BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Dalam memenuhi besarnya permintaan terhadap persediaan ikan maka penerapan intensifikasi budidaya tidak dapat dihindarkan. Produksi dari perikanan budidaya sendiri secara keseluruhan diproyeksikan meningkat dengan rata-rata 4,9 % per tahun. Target tersebut didasarkan pada potensi pengembangan daerah perikanan budidaya yang memungkinkan di wilayah Indonesia. Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta didukung peluang pasar internasional yang masih terbuka luas, diharapkan sumbangan produksi perikanan budidaya semakin besar terhadap produksi nasional dan penerimaan devisa negara, keterkaitannya dalam penyerapan angkatan, serta peningkatan kesejahteraan petani/nelayan di Indonesia (Sukadi 2004). Ikan mas merupakan salah satu jenis ikan yang banyak diminati masyarakat terutama bagi masyarakat Jawa Barat. Namun masalah yang selalu muncul dalam budidaya intensif jika tidak dikelola dengan baik adalah terjadinya penurunan kualitas air pada media budidaya sehingga menimbulkan berbagai dampak penyakit. Ikan mas di waduk Cirata Kecamatan Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat mengalami kematian massal yang menyebabkan petani ikan mengalami kerugian. Sedikitnya 3 5 ton ikan milik petani diketahui mati. Hal ini diduga karena terjadinya perubahan cuaca dan terjangkitnya penyakit (Pikiran Rakyat 2008a). Parasit yang menyerang dapat berupa protozoa, cacing, bakteri, virus, jamur dan berbagai mikroorganisme lainnya. Parasit golongan bakteri yang sering menyerang adalah Aeromonas hydrophila. Gejala yang muncul yaitu warna tubuh ikan terlihat suram, tidak cerah, kulit kesat dan melepuh. Cara bernapas tampak megap-megap, kantung empedu mengembung dan terjadi luka borok yang 1
2 memerah di bagian tubuh ikan seperti kulit, ginjal, hati, dan limpa (Tim Lentera 2002). Para petani maupun pengusaha ikan banyak menggunakan berbagai bahan kimia maupun antibiotik dalam pengendalian penyakit tersebut. Namun pemakaian bahan kimia dan antibiotik secara terus menerus dengan konsentrasi yang kurang tepat, akan menimbulkan masalah baru berupa meningkatnya resistensi mikroorganisme terhadap bahan tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya, ikan yang bersangkutan, dan manusia yang mengkonsumsinya (Kompas 2013). Berkaitan dengan permasalahan tersebut, perlunya alternatif bahan obat yang lebih aman yang dapat digunakan dalam pengendalian penyakit ikan. Salah satu alternatifnya adalah menggunakan tumbuhan obat tradisional yang bersifat anti parasit, anti jamur, antibakteri, dan antiviral. Beberapa keuntungan menggunakan tumbuhan obat tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya. Beberapa tumbuhan obat tradisional yang diketahui dapat dimanfaatkan dalam pengendalian berbagai agen penyebab penyakit ikan adalah daun sirih (Piper betle), daun jambu biji (Psidium guajava), sambiloto (Andrographi spaniculata), dan daun nimba (Azadirachta indica). Daun sirih diketahui berdaya antioksidasi, antiseptik, bakterisida, dan fungisida. Tanaman sambiloto bersifat antibakteri, sedangkan daun jambu biji selain bersifat antibakteri juga bersifat antiviral (Sugianti 2005). Salah satu tumbuhan yang berkhasiat sebagai tanaman obat adalah nangka (Artocarpus heterophyllus). Daun nangka diketahui berkhasiat melancarkan air susu dan sebagai obat koreng (Hutapea 1993). Menurut Prakash dkk.(2009), daun nangka dalam pengobatan tradisional digunakan sebagai obat demam, bisul, luka dan penyakit kulit. Daun nangka diketahui mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang berperan sebagai zat antibakteri (Tarigan dkk. 2008) Berdasarkan kemampuan antibakteri tersebut, dalam penelitian ini digunakan ekstrak daun nangka untuk mengobati infeksi Aeromonas hydrophila
3 khususnya yang menyerang ikan mas. Pengobatan melalui sistem perendaman dalam ekstrak daun nangka merupakan cara yang baik karena senyawa antibakteri yang larut dalam air dapat diserap oleh kulit, insang, hati dan ginjal benih ikan mas (Sukamto 2007). Namun sampai saat ini belum diketahui efektivitas ekstrak daun nangka untuk mengobati infeksi bakteri Aeromonas hydrophila yang menyerang benih ikan mas. 1.2 Identifikasi Masalah Sejauhmana efektivitas ekstrak daun nangka untuk mengobati infeksi bakteri Aeromonas hydrophila terhadap kelangsungan hidup benih ikan mas. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi terbaik dari ekstrak daun nangka dalam menghasilkan kelangsungan hidup tertinggi pada benih ikan mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada peneliti serta pembudidaya ikan mengenai konsentrasi yang efektif dari penggunaan ekstrak daun nangka untuk mengobati infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada benih ikan mas. 1.5 Kerangka Pemikiran Upaya dalam melakukan budidaya untuk memenuhi kebutuhan ikan mas sering mengalami kendala kerugian akibat serangan bakteri yang menyebabkan tingkat kematian tinggi dan berdampak pada harga jual ikan mas melonjak tinggi seperti yang terjadi di Kabupaten Kuningan akibat dari kurangnya stok ikan mas yang berasal dari kolam jaring terapung Waduk Djuanda atau Waduk Jatiluhur, Purwakarta dan di Waduk Cirata serta Saguling mengalami kasus kematian masal (Pikiran Rakyat 2013b).
4 Jenis mikroorganisme yang sering menyerang benih ikan mas dari golongan bakteri adalah Aeromonas hydrophila yang merupakan suatu bakteri berbentuk batang, gram negatif, motil/bergerak dengan flagella polar, yang pada umumnya terdapat pada perairan dengan bahan organik yang tinggi. Bakteri gram negatif adalah organisme yang tidak dapat menahan zat pewarna setelah dicuci dengan alkohol 95 % (Kabata, 1985). Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila dinamakan penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS). Nama lain dari penyakit ini adalah bacterial hemorrhagi septicemia atau disebut hemorragic septicemia (McDaniel 1979), infectious dropsy, penyakit merah, past merah (Kabata 1985) atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit bercak merah (Eidman dkk. 1981). Terdapat berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi serangan bakteri, baik itu menggunakan bahan kimia maupun tradisional. Cara yang biasa dilakukan yaitu dengan penyuntikan, pengusapan, perendaman, atau melalui pakan yang telah dicampur obat. Cara perendaman merupakan cara paling efektif dibandingkan dengan penyuntikan karena dapat mempermudah dalam proses pengobatan terutama untuk ikan dalam jumlah banyak dengan ukuran yang kecil (Supriadi dan Rukyani 1990). Obat yang dapat digunakan untuk menanggulangi penyakit yang disebabkan Aeromonas hydrophila diantaranya dengan menggunakan herbal, salah satunya adalah daun nangka. Daun nangka direkomendasikan oleh praktisi medis ayurveda sebagai obat antidiabetes karena ekstrak daun nangka efektif dalam mengurangi kadar glukosa darah, tidak merusak organ tubuh bagian dalam dan bebas dari efek racun meskipun digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama (Chandrika dkk. 2006). Daun nangka diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk mengatasi kendala serangan Aeromonas hydrophila pada budidaya ikan mas mengingat potensi herbal cukup tinggi dan ketersediaan di wilayah Jawa Barat cukup tinggi. Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang dilakukan oleh Chandrika dkk. (2006), ekstrak daun nangka mengandung flavonoid, saponin dan tanin. Selain itu ekstrak daun nangka juga mengandung senyawa bioaktif terpenoida (Tarigan dkk.
5 2008). Senyawa-senyawa flavonoid umumnya bersifat antioksidan dan banyak digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan. Senyawasenyawa flavonoid dan turunannya dari tanaman nangka memiliki fungsi fisiologi tertentu. Ada dua kategori fungsi fisiologi senyawa flavonoid tanaman nangka berdasarkan sebarannya di Indonesia. Senyawa flavonoid tanaman nangka yang tumbuh di Indonesia bagian barat diduga berfungsi sebagai antibakteri. Sedangkan yang tumbuh di Indonesia bagian timur berfungsi sebagai antivirus (Aryo 2007). Mekanisme kerja senyawa flavonoid dapat mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel bakteri tanpa dapat diperbaiki lagi (Pelczar dan Chan 1986). Saponin merupakan senyawa yang berfungsi sebagai antimikroba (Robinson 1995). Tanin diketahui dapat menghambat aktivitas metabolisme dan pertumbuhan mikroba (Sugoro dkk. 2004). Herbal dapat dipersiapkan dalam bentuk ekstrak dan filtrat. Bentuk ekstrak tanaman nangka dapat dipersiapkan dengan ekstrak etanol yang diharapkan mengandung zat antibakteri. Pada penelitian sebelumnya telah banyak digunakan ekstrak tanaman yang diketahui mengandung zat antibakteri, seperti ekstrak bawang putih dan cengkeh yang memperlihatkan aktivitas antimikroba yang tinggi (Leuschner dan Zamparini 2002), ekstrak daun kipahit dapat digunakan untuk menghambat dan mengobati infeksi bakteri (Maharani dan Supriadi 2006), ekstrak daun pepaya yang diketahui memiliki sifat sebagai bakteriostatik (Rahman 2008). Penelitian sebelumnya mengenai penggunaan ekstrak daun nangka belum pernah dilakukan sehingga dilakukan uji pendahuluan dengan melakukan uji zona hambat dan uji LC 50 untuk memperoleh konsentrasi yang dapat diterapkan pada aplikasi pengobatan. Berdasarkan penelitian pendahuluan, uji zona hambat ekstrak daun nangka terhadap Aeromonas hydrophila, pada konsentrasi 100.000 ppm dapat menghambat pertumbuhan Aeromonas hydophila terbesar dengan adanya zona bening pada kertas saring dengan diameter rata-ratanya adalah 10,08 mm. Konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila pada konsentrasi 10 ppm dengan diameter rata-ratanya 6,96 mm. Berdasarkan
6 hasil analisis uji in vitro, diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi yang digunakan akan semakin besar zona hambat yang dihasilkan. Hasil uji LC 50 48 jam setelah dianalisis menggunakan EPA Probhit Analysis diperoleh nilai konsentrasi 101.910 ppm yang mematikan ikan sebanyak 50 % selama 48 jam. Berdasarkan analisis uji zona hambat dan LC 50 48 jam yang dilakukan, maka konsetrasi efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila adalah dibawah nilai LC 50 48 jam dan diatas nilai uji zona daya hambat terkecil yaitu sebesar 30 ppm. 1.6 Hipotesis Pemberian ekstrak daun nangka pada konsentrasi 30 ppm dengan lama perendaman 48 jam merupakan perlakuan yang efektif untuk pengobatan benih ikan mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.