BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penduduk Usia Lanjut merupakan bagian dari anggota keluarga dananggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk usia lanjut meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk dan tahun 2009 jumlah usia lanjut di Indonesia mencapai 16,6 juta jiwa dari seluruh jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 220 juta jiwa (Depsos,2009). Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini, tahap yang paling krusial adalah tahap usia lanjut (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik,psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cendurung berpostensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia. Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efekefek tersebut menentukan usia lanjut dalam melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk, akan tetapi ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk dari pada yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan, itulah sebabnya mengapa usia lanjut lebih rentan dari pada usia madya (Hurlock, 1999). Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Secara umum manusia ingin hidup panjang dengan berbagai upaya yang dilakukan, proses hidup yang dialami manusia yang cukup panjang ini telah menghasilkan kesadaran pada 1
2 diri setiap manusia akan datangnya kematian sebagai tahap terakhir kehidupannya di dunia ini. Namun demikian, meski telah muncul kesadaran tentang kepastian datangnya kematian ini, persepsi tentang kematian dapat berbeda pada setiap orang atau kelompok orang. Bagi seseorang atau sekelompok orang, kematian merupakan sesuatu yang sangat mengerikan atau menakutkan, walaupun dalam kenyataannya dari beberapa kasus terjadi juga individu-individu yang takut pada kehidupan (melakukan bunuh diri) yang dalam pandangan agama maupun kemasyarakatan sangat dikutuk ataupun diharamkan. Sebaliknya, bagi seseorang atau sekelompok orang, pertambahan usia cenderung membawa serta makin besarnya kesadaran akan datangnya kematian, dan kesadaran ini menyebabkan sebagian orang yang berusia tua tidak merasa takut terhadap kematian. Kematian diterima sebagai seorang sahabat (Affandi, 2008). Efek-efek tersebut menentukan usia lanjut dalam melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk, akan tetapi ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk dari pada yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan, itulah sebabnya mengapa usia lanjut lebih rentan dari pada usia madya. Gejala menuanya struktur penduduk (aging population) di Indonesia terlihat dengan adanya peningkatan usia harapan hidup (UHH). Berdasarkan data dari kantor kementerian koordinator kesejahteraan rakyat (KESRA) melaporkan jika tahun 1980 usia harapan hidup 52,2 tahun dengan jumlah lansia 7,9 juta jiwa atau 5,45 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 2006 menjadi 19 juta jiwa atau 8,90 persen dan usia harapan hidup meningkat menjadi 66,2 tahun. Pada tahun 2010 penduduk usia lanjut di Indonesia akan mencapai 23,9 juta jiwa atau 9,77 persen dengan usia harapan hidup sekitar 67,4 tahun (Hamid, 2007). Pada tahun 2011 ini usia harapan hidup di Indonesia mengalami peningkatan menjadi 69 tahun (Harian Birawa, 2011). Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan diri pada usia lanjut dalam menghadapi kematian meliputi menghibur dan menenangkan diri dengan menyanyi, rajin beribadah, menyibukkan diri, misalnya mencuci
3 pakaian atau menyirami tanaman, rajin memeriksakan kesehatannnya ke dokter atau puskesmas terdekat dan mengatur pola makan teratur sebisa mungin, dan mengisi hari-harinya dengan cara menjenguk anak dan cucunya dan sebagainya (Hurlock, 1999). Penelitian yang dilakukan Santoso (2000) bahwa dalam kehidupan usia lanjut ternyata sebagian besar orang usia lanjut masih mampu mengisi hari-hari tuanya dengan berbagai kegiatan seperti kegiatan keagamaan, mengasuh cucu, memantau pekerjaan sehari-hari, membuat kerajinan seperti menyulam dan lain-lain. Kecemasan merupakan respons individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari yang ditandai dengan kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati dkk, 2005). Kecemasan akan kematian dapat berkaitan dengan datangnya kematian itu sendiri, dan dapat pula berkaitan dengan caranya kematian serta rasa sakit atau siksaan yang mungkin menyertai datangnya kematian, karena itu pemahaman dan pembahasan yang mendalam tentang kecemasan usia lanjut, khususnya usia lanjut yang mengalami penyakit kronis, dalam menghadapi kematian menjadi penting untuk diteliti. Sebab kecemasan bisa menyerang siapa saja. Namun, ada spesifikasi bentuk kecemasan yang didasarkan pada usia individu. Umumnya, kecemasan ini merupakan suatu pikiran yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan kekhawatiran, rasa tidak tenang, dan perasaan yang tidak baik atau tidak enak yang tidak dapat dihindari oleh seseorang (Hurlock, 1999). Perasaan cemas ini disebabkan oleh dugaan akan bahaya frustasi yang mengancam, membahayakan rasa aman, keseimbangan atau kehidupan seorang individu atau kelompok biososialnya. Faktor-faktor lain yang menyebabkan timbulnya kecemasan pada usia lanjut dalam menghadapi kematian adalah selalu memikirkan penyakit yang dideritanya, kendala ekonomi, waktu berkumpul dengan keluarga yang dimiliki sangat sedikit karena anak-anaknya tidak berada satu rumah atau berlainan kota dengan subyek, kepikiran anaknya
4 yang belum menikah, sering merasa kesepian, kadang sulit tidur dan kurangnya nafsu makan karena selalu memikirkan penyakit yang dideritanya (Affandi, 2008). Peran usia lanjut dalam kehidupan yang semakin berkurang terkadang menyebabkan pemahaman bahwa dirinya sudah kurang atau bahkan tidak berharga lagi. Ketidakmampuan fisik, berpisah dari anak, kehilangan serta pensiun menjadi permasalahan baru bagi usia lanjut yang menimbulkan kecemasan. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat diminimalisir dengan konsep diri yang positif dalam diri usia lanjut untuk menerima diri dengan baik beserta segala kelemahan-kelamahan yang ada. Konsep diri memberikan rasa kontinuitas, keutuhan, dan konsistensi pada seseorang. Konsep diri yang sehat mempunyai tingkat kestabilan yang tinggi dan membangkitkan perasaan negatif atau positif yang ditunjukkan pada diri (Perry & Potter, 2005). Konsep diri sendiri merupakan cara individu memandang diriya secara utuh baik fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Konsep diri seseorang dapat ditinjau dari empat aspek yaitu citra tubuh, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri. Konsep diri yang positif adalah individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur dan dalam menilai suatu masalah individu berpikir secara positif dan realistik (Suliswati, dkk, 2005). Apabila individu menggunakan koping yang destruktif dia akan mengalami kecemasan sehingga menimbulkan rasa bermusuhan yang dilanjutkan dengan individu menilai dirinya rendah, tidak berguna, tidak berdaya, tidak berarti, takut dan mengakibatkan perasaan bersalah. Rasa bersalah ini akan mengakibatkan perasaan bersalah. Rasa bersalah ini akan mengakibatkan kecemasan yang meningkat, proses ini akan berlangsung terus yang dapat menimbulkan respon maladaptif berupa kekacauan identitas, harga diri yang rendah dan depersonalisasi (Suliswati, dkk, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Budihartiningsih (2008) tentang kecemasan usia lanjut menghadapi kematian menemukan bahwa terdapat 28 orang (44,44%) memiliki kecemasan menghadapi kematian tinggi dan sisanya
5 35 orang (55,56%) memiliki kecemasan menghadapi kematian rendah. Dan dari usia lanjut dengan kecemasan menghadapi kematian tinggi diketahui bahwa: (1) Sebab atau alasan usia lanjut cemas yaitu karena khawatir dengan keadaan keluarga yang ditinggalkan, ibadah kurang karena banyak dosa atau kesalahan yang diperbuat, takut pada proses menjelang ajal dan kehidupan setelah mati, serta takut menderita sakit yang lama dan mati dalam keadaan sendirian tanpa seorangpun yang tahu. (2) Reaksi fisik yang dialami berupa kepala pusing, jantung berdebar-debar, gemetar, nafsu makan berkurang, nafas terasa sesak, berkeringat dingin, badan terasa lemas. Reaksi psikologis berupa: perasaaan tidak menyenangkan (khawatir, takut, gelisah, bingung), perilaku jadi sering merenung atau melamun, sulit tidur, sulit berkonsentrasi, gugup serta tidak bersemangat beraktivitas. Hal tersebut akhirnya menyebabkan usia lanjut melakukan kegiatan seperti beribadah/mendekatkan diri pada Tuhan, melakukan suatu kesibukan, bercerita atau curhat pada orang lain, dibawa tidur dan bersilaturrahmi ke rumah teman atau tetangga, serta pergi mencari hiburan/rekreasi. Jumlah usia lanjut di Desa Gembong Kecamatan Gembong Kabupaten Pati tahun 2010 berjumlah 881 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 497 orang dan perempuan 384 orang. Jumlah warga usia lanjut mencapai 31,04% dari seluruh jumlah penduduk yang ada di Desa Gembong. Angka harapan hidup di Desa Gembong adalah 64,5 tahun. Berdasarkan catatan di Desa Gembong pada tahun 2010 terdapat 76 orang meninggal dunia, 48 diantaranya adalah orang lanjut usia. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap usia lanjut, lebih dari 10% dari keseluruhan menyatakan kecemasannya berkaitan dengan kesehatan yang kian menurun, sering sakit-sakitan. Mereka merasa terbebani atau merasa terkucilkan dan menjadi beban bagi orang-orang yang disekitarnya. Kecemasan yang timbul dalam diri usia lanjut tentang kematian disinyalir karena konsep dirinya yang rendah. Mereka tidak bisa menerima keadaan dirinya yang sudah tua dengan kemampuan yang semakin berkurang.
6 Berkaitan dengan fenomena di atas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang Hubungan antara konsep diri dengan tingkat kecemasan usia lanjut dalam menghadapi kematian di Desa Gembong Kecamatan Gembong Kabupaten Pati. B. Rumusan masalah Kemunduran fisik pada usia lanjut pasti akan terjadi. Kemunduran fisik yang ditandai dengan melemahnya kekuatan tubuh, kulit keriput, sering sakitsakitan sebagai bentuk permasalahan psikososial yang menyebabkan timbulnya kecemasan pada usia lanjut. Bentuk permasalahan psikososial yang menyebabkan kecemasan ini meliputi selalu memikirkan penyakit yang dideritanya, kendala ekonomi, waktu berkumpul dengan keluarga yang dimiliki sangat sedikit karena anak-anaknya tidak berada satu rumah atau berlainan kota dengan subyek, terpikirkan anaknya yang belum menikah, sering merasa kesepian, kadang sulit tidur dan kurangnya nafsu makan. Usaha untuk meredam rasa kecemasan ini dapat dilakukan usia lanjut dengan memahami diri sendiri diri dengan baik bahwa sebagai usia lanjut memang kemampuannya sudah tidak seperti waktu muda dulu. Usia lanjut ini dapat lebih mendekatkan diri pada tuhan, menghibur diri, berolahraga, beraktivitas dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini yaitu apakah ada hubungan antara konsep diri dengan tingkat kecemasan usia lanjut dalam menghadapi kematian di Desa Gembong Kecamatan Gembong Kabupaten Pati. C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan antara konsep diri dengan tingkat kecemasan usia lanjut dalam menghadapi kematian di Desa Gembong Kecamatan
7 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan citra tubuh usia lanjut di Desa Gembong Kecamatan b. Mendeskripsikan ideal diri usia lanjut di Desa Gembong Kecamatan c. Mendeskripsikan harga diri usia lanjut di Desa Gembong Kecamatan d. Mendeskripsikan peran usia lanjut di Desa Gembong Kecamatan e. Mendeskripsikan identitas diri usia lanjut di Desa Gembong Kecamatan f. Mendeskripskan tingkat kecemasan usia lanjut dalam menghadapi kematian di Desa Gembong Kecamatan g. Menganalisis hubungan antara citra tubuh dengan tingkat kecemasan usia lanjut dalam menghadapi kematian di Desa Gembong Kecamatan h. Menganalisis hubungan antara ideal diri dengan tingkat kecemasan usia lanjut dalam menghadapi kematian di Desa Gembong Kecamatan i. Menganalisis hubungan antara harga diri dengan tingkat kecemasan usia lanjut dalam menghadapi kematian di Desa Gembong Kecamatan j. Menganalisis hubungan antara peran dengan tingkat kecemasan usia lanjut dalam menghadapi kematian di Desa Gembong Kecamatan k. Menganalisis hubungan antara identitas diri dengan tingkat kecemasan usia lanjut dalam menghadapi kematian di Desa Gembong Kecamatan
8 D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini di harapkan dapat mengembangkan ilmu keperawatan, khususnya keperawatan gerontik dan keperawatan komunitas. b. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya ilmu keperawatan dalam meningkatkan profesionalisme pelayanan terhadap lanjut usia. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Keluarga Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat meningkatkan dukungan keluarga terhadap usia lanjut agar dapat mengurangi tingkat kecemasannya. b. Bagi Lanjut Usia Diharapkan usia lanjut dapat memahami diri sendiri melalui konsep diri yang positif untuk mengatasi kecemasan dalam menghadapi kematian. c. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi masyarakat mengenai pentingnya konsep diri untuk mengatasi kecemasan dalam menghadapi kematian. E. Bidang Ilmu Penelitian ini merupakan penelitian dibidang keperawatan yang memfokuskan pada bidang keperawatan gerontik dalam konteks keperawatan komunitas.