KORPORASI USAHA PERDESAAN SALAH SATU ALTERNATIF PENGEMBANGAN EKONOMI DESA SESUAI NAFAS PANCASILA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

UU No. 6 Tahun 2014 kesatuan masyarakat hukum berwenang untuk mengatur dan mengurus

BAB II PENGATURAN PEMERINTAH DESA DALAM MENDIRIKAN BADAN USAHAMILIK DESA. A. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Badan Usaha Milik Desa

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PEMERINTAH DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR KABUPATEN BANDUNG BARAT JL. Desa NO : 11 DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR

Pengelolaan. Pembangunan Desa. Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 34 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini

Oleh: Bito Wikantosa Kasubdit Perencanaan dan Pembangunan Partisipatif

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENETAPAN PRIORITAS PENGGUNAAN DANA DESA TAHUN DIREKTORAT PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DITJEN PPMD Jakarta, Oktober 2017

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

REVOLUSI MENTAL DALAM TATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA OLEH : I GEDE KANEKA SETIAWAN, SSTP, MPA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN TUGAS DINAS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

BAB II LANDASAN TEORI. tidak dapat dilihat sebagai bagian yang berdiri sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 26 TAHUN 2006 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. sejak tahun 2015 menurut Undang-undang No.6 Tahun menteri Desa No.21 tahun 2015 tentang prioritas penggunaan

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PROVINSIJAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah. didalamnya menetapkan kebijakan tentang desa dimana penyelenggaraan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I INTRODUKSI. Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SOLUSI DANA AMANAH MASYARAKAT

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

KEWENANGAN PEMERINTAH DESA DALAM MENDIRIKAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

Transkripsi:

KORPORASI USAHA PERDESAAN SALAH SATU ALTERNATIF PENGEMBANGAN EKONOMI DESA SESUAI NAFAS PANCASILA Ascosenda Ika Rizqi Dosen, Universitas Merdeka Pasuruan, Jl. H. Juanda 68, Kota Pasuruan Abstrak Desa merupakan tempat dimana sebagian besar masyarakat Indonesia menyebut sebagai daerah yang jauh dari fasilitas teknologi modern, fasilitas kesehatan yang belum mendukung, fasilitas pendidikan yang belum sesuai dengan arahan negara, serta masih banyak lagi konotasi masalah pedesaan, namun dengan segala kalimat konotasi yang telah disebutkan ternyata desa di Indonesia juga menawarkan denotasi yang menarik untuk dipelajari. Korporasi Desa yang masyarakat ketahui hanyalah sebatas koperasi simpan pinjam dan koperasi unit desa. Usaha desa dewasa ini terangkum dengan nama Badan Usaha Milik Desa atau yang dikenal dengan nama BUMDes. Model pendekatan perekonomian baru inilah yang seharusnya diharapkan masyarakat desa dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat desa sehingga tidak lagi bergantung kepada unit unit tertentu yang pada akhirnya akan memberatkan perekonomian masyarakat desa dan tentunya sesuai dengan nafas pancasila. Kata Kunci: Desa, BUMDes, Pancasila KONSEP PEDESAAN INDONESIA Membicarakan masyarakat Menurut Kessa (2015:12) tentu tidak mudah untuk mengukur keberhasilan dalam upaya upaya pembangunan pemberdayaan masyarakat desa, karena hal ini berkaitan dengan perubahan sikap dan perilaku masyarakat mitra/dampingan, motivasi masyarakat dan pendamping, dan cara menentukan indikator perubahan, oleh sebab itu, dalam kesempatan ini akan dimbahas beberapa hal penting yang dapat digunakan untuk mengukur perubahan sikap dan perilaku masyarakat mitra/dampingan melalui kegiatan membangun perencanaan bersama masyarakat. Kessa (2015:12) menambahkan bahwa Menyusun sebuah rencana yang baik mestinya didukung oleh sejumlah data dan informasi yang memadai agar rencana yang disusun dapat memecahkan masalah yang ditemui atau dialami masyarakat desa melalui potensi yang dimiliknya. Permasalahannya adalah jenis data apa yang dibutuhkan, sumber informasi, jenis dan kedalaman data, bagaimana cara memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan. 31

Masyarakat yang dimaksud adalah Masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan yang sering sekali dijumpai diseluruh wilayah Republik Indonesia. Masyarakat perkotaan menjalin hubungan simbiosis mutualisme dengan masyarakat pedesaan, karena sebagian hidup masyarakat perkotaan juga tidak lepas dari kebergantungan masyarakat pedesaan, salah satu contoh masalah pangan yang sudah sejauh ini masyarakat kota mendapatkannya dari bantuan masyarakat desa. Desa yang sejauh pengamatan merupakan tempat dimana sebagian besar masyarakat Indonesia menyebut sebagai daerah terluar dari perkotaan yang jauh dari fasilitas teknologi modern, fasilitas kesehatan yang belum mendukung, fasilitas pendidikan yang belum sesuai dengan arahan negara, serta masih banyak lagi konotasi masalah pedesaan, namun dengan segala kalimat konotasi yang telah disebutkan ternyata desa di Indonesia juga menawarkan denotasi yang menarik untuk dipelajari, seperti: nuansa alam yang menakjubkan, masyarakat yang guyub tanpa ragu membedakan strata sosial, hasil alam yang mampu dinikmati oleh masyarakat luas serta masih banyak hal positif dari desa yang bisa dipelajari. Menurut Ihsan (2015:8) Desa merupakan entitas penting dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keberadaan desa telah ada sejak sebelum NKRI diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Desa dimasa lampau menyitir Rosyidi Ranggawidjaya merupakan komunitas sosial dan merupakan pemerintahan asli bangsa Indonesia yang keberadaannya telah ada jauh sebelum Indonesia berdiri. Bahkan terbentuknya Indonesia mulai dari pedesaan. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia adalah pedesaan. Jika dibandingkan jumlah kota dan desa, perbandingannya akan lebih besar jumlah desa dibanding kota. Jumlah ibu kota provinsi, kota madya, dan kabupaten, sekitar 500 kota. Jumlah desa pada tahun 2015 adalah 74.093 desa. Namun sekian lama, desa desa terlupakan dan belum mendapat perhatian langsung dari pemerintah. Desa sebelumnya selalu dipandang sebagai obyek pembangunan yang mengandalkan tetesan sisa anggaran pembangunan perkotaan. Dampaknya desa menjadi daerah tertinggal dan minim pembangunan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia desa merupakan kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai 32

oleh seorang Kepala Desa) atau desa merupakan kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan. Menurut UU nomor 6 tahun 2014 pasal 1 ayat 1 desa merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, adapun penjelasannya berbunyi sebagaimana berikut: Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengaturan mengenai desa menghendaki penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan desa, ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan UU nomor 6 tahun 2014 pasal 4 sebagaimana berikut: a. Memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; c. Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; d. Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama; e. Membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; f. Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; g. Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; h. Memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan 33

i. Memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka pembangunan ekonomi perdesaan dalam merancang peningkatan pendapatan masyarakat dan desa, salah satunya adalah mewujudkan usaha korporasi desa, dengan pola pendekatan yang menempatkan masyarakat sebagai pemegang saham dan sekaligus pemilik, atas usaha korporasi tersebut. Dalam penerapan usaha korporasi, menuntut adanya pelaku di tingkat masyarakat yang mempersyaratkan keahlian dan ketrampilan dalam mendorong masyarakat untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan, diantaranya : 1. Menggerakan masyarakat, 2. Memberikan motivasi, 3. Menyerap aspirasi masyarakat 4. Menyalurkan usulan dan ide masyarakat, 5. Melakukan peningkatan kapasitas masyarakat Perdesaan apabila dilihat secara mendalam dari prespektif ekonomi, banyak potensi dan peluang usaha yang dapat dibuat dan dikerjakan. Pemikiran kreatif yang mendorong terhadap dinamika ekonomi perdesaan menjadi usaha dalam skala perdesaan sebagai produk unggulan yang dapat dihasilkan belum banyak dikerjakan. Kegiatan usaha perdesaan umumnya dikelola sendiri oleh masing masing keluarga sebagai usaha perorangan, bukan usaha yang dikelola antara pemerintah desa dan masyarakat. Salah satu yang dapat memperkuat perekonomian perdesaan dalam kerangka otonomi daerah adalah Pengembangan Usaha Korporasi usaha perdesaan. Dengan adanya usaha korporasi desa, diharapkan adanya kesatuan langkah koordinatif pengembangan ekonomi perdesaan yang dapat dilakukan secara bersama antara pemerintah desa dengan masyarakat. Selama ini dalam upaya melakukan kegiatan pembangunan perdesaan lebih mengandalkan adanya dukungan dana yang bersumber dari APBD tingkat pemerintah daerah Kabupaten, alokasi ADD maupun dukungan alokasi dana dekonsentrasi. Penggunaan sumber dana tersebut, lebih difokuskan untuk kegiatan pembangunan prasarana dan sarana perdesaan atau kebutuhan pembangunan phisik, 34

sedang yang bersifat non teknis diharapkan desa dapat mendorong dan memfasilitasi kegiatan pembangunan, Dukungan Pemerintah melalui regulasi yang telah ditetapkan dalam mendorong pemerintah desa bersama masyarakat untuk mengembangkan perekonomi desa, adalah UU No 32 tahun 2004 (ps 78 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 (ps 78 ayat (1). Dalam rangka membangun perekonomian desa yang kuat, efisien, ada 5 (lima) langkah yang perlu dilakukan, adalah : Kelima langkah tersebut didasarkan pada permasalah pokok yaitu: a. belum optimalnya pemerintah dalam mendorong terbangunnya sektor usaha yang efisien dan berjalannya mekanisme pasar yang dapat mendistribusikan pendapatan yang merata, b. rendahnya posisi tawar masyarakat untuk merespon permintaan kebutuhan pasar, c. rendahnya daya beli masyarakat dan belum berjalannya pemasaran hasil produksi yang efisien, d. rendahnya akses usaha rakyat ke input produksi (modal, teknologi, lahan, tenaga kerja), dan e. belum adanya keterkaitan usaha besar dengan usaha rakyat yang sinergis dan setara. Artinya, desa harus memperkuat relasi dan mengintegrasikan diri dengan seluruh kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut diharapkan secara teratur berinteraksi dengan pemerintahan setempat, dan secara bertahap dapat meningkatkan bagi proses penguatan pemerintahan dan ekonomi desa. Secara konseptual usaha korporasi usaha perdesaan, banyak pilihan diantaranya adalah : a. Pengembangan ekonomi perdesaan berbasis ekonomi rakyat melalui pemanfaatan sumberdaya alam, penguatan kegiatan on-farm dan off-farm, dan industrialisasi pertanian yang ramah lingkungan; b. Penggunaan teknologi produksi/pertanian yang tepat guna untuk menjamin kualitas produk, efisiensi produksi, dan daya saing usaha; c. Pengembangan kegiatan usaha ekonomi produktif yang dimiliki dan dikelola masyarakat setempat dengan dukungan dunia usaha dan lembaga keuangan (Bank dan LKM); 35

d. Pengembangan investasi pada produk komoditi yang memiliki siklus hidup yang panjang (long life product cycle), berbasis sumber daya yang terbarukan, harga komoditi yang tinggi, permintaan pasar yang terbuka. e. Pemaketan investasi pada produksi skala luas/besar untuk mempermudah pengerahan dana & kelayakan usaha, namun tetap dimiliki masyarakat; f. Adopsi industri klaster untuk mendukung mata rantai proses produksi, pengolahan, dan pemasaran, diversifikasi produk, nilai tambah produk, dan penciptaan pekerja kreatif (kawasan produksi/agro-industri); g. Adopsi model pengkotaan desa (rural urbanization model) KORPORASI USAHA PERDESAAN Membicarakan usaha desa dewasa ini yang masyarakat ketahui hanyalah sebatas koperasi simpan pinjam dan koperasi unit desa yang salah satu kegiatannya melakukan simpan pinjam kepada anggota koperasi guna melancarkan kegiatan perekonomian di desa tersebut. Namun dengan adanya otonomi desa diperkuat dengan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 mengisyaratkan usaha desa tidak hanya sebatas yang sudah dijalankan selama ini. Adapun usaha desa tersebut terangkum dengan nama Badan Usaha Milik Desa atau yang dikenal dengan nama BUMDes. Tujuan didirikannya BUMDes menurut Cahyanto (2012:334) dalam prosidingnya di kongres Pancasila IV meliputi: 1. Menghindarkan anggota masyarakat desa dari pengaruh pemberian pinjaman uang dengan bunga tingi yang merugikan masyarakat. 2. Meningkatkan peranan masyarakat desa dalam mengelola sumber pendapatan lain yang sah 3. Memelihara dan meningkatkan adat kebiasaan gotong royong masyarakat, gemar menabung secara tertib, teratur dan berkelanjutan 4. Mendorong tumbuh dan berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat desa 5. Mendorong berkembangnya usaha sektor informal untuk dapat menyerap tenaga kerja masyarakat di desa 6. Meningkatkan kreativitas berwirausaha anggota masyarakat desa yang berpenghasilan rendah 36

7. Menjadi tulang punggung pertumbuhan perekonomian desa dan pemerataan pendapatan Model pendekatan perekonomian baru inilah yang seharusnya diharapkan masyarakat desa dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat desa sehingga tidak lagi bergantung kepada unit unit tertentu yang pada akhirnya akan memberatkan perekonomian masyarakat desa dan tentunya sesuai dengan nafas pancasila yang saat ini terus digaungkan. Sebagai salah satu roda penggerak perekonomian di desa tetunya BUMDes harus dikelola secara mandiri dan tepat serta tanpa campur tangan pemerintah, sehingga harapan masyarakat desa mampu memenuhi dan menjawab permintaan pasar saat ini, sehingga keberadaan BUMDes harus terus dikelola secara teratur dan dikontrol secara rutin dengan semangat kebersamaan. Adapun ciri utama dari BUMDes menurut Cahyanto (2012:335) adalah sebagaimana berikut: 1) modal usaha 51% berasal dari desa dan 49% berasal dari masyarakat melalui modal; 2) bidang usaha yang dijalankan didasarkan pada potensi dan hasil informasi pasar; 3) pelaksanaannya dikontrol secara bersama baik dari Masyarakat maupun pemerintah desa serta badan desa yang terkait; 4) difasilitasi oleh pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah propinsi maupun pemerintah desa. Pembahasan mengenai ciri khas BUMDes inilah yang menguatkan bahwa korporasi tersebut diupayakan bersifat mandiri, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tetap menjalankan amanah butir butir pancasila yaitu sila kelima berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang salah satu isinya berbunyi: Mengembangkan perbuatan perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong serta bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkedilan sosial. 37

SIMPULAN Desa merupakan entitas penting dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keberadaan desa telah ada sejak sebelum NKRI diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Desa mengandalkan tetesan sisa anggaran pembangunan perkotaan, dampaknya desa menjadi daerah tertinggal dan minim pembangunan. Peraturan mengenai desa menghendaki penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan desa, tujuannya untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Salah satu kebutuhan masyarakat desa adalah salah satunya mengenai usaha desa yang terangkum dengan nama Badan Usaha Milik Desa atau yang dikenal dengan nama BUMDes. Sebagai salah satu roda penggerak perekonomian di desa harapannya BUMDes harus dikelola secara mandiri dan tepat serta tanpa campur tangan pemerintah, sehingga harapan masyarakat desa mampu memenuhi dan menjawab permintaan pasar. ciri khas BUMDes inilah yang menguatkan bahwa korporasi tersebut diupayakan bersifat mandiri, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tetap menjalankan amanah butir butir pancasila yaitu sila kelima berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang salah satu isinya berbunyi: Mengembangkan perbuatan perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong serta bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkedilan sosial. 38

DAFTAR PUSTAKA Cahyanto, Sugeng Setya. 2012. Semangat Gotong Royong dari Badan Usaha Milik Desa Menuju Masyarakat Adil dan Sejahtera. Kongres Pancasila: UGM Yogyakarta (https://books.google.co.id/books?id=zqkvagaaqbaj&pg=pa334&lpg=pa33 4&dq=BUMDES+sesuai+nilai+pancasila&source=bl&ots=d9qPjFVsqv&sig=al v6vb4mvxojmqshykyecyyomle&hl=en&sa=x&ved=0ahukewjkg8tv97 rpahwgti8khf_6cweq6aeigjaa#v=onepage&q&f=false) diambil tanggal 29 September 2016 Ihsan, Mustofa Moch. 2015. Ketahanan Masyarakat Desa buku 8. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal: Jakarta Kessa, Wahyudi. 2015. Perencanaan Pembangunan Desa Buku 6. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal: Jakarta Undang Undang nomor 6 tahun 2014 Undang Undang nomor 32 tahun 2004 Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 39