PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KEBUTUHAN NUTRISI TERHADAP PENGETAHUAN NUTRISI PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI APENDISITIS DI RSUD KOTA SURAKARTA Alfonsus Roga 1), Meri Oktariani 2), Aria Nurahman Hendra Kusuma 3) 1) Mahasiswa Program Studi Sarjana KeperawatanSTikes Kusuma Husada Surakarta 2) 3) Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan STikes Kusuma Husada Surakarta Abstrak Penyebabterjadinyaapendisitisyaituobstruksiapendisolehfeses, penurunanmengkonsumsimakananberseratpadadiitharian, terpuntirnyaapendisataupembuluhdarahnya. Angkakejadianapendisitis di duniamencapai 321 jutakasussetiaptahun. Sedangkan diindonesia menurut data statistikapendisitismenyerang 10 jutapenduduksetiaptahunsedangkandinaskesehatanjawa Tengah menyebutkanjumlahkasusapendisitissebanyak 5.980 penderita, dan 177 penderitadiantaranyamenyebabkankematian. Tujuanpenelitianiniadalahuntukmengetahuipengaruhpendidikankesehatankebutuh annutrisiterhadappengetahuan tentang penyembuhanlukapadapasien post operasiapendisitis di RSUD Kota Surakarta. Jenispenelitianadalahkuantitatifpraeksperimentaldenganrancanganprapost testdalamsatukelompok. Sampelpenelitianiniadalahpasien post operasiapendisitis yang dirawat di RSUD Kota Surakarta. Teknikpengambilansampelmenggunakan Accidental Samplingsebanyak 21 orang. HasilpenelitianmenunjukanbahwamayoritasrespondenberusiaDewasaawal (57,1 %) denganjeniskelaminterbanyaklaki-laki (66,7 %), dengantingkatpendidikansma (42,9 %) danlamanyaharirawat dua sampai empat hari (100 %). Ada pengaruhpendidikankesehatantentangkebutuhannutrisiterhadappengetahuan tentang penyembuhanlukapadapasien post operasiapendisitis di RSUD Kota Surakarta ( P value ( 0,001 < 0,05). Rumahsakit (petugasgizi) hendaknyamemberikanpendidikankesehatankepadamasyarakatbaikmelaluikonseli ngtentangpentingnya status nutrisiuntuk proses penyembuhanluka. Kata kunci : Kebutuhan nutrisi, penyembuhanluka, apendisitisdanpendidikankesehatan Daftarpustaka : 42 (2005-2015) 1
NURSING GRADUATE STUDIES PROGRAM STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2017 Alfonsus Roga Influence of Health Education About Nutritional Requirements toward Knowledge About Wound Healing in Patients Post Appendicitis Surgery at Hospital Surakarta Abstract The cause of appendicitis is obstruction appendix by feces, decreased fiber foods in the daily diet, twisting appendix or blood vessels. The incidence of appendicitis in the world reached 321 million cases each year. While in Indonesia, according to the statistical data of appendicitis attack 10 million people every year, additionally Central Java health office said the number of cases of appendicitis as many as 5,980 patients, and 177 patients of which resulted in death. The purpose of this study is to determine the effect of health education on the knowledge of the nutritional requirements of wound healing in patients post surgery appendicitis in Surakarta City Hospital. Kind of research is quantitative praeksperimental with prapost draft test in one group. Samples were patients post surgery appendicitis whom treated in Surakarta City Hospital. The sampling technique that using in this research is Accidental Sampling as many as 21 people. The results showed that the majority of respondents were early adults (57.1%) with the largest gender was male (66.7%), also the level of high school education (42.9%) and duration of hospitalization days is two until four days (100% ). There is influence of health education about the nutritional necessarytoward knowledge of wound healing in patients post surgery appendicitis in hospitals Surakarta (P value (0.001 <0.05). Hospital (nutrition officer) should provide health education to the community through counseling about the importance of nutritional status to the wound healing process. Keywords: Nutritional needs, healing wounds, appendicitis and health education Bibliography: 42 (2005-2015) 2
PENDAHULUAN Apendisitis adalah kasus gawat bedah abdomen atau inflamasi di apendis, yang dikenal dengan apendisitis, setelah obstruksi apendis oleh feses, atau terpuntirnya apendis atau pembuluh darahnya. Inflamasi menyebabkan apendik membengkak dan nyeri yang dapat menimbulkan ganggren karena suplai darah terganggu. Apendis juga dapat pecah, biasanya terjadi antara 36-48 jam setelah awitan gejalanya. Penyakit ini dapat terjadi pada dewasa dan remaja muda, yaitu pada umur 10-30 tahun, dan insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun (Elizabeth, 2009) Angka kejadian apendisitis di dunia mencapai 321 juta kasus tiap tahun. Apendisitis terjadi pada lebih dari 250.000 juta orang di Amerika Serikat. Apendisitis dapat terjadi pada orang dari segala usia, tetapi paling sering pada masa anak usia lanjut sampai masa dewasa muda. Statistik di Amerika mencatat setiap tahun terdapat 20-35 juta kasus apendisitis 7% penduduk di Amerika menjalani appendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendik) dengan insiden 1,1/1000 penduduk pertahun, sedangkan di negara-negara barat sekitar 16%. (Longo, 2002) Insiden apendis di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Namun pada akhir-akhir ini kejadiaannya menurut secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada diit harian (Paul, 2002). Statistik menunjukan bahwa setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta penduduk indonesia. Menurut (Lubis, 2008), saat morbiditas angka apendisitis di Indonesia mencapai 95/1000 penduduk dan angka ini merupakan angka tertinggi di negaranegara Assosiation South East Asia Nation (ASEAN). Depertemen kesehatan menganggap apendisitis merupakan isu prioritas kesehatan ditingkat lokal dan nasional kerena mempunyai dampak besar pada kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2008). Dinkes Jawa Tengah menyebutkan pada tahun 2009 jumlah kasus apendisitis sebanyak 5.980 penderita, dan 177 penderita diantaranya menyebabkan kematian. Sedangkan untuk data angka kejadian apendisitis yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Kota Surakarta selama tahun 2015 dari Januari sampai Desember sebanyak 258 orang, dan untuk data kunjungan 3 bulan terakhir yaitu dari Januari 2016 sampai Maret 2016 sebanyak 21 orang yang di diagnosa dengan apendisitis. 3
Diagnosa apendisitis ditegakan, maka akan segera dilakukan tindakan appendiktomi karena dapat menurunkan resiko perforasi atau pecahnya usus buntu yang dampaknya isi dari apendis yang pecah tersebut akan keluar menuju rongga perinium yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses (Ardian, 2013). Menurut peneliti segera dilakukan appendiktomi supaya tidak terjadi komplikasi yang lebih luas, seperti perforasi, dan juga lebih mudah dalam penanganan saat pembedahan dibandingkan sudah ada komplikasi seperti perforasi ataupun sepsis, serta proses persiapan pembedahan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi pada luka. Luka diartikan sebagai terputusnya kontinuitas jaringan (Sudjatmiko, 2009). Adapun klasifikasi luka berdasarkan integritas kulit menurut (Aminuddin, 2009) yaitu luka terbuka dimana luka yang melibatkan kulit dan membran mukosa dan luka tertutup yaitu luka yang terjadi kerusakan pada integritas kulit tapi terdapat kerusakan jaringan lunak, kalau berdasarkan sifat luka yaitu luka akut dan luka kronik. Luka akut yaitu luka yang dapat dikategorikan sebagai luka pembedahan, seperti luka eksisi, insisi, dan luka bukan pembedahan seperti luka bakar, dan luka kronik yaitu luka yang gagal melewati proses perbaikan untuk mengembalikan integritas fugsi dan anatomi sesuai dengan tahap penyembuhan luka. Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena proses penyembuhan luka adalah kegiatan bio-seluler, atau bio-kimia yang berkesinambungan (Suryadi, 2006). Adapun fase-fase penyembuhan luka yaitu fase inflamasi dimana fase ini berlangsung pada awal kejadian luka hingga hari ke 3 atau ke lima, pada fase inflamasi ini tubuh akan memberikan pertahanan atau perlindungan terhadap benda asing yang masuk kedalam tubuh. Respon ini diawali dengan semakin banyak aliran darah kesekitar luka yang ditandai dengan bengkak, kemerahan, hangat / demam, nyeri, dan penurunan fungsi tubuh. Fase proliferasi dimana pada fase ini destruksi sel makrofag membunuh bakteri jahat, fase ini terjadi mulai hari ke 2 sampai hari ke 24. Pada fase ini juga dikenal dengan proses granulasi, yaitu tumbuhnya sel-sel yang baru, sehingga tepi luka menyatu, penampilan klinis pada fase ini antara lain dasar luka merah cerah, adanya kulit baru berwarna merah muda. Fase maturasi yaitu fase dimana terjadi peningkatan atau pembentukan produksi maupun penyerapan kolagen, selain pembentukan kolagen terjadi juga pemecahan kolagen oleh enzim 4
kolagenase, tujuan dari fase ini yaitu menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan kuat dan bermutu (Arisanty, 2014). Agar penyembuhan luka sesuai dengan fasefasenya maka asupan nutrisi untuk penyembuhan luka juga sangat penting Berdasarkan jurnal (Rusjiyanto, 2009), proses penyembuhan luka juga dipengaruhi oleh asupan nutrisi seperti protein, vitamin C, vitamin A, vitamin E dan asam lemak esensial, vitamin A berperan dalam pembentukan epitel dan sistem imunitas serta meningkatkan jumlah makrofag dilokasi luka, sementara vitamin E merupakan antioksidan lipopilik utama dan berperan dalam pemeliharaan membran sel, menghambat terjadinya peradangan dan pembentukan kolagen yang berlebihan. Status nutrisi adalah keseluruhan dari berbagai proses dalam tubuh makluk hidup untuk menerima bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan mengunakan bahan-bahan tersebut agar menghasilkan pelbagai aktivitas penting dalam tubuhnya sendiri. Bahan-bahan tersebut dikenal dengan istilah nutrien atau status gizi (Sunita, 2010). Nutrisi yang penting untuk apendisitis seperti karbohidrat, protein dan vitamin. Karbohidrat sangat penting karena salah satu fungsinya untuk memberi volume pada isi usus dan melancarkan gerak peristaltik usus sehingga memudahkan pembuangan feces serta membantu mencegah bakteri penyebab terjadinya infeksi pada bagian apendik (Stephen, 2012). Menurut peneliti pada pasien apendisitis sangat penting asupan nutrisi karena pada penderita apendiksitis terjadi peradangan atau infeksi umbai cacing, selain antibiotik untuk proses penyembuhan nutrisi juga sangat penting untuk daya tahan tubuh serta nutrisi yang adekuat dapat meminimalisir terjadinya komplikasi pada saat post operasi. Nutrisi yang baik akan mendukung penyembuhan luka, penundaan kekurangan nutrisi menghambat penyembuhan luka, dukungan nutrisi merupakan dasar untuk perawatan pasien dengan penyembuhan luka. Sebelum kita meneliti pentingnya penelitian nutrisi, kita harus melihat pada nutrisi yang memiliki peran penting dalam proses penyembuhan luka antara lain protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral (Sunita, 2010). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan menggunakan metode penyebaran kuesioner dan wawancara kepada pasien post appendicitis serta petugas gizi dan perawat ruang rawat inap dewasa RSUD Kota Surakarta, didapatkan pada 3 pasien post appendicitis, sebanyak 1 5
pasien sudah memahami bahwa status nutrisi itu sangat berperan penting dalam proses penyembuhan luka, sedangkan 2 pasien belum memahami bahwa status nutrisi itu adalah salah satu faktor pendukung dalam proses penyembuhan luka selain faktor mobilisasi, serta hasil wawancara dengan petugas gizi dan perawat ruang rawat inap dewasa, untuk pendidikan kesehatan status nutrisi khusus untuk penyembuhan luka biasa diberikan tetapi pada saat setelah selesai operasi sedangkan sebelum operasi tidak dilakukan pendidikan kesehatan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan luka, serta diet nutrisi dilayani pada hari kedua setelah proses pembedahan, yaitu diet saring atau diet lunak sesuai instruksi dokter dengan tinggi protein dan tinggi kalori, untuk kalori dalam sehari 2500 kkal sedangkan protein 0,8 gram / kg berat badan pasien. Maka berdasarkan uraian masalah diatas peneliti merasa penting dan tertarik untuk meneliti tentang, Pengaruh Pendidikan Kesehatan kebutuhan Nutrisi Terhadap Pengetahuan nutrisi untuk Penyembuhan Luka Pada Pasien Post Operasi Apenditis Di RSUD Kota Surakarta. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah kuantitatif pra experimental dengan rancangan pra-post test dalam satu kelompok (One-group pra-post test design) Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Surakarta pada tanggal 04 november 2016 sampai dengan 19 januari 2017. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 21 sampel. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner mengenai pengetahuan nutrisi penyembuhan luka.cara analisis data yaitu univariat untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian dengan menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan keterkaitan dua variabel dengan menggunakan uji Wilcoxon. 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Univariat a. Karakteristik responden Tabel 1Karakteristik responden berdasarkan umur pasien post operasi apendisitis di RSUD Kota Surakarta Umur Frekuensi (f) Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui mayoritas responden berumur dewasa awalsebanyak Persentase (%) Remaja 3 akhir 14,3 Dewasa 12 Awal 57,1 Dewasa 6 Akhir 28,6 Total 21 100,0 12 responden (57,1%). Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Widysari (2013) dimana usia 20-35 tahun mempunyai kematangan dalam pola pikir, semakin bijaksana, dan semakin banyak informasi yang didapat. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah umur, pada penelitian ini mayoritas responden pada umur 20-35 tahun, sehingga pada teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007), yang menyatakan bahwa umur 20-35 tahun merupakan umur yang cukup matang untuk menyikapi aspek kehidupan. Umur yang matang sangat berpengaruh positif terhadap pencapaian pengetahuan seseorang, umur sangat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang terhadap informasi yang diberikan. Semakin bertambah umur maka daya tangkap dan pola pikir seseorang semakin berkembang, dimana saat peneliti melakukan edukasi tentang pentingnya kebutuhan nutrisi untuk mendukung proses penyembuhan luka, setelah ada proses tanya jawab dimana umur dewasa awal lebih cepat mengerti dan bisa menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh peneliti.umur yang produktif dimana seseorang telah mencapai kematangan intelektual dan psikomotoriknya. Kemampuan intelektual berfungsi dalam menganalisa suatu informasi kesehatan yang diterima (Astuti, 2012). Peneliti berpendapat bahwa responden yang sebagian besar umur dewasa awal, mempunyai kemampuan untuk memberikan penilaian secara objektif terhadap pengalaman tentang status nutrisi terhadap pengetahuan penyembuhan luka. Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin pasien post operasi apendisitis di RSUD Kota Surakarta Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%) Perempuan 7 33,3 Laki-laki 14 66,7 7
Total 21 100,0 Berdasarkan tabel 2 diatas dapat diketahui mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 14 responden (66,7%). Hasil ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2014) yang dilakukan terhadap 17 orang pasien yang dirawat di ruang rawat inap bedah pada rumah sakit di kota surabaya. Putri (2014) mendapat jumlah responden perampuan lebih banyak daripada laki-laki. Berdasarkan teori bahwa penyakit apendisitis menyerang semua baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perampuan tetapi yang lebih sering pada jenis kelamin laki-laki diatas umur 20-30 tahun (Mansjoer 2000). Penyebab penyakit usus buntu adalah jarang mengkonsumsi makanan yang mengandung serat, jenis makanan yang mengandung serat adalah seperti buah mangga. Makan berserat juga memiliki fungsi untuk mengatasi susah BAB atau melancarkan pencernaan, jenis penyebab inilah yang bisa memicu terjadinya apendisitis. Oleh sebab itu harus bisa menjaga pola makan dan makan makanan yang benar (Deden, 2010) Peneliti berpendapat bahwa kasus apendisitis menyerang semua jenis kelamin,baik perampuan maupun lakilaki,pada penelitian ini untuk mayoritas apendisitis pada laki-laki karena menurut peneliti laki-laki jarang mengkonsumsi makanan yang berserat, karena pada saat penelitian melakukan penelitian dan pada saat melakukan observasi pola makan responden laki-laki tidak menghabiskan sayur ataupun buah yang sudah disiapkan oleh petugas gizi. Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan pasien post operasi apendisitis di RSUD Kota Surakarta Pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%) SD 3 14,3 SMP 4 19,0 SMA 9 42,9 PT 5 23,8 Total 21 100,0 Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui mayoritas responden berpendidikan SMA sebanyak 9 responden (42,9%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 9 orang (42,9%). Berdasarkan penelitian Suryati (2014) mendapat hasil penelitian yang sama dengan penelitian ini dimana 8
tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah berpendidikan SMA. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dapat membantu responden dalam memahami informasiinformasi yang disampaikan peneliti selama pelaksanaan pendidikan kesehatan. Hal ini menyebabkan tingkat pendidikan responden tentang pengetahuan penyembuhan luka sebelum pendidikan kesehatan sebagian besar adalah cukup, tetapi setelah pendidikan kesehatan maka tingkat pendidikan responden adalah baik. Karakteristik tingkat pendidikan responden menunjukkan sebagian besar responden mempunyai pendidikan SMA. Tingkat pendidikan tersebut menunjukkan bahwa responden telah memiliki tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan berhubungan dengan tingkat kemampuan responden memahami informasi tentang kesehatan yang diterima. Semakin baik tingkat pendidikan seseorang, maka kemampuan memahami informasi kesehatan semakin baik (Astuti, 2012). Distribusi frekuensi tingkat pendidikan responden menunjukkan distribusi tertinggi adalah SMA. Tingkat pendidikan tersebut membantu responden dalam memahami informasiinformasi yang disampaikan peneliti selama pelaksanaan pendidikan kesehatan. Hal ini menyebabkan tingkat pendidikan responden tentang status nutrisi adalah baik. Menurut (Nikita, 2012), tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, semakin tinggi tingkat pencegahan berbagai jenis penyakit maupun kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan operasi, serta semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi kemampuan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan kedalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari. Menurut Nursalam (2011) bahwa latar belakang pendidikan seseorang akan mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang, dengan pendidikan seseorang akan dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak dan memberikan penilaian tertentu. Peneliti berpendapat bahwa makin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin mudah menerima informasi, sehingga semakin banyak pengetahuan yang diterimanya, tetapi sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap informasi. Tabel 4 Karakteristik responden berdasarkan lama hari 9
rawat pasien post operasi apendisitis di RSUD Kota Surakarta Lama hari rawat Frekuensi (f) Persentase (%) 2-4 Hari 21 100,0 Total 21 100,0 Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui mayoritas lama hari rawat responden 2-4 hari sebanyak 21 responden (100,0%). Berdasarkan hasil penelitian Syamsiatun dkk (2003) tentang hubungan status gizi awal dengan lama rawat dan status pulang pasien yang dilakukan di Rumah Sakit Sardjito, dimana lamanya hari rawat rata-rata 4-5 hari, ada perbedaan dengan lamanya hari rawat pada penelitian ini yaitu lamanya hari rawat pada penelitiaan ini rata-rata 2-4 hari. Lama hari rawat adalah lamanya seseorang dirawat dirumah sakit sejak awal masuk sampai keluar dari rumah sakit. Lama hari rawat merupakan indikator efisiensi pengelolaan rumah sakit. Menurut Suryadi (2006) cepat atau lamanya hari rawat seseorang pasien tergantung pada kelas perawatan dan jenis penyakit. Lamanya hari rawat juga dapat dipengaruhi oleh nutrisi, usia, mobilitas, vaskularisasi, status imunologi, kadar gula darah, dan anemia. Peneliti berpendapat bahwa lamanya hari rawat seorang pasien itu berbeda-beda tergantung dari jenis penyakit yang dialami seperti lama hari rawat untuk pasien akut akan lebih cepat dibandingkan dengan lama hari rawat pada pasien kronis,apabila pasien dirawat lama maka perawat tidak hanya melakukan edukasi saja tapi harus mendemontrasikan apa yang sudah diedukasikan oleh perawat Tabel 5 Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi untuk penyembuhan luka sebelum diberikan pendidikan kesehatan pada pasien post operasi apendisitis di RSUD Kota Surakarta Pengetahuan kebutuhan nutrisi (pretest) Frekuensi (f) Persentase (%) Baik 4 19,0 Cukup 14 66,7 Kurang 3 14,3 Total 21 100,0 Berdasarkan tabel 5 di atas dapat diketahui mayoritas pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi untuk penyembuhan luka sebelum diberikan pendidikan kesehatan yaitu cukup sebanyak 14 responden (66,7%). Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2016) dimana pengetahuan ibu dalam perawatan luka post sectio cesarea sebelum diberikan pendidikan kesehatan 10
mayoritas pengetahuan cukup. Cukupnya pengetahuan pasien post operasi apendisitis tentang nutrisi untuk penyembuhan luka dikarenakan cukupnya informasi tentang status nutrisi untuk penyembuhan luka yang di dapat oleh responden seperti melalui media masa seperti majalah, koran, radio, TV, dan internet. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa melalui berbagai media masa baik cetak maupun elektronik sebagai alat informasi yang diterima oleh masyarakat, sehingga masyarakat yang lebih banyak mendapatkan informasi dari media masa seperti televisi, radio, majalah, dan koran akan memperoleh informasi dan pengetahuan yang lebih banyak dari pada yang tidak pernah terpapar media sama sekali (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin muda pula dalam menerima informasi. Faktor lain juga yang mempengaruhi cukupnya pengetahuan responden tentang status nutrisi untuk penyembuhan luka yaitu karena pengalaman pribadi maupun orang lain tentang nutrisi itu sendiri, hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pengelaman pribadi pula juga dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahnya permasalahan yang dihadapi dimasa lalu (Wawan dan Dewi, 2011). Peneliti berpendapat bahwa pengetahuan pasien post operasi apendisitis sudah cukup karena pasien post apendisitis sudah pernah mendapatkan informasi tentang status nutrisi untuk penyembuhan luka dari berbagai sumber seperti majalah, koran, TV, radio serta internet. Tabel 6 Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi untuk penyembuhan luka sesudah diberikan pendidikan kesehatan pada pasien post operasi apendisitis di RSUD Kota Surakarta Pengetahuan kebutuhan nutrisi (posttest) Frekuensi (f) Persen tase (%) Baik 15 71,4 Cukup 6 28,6 Total 21 100,0 Berdasarkan tabel 6 di atas dapat diketahui mayoritas pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi untuk penyembuhan luka sesudah diberikan pendidikan kesehatan yaitu baik sebanyak 15 responden (71,4%). 11
Hasil analisis diatas menunjukkan adanya pengaruh dari pendidikan kesehatan yang dapat meningkatkan pengetahuan pasien post operasi apendisitis tentang status nutrisi untuk penyembuhan luka. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Ripka dkk (2014) yang dilakukan terhadap 35 responden disalah satu Rumah sakit di kota Minahasa, dimana diperoleh hasil pengetahuan sesudah diberikan pendidikan kesehatan sebagian besar berada pada kategori baik berjumlah 28 orang (80%). Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu dari seseorang yang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terhadap suatu objek terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2007).Dimana menurut Mardela, dkk (2012), pendekatan edukasi merupakan pendekatan yang paling cocok terhadap upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat melalui faktor perilaku dibandingkan dengan pendekatan tekanan. Hal ini dikarenakan perubahan atau tindakan pemeliharaan kesehatan yang dihasilkan oleh edukasi didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama dan menetap karena didasari oleh kesadaran. Peneliti berpendapat bahwa tingkat pengetahuan seseorang akan bertambah bila sudah mendapatkan pendidikan dan informasi kesehatan tentang status nutrisi yang mendukung untuk proses penyembuhan luka. 4.3 Analisis Bivariat Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui keterkaitan dua variabel untuk mengetahui hubungan caring perawat dalam anamnese dengan kepuasan pasien. Tabel 7Pengaruh pendidikan kesehatan kebutuhan nutrisi terhadap pengetahuan nutrisi penyembuhan luka post operasi apendisitis di ruang rawat inap dewasa RSUD Kota Surakarta Variabel Perlakuan Mean t P value Pengetahu an tentang kebutuhan nutrisi Pretest Postest 2,05 2,71-3,276 0,001 Hasil penelitian menunjukan rata-rata pretest pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi penyembuhan luka post operasi apendisitis (2,05) sedangkan rata-rata postest (2,71). Hasil uji statistik dengan wilcoxon diperoleh nilai p value 0,001 < 0,005 sehingga ada pengaruh pendidikan 12
kesehatan kebutuhan nutrisi terhadap pengetahuan nutrisi penyembuhan luka post operasi apendisitis. Ada perubahan yang positif terhadap pengetahuan pada pasien post operasi apendisitis yang telah diberikan pendidikan kesehatan, hal ini mengindikasikan bahwa tujuan pendidikan kesehatan telah berhasil, karena dapat mengubah pemikiran yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Depkes RI (2012) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu proses pemberian bantuan dari petugas konseling, melalui pertemuan tatap muka dimana petugas konseling menyampaikan informasi yang tidak memihak serta memberikan dukungan emosi, agar klien mampu mengenali keadaan dirinya dan masalah yang dihadapinya, sehingga dapat membuat keputusan yang tepat dan mantap bagi diri sendiri. Didukung oleh penelitian lain yang melakukan penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan status nutrisi terhadap pengetahuan perawatan luka yaitu adalah (Yunita, 2014) bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan pengetahuan perawatan luka. Hasil penelitian lain juga yang melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian suplemen zeng dan vitamin C terhadap kecepatan penyembuhan luka pasca bedah (Rusjianto, 2009) dengan hasil penelitiannya bahwa terdapat pengaruh pemberian kombinasi vitamin C dan Zeng (Zn) selama 7 (tujuh) hari dapat mempercepat penyembuhan luka. Dari hasil yang diperoleh diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan dilihat dari sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Hal ini bisa terjadi dikarenakan pada saat pemberian pendidikan kesehatan terdapat perpindahan informasi dari pemberi informasi kepada responden melalui penyuluhan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo, (2010), bahwa pendidikan kesehatan dalam jangka waktu pendek dapat menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan individu, kelompok dan masyarakat. Notoatmojo (2007) mengemukakan bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pasca indra manusia yakni pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia didapat melalui pengelihatan dan pendengaran. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Muninja (2010) bahwa tujuan 13
pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku masyarakat kearah perilaku sehat sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal, untuk mewujudkan perubahan perilaku yang diharapkan setelah menerima penyuluhan tidak dapat terjadi sekaligus. Pencapaian target penyuluhan kesehatan dibagi menjadi tujuan jangka pendek yaitu tercapainya perubahan pengetahuan, tujuan jangka menengah hasil yang diharapkan adalah adanya peningkatan pengertian, sikap, dan ketrampilan yang akan mengubah perilaku sehat, dan tujuan jangka panjang adalah dapat menjalankan perilaku sehat dalam kehidupan seharihari. Peningkatan pengetahuan responden setelah mengikuti pendidikan kesehatan tentang status nutrisi terhadap pengetahuan penyembuhan luka memperkuat teori Notoatmodjo, (2007), tingkat pengetahuan dari seseorang ada enam tingkat yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Namun pada hasil penelitian ini masih hanya terlihat dari tataran tahu dan memahami. Pada tataran aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi belum ditindak lanjut oleh peneliti, hal ini disebabkan untuk aplikasi, analisis dan sintesis serta evaluasi dapat berkaitan dengan status nutrisi untuk penyembuhan luka post operasi apendisitis tersebut. Faktor penguat meningkatnya pengetahuan adalah informasi saat dilakukan pendidikan kesehatan pada responden dengan metode leaflet yang diterima responden yang dipelajari lebih lanjut. Langkah penting dalam pendidikan kesehatan adalah membuat pesan yang disesuaikan dengan sasaran termasuk dalam pemilihan media, intensitasnya dan lamanya penyampaian pesan. Penyampaian informasi dipengaruhi oleh metode dan media yang digunakan, yang mana metode dan media penyampaian informasi dapat memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan (Notoadmodjo, 2014). Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yaitu Utami dkk (2014) yaitu efektifitas pendidikan kesehatan tentang kehamilan resiko tinggi tentang pengetahuan ibu hamil dilakukan selama 15 menit. Hal ini sehingga dalam pemberian post test, materi dari leaflet masih dapat diingat dengan baik. Peningkatan pengetahuan pada responden dapat dipengaruhi oleh faktor interaksi antar responden. Materi yang tidak dimengerti oleh responden kemudian mendapat jawaban dari anggota responden yang lain ataupun dari tutornya yang memang mengetahui 14
materi tentang status nutrisi untuk mendukung penyembuhan luka sehingga pengetahuan penyembuhan luka pada pasien post operasi apendisitis lebih baik. Keberhasilan dari pendidikan kesehatan ini juga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa metode pendidikan kesehatan dapat memberikan gambaran tentang objek yang baru, bersifat informatif, dan dapat menghemat waktu karena sebagian peserta dapat memahami materi dalam waktu yang bersamaan. Hasil penelitian tentang keberhasilan metode penyuluhan ini dapat diterima karena faktor peserta lebih suka mendengarkan daripada harus membaca sendiri (Estriana, 2014). Pendidikan kesehatan tentang status nutrisi untuk penyembuhan luka sangat penting yang harus perawat atau petugas kesehatan seperti ahli gizi berikan kepada pasien, karena selain faktor umur, mobilitas, vaskularisasi, status imunologi, kadar gula darah, anemia dan cara perawatan luka yang sangat mempengaruhi dalam proses penyembuhan luka, nutrisi juga merupakan salah satu faktor pendukung dalam proses penyembuhan luka. SIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : Mayoritas responden berumur antara 20 sampai 35 tahun yaitu sebanyak 12 orang (57,1%), dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 14 orang (66,7%), serta pendidikan terbanyak SMA sebanyak 9 orang (42,9%), dan lamanya rawat inap terbanyak 2 sampai 4 hari sebanyak 21 orang (100%). Mayoritas pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi untuk penyembuhan luka post operasi apendisitis di ruang rawat inap dewasa RSUD Kota Surakarta sebelum pemberian pendidikan kesehatan (pretest) adalah cukup sebanyak 14 orang (66,7%). Mayoritas pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi untuk penyembuhan luka post operasi apendisitis di ruang rawat inap dewasa RSUD Kota Surakarta sesudah diberikan pendidikan kesehatan adalah baik sebanyak 15 orang (71,4%). Ada pengaruh pendidikan kesehatan kebutuhan nutrisi terhadap pengetahuan nutrisi penyembuhan luka pada pasien post operasi apendisitis di RSUD Kota Surakarta dengan p value (0,001 < 0,05). 15
SARAN Saran dalam penelitian ini antara lain adalah : Bagi Responden Pasien post operasi apendisitis hendaknya memahami penting dari nutrisi untuk mendukung proses penyembuhan luka Bagi Rumah Sakit Rumah sakit hendaknya secara rutin memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien melalui konseling pribadi tentang nutrisi yang baik untuk penyembuhan luka post operasi apendisitis sehingga dapat mencegah komplikasi yang akan terjadi. Bagi Institusi Pendidikan Institusi pendidikan hendaknya menambah literatur tentang ilmuilmu gizi atau nutrien untuk penyembuhan luka. Bagi Perawat Perawat sebagai anggota inti tenaga kesehatan yang jumlahnya terbesar di rumah sakit, memiliki peran kunci dalam mewujudkan kesembuhan pasien, serta perawat lebih proaktif dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya nutrisi untuk proses penyembuhan luka. Bagi Peneliti Merupakan pengalaman yang berharga dalam menambah wawasan dan pengetahuan melalui penelitian lapangan tentang pengaruh pendidikan kesehatan status nutrisi terhadap pengetahuan penyembuhan luka post operasi apendisitis di RSUD Kota Surakarta. Bagi Peneliti Lain Memberikan pengalaman dan menambah wawasan peneliti lain, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya khususnya untuk meningkatkan pengetahuan tentang nutrisi untuk penyembuhan luka post operasi apendisitis, serta penelitian lain bisa mengambil lagi untuk dilakukan penelitian tetapi melihat status nutrisi dari segi gizi seimbang berdasarkan berat badan, usia, tinggi badan dan status nutrisi. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakik. Jakarta: Rineka Cipta Dan l. Longo. (2002). Gastroenterologi dan Hepatologi. Jakarta: EGC Depkes RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat 16
Elizabet, J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Ghozali, I. (2009). Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SSPS. Semarang: Universitas Diponegoro Halim. (2007). Ilmu Penyakit Bedah. Jakarta: EGC Hidayat, A. (2011). Metode Penelitian dan Teknis Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Irma, Arisanty. (2014). Konsep Dasar Manajemen Perawatan Luka. EGC: Jakarta JeanneTTe E. South Paul, dkk. (2002). Diagnosa dan Terapi Terkini Kedokteran Keluarga. Jakarta: EGC Jong, Wim D. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC Koes Irianto. (2014). Gizi Seimbang Dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: Alfabeta Mary DiGiolio, RN, MSN, APRN, BC. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Monica. (2011). Defenisi dan Klasifikasi Luka Monic Nurse com. Diakses Tanggal 12 juni 2016 Notoatmodjo. (2007). Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo. (2014). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo. (2014). Promosi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam. (2014). Metodologi Penelitiaan Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis. Jakarta : Salemba Medika Ratu Ardian, R (2013). Penyakit Hati, Lambung, Usus dan Ambeien. Yogyakarta: Nuha Medika Riwidikdo, H. (2013). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press Rofiqoh. (2014). Perawatan Luka Operasi / Bedah.www.academia.edu/1183956 4/. Diakses Tangal 12 Juni 2016 Rusjianto. (2009). Pengaruh Pemberian Suplemen Seng (Zn) Terhadap Kecepatan PenyembuhanLuka. Jurnal Kedokteran Indonesia, vol. 1 / No. 1 / Januari / 2009. Diakses Tanggal 17 Juni 2016 Setiawati. (2008). Asuhan Keperawatan keluarga. Jakarta: Trans Info Silalahi, U. (2012). Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Refika Aditama Sjamsuhidayat. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC Soekanto, S. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar Edisi Baru. Jakarta: Raja Gravindo Perkasa Stephen. (2012). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: RajaGravindo Persada Suryadi. (2006). Perawatan Luka. Jakarta: EGC Sunita. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: SUN 17
Walyani, dkk. (2015). Asuhan Kebidanan Mas a Nifas. Yogyakarta: Pustaka Baru Pres Wijaya, Andra S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika 18