO KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH 1 Lampihong Batu Mandi Awayan Tabing Tinggi Paringin Paringin Selatan Juai Halong JUMLAH Sumber : Statistik Kabupaten Balangan 2015 Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari pada perempuan yaitu sebanyak 827 jiwa. Jumlah penduduk terpadat terdapat di kecamatan Halong yaitu sebanyak jiwa, sedangkan penduduk paling sedikit terdapat di kecamatan Tabing Tinggi yaitu sebanyak 6556 jiwa. 2. Jumlah penduduk menurut agama Masyarakat kabupaten Balangan mayoritas muslim untuk jelasnya mengenai jumlah masyarakat kabupaten Balangan berdasarkan jumlah penganut agama dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

3 36 No 1 Kecamatan Lampihong TABEL 4.2 JUMLAH PENDUDUK MENURUT PENGANUT AGAMA DI KABUPATEN BALANGAN TAHUN 2015 Agama jumlah Islam Kristen Katholik Hindu Budha Lainnya Batu Mandi Awayan Tabing Tinggi Paringin Paringin Selatan Juai Halong Jumlah Sumber : Kemenag Kabupaten Balangan Tabel ini menunjukkan bahwa kabupaten Balangan mayoritas beragama Islam jauh lebih banyak dbandingkan dengan penganut lainnya. Penganut non muslim sendiri kita lihat hanya menyebar dibeberapa kecamatan saja, jumlah penganut terbesar dan mayoritas beragama Budha hanya terdapat di kecamatan Halong yaitu sebesar 4760 jiwa.

4 37 3. Jumlah sarana pendidikan di kabupaten Balangan TABEL 4.3 JUMLAH SARANA PENDIDIKAN DI KABUPATEN BALANGAN TAHUN 2015 No Jenis Sekolah Negeri Swasta 1 TK SD SLTP SLTA 12 Sumber : Statistik Kabupaten Balangan 4. Sejarah BNN dan BNN Kabupaten Balangan Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelligen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing. 1 Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen 1 BNN Kota Balangan, Profil BNN Kota Balangan, diakses di pada tanggal 11 Juni 2016

5 38 Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN. 2 Masa itu permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-pancasila dan agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada saat permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkoba. 3 Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus miningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional 2 Ibid., 3 Ibid.,

6 39 (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait. 4 BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai personil dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal. BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Koordinasi Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi: mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba. 5 Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNN Provinsi dan BNN Kota. Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur 4 Ibid., 5 Ibid.,

7 40 komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK), yang memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN- BNNP-BNNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, Provinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNNP dan BNN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN. 6 Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR- RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan 6 Ibid.,

8 41 penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. 7 Berdasarkan undang-undang tersebut, status kelembagaan BNN menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) dengan struktur vertikal ke Provinsi dan kabupaten/kota. Di Provinsi dibentuk BNN Provinsi, dan di Kabupaten/Kota dibentuk BNN Kabupaten/Kota. BNN dipimpin oleh seorang Kepala BNN yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. BNN berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Kepala BNN dibantu oleh seorang Sekretaris Utama, Inspektur Utama, dan 5 (lima) Deputi yaitu Deputi Pencegahan, Deputi Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Rehabilitasi, Deputi Pemberantasan, dan Deputi Hukum dan Kerja Sama. 8 Saat ini, BNN telah memiliki perwakilan daerah di 33 Provinsi. Sedangkan di tingkat kabupaten dan kota, BNN telah memiliki 100 BNNK/Kota. Secara bertahap, perwakilan ini akan terus bertambah seiring dengan perkembangan tingkat kerawanan penyalahgunaan Narkoba di daerah. Dengan adanya perwakilan BNN di setiap daerah, memberi ruang gerak yang lebih luas dan strategis bagi BNN dalam upaya P4GN. Dalam upaya peningkatan performa pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan serta peredaran gelap Narkoba, dan demi tercapainya visi Indonesia Bebas 7 Ibid., 8 Ibid.,

9 42 Narkoba Tahun Inilah salah satu harapan yang selalu diteriakkan di Indonesia. Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang sangat mengkhawatirkan mendorong pemerintah melakukan berbagai upaya dalam rangka menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di tanah air. Penanggulangan permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dilakukan dengan memperkuat kelembagaan BNN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penguatan kelembagaan dimaksud adalah pengembangan kelembagaan BNN menjadi instansi vertikal sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota dengan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). 10 Bidang pencegahan melalui desiminasi informasi dan advokasi, bidang pemberdayaan masyarakat melalui pemberdayaan alternatif dan pembentukan kader anti narkoba, bidang rehabilitasi melalui penyalahguna Narkoba yang dijangkau layanan terapi dan rehabilitasi. Disamping diperkuat dengan Undang-Undang dan peraturan pemerintah dan Peraturan Presiden, untuk melibatkan seluruh instansi pemerintah dalam pelaksanaan program P4GN, diperkuat dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional di 9 Ibid., 10 Ibid.,

10 43 Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (Jakstranas P4GN) Tahun Inpres tersebut menugaskan kepada seluruh pimpinan kementerian/lembaga/instansi pusat dan daerah, berperan serta melakukan program P4GN sesuai dengan fungsi yang ada pada kementerian/lembaga/instansi masing-masing. Dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2014, BNNK Balangan sebagai lembaga pemerintah yang telah menggunakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), berkewajiban melaporkan Akuntabilitas Kinerja ke Presiden melalui Menteri Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ini disusun sebagai akuntabilitas kinerja atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BNNKabupaten Balangan. Hal tersebut diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, serta atas Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. 11 Jadi tugas pokok dan fungsi yang diamanatkan kepada BNNK Balangan telah diatur oleh pemerintah Dasar Hukum a. Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; b. Peraturan Presiden RI Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional; 11 Ibid., 12 Ibid.,

11 44 c. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan BNNKab/Kota. 6. Visi dan Misi BNN Kota Balangan VISI Menjadi perwakilan BNN RI di Kabupaten Balangan yang Profesional dan Mampu Menyatukan dan Menggerakkan Seluruh Komponen Masyarakat di Wilayah Kabupaten Balangan dalam Melaksanakan P4GN. MISI Bersama melaksanaka pencegahan, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi (penjangkauan dan pendampingan), pemberantasan, dan tata kelola pemerintahan yang akuntabel. B. Hasil Penelitian 1. Aktivitas Penyuluh Narkoba di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan Aktivitas penyuluh yang ada di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan terbagi dari 2 macam, yaitu kegiatan yang berdasarkan rencana kegiatan kerja (RKK) yang dilakukan sesuai anggaran dipa dan non-dipa. Adapun kegiatan tersebut sebagai berikut: a. Kegiatan penyuluhan berdasarkan Dipa Kegiatan ini dilakukan menggunakan dana yang bersumber dari dana dipa, adapun kegiatan tersebut iyalah sebagai berikut : 1) Pencegahan Kegiatan pencegahan ini meliputi diseminasi informasi pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredarangelap narkoba (P4GN)

12 45 kepada keluarga, pelajar/mahasiswa, pekerja, masyarakat. Kegiatan penyuluh di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan ini sebagai berikut: a) Diseminasi informasi p4gn kepada keluarga Kegiatan ini dilakukan dengan cara melalukan diseminasi informasi melalui media cetak seperti koran Banjarmasin Post. Selain itu ada rencana untuk menggunakan media radio, namun sampai saat ini belum terealisasi. Disfungsi keluarga berkontribusi terhadap seseorang terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba, antara lain, perceraian, disharmonisasi hubungan anggota keluarga atau kesibukan orang tua. b) Diseminasi informasi p4gn kepada pelajar/mahasiswa Kegiatan ini dilakukan dengan cara melalukan diseminasi informasi melalui media luar ruang yaitu dengan baliho dan spanduk, dan juga melalui media cetak seperti koran. Dan ada juga kegiatan komunikasi informasi edukasi melalui media konvensional. Dalam kegiatan tersebut dilakukan sosialisasi Bahaya Penyalahgunaan Narkoba ditinjau dari segi pandang agama dan umum kepada pelajar. Melalui Kegiatan ini diharapkan agar Pelajar dapat terhindar dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan mendukung kegiatan kampanye stop narkoba di lingkungan sekolah dalam rangka mewujudkan Indonesia yang bersih dan bebas penyalahgunaan narkoba seperti yang baru-baru ini diadakan di SMK I Paringin, sosialisasi pada MPLS di SMPN I Paringin dan juga di MIN Sungai Awang kecamatan Lampihong.

13 46 Selain itu ada juga kerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Balangan memberikan pelatihan pencegahan dan bahaya penyalahgunaan narkoba kepada anggota Duta Anti Narkoba tingkat SMA sedarajat. Pelatihan yang digelar di Aula RSUD Balangan, belum lama ini diikuti oleh 44 siswa yang berasal dari 22 sekolah SMA sederajat se Kabupaten Balangan dan mendatangkan narasumber berasal dari BNNK Balangan, Polres Balangan serta dari IDI sendiri. Pelatihan duta narkoba dikalangan pelajar ini merupakan bagian dari upaya BNN Balangan dan IDI Balangan untuk turut serta memberantas dan mencegah tindak pidana penyalahgunaan Narkoba di Bumi Sanggam. c) Diseminasi informasi p4gn kepada pekerja Kegiatan ini dilakukan dengan cara melalukan diseminasi informasi melalui media elektronik dan juga melalui media cetak seperti koran. Dan ada juga kegiatan komunikasi informasi edukasi melalui media konvensional. Di samping itu BNNK, BNNP dan Polres Tabalong mengadakan koordinasi dengan melakukan rajia di tempat hiburan, baik terhadap pekerja maupun penikmat hiburan. d) Diseminasi informasi p4gn kepada masyarakat Kegiatan ini dilakukan dengan cara langsung berhadapan masyarakat dengan mengadakan acara sosialisasi dengan tujuan mengkampanyekan stop penyalahgunaan narkoba dilingkungan masyarakat dan melakukan diseminasi informasi melalui media luar ruang seperti spanduk. Dan ada juga kegiatan komunikasi informasi edukasi

14 47 melalui media konvensional. Setelah kegiatan ini terlaksana, diharapkan peserta bisa lebih memahami tentang Penyalahgunaan dan Peredaran Gelapa Narkoba, serta bersedia ikut berpatisipasi mebantu BNN Balangan dalam upaya Pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Selain itu BNN Kabupaten Balangan juga gencar mensosialisasikan mengenai jenis narkoba baru Flakka yang sangat berbahaya melalui instagram. Benduk edukasi lainnya dengan memberikan pengetahuan mengenai KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) bersama kelompok masyarakat 8 club motor yang ada di kabupaten balangan. 2) Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat Kegiatan pemberdayaan masyakarat ini meliputi program penggiat anti narkoba di instansi pemerintah, program penggiat anti narkoba di instansi swasta, program penggiat anti narkoba di lingkungan masyarakat, dan program penggiat anti narkoba di lingkungan sekolah. Kegiatan penyuluh di badan narkotika nasional kabupaten balangan ini sebagai berikut: a) Program Penggiat Anti narkoba di Instansi Pemerintah Kegiatan ini membentuk penggiat penggiat anti narkoba yang ada di pemerintahan agar tercegahnya disuatu instansi tersebut terbebas dari penyalahgunaan narkoba dan ikut membantu mensukseskan program yang ada di badan narkotika nasional. Program ini meliputi bimtek bidang pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkoba (P4GN)., melakukan rapat kerja program pemberdayaan

15 48 masyarakat di instansi pemarintah, pelatihan dan pembinaan masyarakat anti narkoba, dan pemberdayaan masyarakat anti narkoba melalui tes urine seperti yang dilakukan di warung malam. Upaya lainnya meliputi kampanye stop narkoba di stand BNN Balangan di acara Balangan Expo. b) Program Penggiat Anti Narkoba Di Instansi Swasta Kegiatan ini membentuk penggiat anti narkoba di instansi swasta dengan cara melalukan rapat kerja program pemberdayaan karyawan, pelatihan dan pembinaan penggiat anti narkoba, dan melakukan tes urine terhadap karyawan yang baru mau masuk kerja ataupun yang sudah menjadi menjadi karyawan tetap. Rapat kerja yang selama ini dilakukan dengan perusahaan tambang Coal dan PT Adaro. c) Program Penggiat Anti Narkoba Di Lingkungan Masyarakat Kegiatan ini membentuk penggiat penggiat anti narkoba di lingkungan masyarakat dengan cara meliputi bimtek bidang pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkoba (P4GN)., melakukan rapat kerja program pemberdayaan masyarakat di instansi pemarintah, pelatihan dan pembinaan masyarakat anti narkoba. Pembentukan penggiat anti narkoba merupakan bagian dari Advokasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) yang dijalankan BNN dalam pemberantasan Narkoba. Kepala BNN Balangan berharap, lewat upaya P4GN ini bisa menjadikan ormas menjadi imun masyarakat agar terbebas dari ancaman narkoba.

16 49 d) Program Penggiat Anti Narkoba Di Lingkungan Sekolah Kegiatan ini membentuk penggiat anti narkoba di lingkungan sekolah dengan melibatkan semua unsur yang ada di lingkungan sekolah seperti dewan guru, staf tata usaha, dan siswa itu sendiri. Melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap masyarakat yang ada di lingkungan sekolah. b. Kegiatan Penyuluhan Berdasarkan Non-Dipa Kegiatan ini dilakukan dengan cara menyisihkan dana yang ada pada anggaran Dipa agar lebih mengoptimalkan program pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkoba di badan narkotika nasional kabupaten Balangan ini agar menyentuh seluruh aspek yang ada dimasyarakat. Kegiatan ini masih bersifat menunggu surat disposisi dari atasan dari badan narkotika nasional tersebut, maupun permintaan dari instansi luar seperti pemerintahan, perusahaan swasta, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. 2. Hambatan Yang Dihadapi Penyuluh Narkoba di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan Penyuluh yang ada di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan ini dalam melakukan tugasnya sebagai penyuluh pasti ada menemui yang namanya hambatan hambatan yang ditemui, adapun hambatan tersebut yang bersumber dari faktor internal maupun faktor eksternal, adapun hambatan yang bersumber dari faktor internal adalah sebagai berikut:

17 50 a. Bahasa Penyuluh yang ada di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan ini berasal dari Bandung Jawa Barat dan tidak fasih dalam berbahasa daerah banjar meskipun sudah menjadi penyuluh selama 3 tahun sehingga menyulitkan dalam berkomunikasi terhadap masyarakat di kabupaten Balangan yang kebanyakan menggunakan bahasa banjar dan belum banyak yang pasih berbahasa Indonesia dengan baik. b. Belum adanya inisiatif dari penyuluh Belum adanya inisiatif dari penyuluh ini berdasarkan sulitnya bahasa serta tidak adanya motivasi dari atasan yang diberikan terhadap panyuluh tersebut. berikut: Hambatan yang bersumber dari faktor eksternal adalah sebagai a. Kurangnya penyuluh yang ada di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan Penyuluh yang ada di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan ini hanya ada 1 orang sedangkan luas wilayah kabupaten Balangan 1.878,30 Km 2. dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa rasanya mustahil bisa mencakup secara keseluruhan. b. Terbatasnya regulasi Regulasi yang ada di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan membatasi ruang gerak terhadap penyuluh yang ada disana sehingga kurang optimalnya kerja dari penyuluh tersebut. Penyuluh yang mau melakukan penyuluhan harus sesuai prosedur ataupun hanya menunggu disposisi dari

18 51 atasan, tidak adanya kebebasan yang diberikan terhadap penyuluh yang menyulitkan si penyuluh tersebut dalam melakukan tugasnya. c. Banyak daerah pelosok Kabupaten Balangan Adalah kabupaten yang baru berdiri sehingga masih banyak daerah daerah yang berada dipelosok dan terisolir, sulitnya mengakses daerah tersebut menyebabkan penyuluh yang ada di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan ini tidak bisa menjangkau daerah tersebut. Daerah tersebut di antaranya yang berada di Kecamatan Halong seperti Desa Tampaan dan daerah Kecamatan Halong yang masuk dalam wilayah kerja Puskesmas Uren seperti Desa Ambatunin, Libaru Sungkai, Tanjungan Jalamu, Kurihay, Sawang, Ambata dan Andamai dan khususnya daerah pelosok menuju Meratus. C. Pembahasan Penyajian data diatas telah penulis uraikan menganai pokok-pokok bahasan yang menjadi fokus dalam penelitian ini, pembahasan tersebut tentu kiranya untuk dianalisis sehingga bisa disimpulkan sebagai berikut: 1. Aktivitas penyuluh narkoba di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan Aktivitas penyuluhan yang dilaksanakan oleh penyuluh narkoba di Kabupaten Balangan belum berjalan dengan baik. Penyuluhan yang dilakukan belum terlalu banyak, ini bisa dilihat dari jumlah penduduk yang ada serta jumlah penyuluh narkoba di Kabupaten Balangan hanya sebagian kecil yang menerima materi penyuluhan. Adapun materi yang diberikan oleh

19 52 penyuluh ialah mencakup pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkoba (P4GN). Kegiatan penyuluh narkoba yang ada di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan ini memiliki sumber dana Dipa (Daftar isian pelaksana anggaran) dari APBN dan ada pula kegiatan penyuluhan yang berdasarkan non-dipa di sisihkan dari dana dipa. Berikut penulis rincikan sebagai analisis dari bentuk aktivitas penyuluh narkoba dalam mencegah penyalahgunaan narkoba di Kabupaten Balangan: a. Kegiatan berdasarkan dana dipa Kegiatan ini banyak mencakup banyak jenis penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh yang ada di Badan Narkotika Balangan adapun sebagai berikut: 1) Pencegahan Kegiatan ini banyak dilakukan dengan cara membuat spandukspanduk, poster,baliho yang dipasang dikeramaian yang membuat secara tidak langsung melakukan penyuluhan tetapi tidak langsung menyuluh. Progrom pencegahan merupakan program promotif dimana program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang sama sekali belum pernah mengenal narkoba agar mereka mengetahui tentang seluk beluk narkoba sehingga mereka menjadi tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. Program ini selain dilakukan oleh pemerintah, juga sangat efektif apabila dibantu oleh sebuah instansi dan institusi lain termasuk lembaga-lembaga profesional terkait, lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, organisasi masyarakat dan

20 53 lainnya. Menurut penulis kegiatan tersebut sangat bagus karena secara tidak sadar orang mengatahui akibat yang ditimbulkan dari bahayanya narkoba. Adapun kegiatan yang meliputi kegiatan pencegahan sebagai berikut: a) Diseminasi informasi kepada keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dimana anak mendapatkan pendidikan. Peran keluarga juga dinyatakan dalam hadis nabi dalam sabdanya, "Setiap anak yang dilahirkan itu dalam kondisi suci sampai kemudian dirinya bisa menggerakkan lisannya, maka pada tangan bapak ibunyalah ia bisa menjadi Yahudi, Nasrani atau juga menjadi Majusi." (Hadits riwayat Abu Ya'la, Ath-Thabarani dan AlBaihaqi) Jika dikaitkan dengan penyalahgunaan narkoba, maka keluarga memiliki peranan penting dalam memberikan informasi yang bersifat edukatif kepada anggota keluarga lainnya. BNN selama ini menyentuh kalangan profesi dan aparat desa. Penting adanya penyuluhan yang menyentuh langsung masyarakat khususnya lingkungan rumah tangga. Berdasarkan pemaparan pemaparan data diketahui bahwa informasi yang diberikan cenderung melalui media baik cetak maupun elektronik, sedangkan antusias terhadap media tersebut dirasakan masih kurang sehingga berdampak pada efektifitas. Akan lebih baik kegiatan ini jika dilakukan dengan cara melakukan diseminasi di kecamatan-kecamatan melalui kaderkader yang ada pada desa-desa dikecamatan tersebut sehingga yang berada jauh dari keramaian juga bisa menerima diseminasi informasi p4gn tersebut.

21 54 b) Diseminasi informasi kepada pelajar / mahasiswa Kegiatan diseminasi ini merupakan kegiatan yang bagus yang penyuluh narkoba yang tidak hanya melakukan diseminasi melalui spanduk, poster, baliho, dll. Penyuluh juga melakukan kegiatan komunikasi informasi edukasi. Alangkah lebih baiknya kegiatan komunikasi informasi edukasi ini dilakukan lebih banyak lagi sehingga pelajar / mahasiswa tahu apa saja bahayanya narkoba tersebut mengingat pelajar / mahasiswa adalah penerus bangsa. Selama ini BNN sudah banyak mengadakan kerja sama dengan sekolah maupun perguruan tinggi dalam memberikan informasi penyalahgunaan narkoba. Diharapkan peran pelajar dan mahasiswa sebagai generasi penerus mampu memberikan pemahaman kepada pengguna maupun yang tidak menggunakan mengenai bahaya narkoba. Berdasarkan gambaran yang didapatkan, peran BNN khususnya Kabupaten Balangan dapat dilihat melaui kegiatan yang dilaksanakan seperti penyuluhan-penyuluhan, melaksanakan tes urine. Meskipun upaya preventif maupun kuratif sudah dilaksanakan, namun peredaran dan penggunaan narkoba tidak bisa dipungkiri semakin hari semakin meningkat. c) Diseminasi informasi kepada pekerja Kegiatan diseminasi informasi kepada pekarja ini sangat perlu dilakukan, mengingat para pekerja juga tidak luput dari sasaran narkoba.. Meskipun begitu, dari pengamatan yang penulis lakukan jumlah kegiatan ini belum terlalu banyak dilakukan mengingat keterbatasan penyuluh yang ada, akan lebih baik jika kegiatan ini ditambah lagi sehingga pekerja yang ada di

22 55 Kabupaten Balangan dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh narkoba itu sendiri. Sejauh ini diseminasi informasi yang dilakukan lebih fokus di kalangan remaja, khususnya remaja sekolah. Penulis kembali memberikan gambaran bahwa penyuluh yang banyak berpengaruh pada jalannya program yang dilaksanakan. Dengan demikian, target penurunan penyalahgunaan narkoba dikalangan pekerja dapat terpenuhi. d) Diseminasi informasi kepada masyarakat Kegiatan diseminasi ini sangat bagus dengan mengkampanyekan stop narkoba dan juga melakukan komunikasi informasi edukasi. Dengan kegiatan tersebut diharapkan masyarakat juga bisa ikut mengkampanyekan stop narkoba dan memberi pembelajaran terhadap masyarakat terntang bahayanya narkoba dan akibat-akibat yang ditimbulkan. Dalam rangka memberikan informasi mengenai bahaya narkoba, unutk menjangkau masyarakat luas maka media cetak maupun elektronik dapat memberikan pengaruh. Selain itu adanya baliho maupun pamplet juga setidaknya ada berperan secara tidak langsung, meskipun hanya sebagian kecil yang memperhatikan dan memahaminya. Penyuluhan di masyarakat akan lebih efektif karena masyarakat secara sadar mengikutinya. Selain itu BNN melalui BNN kota maupun kabupaten dapat merangkul tokoh masyarakat maupun tokoh agama. Dengan peran mereka sebagai panutan, setidaknya nasehat maupun tindakan mereka akan dituruti oleh masyarakat di dalamnya.

23 56 2) Pemberdayaan peran serta masyarakat Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini agar masyarakat ikut serta mensukseskan Kabupaten Balangan bebas dari penyalahgunaan narkoba. Menurut penulis kegiatan pemberdayaan peran serta masyarakat ini sangat bangus karena dapat melibatkan semua elemen masyarakat dalam memerangi yang namanya narkoba dan juga sedikit banyaknya dapat membantu penyuluh melakukan tugasnya dalam melakukan penyuluhan tentang pencegahan penyalahgunaan narkoba. Adapun kegiatan ini meliputi sebagai berikut: a) Program penggiat anti narkoba di instansi pemerintah Kegiatan ini menurut penulis sangatlah bagus dikarenakan bisa membentuk penggiat anti narkoba di instansi pemerintahan. Alangkah lebih baiknya jika bisa melakukan kerja sama kepada semua instansi pemerintahan yang ada di Kabupaten Balangan. Kegiatan ini bisa dapat memetakan kelompok sasaran penyuluhan dan melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap masyarakat di instansi pemerintah. Melihat kegiatan ini hendaknya bisa ditambah lagi karena kegiatan ini perlu dilaksanakan mengingat narkoba juga merambah ke instansi ini. b) Program penggiat anti narkoba di instansi swasta Berdasarkan data yang ada diatas program penggiat anti narkoba di instansi swasta ini sudah bagus. Alangkah lebih bagusnya lagi ada kerjasama atau MOU dengan perusahaan yang ada di Kabupaten Balangan. Kader anti narkoba dibentuk dari berbagai elemen masyarakat mulai dari pekerja swasta, instansi pemerintah

24 57 hingga kalangan kampus. Mereka memiliki pengetahuan, skill dan pola berfikir yang mendukung upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba. Yang membedakan adalah mentalitas mereka. Setiap orang bisa menjadi sasaran korban narkoba termasuk para kader, tetapi dengan kelebihan yang mereka miliki diharapkan para kader anti narkoba tidak mudah untuk jatuh dalam godaan narkoba. Kader dapat menjadi sebuah jaringan pencegahan yang potensial yang dapat membantu minimnya jumlah penyuluh narkoba yang ada di kabupaten. c) Program penggiat anti narkoba di lingkungan masyarakat Individualitas yang timbul dalam masyarakat dapat menjadi bahaya dan peluang bagi peredaran narkoba. Dari beberapa laboratorium peracikan narkoba yang berhasil dibongkar oleh aparat hukum, masyarakat banyak yang tidak mengetahui dan tidak peduli atas aktivitas para penghuninya. Hal ini menjadi peringatan bagi kita semua, apakah masyarakat kita semakin individualis dan berfikir hanya kepentingan pribadinya ataukan solidaritas social ini masih ada tetapi tertekan oleh ego-ego individu tertentu yang berusaha menghalangi. Kader anti narkoba adalah siapa saja yang bersedia dengan sukarela untuk menjaga lingkungannya terhadap bahaya narkoba. Bila lingkungan terasa berat, maka cukuplah kita menjaga mulai dari keluarga kita, bukan hanya dengan tindakan represif tetapi upaya preventif dengan kasih sayang. Mereka yang ditunjuk dan dilatih menjadi kader anti narkoba tentu memiliki kesadaran dan tanggungjawab sosial. Jangan jadikan pengetahuan tersebut hanya menjadi konsumsi pribadi, dan berperan aktif dengan berkerjasama

25 58 dengan para aparat baik kepolisian maupun BNN bila mencurigai, mengetahui dan melihat upaya penyalahgunaan narkoba. Para pecandu narkoba banyak yang ingin keluar dari jeratan narkoba tetapi kadang mereka tidak memiliki dukungan dan tekanan berat dari stigma negative masyarakat atas para pecandu menjadikan mereka terjerat dalam lingkaran setan penyalahgunaan narkoba. Dalam hal ini kader anti narkoba harus ikut berperan. Membantu para pecandu yang ingin sembuh untuk melaporkan dirinya kepada BNN atau tempat rehabilitasi yang sudah di tunjuk oleh pemerintah. Saat mereka telah mennyelesaikan program rehabilitasi, diharapkan pemerintah melalui kader anti narkoba dapat membantu mereka dalam rehabilitasi social baik dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, komunitas bersama agar mereka bisa saling menyemangati agar tidak kembali terjerat narkoba maupun bimbingan spiritual agar mentalitas mereka semakin kuat. d) Program penggiat anti narkoba di lingkungan pendidikan Berdasarkan data yang ada diatas program penggiat dilingkungan pendidikan ini berlangsung dengan baik. Menurut penulis alangkah lebih baik lagi jika dilakukan dengan melibatkan semua elemen dari pendidikan misalnya kepala sekolah, guru, osis, dll. Sehigga dilingkungan sekolah bisa terbebas dari penyalahgunaan narkoba. b. Kegiatan berdasarkan non-dipa Melihat dari kegiatan diatas penulis sangat mengaprisiasi penyuluh narkoba yang ada di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan ini yang

26 59 tetap melakukan penyuluhan meskipun kegiatan tersebut tidak berdasarkan kegiatan Dipa. Akan tetapi kegiatan ini hanya bersifat menunggu permintaan dari luar yang menginginkan diberi penyuluhan ataupun disposisi dari atasan. Sehingga kegiatan penyuluhan ini bersifat pasif. Oleh karena itu, akan lebih baik lagi jika kegiatan penyuluhan non-dipa ini lebih aktif lagi sehingga tidak hanya menunggu permintaan dari luar atau pun disposisi dari atasan. 2. Hambatan yang di hadapi penyuluh narkoba di Badan narkotika Nasional Kabupaten Balangan Ada pun hambatan yang dihadapi penyuluh narkoba di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan ini terdapat dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor internal Sebagaimana diketahui pada penyajian data sebelumnya, pelaksanaan penyuluhan narkoba di Kabupaten Balangan memiliki hambatan, yaitu yang berhubungan dengan bahasa dan kurangnya inisiatif dari penyuluh itu sendiri. Seorang penyuluh yang baik itu bisa menggunakan bahasa yang bisa dimengerti oleh audiens yang dia suluh, sehingga antara penyuluh dengan audiens dapat memahami isi yang disampaikan oleh penyuluh. Meskipun penyuluh belum menguasai bahasa daerah setempat, namun penggunaan bahasa indonesia yang baik dan komunikasi yang baik dapat menjadi solusi terhadap permasalahan tersebut. Pentingnya mengenal karakter masyarakat dapat membantu pelaksanaan penyuluhan. Mempelajari karakter masyarakat adalah salah satu bentuk inisiatif dari penyuluh sehingga bisa memunculkan inovasi-inovasi baru dalam melakukan penyuluhan

27 60 b. Faktor eksternal Berhasil tidaknya pelaksanaan penyuluhan dapat disebakan dari faktor intern yaitu yang berasal dari dalam diri penyuluh, serta faktor yang berasal dari luar. Faktor dari luar seperti penyuluh yang tersedia mempengaruhi tingkat keberhasilan. Keadaan ini berpengaruh pula pada inisiatif dari penyuluh dalam mengatasi permasalahannya dalam menjalankan tugas. Banyaknya penyuluh tentunya akan lebih baik sehingga dapat mempermudah dalam melakukan penyuluhan dan juga dapat meringankan dari tugas penyuluh karenanya akan membuat waktu efisien dan efektif, sehingga tujuan dari penyuluhan itupun akan mudah dicapai. Idealnya penyuluh narkoba itu terdiri dari satu orang pada setiap kecamatan. Permasalahan regulasi seringkali menghambat pergerakan seorang penyuluh. Regulasi yang baik akan melahirkan kinerja yang baik dan akan mencapai hasil yang baik pula. Adapun terbatasnya regulasi akan menghambat kinerja yang dilakukan oleh penyuluh narkoba di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Balangan. Regulasi yang akan datang juga diharapkan lebih mendukung lagi dalam penyuluhan narkoba, sehingga dengan banyaknya dukungan maka terwujudlah motivasi yang kuat untuk memberikan yang terbaik dan mencapai tujuan yang telah ditentukan. Melihat permasalahan di atas hendaknya tidak terlalu dipersulit dalam prosedur yang ada sehingga dapat mempermudah ruang gerak yang dimiliki penyuluh narkoba. Agar tercapainya tujuan yang telah di inginkan.

28 61 Masalalah lainnya adalah banyaknya daerah yang masih sulit di akses oleh penyuluh hendaknya kepada pemerintah daerah dapat membuka akses jalan ataupun memperbaiki jalanan yang ada di Kabupaten Balangan sehingga penyuluh dapat dengan mudah mengakses daerah-daerah yang jauh dari ibukota kabupaten. Sehingga penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh narkoba dapat menjangkau daerah pelosok. Permasalahan ini bergantung dengan pemerintah, karena akses menuju pelosok sangat penting mendapat perhatian.

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN) BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN) Sejarah penanggulangan bahaya narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya

Lebih terperinci

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT Kamis, 11 September 2014 10:28:28 Medan (SIB)- Badan Narkotika Nasional Provinsi melakukan tes urine terhadap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan Sumatera Utara di kantor perwakilan

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015 Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015 Saat ini, BNN telah memiliki perwakilan daerah di 33 Provinsi, sedangkan di tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 67 ayat (3) Undang- Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan seharihari, perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial tersebut. Untuk

Lebih terperinci

: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR PER / 4 / V / 2010 / BNN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, 02 Maret 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 29 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 29 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.493, 2015 BNN. Provinsi. Kabupaten/Kota. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bahwa visi atau tujuan Nasional Negara Republik Indonesia adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL r PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN Pada bagian awal dari bab in akan dibahas tentang permasalahan narkoba dan mengenai ditetapkannya Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan peredaran Gelap Narkotika,

Lebih terperinci

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN 2011-2015 Disampaikan Dalam Rapat Koordinasi Implementasi Jakstranas P4GN Tahun 2011-2015 Jakarta, 8 Mei

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Indonesia dan memiliki luas sebesar 2.556,75 km 2 dan memiliki penduduk sebanyak

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Indonesia dan memiliki luas sebesar 2.556,75 km 2 dan memiliki penduduk sebanyak BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. Profil Wilayah Kabupaten Ciamis 1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia dan memiliki luas sebesar

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau adalah lembaga pemerintah non kementrian yang professional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Implementasi..., Agustinus Widdy H, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Implementasi..., Agustinus Widdy H, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi para pembaca mengenai hal-hal yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian terhadap Analisis Implementasi Kebijakan Strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat merusak, baik merusak mental maupun moral dari para pelakunya, terlebih korban yang menjadi sasaran peredaran

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkanya intruksi pesiden Republik Indonesia

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkanya intruksi pesiden Republik Indonesia BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Badan Narkotika Nasional (BNN ) & BNNK Sleman Tonggak sejarah penanggulangan bahaya narkotika dan kelembagaanya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, penyalahgunaan narkotika dapat berdampak negatif, merusak dan mengancam berbagai aspek

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG FORUM KOORDINASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN

Lebih terperinci

PROPINSI SULAWESI SELATAN. KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG

PROPINSI SULAWESI SELATAN. KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG PROPINSI SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG TUGAS DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL 2 BAB I PENDAHULUAN A. UMUM Instansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia. yang sangat mengkhawatirkan. Terutama pada remaja-remaja saat ini yang makin

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia. yang sangat mengkhawatirkan. Terutama pada remaja-remaja saat ini yang makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahngunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (selanjutnya disebut narkoba) merupakan permasalahan kompleks baik dilihat dari faktor penyebab maupun

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia saat ini menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat dan telah sampai ke semua lapisan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah semakin menjamur dan sepertinya hukum di Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah semakin menjamur dan sepertinya hukum di Indonesia tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi dewasa ini, kian meningkatnya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan generasi muda. Sehingga maraknya penyimpangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyalahgunaan narkoba in telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. penyalahgunaan narkoba in telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba saat ini menjadi persoalan global yang melanda semua wilayah negara diseluruh dunia. Di Indonesia sendiri penyalahgunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya non tembakau dan alkohol) baik di tingkat global, regional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, sampai menghilangkan rasa nyeri dan

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, sampai menghilangkan rasa nyeri dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika adalah zat atau obat, baik yang berasal dari tanaman maupun bukan, baik sintesis maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

Lebih terperinci

KEWENANGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) PROVINSI LAMPUNG DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI PROVINSI LAMPUNG

KEWENANGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) PROVINSI LAMPUNG DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI PROVINSI LAMPUNG KEWENANGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) PROVINSI LAMPUNG DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI PROVINSI LAMPUNG Willyan Purnama, Upi Hamidah, SH., M.H., Satria Prayoga, S.H., M.H. Program Studi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN WADAH PERAN SERTA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN WADAH PERAN SERTA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN WADAH PERAN SERTA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara Laporan Kinerja BNN Tahun 2014

KATA PENGANTAR Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara Laporan Kinerja BNN Tahun 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala berkat rahmat dan hidayah-nya, penyusunan Laporan Kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun 2014 ini, dapat diselesaikan sesuai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN BAGIAN DARI PERANGKAT DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS KINERJA BIDANG KESEHATAN -NARKOBA-

LAPORAN ANALISIS KINERJA BIDANG KESEHATAN -NARKOBA- LAPORAN ANALISIS KINERJA BIDANG KESEHATAN -NARKOBA- Disusun Oleh Alit Sri Lestari 1102120224 Arif Maulana Nasution 1102112970 Claudya Shelviana Angelina 1102113147 Chyntia Joneta 1102113072 Mimi Sartika

Lebih terperinci

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015 Permasalahan narkotika merupakan salah satu permasalahan global yang selalu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Negara Republik Indonesia dan penyidikan oleh penyidik Badan Narkotika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Negara Republik Indonesia dan penyidikan oleh penyidik Badan Narkotika II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyidikan dalam Tindak Pidana Narkotika Penyidikan dalam tindak pidana narkotika yang dimaksud dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyidikan oleh penyidik

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN NASIONAL ANTI KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN NASIONAL ANTI KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN NASIONAL ANTI KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka melakukan Gerakan Nasional Anti Kejahatan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat memprihatinkan. Bahkan jumlah kasus. narkotika selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat memprihatinkan. Bahkan jumlah kasus. narkotika selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Bahkan jumlah kasus penyalahgunaan narkotika selalu mengalami

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 MUHAMMAD AFIED HAMBALI Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta PROCEDDING A. Latar Belakang. Penyalahgunaan narkoba

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak Pidana Narkotika merupakan salah satu tindak pidana yang cukup banyak terjadi di Indonesia. Tersebarnya peredaran gelap Narkotika sudah sangat banyak memakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan yang terus meningkat. Hal ini merupakan ancaman yang serius bukan saja terhadap kelangsungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses perubahan sosial yang tengah berlangsung di Indonesia menandai pula perkembangan kota-kota dengan kompleksitas fungsinya yang tidak lagi hanya mempunyai

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN NASIONAL ANTI KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN NASIONAL ANTI KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN NASIONAL ANTI KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, melakukan Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual dengan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Yogyakarta yang telah diuraikan dalam BAB IV, maka dapat dikemukakan. 1) Melakukan kegiatan pembinaan dan penyuluhan

BAB V PENUTUP. Yogyakarta yang telah diuraikan dalam BAB IV, maka dapat dikemukakan. 1) Melakukan kegiatan pembinaan dan penyuluhan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang upaya polisi dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba oleh mahasiswa di Kota Yogyakarta yang telah diuraikan dalam BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan manusia juga ditujukan, agar masyarakat semakin sejahtera, sehat jiwa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan manusia juga ditujukan, agar masyarakat semakin sejahtera, sehat jiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia tidak hanya dilakukan secara fisik, tetapi pembangunan manusia juga ditujukan, agar masyarakat semakin sejahtera, sehat jiwa dan raga. Masalah yang

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN BAGIAN DARI PERANGKAT DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Setelah melakukan proses wawancara dengan beberapa narasumber terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada Kampanye Pencegahan Peredaran

Lebih terperinci

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA Jakarta, 22 Desember 2016 Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang mengancam dunia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2007 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL, BADAN NARKOTIKA PROVINSI, DAN BADAN NARKOTIKA KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

oleh: Drs. M. Nurdin, M.M 1

oleh: Drs. M. Nurdin, M.M 1 Efektivitas Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba melalui Penguatan Lembaga Badan Narkotika Nasional sebagai Amanat UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika oleh: Drs.

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dibahas mengenai strategi Badan

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dibahas mengenai strategi Badan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dibahas mengenai strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumatera Barat dalam pencegahan penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA KOTA TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional

Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional BEBAN KINERJA POK AHLI memberikan saran dan masukan kepada Ka BNN. ITTAMA melaksanakan pengawasan BNN. intern KEPALA a. memimpin BNN dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan semakin meningkat. Dapat kita amati dari pemberitaan-pemberitaan baik di media cetak maupun elektronika

Lebih terperinci

PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG

PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telah menggunakan komputer dan internet. Masyarakat yang dinamis sudah akrab

I. PENDAHULUAN. telah menggunakan komputer dan internet. Masyarakat yang dinamis sudah akrab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sudah berkembang sangat pesat, hal ini dapat terlihat pada setiap perkantoran suatu instansi pemerintahan telah menggunakan

Lebih terperinci

Nomor: 04/SKB/M.PAN/12/2003. Nomor : 127 Tahun 2003 Nomor : Ol/SKB/XII/2003/BNN.

Nomor: 04/SKB/M.PAN/12/2003. Nomor : 127 Tahun 2003 Nomor : Ol/SKB/XII/2003/BNN. KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA, MENTERI DALAM NEGERI, DAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL Nomor: 04/SKB/M.PAN/12/2003. 127 Tahun

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 83 TAHUN 2007 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL, BADAN NARKOTIKA PROVINSI, DAN BADAN NARKOTIKA KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa penyalahgunaan

Lebih terperinci

KEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL

KEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL *49090 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 116 TAHUN 1999 (116/1999) TENTANG BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan No.1942, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Standar Pelayanan Rehabilitasi. PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PELAYANAN REHABILTASI BAGI

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan kajian-kajian per bab yang telah Penulis uraiakan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Mengenai Kualifikasi Tindak Pidana terhadap Penyalahguna Narkotika

Lebih terperinci

BIO DATA KOTA TANGERANG

BIO DATA KOTA TANGERANG BIO DATA NAMA : H AKHMAD F. HIDAYANTO SPd, MM KOTA TANGERANG PANGKAT / NRP : AKBP/ 69090628 JABATAN : KEPALA BNN KOTA TANGERANG LAHIR : PANDEGLANG, 12-9-1969 STATUS : K-4 ALUMNI : SEPA PK THN 96-97 SELAPA

Lebih terperinci

BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA 43 BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA A. Sejarah Undang-undang Narkotika Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 9

Lebih terperinci

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

1. MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MASYARAKAT ( MODAL SOSIAL)

1. MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MASYARAKAT ( MODAL SOSIAL) 1 1. MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MASYARAKAT (MODAL SOSIAL) DENGAN MENJAMIN KEMUDAHAN AKSES TERHADAP FASILITAS KESEHATAN DANPENDIDIKAN YANG BERKUALITAS; 2. MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MELALUI PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa narkotika, psikotropika, prekursor

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara dengan

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara dengan 48 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 0 14 dengan 105 0 45 Bujur Timur dan 5 0 15 6 0. Mengingat letak yang demikian ini,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA PROVINSI, SEKRETARIAT KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika diperlukan oleh manusia untuk pengobatan sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi lmiah diperlukan suatu produksi narkotika

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN A. Profil Daerah Kabupaten Sleman 1. Letak dan Luas Wilayah a. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 288, 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 288, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 288, 2012 PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 17 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.844, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Rehabilitasi. Penyalahgunaan. Pencandu. Narkotika. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sesuai dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.817, 2012 PPATK. Organisasi. Tata Kerja. PPATK. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-07/1.01/PPATK/08/12 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman bahaya narkoba telah melanda sebagian besar negara dan bangsa di dunia. Kecenderungan peredaran narkoba sebagai salah satu cara mudah memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN)

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) NOMOR 21 KEP/MENKO/KESRAlXII/2003 NOMOR B/O4/XII/2003/BNN TENTANG UPAYA TERPADU PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. mengambil kesimpulan sebagai berikut: dilakukan oleh anak-anak, antara lain : bentuk penanggulangan secara preventif yaitu :

BAB III PENUTUP. mengambil kesimpulan sebagai berikut: dilakukan oleh anak-anak, antara lain : bentuk penanggulangan secara preventif yaitu : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Upaya BNNP DIY dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahaya narkoba sudah mencengkeram Indonesia. Saat ini Indonesia menjadi pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC)

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA DAN/ATAU TERDAKWA PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya narkotika hanya digunakan untuk pengobatan, adapun jenis narkotika pertama yang digunakan pada mulanya adalah candu atau lazim disebut sebagai madat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci