PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ubi jalar (Ipomea batatas L.) di Indonesia belum dianggap sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar ton

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

PENDAHULUAN. dikonsumsi. Jenis jamur tiram yang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TANAMAN PENGHASIL PATI

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

Pengawetan pangan dengan pengeringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK TEPUNG UBI JALAR ORANYE

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007 BPS mencatat rata-rata konsumsi ubi jalar orang Indonesia

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil singkong. Menurut

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya ketersediaanya pangan lokal asli yang ketersediannya

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB I PENDAHULUAN. makanan. Dalam sejarah, kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami

I. PENDAHULUAN. mempunyai keunggulan, yaitu kaya karbohidrat. Oleh karena itu, ubi jalar dapat

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

4. PEMBAHASAN 4.1. Nilai Warna Mi Non Terigu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BABI. PBNDAilULUAN. Pisang merupakan buah yang telah lama dikenal oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006).

PAPER BIOKIMIA PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili

I. PENDAHULUAN. ketergantungan terhadap tepung terigu, maka dilakukan subtitusi tepung terigu

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

BAB I PENDAHULUAN. Orde Baru bersamaan dengan dibentuknya Bulog (Badan Urusan Logistik) pada

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ubi jalar (Ipomea batatas L.) di Indonesia belum dianggap sebagai komoditas penting sebagai pemenuhan akan gizi karbohidrat. Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa ubi jalar identik dengan makanan masyarakat kelas bawah dan juga kebiasan masyarakat mengkonsumsi olahan panganan ubi jalar yang masih terbatas pada produk makanan tradisional, seperti keripik, ubi rebus, dan getuk membuat paradigma masyarakat kalau ubi jalar kurang menarik. Padahal potensi ekonominya cukup baik, antara lain dapat diaplikasikan dalam bidang bahan pangan, bahan subtitusi tepung terigu, bahan baku industri, dan pakan ternak. Ubi jalar merupakan salah satu komoditi pangan yang dapat tumbuh dengan subur di Indonesia dan mampu beradaptasi di lahan yang kurang subur dan kering. Produksi ubi jalar di Sumatera Utara pada tahun 2014 (ATAP) sebesar 146.622 ton, naik sebesar 29.951 ton dibandingkan produksi tahun 2013 (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2015). Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat, setelah padi, jagung, dan ubi kayu. Kandungan gizi lain dari ubi jalar adalah protein, lemak, serat kasar, kalori, abu, mineral, dan juga beberapa vitamin, seperti vitamin C, B 1, B 2, dan kandungan vitamin A yang baik untuk kesehatan mata pada ubi jalar yang mempunyai warna kuning kemerahan. Semakin pekat warna kuning kemerahan dari umbi, maka semakin tinggi pula kandungan β-karotennya. 1 1

2 Terdapat beberapa varietas ubi jalar, di antaranya ubi jalar putih, ubi jalar ungu, ubi jalar kuning, dan ubi jalar oranye dengan berbagai macam bentuk, warna kulit, dan daging umbi. Ubi jalar yang memiliki warna akan memberikan hasil warna alami pada tepung dan hasil olahannya sehingga tampak lebih menarik, seperti pada ubi jalar oranye yang mengandung β-karoten cukup tinggi yang baik untuk kesehatan mata. Namun ubi jalar juga memiliki kekurangan, yaitu daya simpan cenderung rendah karena kandungan airnya yang cukup tinggi sehingga ubi jalar dapat cepat rusak dan dapat terjadi perubahan warna alami jika ubi dibiarkan pada ruangan terbuka setelah dilakukan pengupasan tanpa dilakukan perendaman. Ubi jalar mengandung polifenol oksidase yang dapat mengubah warna daging ubi yang kontak dengan udara. Buah dan sayuran yang telah dikupas kulitnya pada perlakuan awal akan mengalami reaksi pencoklatan enzimatik atau timbulnya warna gelap pada daging umbi (Meyer, 1973). Timbulnya warna gelap pada daging ubi tidak disukai oleh produsen karena akan mempengaruhi hasil akhir tepung ubi jalar. Diharapkan dengan tidak dilakukannya pengupasan dapat menekan warna gelap yang timbul akibat perlakuan awal. Selain itu, perlakuan awal, seperti perendaman dalam sodium metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) juga dapat menghindari terjadinya pencoklatan. Menurut Purwanto, dkk. (2013) salah satu cara untuk menghambat reaksi pencoklatan adalah dengan perendaman dalam sodium metabisulfit. Sodium metabisulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil, hasil reaksi tersebut dapat mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Ada tidaknya pengupasan dan pemberian sulfit dapat bertindak sebagai pelindung terhadap panas dan oksidasi.

3 Peningkatan nilai jual ubi jalar oranye, daya simpan, nilai gizi, dan diversifikasi pangan dapat dilakukan dengan mengolah ubi jalar oranye menjadi tepung karena kandungan airnya menjadi lebih rendah sehingga memiliki daya simpan lebih panjang, biaya transportasi dapat diminimalisir, penyimpanan lebih praktis, dan juga dapat digunakan sebagai tepung subtitusi dalam pembuatan kue, biskuit, dan mie. Beberapa kelemahan dari tepung ubi jalar oranye adalah dari segi warna dan aroma yang dimilikinya. Warna tepung ubi jalar oranye dapat berubah dari alaminya menjadi kecoklatan akibat reaksi pencoklatan enzimatis ketika proses pengolahannya kurang tepat, seperti ketika ubi dikupas dan dibiarkan terbuka tanpa perendaman. Umumnya aroma tepung ubi jalar oranye memiliki aroma khas ubi jalar yang kurang disukai oleh konsumen karena menimbulkan bau langu. Hal ini dapat terjadi karena degradasi β-karoten akibat proses pengeringan. Salah satu cara mengatasi kelemahan tepung ubi jalar oranye adalah dengan melakukan proses pengolahan melalui pemberian perlakuan awal (pre-treatment) dengan ada atau tidaknya proses pengupasan, perendaman dalam larutan sodium metabisulfit, dan pengendalian suhu pengeringan yang akan memberikan pengaruh terhadap mutu fisik, kimia, dan fungsional tepung ubi jalar oranye, sehingga dapat meningkatkan aplikasinya dalam pembuatan produk pangan. Perumusan Masalah Pemanfaatan ubi jalar oranye (Ipomea batatas L.) di Indonesia masih rendah padahal ubi jalar oranye merupakan salah satu komoditi umbi yang dapat diolah menjadi bahan baku tepung, namun disisi lain ubi jalar oranye memiliki

4 kelemahan, yaitu warna yang dapat mengalami perubahan pada saat pengolahan tepung dan memiliki aroma khas ubi jalar (bau langu) yang kurang disukai. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan proses pengolahan tepung ubi jalar oranye dengan melihat pengaruh perlakuan awal (pre-treatment) dan pengaturan suhu pengeringan terhadap mutu fisik, kimia, dan fungsional tepung ubi jalar oranye yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan aplikasinya pada produk pangan. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode perlakuan awal dan suhu pengeringan tepung ubi jalar oranye dan menghasilkan tepung ubi jalar oranye dengan mutu fisik, kimia, dan fungsional yang sesuai untuk produk pangan. Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Progam Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dapat mendorong penggunaan ubi jalar oranye dalam bidang pangan, menjadi informasi ilmiah bagi pihak yang membutuhkan, dan bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya. Hipotesis Penelitian Perbedaan metode perlakuan awal pada umbi dan suhu pengeringan serta interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang berbeda terhadap mutu fisik, kimia, dan fungsional tepung ubi jalar oranye.

5 TINJAUAN PUSTAKA Ubi Jalar Oranye (Ipomea batatas L.) Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) memiliki banyak sebutan di Indonesia seperti mantang di Banjar Kalimantan, ketela rambat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak hanya Indonesia, ubi jalar juga memiliki nama yang berbeda di berbagai negara, seperti Spanyol dan Philipina dikenal dengan nama camote, shaharkuand di India, kara-imo di Jepang, anamo di Nigeria, getica di Brazil, apichu di Peru, dan ubitora di Malaysia (Koswara, 2009 b ). Gambar 1. Ubi jalar oranye Adapun klasifikasi tanaman ubi jalar berdasarkan Juanda dan Cahyono (2000) adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Dicotyledonae : Convolvulales : Convolvulaceae : Ipomoea : Ipomoea batatas L. Sin batatas edulis choisy. Ubi jalar merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh dengan baik di daerah subtopis. Tanah yang memiliki ph 5,6-6,6 lebih baik untuk 5 5

6 pertumbuhannnya, suhu optimal berkisar 24-25 o C dengan curah hujan baik kisaran 750-1250 mm (Koswara, 2009 b ). Umur panen ubi jalar relatif pendek, yaitu 4-5 bulan dengan produktivitas 10-30 ton/ha. Umumnya dalam satu tahun ubi jalar dapat ditanam hingga dua kali. Semakin lama umur penyimpanan ubi jalar akan membuat semakin manis rasanya (Widowati, 2009). Secara umum ubi jalar terbagi dalam dua golongan, antara lain ubi jalar yang berumbi keras karena kadar patinya yang tinggi dan ubi jalar berumbi lunak karena banyak mengandung air. Warna daging ubi jalar bermacam-macam, ada yang berwarna putih, kuning, jingga atau oranye, dan ungu (Koswara, 2009 b ). Kulit umbi dari ubi jalar ada dua jenis, yaitu tebal dan tipis. Begitu juga dengan kandungan getahnya, terdapat jenis yang bergetah banyak dan sedang atau sedikit. Secara umum bentuk umbi dapat dibedakan seperti bentuk bulat dan lonjong dengan bagian permukaannya rata atau tidak rata (Winarno dan Laksmi, 1973). Secara umum kandungan proksimat ubi jalar oranye dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan proksimat ubi jalar oranye No Komposisi Gizi Jumlah 1 2 3 4 5 6 Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar serat (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar karbohidrat (%) 69,80 1,00 1,00 0,46 1,70 26,04 Sumber : Adepoju dan Adejumo (2015) Pantastico (1986) menyatakan bahwa ubi jalar kuning memiliki warna daging jingga atau oranye dengan bentuk cenderung lonjong dengan permukaan kulit tidak rata, lunak dan kandungan vitamin A dan C tinggi. β-karoten merupakan bahan pembentuk vitamin A dalam tubuh. Vitamin A baik untuk kesehatan mata. Richana (2013) menyatakan bahwa pada ubi jalar terkandung

7 β-karoten yang tinggi, seperti pada ubi jalar putih mengandung β-karoten 260 µg/100 g, ubi jalar berwarna kuning mengandung 2.900 µg/100 g, dan ubi jalar oranye berwarna jingga mengandung 9.900 µg/100 g. Semakin pekat warna jingga pada ubi, semakin tinggi pula β-karoten yang terkandung di dalamnya. Adanya ikatan rangkap pada struktur kimia β-karoten menyebabkan β-karoten tidak stabil terhadap reaksi oksidasi ketika terkena udara, cahaya, dan panas (Tungriani, dkk., 2012). Struktur kimia β-karoten dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur β-karoten (Mac Dougall, 2002) Tepung Ubi Jalar Secara umum tepung terbuat dari padi-padian dan umbi-umbian yang dihasilkan melalui beberapa tahapan hingga menjadi tepung kering. Tepung jika diamati di mikroskop akan tampak seperti zat berbentuk butir-butir granula. Tepung memiliki sifat tidak larut dalam air, sehingga akan mengendap jika bercampur dengan air, tetapi jika dipanaskan sambil diaduk tepung akan mengalami pengembangan lalu mulai mengental pada suhu 64-72 o C. Ini dinamakan proses gelatinisasi (Tarwotjo, 1998). Menurut Iwansyah (2005) dalam Damayanthi (2011) suhu gelatinisasi awal tepung ubi jalar adalah 76,5 o C dan maksimum suhu gelatinisasi adalah 106,5 o C. Tepung ubi jalar memiliki warna yang menarik sesuai dengan warna bahan baku ubinya, seperti ungu, kuning, oranye, dan putih. Warna yang menarik

8 dapat dihasilkan melalui proses pengolahan yang tepat. Jika kurang tepat akan menurunkan mutu warna tepung menjadi berwarna kecoklatan. Umumnya tepung umbi memiliki indeks glikemik rendah dengan pati resistennya yang tinggi sehingga mampu mencegah timbulnya penyakit degeneratif (Widowati, 2009). Warna tepung ubi jalar akan semakin gelap seiring dengan makin tingginya kandungan abu dan juga akan cepat mengalami kerusakan jika kandungan lemaknya tinggi (Zuraida dan Supriati, 2001). Standar mutu tepung ubi jalar dan komposisi kimia tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Standar mutu tepung ubi jalar Kriteria Tepung ubi jalar Kadar air (maks) 15 % Keasaman (maks) 4 ml 1 N NaOH/100 g Kadar pati (min) 55 % Kadar serat (maks) 3 % Kadar abu (maks) 2 % Sumber : Antarlina (1998) Tabel 3. Komposisi kimia tepung ubi jalar oranye Komponen Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Pati (%) β-karoten (mg/100g) Sumber : Ahmed, dkk., 2010 Jumlah 8,67 3,45 3,48 1,27 83,94 65,31 3,43 Pengeringan tepung dapat dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari dan pengeringan dengan alat pengering buatan, seperti oven, pengering kabinet, dan drum dryer. Pengeringan akan lebih efektif pada aliran udara yang terkontrol. Pengeringan dengan alat pengering buatan umumnya berlangsung lebih cepat daripada pengeringan matahari, selain itu warna bahan yang dikeringkan juga lebih dapat dipertahankan (Koswara, 2009 b ).

9 Pati Pati adalah bentuk homopolimer dengan ikatan α-glikosidik yang terdiri dari amilosa (senyawa berantai lurus) dan amilopektin (senyawa bercabang). Unit-unit glukosa pada amilosa liner yang dihubungkan melalui ikatan α-1,4-glukosidik dengan jumlah unit glukosa antara ratusan sampai ribuan unit. Struktur amilosa dapat dilihat pada Gambar 3. Sedangkan unit-unit glukosa pada amilopektin bercabang karena adanya ikatan α-1,6 pada titik tertentu. Struktur amilopektin dapat dilihat pada Gambar 4. Percabangannya relatif pendek karena hanya 20-30 unit glukosa. Pati sering dijumpai dalam umbi-umbian, biji-bijian, kentang, dan kacang-kacangan (Muchtadi, dkk., 1993). Gambar 3. Struktur amilosa (Eliasson, 2004) Gambar 4. Struktur amilopektin (Eliasson, 2004) Menurut Greenwood (1975) dalam Koswara (2009 a ) pati tersusun paling sedikit terdiri dari tiga komponen utama, yaitu 15-30 % amilosa, 70-85 % amilopektin, dan 5-10 % material, seperti protein dan lemak. Struktur dan jenis material tiap sumber pati berbeda-beda tergantung pada sifat botaninya.

10 Umumnya pati umbi dan batang mengandung material antara lebih sedikit daripada pati biji. Metode fisika dalam proses modifikasi pati, seperti perlakuan pemanasan atau perlakuan suhu dapat mengakibatkan permukaan granula pati terbuka sehingga menyebabkan daya penetrasi lebih cepat dan pori-pori lebih besar. Dengan adanya modifikasi pada ubi jalar oranye dapat mempengaruhi sifat tahan panas yang dapat diminimalkan dan agar viskositas serta gelatinisasinya lebih baik. Pati termodifikasi bersifat tidak larut air dingin. Kemampuan molekul pati dalam mengikat molekul air melalui pembentukan ikatan hidrogen berpengaruh terhadap swelling power (Retnaningtyas dan Putri, 2014). Sodium Metabisulfit Natrium metabisulfit atau sodium metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) secara fisik berbentuk serbuk berwarna putih yang mudah larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol, memiliki bau khas seperti sulfur dioksida dan mempunyai rasa asam atau asin, dan lebih stabil daripada natrium bisulfit (Desrosier, 1988). Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO 2, garam Na atau K-sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tak terdisosiasi dan terutama terbentuk pada ph dibawah 3. Selain sebagai pengawet, sulfit juga dapat berinteraksi dengan gugus karbonil mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat (Syarief dan Irawati, 1988). Struktur kimia sodium metabisulfit dapat dilihat pada Gambar 5.

11 Gambar 5. Sodium metabisulfit (Praja, 2015) Menurut Lindsay (1996) dalam Erawati (2006) penggunaan metabisulfit juga dapat dilakukan dengan cara disemprot atau direndam. Perlakuan ini akan memberi kontrol yang efektif terhadap enzim pencoklatan yang dapat mengkatalis proses oksidasi senyawa fenolik, seperti polifenol oksidase. Salah satu komoditas yang mudah mengalami reaksi pencoklatan setelah dikupas adalah ubi jalar. Terbentuknya reaksi pencoklatan diakibatkan karena reaksi oksidasi dengan udara karena pengaruh enzim pencoklatan yang terdapat dalam bahan pangan. Pencoklatan enzimatis adalah reaksi antara oksigen dan senyawa fenol yang dikatalis oleh polifenol oksidase. Untuk menghindarinya, setelah buah dikupas dan diiris hendaknya direndam dalam larutan sodium metabisulfit 0,3 % selama lebih kurang satu jam (Widowati, 2009). Reaksi pencoklatan dapat dicegah dengan penambahan sulfit sebelum bahan dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Reaksi sulfit dalam mencegah pencoklatan (Danilewicz, dkk., 2008)

12 Gas SO 2 (sulfur dioksida) dapat diberikan dalam bentuk sulfit, bisulfit, atau metabisulfit, selain bersifat sebagai zat pemucat sulfit juga dapat mengurangi jumlah mikroba, menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan browning enzimatik, mencegah reaksi browning nonenzimatik, serta bekerja sebagai agen pereduksi (Winarno, 1993). Konsentrasi sodium metabisulfit yang semakin tinggi akan membuat kandungan abu dalam tepung menjadi semakin meningkat karena dalam sodium metabisulfit terdapat mineral Na dan S. Suhu pengeringan yang rendah akan menghasilkan lebih sedikit kandungan abu pada bahan yang mengalami penguraian (Kusumawati, dkk., 2012). Pengeringan Pengeringan merupakan proses berkurangnya kandungan air dari suatu bahan hingga pada batas tertentu yang bertujuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Beberapa keuntungan produk yang diolah dengan proses pengeringan adalah masa simpannya lebih panjang, praktis karena volumenya lebih kecil, mudah dalam penyimpanan dan pengangkutan. Semakin tinggi suhu pengeringan berbanding terbalik dengan kadar patinya yang semakin rendah, hal ini dikarenakan suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan rusaknya molekul pati pada saat pengeringan (Lidiasari, dkk., 2006). Pengaruh pengeringan terhadap kualitas bahan pangan tergantung pada jenis bahan yang akan dikeringkan, perlakuan pendahuluan, lama pengeringan, jenis proses pengeringan, dan lain-lain. Semakin tinggi suhu dari pengeringan dan semakin lama perlakuan pengeringan akan membuat semakin banyak pigmen warna yang berubah (Susanto dan Saneto, 1994). Pengolahan tepung ubi jalar dengan menggunakan suhu atau panas ternyata juga dapat menurunkan kandungan

13 β-karoten yang terdapat di dalamnya. Menurut Bengtson, dkk., (2008) dalam Oloo, dkk., (2014) pengolahan tepung ubi jalar dapat menurunkan kandungan β-karoten hingga 25 % jika proses dilakukan dengan cara pengukusan, pengeringan, dan penggorengan. Proses pengeringan memberikan pengaruh perubahan sifat fisis dan kimia terhadap pigmen warna dalam pangan. Bahan pangan segar biasanya berwarna lebih terang dibandingkan setelah melalui proses pengolahan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pengeringan maka semakin banyak pula zat warna yang akan berubah. Pigmen warna karotenoid akan mengalami perubahan selama proses pengeringan. Tidak hanya zat warna, vitamin-vitamin seperti vitamin C dapat hilang selama proses pengeringan karena sangat peka terhadap panas dan oksidasi (Desrosier, 1988). Penelitian Sebelumnya Hasil penelitian Pangastuti, dkk. (2013) menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan perendaman 24 jam dan perebusan 90 menit dapat meningkatan kadar air, namun menurunkan kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan jika dilakukan pengupasan kulit dengan adanya perlakuan pendahuluan maka dapat menurunkan kadar air dan kadar lemak pada tepung kacang merah. Pengupasan kacang merah dapat meningkatkan kecerahan, derajat putih sekaligus menurunkan densitas kamba dan padat. Hasil penelitian Ahmed, dkk. (2010) menunjukkan bahwa kandungan fenolik pada tepung dengan perlakuan ubi jalar tidak dikupas memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubi yang dikupas, karena pada kulit terkandung fenolik dalam jumlah yang tinggi. Tidak hanya itu kandungan asam

14 askorbat pada tepung yang mengalami perlakuan tidak dikupas menunjukkan retensi lebih tinggi terhadap asam askorbat. Ada tidaknya pengupasan dan pemberian sulfit dapat bertindak sebagai perisai terhadap panas dan oksidasi. Perlakuan pemberian sulfit memberikan efek terhadap kualitas karakteristik tepung ubi jalar dibandingkan yang tidak diberi perlakuan, sehingga dapat meningkatkan kualitas produk dari segi warna, rasa, tingkat kemanisan, dan nutrisinya. Menurut Akaerue dan Onwuka (2010) dalam Pangastuti, dkk. (2013) menunjukkan hasil penelitian bahwa tepung yang diproses tanpa pengupasan kulit lebih cepat basah atau lebih cepat menyerap air dibandingkan tepung yang diproses dengan adanya pengupasan kulit pada tepung kacang hijau. Hasil penelitian menurut Adepoju dan Adejumo (2015) menunjukkan bahwa adanya kulit pada ubi jalar dapat membantu mempertahankan nilai protein, karbohidrat, tetapi menurunkan kandungan lemak di ubi jalar rebus. Perbedaan suhu pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap karakteristik fisik dan kimia tepung. Penelitian ini menggunakan tiga suhu yang berbeda, yaitu 50 o C, 60 o C, dan 70 o C dan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka tepung yang dihasilkan akan semakin rendah kadar airnya sama halnya dengan kandungan protein tepung umbi yang semakin rendah (Septiani, dkk., 2015).