BAB I PENDAHULUAN. Arthaloka Gf, 2006 ), hlm M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan adanya bank yang melakukan kegiatannya berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. penghubung antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana.

BAB I PENDAHULUAN. Ikatan Bankir Indonesia, Mengelola Bisnis Pembiayaan Bank Syari ah, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2015, hlm. 1.

BAB I PENDAHULUAN. dari sistem perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB IV ANALISIS HASIL PEMBAHASAN PEMBIAYAAN. A. Analisis Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik Pada Produk. Pembiayaan Angsuran di BMT SM NU Cabang Kajen.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dari unit surplus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Dealin Mahaputri Leonika

BAB I PENDAHULUAN menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perbankan syariah berawal pada tahun 1950an.

BAB I PENDAHULUAN. Kendala yang sering dipermasalahkan dan merupakan kendala utama adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang berkelebihan untuk kemudian di salurkan kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Raja Grafindo Persada, 2010, h Karim Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta:PT

BAB I PENDAHULUAN. Baitul Maal wat Tamwil dan Koperasi Syariah merupakan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. usahanya berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian (akad) antara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1992 tentang Perkoperasian, PP RI No. 9 Tahun 1995 tentang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukarkan uang,

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 5

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

BAB I. Bandung, 2003, hal. xi 2 Undang-undang No. 10 Tahun 1998, Tentang Perbankan, hal. 5. Penerapan prinsip..., Indah Fajarwati, FH UI, 2011

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mengalami peningkatan yang cukup pesat tidak hanya pada negaranegara

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian nasional. Fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah ini salah satunya dicirikan dengan sistem bagi hasil (non bunga)

BAB I PENDAHULUAN. mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. muncul lembaga-lembaga keuangan syariah sebagai solusi atas kegelisahan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAB I PENDAHULUAN. M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm.

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul maal wat tamwil

BAB I PENDAHULUAN. pinggiran, atau biasa dikenal dengan rural banking. Di Indonesia, rural banking

BAB I PENDAHULUAN. 2004, hlm Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil (BMT), UII Pres Yogyakarta,

PERBANKAN SYARIAH IJARAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti perbankan, reksadana, dan takaful. 1. Banking System, atau sistem perbankan ganda, di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. beroperasi sesuai dengan nilai-nilai dan Prinsip Ekonomi Islam (Islamic

BAB I PENDAHULUAN. ini telah ditetapkan dan diterangkan secara jelas di dalam kitab suci Al-Quran

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah tidak mengenal pinjaman uang tetapi yang ada adalah

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS SEWA

BAB I PENDAHULUAN. memilih perbankan yang sesuai dengan kebutuhan, baik perseorangan maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan syariah pada tahun Salah satu uji coba yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Islam sebagai agama yang memuat ajaran yang bersifat universal dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Oleh karena itu bank dapat dikatakan sebagai baromer

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 mengalami tumbuh sebesar

Materi: 12 AKUNTANSI IJARAH

BAB I PENDAHULUAN. syari ah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul di Indonesia bahkan hingga

KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT

Sriono ISSN Nomor TELAAH TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA (AL IJARAH) DALAM PERBANKAN SYARIAH

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah penduduk muslim

SESI : 07 ACHMAD ZAKY

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Al-Qur an dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Al-Qur an dan

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah menjelaskan, praktik perbankan syari ah di masa sekarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia yang berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN. of founds) dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Sehingga

AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH TEORI DAN PRAKTIK KONTEMPORER BERDASARKAN PAPSI 2013 EDISI 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

JUDUL STRATEGI OPTIMALISASI PERAN BMT SEBAGAI PENGGERAK SEKTOR USAHA MIKRO Oleh : Prof.Dr.H.Hendi Suhendi, M.Si (Dekan Fakultas Syari ah dan Hukum

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. masalah perekonomian. Allah SWT berfirman QS;17:9 Sesungguhnya Al Qur an ini

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebutan Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) An-Nuur merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. melalui aktivitas ekonomi, dan ekonomi yang dikenal dalam Islam adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Pekalongan, Telpon (0285)381011, dengan kepala cabang Bapak

BAB I PENDAHULUAN. yang kekurangan dana yang dalam menjalankan aktivitasnya harus sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PULPULAN DI DESA PALOH KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN. Paloh Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat, dana

I. PENDAHULUAN. Rumah merupakan suatu kebutuhan primer dan hak dasar manusia untuk

SOAL DAN JAWABAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak hanya lembaga keuangan perbankan, namun juga dijalankan oleh lembaga

BAB I PENDAHULUAN. dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004. tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dana (liabilities), penyaluran dana (asset) berupa pembiayaan, dan jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pinjaman kepada orang-orang yang membutuhkan dana. Bank

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan seperti perbankan merupakan instrumen penting. syariah telah memasuki persaingan berskala global,

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

BAB II LANDASAN TEORI. waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 1 Berdasarkan pengertian

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, sebagai negara Muslim terbesar di dunia, telah muncul kebutuhan akan adanya bank yang melakukan kegiatannya berdasarkan prinsip syariah. Disamping bank syariah, terdapat jenis lembaga keuangan mikro lain yang memiliki misi yang sejenis dan beroperasi berdasarkan syari ah. Dalam konteks Islam lembaga keuangan mikro ini tampil dalam bentuk Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah Lembaga Keuangan Mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, dengan menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang salam: keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian dan kesejahteraan. Penghimpunan dana diperoleh melalui simpanan pihak ketiga dan penyaluran dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau investasi yang dijalankan berdasarkan syariat Islam 1. Umat Islam hendaknya menyadari bahwa Islam memiliki khasanah fiqh mu'amalah yang sangat kaya dan luas, di antaranya adalah prinsip mudharabah, musyarakah, murabahah, kafalah dan ijarah. Prinsip tersebut dapat diaplikasikan dalam suatu bentuk lembaga keuangan Islam, dan salah satu dari lembaga keuangan yang memberlakukan operasional murabahah yang terdapat didalamnya adalah Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). KJKS pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep ekonomi Islam terutama dalam bidang keuangan. KJKS sebagai lembaga keuangan mempunyai peranan mempertemukan antara pihak 1 M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd Arthaloka Gf, 2006 ), hlm. 24. 1

2 yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang mengalami kekurangan dana (luck of funds). Pentingnya peranan lembaga keuangan sebagai salah satu pilar ekonomi dapat dilihat dari berbagai kebijakan pengucuran dana pinjaman usaha dari berbagai usaha. Efisiensi usaha lembaga keuangan akan berpengaruh terhadap efisiensi dan efektifitas kegiatan ekonomi dan dunia usaha 2. Secara kelembagaan KJKS adalah usaha ekonomi rakyat kecil yang beranggotakan orang-orang atau suatu badan hukum berdasarkan prinsip syariah dan prinsip koperasi. Karena KJKS berkedudukan sebagai badan hukum koperasi yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 menggantikan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang koperasi, tetapi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana putusan Nomor: 28/PUU-XI/2013. Untuk mencegah kevakuman hukum tentang perkoprasian, maka dinyatakan berlakunya kembali Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 3. BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang beroprasi berdasarkan prinsip syariah yang memiliki fungsi untuk memberdayakan ekonomi umat, dan memiliki fungsi sosial dengan turut pula sebagai institusi yang mengelola dana zakat, infaq, dan sedekah sehingga institusi BMT memiliki peran yang penting dalam memberdayakan ekonomi umat. BMT sebagai lembaga keuangan yang ditumbuhkan dari peran masyarakat secara luas, tidak ada batasan ekonomi, sosial, bahkan Agama. Semua komponen masyarakat dapat berperan aktif dalam membangun sebuah sistem keuangan yang lebih adil dan yang lebih penting mampu menjangkau lapisan pengusaha yang terkecil sekalipun peran BMT dalam menumbuhkembangkan usaha mikro dan kecil dilingkungannya merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi pembangunan nasional. 2 Yuliadi, Imadudin, Sebuah Pengantar Ekonomi Islam. (Yogyakarta: LPPI UMY,2001), hlm 118. 3 Supriyadi, Dasar-Dasar Hukum Perdata Di Indonesia, (Kudus: Kiara Science, 2015), hlm. 24

3 Bank yang diharapkan mampu menjadi perantara keuangan ternyata hanya mampu bermain pada level menengah keatas. Sementara lembaga keuangan non formal yang notabene mampu menjangkau pengusaha mikro, tidak mampu meningkatkan kapitalisasi usaha kecil. Maka BMT diharapkan tidak terjebak pada dua kutub ekonomi yang berlawanan tersebut. BMT tidak digerakkan dengan motif laba semata, tetapi juga motif sosial. Karena beroprasi dengan pola syariah, sudah tentu mekanisme kontrolnya tidak saja dari aspek ekonomi saja atau kontrol dari luar tetapi Agama atau Aqidah menjadi faktor pengontrol dari dalam yang lebih dominan 4. Selain mengembangkan produk bagi hasil, dan jual beli, lembaga keuangan syari ah juga mengembangkan produk sewa atau operational lease. Sebagai lembaga keuangan pada umumnya tidak akan menyimpan barang dengan tujuan semata-mata untuk menyewakan secara terus menerus, melainkan sekedar mencarikan barang sesuai dengan kebutuhan nasabahnya. Bank tidak akan berhajat akan barang yang disewakan, tetapi lebih berhajat pada perputaran dananya. Oleh karenanya, akad ijarah dikembangkan kedalam bentuk akad (IMBT). 5 Ijarah Muntahiyya Bittamlik BMT Amanah kudus termasuk salah satu lembaga keuangan syariah di Indonesia yang juga menerapkan pembiayaan ijarah muntahiyah bittamlik dalam memenuhi kebutuhan akan barang-barang konsumtif dan menjadi solusi pendanaan untuk masyarakat setempat. Sebagian besar penduduk yang berada di kudus yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai buruh pabrik dan pedagang, banyak yang membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan produksi dan usahanya. Adapun akad yang dilakukan dalam bank syariah ataupun lembaga keuangan syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad 4 Ridwan Muhammad, Konstruksi Bank Syariah Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka SM, 2007), hlm. 24. 5 Ibid, hlm. 84.

4 hlm.52 yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Nasabah sering kali berani melanggar kesepakatan atau perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad. Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al- iwadhu (ganti). ijarah secara bahasa berarti upah, sewa, jasa atau imbalan. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. 6 Selanjutnya kata at-tamlik berarti menjadikan orang lain memiliki sesuatu. Dari segi istilah at-tamlik adalah kepemilikan seseorang terhadap suatu benda, kepemilikan terhadap manfaat baik yang diperoleh dengan adanya pergantian atau tidak. Berdasarkan penjelasan diatas definisi ijarah muntahiya bittamlik (persewaan yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan) adalah kepemilikan suatu manfaat (jasa) berupa barang yang jelas dalam tempo waktu yang jelas. Maka ini yang disebut persewaan yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan 7. Ijarah dalam perbankan dikenal dengan operational lease, yaitu kontrak sewa antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa, dimana pihak penyewa harus membayar sewa sesuai dengan perjanjian, dan pada saat jatuh tempo, asset yang disewa harus dikembalikan kepada pihak yang menyewakan. Biaya pemeliharaan atas asset yang menjadi objek sewa menjadi tanggungan pihak yang menyewakan. Pemilik aset tetap (objek sewa) adalah lembaga keuangan yang bertanggung jawab atas biaya pemeliharaan asset tetap yang disewakan selama masa sewa. Aset yang disewakan tetap menjadi milik lembaga keuangan. Pada saat perjanjian sewa berakhir, maka pihak yang menyewakan aset tetap akan mengambil kembali objek sewa dan dapat 6 Ibid, hlm.160 7 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo persada,2014),

5 menyewakan kembali kepada pihak lain atau memperpanjang sewa lagi dengan perjanjian baru 8. Berdasarkan Fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002, disebutkan bahwa pihak yang melakukan transaksi pembiayaan IMBT harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Dengan demikian, pada akad IMBT, juga berlaku semua rukun dan syarat transaksi ijarah. Adapun akad perjanjian IMBT harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani. Selanjutnya pelaksanaan akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai 9. Berikut tersaji tabel jumlah nasabah yang melakukan pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bittamlik di BMT Amanah kudus dalam tiga periode dari Tahun 2013-2015*: Tabel 1.1 Jumlah Mitra IMBT Periode 2013-2015 Tahun Jumlah Mitra IMBT Persentase (%) 2013 120 27.27 2014 155 35.23 2015 165 37.50 Total 440 100 Sumber: Data BMT Amanah Kudus Konsep ijarah muntahiyah bittamlik sudah mengalami perkembangan dalam bentuk sewa yang diakhiri dengan hak pemilikan atas barang. Begitu juga akad ijarah muntahiyah bittamlik yang ada pada BMT Amanah Kudus. Hal ini dari jumlah nasabah pembiayaan ijarah muntahiyah bittamlik dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Ijarah muntahiya bittamlik ini merupakan perpaduan antara kontrak jual-beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan pemilikan 125. 8 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 159 9 Muthaher Osmad, Akuntansi Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm.

6 barang dari penyewa, sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa yaitu dengan cara jual beli dan hibah. Dewan Pengawas Syariah memiliki tugas utama dalam pengawasan BMT terutama yang berkaitan dengan sistem syariah yang dijalankannya. Landasan kerja dewan ini berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Fatwa Dewan Syariah Nasional adalah hukumhukum Allah SWT yang diterangkan oleh dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah. Namun pada kenyataannya, tidak semua lembaga keuangan syariah menjalankan usahanya sesuai dengan teori yang ditetapkan dalam hukum Islam. Penerapan Ijarah Muntahiya Bittamlik di BMT Amanah Kudus berkaitan dengan hak dan kewajiban pemberi sewa, yang membebankan penyewa atas biaya pemeliharaan yang bersifat materil yang ditimbulkan karena pemakaian dan penggunaan obyek IMBT oleh penyewa (Musta jir). Hal tersebut dapat merusak akad IMBT yang telah dilaksanakan oleh kedua belah pihak dan bertentangan dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik (bagian ketiga kewajiban LKS), bahwa seluruh biaya atas obyek yang akan disewakan kepada nasabah adalah kewajiban dari pemberi sewa dalam hal ini BMT Amanah Kudus. Seharusnya nasabah tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kerusakan barang sewa (barang sewa menjadi tidak bermanfaat, dll) sepanjang kerusakan tersebut bukan karena pelanggaran perjanjian dan kelalaian nasabah dalam menjaganya ia tidak bertanggungjawab atas kerusakan tersebut. Nasabah hanya menanggung biaya yang sifatnya ringan (tidak materill). Terkait dengan pemindahan objek sewa BMT Amanah tidak menerbitkan akad baru dalam pemindahan seharusnya setelah berakhirnya masa sewa BMT Amanah membuatkan akad baru yaitu akad pemindahan. Berdasarkan uraian di atas yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana penerapan akad ijarah muntahiyah bittamlik pada

7 produk pembiayaan sewa mengapa penerapannya tidak sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penulis menganggap penting untuk melakukan penelitian mengenai hal tersebut di BMT Amanah Kudus. Untuk itu penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul ANALISIS PENERAPAN AKAD IJARAH MUNTAHIYAH BITTAMLIK BERDASARKAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NOMOR: 27/DSN-MUI/III/2002 (STUDI KASUS DI BMT AMANAH KUDUS). B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang di jelaskan di atas, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui serta membuktikan apakah BMT Amanah Kudus sudah menjalankan peraturan sesuai dengan Fatwa DSN Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002. Selain itu, sudah benarkah penerapan yang diterapkan di BMT Amanah Kudus dalam melakukan pembiayaan tersebut dengan demikian akan diperoleh keabsahan mengenai penerapan dan Fatwa DSN Nomor: 27/DSN- MUI/III/2002 tentang penerapan Akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik di BMT Amanah Kudus. C. Rumusan Masalah Sesuai dengan apa yang dipaparkan pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang ingin dianalisis adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik Pada Pembiayaan sewa di BMT Amanah Kudus? 2. Bagaimana Penerapan akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik Pada Pembiayaan sewa di BMT Amanah Kudus tidak sesuai dengan Fatwa DSN MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002? 3. Apakah Faktor-faktor yang menyebabkan BMT Amanah Kudus tidak menerapakan Fatwa DSN MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002?

8 D. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini tujuan yang dicapai adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjelaskan penerapan akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik pada pembiayaan sewa di BMT Amanah Kudus. 2. Untuk menjelaskan ketidaksesuaian penerapan akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik pada pembiayaan sewa yang dijalankan di BMT Amanah Kudus dengan Fatwa DSN Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002. 3. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang menyebabkan BMT Amanah Kudus tidak menerapkan Fatwa DSN Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002. E. Manfaat Penelitian Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini ditujukan sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan dan teori yang diperoleh di perguruan tinggi guna disajikan sebagai bahan studi ilmiah dalam rangka penelitian lebih lanjut terutama yang berkaitan dengan perbankan syariah. Serta memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pengayaan kurikulum hukum bisnis (Ekonomi Islam) khususnya mengenai perbankan syariah. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai akad ijarah muntahiya bittamlik pada produk pembiayaan sewa di BMT Amanah Kudus. Selain itu, dapat dijadikan sebagai salah satu masukan dalam rangka pengembangan pengelolaan bagi BMT Amanah Kudus yang telah menerapkan. F. Sistematika Penelitian Berdasarkan pembahasan dan perumusan masalah di atas, maka konsep sistem yang telah disusun ini dibagi menjadi lima bab. Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:

9 BAB I PENDAHULUAN. Pada Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada Bab ini membahas landasan teori, pada bab ini akan dijabarkan mengenai pengertian Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik, rukun dan syarat Ijarah Muntahia Bittamlik, landasan hukum, bentuk-bentuk IMBT perbedaan ijarah dengan leasing, peraturan DSN MUI tentang Ijarah dan IMBT, pembiayaan IMBT, dan pembiayaan akad IMBT berakhir. BAB III METODE PENELITIAN Pada Bab ini menjelaskan mengenai metode yang penulis gunakan dalam pengumpulan data maupun metode untuk merancang sistem yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pengujian keabsahan data, dan metode analisis data. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Bab ini disajikan hasil pembahasan tentang Penerapan Akad Ijarah Muntahia Bittamlik, kesesuaian akad berdasarkan Fatwa DSN Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 di BMT Amanah Kudus dan faktor-faktor tidak menerapkan Fatwa DSN Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002. BAB V PENUTUP. Pada Bab ini merupakan penutup yang terdiri dari Simpulan dari hasil pembahasan, keterbatasan penelitian, saran-saran dan penutup. Bab ini berfungsi memberikan inti dari uraian yang di uraian.