Bibit sapi potong Bagian 7 : Sumba Ongole

dokumen-dokumen yang mirip
Bibit kerbau Bagian 3 : Sumbawa

Bibit sapi potong Bagian 6: Pesisir

Bibit sapi potong - Bagian 4 : Bali

Bibit sapi potong Bagian 1: Brahman Indonesia

Bibit sapi potong - Bagian 3 : Aceh

Bibit sapi potong - Bagian 2: Madura

Bibit sapi perah holstein indonesia

Bibit sapi peranakan Ongole (PO)

Bibit sapi Bali SNI 7355:2008

Tugas Mata Kuliah Agribisnis Ternak Potong (Peralatan Untuk Perawatan Ternak Potong, Pemotongan Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh

Bibit babi Bagian 4 : Hampshire

Bibit kerbau - Bagian 1: Lumpur

Bibit induk (parent stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 1: Ayam ras tipe pedaging

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

Bibit niaga (final stock) umur sehari/kuri (day old chick) Bagian 2: Ayam ras tipe petelur

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELUARAN BIBIT SAPI BALI SENTRA TERNAK SOBANGAN

Bibit domba Garut SNI 7532:2009

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan.

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 071 TAHUN 2013 TENTANG PENGELUARAN TERNAK DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina

Kulit masohi SNI 7941:2013

PENDAHULUAN. tubuh yang akhirnya dapat dijadikan variable untuk menduga bobot badan. Bobot

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

Kayu bundar jenis jati Bagian 3: Pengukuran dan tabel isi

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

Kayu gergajian Bagian 3: Pemeriksaan

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi

Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii )

MATERI DAN METODE. ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm.

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

Semen beku Bagian 2: Kerbau

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

Semen cair babi SNI 8034: Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di dan tidak untuk di

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

Kayu lapis indah jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis, Valenciences) - Bagian 1: Induk

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

Air demineral SNI 6241:2015

Gaharu SNI 7631:2011. Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

Air mineral SNI 3553:2015

Tata cara pengukuran kecepatan aliran pada uji model hidraulik fisik (UMH-Fisik) dengan alat ukur arus tipe baling-baling

BAB III MATERI DAN METODE. Kambing PE CV. Indonesia Multi Indah Farm Desa Sukoharjo Kecamatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

Tuna dalam kemasan kaleng

PERSYARATAN MUTU BENIH DAN/ATAU BIBIT TERNAK HASIL PRODUKSI DI DALAM NEGERI. No Nomor SNI Jenis Benih dan/atau Bibit Ternak

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan febuari 2013, yang berlokasi

Spesifikasi blok pemandu pada jalur pejalan kaki

Bambu lamina penggunaan umum

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) Bagian 2 : Benih

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Susu segar-bagian 1: Sapi

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

Identifikasi Fenotipik Sapi Hitam- Peranakan Angus di Kabupaten Sragen

Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa

Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 1: Induk kelas induk pokok (Parent stock)

Semen beku Bagian 1: Sapi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

Air mineral alami SNI 6242:2015

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis, Valenciences) - Bagian 2: Benih

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

MATERI DAN METODE. Prosedur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

Semen beku Bagian 1: Sapi

Transkripsi:

Standar Nasional Indonesia Bibit sapi potong Bagian 7 : Sumba Ongole ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional

BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan cara dan dalam bentuk apapun serta dilarang mendistribusikan dokumen ini baik secara elektronik maupun tercetak tanpa izin tertulis dari BSN BSN Email: dokinfo@bsn.go.id www.bsn.go.id Diterbitkan di Jakarta

Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Persyaratan mutu... 1 4 Cara pengukuran... 4 Bibliografi... 8 Tabel 1 Persyaratan minimum kuantitatif bibit sapi sumba ongole jantan... 4 Tabel 2 Persyaratan minimum kuantitatif bibit sapi sumba ongole betina... 4 Tabel 3 Taksiran umur berdasarkan gigi seri permanen... 5 Gambar 1 Contoh bibit sapi sumba ongole jantan... 3 Gambar 2 Contoh bibit sapi sumba ongole betina... 3 Gambar 3 Contoh alat ukur yang digunakan... 4 Gambar 4 Cara pengukuran bibit sapi sumba ongole... 6 Gambar 5 Cara pengukuran skrotum sapi sumba ongole jantan... 7

Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI) Bibit sapi potong - Bagian 7 : Sumba ongole ini disusun oleh Subkomite Teknis 67-03-S1: Bibit Ternak untuk: 1. Memberikan jaminan kepada konsumen tentang mutu bibit sapi potong sumba ongole; 2. Meningkatkan produktivitas sapi potong sumba ongole di Indonesia; dan 3. Meningkatkan kualitas genetik sapi potong sumba ongole. Standar ini merupakan hasil pembahasan rapat teknis dan terakhir disepakati dalam rapat konsensus yang dilaksanakan di Bogor pada tanggal 30 Nopember 2015 yang dihadiri oleh anggota Subkomite Teknis 67-03-S1 dan instansi terkait lainnya. Standar ini juga telah melalui jajak pendapat pada tanggal 28 Januari 2016 sampai dengan 28 Maret 2016 dan tahap pemungutan suara pada tanggal 18 Mei 2016 sampai dengan 17 Juli 2016 dengan hasil akhir RASNI. BSN 2016 ii

Pendahuluan Sapi sumba ongole merupakan salah satu rumpun sapi potong lokal Indonesia yang telah menyebar di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan beberapa daerah lainnya. Sapi sumba ongole memiliki keunggulan adaptasi pada lingkungan yang ekstrim, mempunyai pertumbuhan yang cepat, menghasilkan karkas dan daging yang tinggi, serta memegang peranan dalam sosial ekonomi sebagai penyedia daging di Indonesia. Sapi sumba ongole telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 427/Kpts/SR.120/3/2014 tentang Penetapan Rumpun Sapi Sumba Ongole. Salah satu aspek penting dalam proses produksi sapi potong adalah ketersediaan bibit yang sesuai standar. Oleh sebab itu standar bibit sapi sumba ongole perlu ditetapkan sebagai acuan bagi pelaku usaha dalam upaya mengembangkan sapi sumba ongole. BSN 2016 iii

1 Ruang lingkup Bibit sapi potong Bagian 7 : Sumba ongole Standar ini menetapkan persyaratan mutu dan cara pengukuran bibit sapi sumba ongole. 2 Istilah dan definisi 2.1 sapi sumba ongole salah satu rumpun sapi potong lokal Indonesia yang wilayah sebarannya di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan beberapa daerah lainnya, mempunyai karakteristik bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi pada berbagai lingkungan di Indonesia 2.2 bibit sapi sumba ongole sapi sumba ongole yang mempunyai sifat unggul dan mewariskannya serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan 2.3 rumpun segolongan ternak dari suatu jenis yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat diwariskan pada keturunannya 2.4 dokter hewan berwenang dokter hewan yang ditetapkan oleh menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan jangkauan tugas pelayanannya dalam rangka penyelenggaraan kesehatan hewan 2.5 penyakit hewan menular strategis penyakit hewan yang dapat menimbulkan angka kematian dan/atau angka kesakitan yang tinggi pada hewan, dampak kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau bersifat zoonotik 3 Persyaratan mutu Bibit sapi sumba ongole harus memenuhi persyaratan mutu yang terdiri dari persyaratan umum dan persyaratan khusus. BSN 2016 1 dari 8

3.1 Persyaratan umum Persyaratan umum bibit sapi sumba ongole terdiri dari : 1) Sehat dan bebas dari penyakit hewan menular strategis yang dinyatakan oleh dokter hewan yang diberi kewenangan untuk menerbitkan surat keterangan kesehatan hewan 2) Bebas dari segala bentuk cacat fisik dan cacat organ reproduksi. 3) Bibit sapi sumba ongole jantan memiliki libido dan kualitas semen yang baik 4) Bibit sapi sumba ongole betina memiliki ambing normal dan tidak memiliki gangguan reproduksi permanen. 3.2 Persyaratan khusus Persyaratan kualitatif bibit sapi sumba ongole terdiri dari : 3.2.1 Persyaratan kualitatif Persyaratan kualitatif bibit sapi sumba ongole terdiri dari : 1) Warna a. Tubuh dominan putih sampai ke abu-abuan; b. Hidung hitam; c. Ekor putih dengan bagian ujung berwarna hitam; d. Gumba abu-abu sampai hitam. 2) Bentuk a. Tubuh tinggi besar; b. Mata besar dan jernih; c. Tanduk jantan lebih pendek dari betina; d. Gelambir menggantung dari leher hingga tulang dada (sternum). e. Gelambir jantan lebih lebar dan panjang dibanding betina f. Punuk jantan lebih besar dari betina. Contoh bibit sapi sumba ongole jantan dan betina sebagaimana Gambar 1 dan Gambar 2. BSN 2016 2 dari 8

Gambar 1 Contoh bibit sapi sumba ongole jantan Gambar 2 Contoh bibit sapi sumba ongole betina BSN 2016 3 dari 8

3.2.2 Persyaratan kuantitatif Persyaratan minimum kuantitatif bibit sapi sumba ongole jantan dan betina sebagaimana tercantum pada Tabel 1 dan Tabel 2. Umur (bulan) 18 - < 24 24 30 Tabel 1 Persyaratan minimum kuantitatif bibit sapi sumba ongole jantan Parameter Kelas (minimum) Satuan I II III Tinggi pundak cm 143 136 129 Panjang badan cm 142 135 128 Lingkar dada cm 176 169 162 Lingkar skrotum cm 26 Tinggi pundak cm 147 140 133 Panjang badan cm 145 138 131 Lingkar dada cm 179 172 165 Lingkar skrotum cm 26 Tabel 2 Persyaratan minimum kuantitatif bibit sapi sumba ongole betina Umur (bulan) 18 - < 24 24 30 4 Cara pengukuran Parameter (minimum) Satuan Kelas I II III Tinggi pundak cm 129 124 119 Panjang badan cm 128 123 118 Lingkar dada cm 160 155 150 Tinggi pundak cm 132 127 122 Panjang badan cm 131 126 121 Lingkar dada cm 165 160 155 Dilakukan pada posisi sapi berdiri sempurna di atas permukaan yang rata dengan menggunakan alat pita ukur dan tongkat ukur dengan ketelitian 1 mm sesuai Gambar 3. Gambar 3 Contoh alat ukur yang digunakan BSN 2016 4 dari 8

4.1 Umur Menentukan umur dapat dilakukan melalui catatan kelahiran, atau menaksir umur melalui jumlah gigi seri permanen. Cara penaksiran umur berdasarkan gigi seri permanen seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Taksiran umur berdasarkan gigi seri permanen Gigi seri permanen Contoh gambar Taksiran umur (bulan) 0 pasang <18 1 pasang 18 <24 2 pasang 24 30 4.2 Tinggi pundak Mengukur jarak dari permukaan yang rata sampai bagian tertinggi pundak melewati bagian scapulla secara tegak lurus, menggunakan tongkat ukur sebagaimana ditunjukkan Gambar 4. 4.3 Panjang badan Mengukur jarak dari bongkol bahu (tuberositas humeri) sampai ujung tulang duduk (tuber ischii), menggunakan tongkat ukur sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4. 4.4 Lingkar dada Cara mengukur lingkar dada dengan melingkarkan pita ukur pada bagian dada dibelakang punuk, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4. BSN 2016 5 dari 8

Keterangan gambar: a. Tinggi pundak b. Panjang badan c. Lingkar dada Gambar 4 Cara pengukuran bibit sapi sumba ongole BSN 2016 6 dari 8

4.5 Lingkar skrotum Mengukur lingkar skrotum dengan melingkarkan pita ukur pada diameter terbesar skrotum, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5 Cara pengukuran skrotum sapi sumba ongole jantan BSN 2016 7 dari 8

Bibliografi Agung, P.P, S. Anwar, A.S. Wulandari, A. Sudiro, S.Said, B.Tappa. 2015. The Potency of Sumba Ongole (SO) Cattle: a Study of Genetic Characterization and Carcass Productivity. J.Indonesian Trop. Anim. Agric. 40(2): 71-78. Keputusan Menteri Pertanian No: 427/Kpts/SR.120/3/2014 tentang Penetapan Rumpun Sapi Sumba Ongole. Pradana, R.A. 2013. Identifikasi sifat kuantitatif pada sapi betina Sumba Ongole (SO) sebagai bibit ternak (kasus di PT Karya Anugerah Rumpin Kab Bogor). www.media.unpad.ac.id/thesis Undang undang No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan juncto Undang undang No 41 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang undang No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. BSN 2016 8 dari 8