OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT TRIIODOTYRONINE (T 3 ) METODE COATED TUBE

dokumen-dokumen yang mirip
UJI BANDING KIT RIA T3 PRODUK PRR-BATAN SISTEM COATED TUBE DENGAN PRODUK IZOTOP- HUNGARIA. Triningsih, Puji Widayati, Sutari dan Sri Setiyowati

PENGARUH WAKTU DAN SUHU INKUBASI PADA OPTIMASI ASSAY KIT RIA MIKROALBUMINURIA

OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT IRMA CA-125

UJI BANDING KIT IMMUNORADIOMETRICASSAY

OPTIMASI PEMBUATAN COATED TUBE HUMAN SERUM ALBUMIN (HSA) UNTUK KIT RADIOIMMUNOASSAY (RIA) MIKROALBUMINURIA

OPTIMASI PENANDAAN CA 15.3 DENGAN NA 125 I PRODUKSI PRR SEBAGAI PERUNUT KIT IRMA CA 15.3 ABSTRAK ABSTRACT PENDAHULUAN

PEMBUATAN KIT RIA AFLATOKSIN B1 : PEMBUATAN ANTIBODI AFLATOKSIN B1 DI PUSAT RADIOISOTOP DAN RADIOFARMAKA TAHUN 2010

Produksi Kit Immunoradiometricassay (IRMA) CA-125 untuk Deteksi Dini Kanker Ovarium

Puji Widayati1, Agus Ariyanto\ Triningsih\ Veronika Yulianti Susilo\ Wening Lestari1. IPusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka - BATANSerpong

PENGARUH SUHU DAN WAKTU INKUBASI PADA UJI STANDARISASI HORMON PROGESTERON

UJI KLINIS KIT RIA MIKROALBUMINURIA

Peningkatan Kemurnian Radiokimia Iodium-125 Produksi PRR dengan Natrium Metabisulfit dan Reduktor Jones

PENGAPLIKASIAN KIT RIA BATAN UNTUK PENGUKURAN PROGESTERON SUSU SAPI

TIGA JENIS PARTIKEL MAGNETIK SEBAGAI PENDUKUNG FASA PADAT PADA RIA T3

PEMBUA TAN KOMPONEN KIT IMMUNORADIOMETRICASSA Y (IRMA) CA 15.3 UNTUK DETEKSI KANKER PAYUDARA

PREPARASI SAMPEL UNTUK PENGUKURAN HORMON PROGESTERON SAPI PADA APLIKASI TEKNIK RADIOIMMUNOASSAY

PENINGKATAN KEMURNIAN RADIOKIMIA IODIUM -125 PRODUKSI PRR DENGAN NATRIUM METABISULFIT DAN REDUKTOR JONES

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

3 Metodologi Penelitian

PRODUKSI IODIUM-125 MENGGUNAKAN TARGET XENON ALAM

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

PEMBUATAN LARUTAN STANDAR DAN PEREAKSI PEMISAH KIT RIA T3. Darlina

OPTIMASI BEBERAPA PARAMETER ASSAY KIT RADIOIMMUNOASSAY AFLATOKSIN B 1

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

ANALISIS PERHITUNGAN KETEBALAN PERISAI RADIASI PERANGKAT RIA IP10.

PEREKAYASAAN PENCACAH RIA IP10.1 UNTUK DIAGNOSIS KELENJAR GONDOK

5. Diagnosis dengan Radioisotop

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

PEMBUATAN KIT RIA 125 I-PROGESTERON UNTUK PENENTUAN PROGESTERON DALAM SUSU SAPI

3 METODOLOGI PENELITIAN

PENENTUAN KONSENTRASI SULFAT SECARA POTENSIOMETRI

PEMISAHAN 54 Mn DARI HASIL IRADIASI Fe 2 O 3 ALAM MENGGUNAKAN RESIN PENUKAR ANION

KARAKTERISASI COUNTER 5X16 BIT PADA PERANGKAT RIA SAMPLE CHANGER AUTOMATIC MULTI DETECTOR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

PREPARASI PEREAKSI KIT IMMUNORADIOMETRlCASSAY FREE PROSTATE SPECIFIC ANTIGEN UNTUK DETEKSI KANKER PROSTAT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

APLIKASI MIKROKONTROLER AVR SEBAGAI ANTAR MUKA DETEKSI FUNGSI GINJAL

3 Metodologi Percobaan

3 Metodologi Penelitian

PENENTUAN BERAT MOLEKUL MELALUI METODE PENURUNAN TITIK BEKU (CRYOSCOPIC)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

BAB 4 METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PEREKAYASAAN PERANGKAT PENCACAH RIA IP10 UNTUK DIAGNOSA TUMOR PAYUDARA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA KELARUTAN TIMBAL BALIK SISTEM BINER FENOL AIR

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

3. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

PENENTUAN PROFIL ELUSI 125 I SEBAGAI PERUNUT UNTUK TUJUAN RADIOIMMUNOASSAY (RIA) Maiyesni, Mujinah, Dede Kurniasih, Witarti, Triyanto, Herlan S.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Darlina ABSTRAK ABSTRACT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

4 Hasil dan Pembahasan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN A KOMPOSISI PREMIX DAN KOMPOSISI PAKAN NORMAL BR 1. Premix (PT. Eka Farma, Medan)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 :

HASIL PRAKTIKUM METABOLISME II Perbedaan Kadar Trigliserida Pada Pria Dan Wanita Setelah Mengkonsumsi Kuning Telur

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Dalam kegiatan penelitian ini yang diperlukan adalah peralatan laboratorium,

3 Metodologi Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

BAB III MATERI DAN METODE. Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Analisis sampel dilaksanakan

PROSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI YELLOW CAKE MENGGUNAKAN AIR HANGAT DAN ASAM NITRAT

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH KUAT ARUS PADA ANALISIS LIMBAH CAIR URANIUM MENGGUNAKAN METODA ELEKTRODEPOSISI

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

3 Metodologi Penelitian

RADIOKALORIMETRI. Rohadi Awaludin

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik,

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

OPTIMASI PEMBUATAN KIT IRMA CA 125

III. METODOLOGI PENELITIAN

IMMUNORADIOMETRICASSA Y (IRMA) DALAM DETEKSI DAN PEMANTAUAN KANKER. Wayan Rediatning S., Sukiyati OJ. Pusat Pengembangan Radioisotop dan Radiofarmaka

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

PENGARUH KANDUNGAN URANIUM DALAM UMPAN TERHADAP EFISIENSI PENGENDAPAN URANIUM

autologous control yang positif mengindikasikan adanya keabnormalan pada pasien itu sendiri yang disebabkan adanya alloantibody di lapisan sel darah

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

Transkripsi:

OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT TRIIODOTYRONINE (T 3 ) METODE COATED TUBE Sutari, Veronika Yulianti S, Gina Mondrida,Triningsih, Agus Arianto, Puji Widayati Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka BATAN,PUSPIPTEK Serpong, Tangerang 15310 E-mail : tarisb@batan.go.id ABSTRAK OPTIMASI RANCANGAN ASSAY KIT TRIIODOTHYRONINE (T 3 ) METODE COATED TUBE. Triiodothyronine (T 3 ) adalah salah satu hormon yang diekskresikan oleh kelenjar tiroid. Sernyawa T 3 dianggap sebagai molekul biologis paling aktif yang diproduksi hingga sekitar 80% melalui deiodinasi tetraiodothironin (T 4 ) di dalam jaringan pheripheral.teknik Untuik mendeteksi adanya hormon pada kelenjar tiroid ini, diperlukan suatu yang dapat mengukur jumlah hormon dengan konsentrasi yang sangat kecil dalam darah. Teknik radioimmunoassay (RIA) mempunyai kesensitifan dan kespesifikan yang tinggi, sangat sesuai untuk kebutuhan ini. Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) Badan Tenaga Nuklir Nasional sejak tahun 1995 telah mengembangkan kit RIA-T3 dengan metode Coated tube. Pada penelitian ini dilakukan optimasi kondisi assay kit RIA-T3 PRR. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan kit RIA-T 3 yang handal dengan rancangan dan kondisi assay yang optimum. Optimasi dilakukan dengan mencari nilai ikatan maksimum dari variasi berbagai komponen kit meliputi volume standar,cacahan perunut, volume perunut dan volume assay buffer. Hasil yang optimum diperoleh pada volume standar 50 µl dengan cacahan perunut sekitar 20000 cpm, volume perunut 50 µl dan volume assay buffer 250 µl. Kondisi assay yang optimum dicapai dengan inkubasi pada suhu ruang sambil diaduk dengan memakai shaker selama 2 jam. Pada assay dengan kondisi optimum tersebut di atas, diperoleh ikatan maksimum (maximum binding) sebesar 71,50 % ± 3,00 dan non spesifik binding (NSB) 1,43%. Kata kunci : Optimasi,Triiodothyronine, Radioimmunoassay. Coated Tube ABSTRACT OPTIMATION ASSAY DESIGN OF TRIIODOTHYRONINE (T 3 ) RIA KIT COATED TUBE METHOD..Triodothyronine (T 3 ) is one of hormones that is secreted by thyroid gland. The T 3 is a biologicaly active molecule that is produced up to 80% by deiodination tetraiodothironine (T 4 ) in pheriperal tissue. In order the measure the existeence of this hormone, a method is needed to detect this sustance at a very low concentration in blood. Radioimmunoassay (RIA) offers a highly sensitive and spesific method is suitable for this demand. Therefore, since 1995 the Centre Radioisotope and Radiopharmaceuticals - National Nuclear Energy Agency has developed T 3 RIA kit coated tube method. The aim of this research is optainednan reliable T 3 RIA kit - with optimum design and condition of assay. Data obtained from optimation of kit component, optimum condition was obtained using 50 µl of standard solution, 50 µl tracer at ± 20000 cpm and 250 µl assay buffer. This optimum assay condition was performed by incubating the assay sistem in room temperatur while shaking for two hours, giving maximum binding valued 71,50 % ± 3,00 and non spesific binding 1.43 %. Keywords: Optimation, Triiodothyronine, Radioimmunoassay,Coated Tube PENDAHULUAN T riiodothyronine (T 3 ) adalah salah satu hormon yang diekskresi oleh kelenjar tiroid. T 3 dianggap sebagai molekul biologis yang paling aktif yang diproduksi hingga sekitar 80% melalui deiodinasi tetraiodothironin (T 4 ) di dalam jaringan pheripheral [1]. Tiroid adalah salah satu kelenjar endokrin dengan berat kurang lebih 2-3 gram pada anak dan 18-20 gram pada orang Buku II hal 230

dewasa. Kelenjar ini ditemukan pada leher berbentuk seperti kupu-kupu. Hormon T 3 dalam serum normal berkisar antara 1,4-3,3 nmol/l untuk wanita dan 1,0 2,6 nmol/l untuk pria. Jika fungsi kelenjar tiroid terganggu maka sirkulasi hormon tiroid (T 3 dan T 4 ) dalam darah akan tidak normal, sehingga akan menyebabkan beberapa penyakit tiroid seperti: gangguan pada janin,abortus cacat bawaan, retardadasi mental, bisu tuli kelumpuhan dan kerdil. Ketidaknormalan tersebut pada anak-sekolah dapat ditunjukkan dengan prestasi dan IQ anak yang kurang, sedangkan pada orang dewasa dapat menyebabkan gangguan pada gondok dan segala jenis komplikasinya bahkan sampai terjadi kanker kelenjar tiroid. [1,2] Keberadaan T 3 secara signifikan diketahui pada daerah euthyroid, dan total kadar T 3 dapat digunakan untuk skrining terhadap gangguan tiroid setelah dilakukan dengan beberapa tes pengujian. Untuk menentukan kadar hormon T 3 pada kelenjar tiroid diperlukan suatu metode yang dapat mengukur jumlah hormon dalam konsentrasi yang sangat kecil, salah satunya adalah dengan menggunakan teknik radioimmunoassay (RIA). [1,8] Teknik RIA merupakan teknik pengukuran yang didasarkan pada reaksi immunologi yaitu reaksi antigen dan antibodi dengan menggunakan radioisotop sebagai perunut, sehingga mudah dideteksi. Teknik RIA dikembangkan oleh Yalow & Berson didasarkan pada reaksi kompetisi antara antigen bertanda radioaktif (Ag*) dan antigen tak bertanda (Ag) yang terdapat dalam cuplikan/standar terhadap antibodi yang jumlahnya terbatas. Dalam analisis kuantitatif jumlah antigen bertanda dan antibodi adalah tetap, maka jumlah antigen tak bertanda yang ada dalam standar bervariasi. Makin banyak antigen tak bertanda (Ag) yang ada dalam cupplikan/standar, makin sedikit kompleks Ag*-Ag yang terbentuk. Banyaknya Ag*-Ab yang terbentuk diukur dengan pencacah gamma. [3,4,5] Pada teknik RIA, setelah kesetimbangan reaksi dicapai, maka perlu dilakukan tahap pemisahan dimana ligan yang terikat dan yang bebas harus dipisahkan. Ada dua sitem pemisahan pada teknik RIA yaitu pereaksi pemisah fasa cair yaitu dengan menambahkan pereaksi pengendap, misalnya larutan polyetilenglikol (PEG), tetapi metode ini sudah ditinggalkan karena pengerjaannya kurang effisien. Sedang pereksi pemisah fasa padat dengan mengimobilisasi antibodi ke fasa padat, misalnya magnetig, polystiren bead ( coated bead) atau tabung polystiren (coated tube). Teknik RIA sangat cocok untuk mendeteksi adalanya hormon T 3 pada kelenjar tiroid dalam tubuh pasien secara invitro dengan mudah, sederhana, sensitif dan mempunyai ketelitian tinggi serta spesifik karena menggunakan antigen yang ditandai dengan radioaktif. Pada teknik ini menggunakan sistem pemisah fasa padat yaitu dengan menempelkan antibodi kedalam tabung reaksi polystiren berdasar bintang (coated tube), karena dengan metode ini pengerjaan mudah, cepat, sederhana dan effisien. Konsentrasi T 3 yang terdapat dalam sampel dapat dihitung dengan rumus: [5,6] Cacahan fase terikat-bg % ikatan dari masing-masing standar (B/T) = X 100% (1) Cacahan Total -BG Cacahan fase terikat-bg % ikatan Non Spesifik Bounding (B/T) = X 100% (2) Cacahan Total % Pusat Radioisotop dan Radifarmaka BATAN mempunyai fungsi dan tugas pokok untuk mengembangkan Radioisotop dan Radiofarmaka termasuk Teknik Radioimmunoassay (RIA) salah satunya kit RIA- 125 I-T 3. Beberapa Rumah sakit di Indonesia dalam pekerjaannya menggunakan kit RIA- 125 I-T 3 untuk menentukan kadar T 3, namun kit tersebut masih diimpor dari luar negeri sehingga harganya menjadi mahal. Untuk menanggulangi hal tersebut maka dilakukan penelitian tentang produksi kit RIA- 125 I-T 3. Setiap kit yang diproduksi perlu dilakukan optimasi dan rancangan assay dari kit tersebut agar diperoleh kit yang berkualitas baik dan dapat digunakan untuk penentuan T 3. Optimasi rancangan assay komponen kit dilakukan dari mengoptimasikan volume standar, cacahan perunut, volume perunut dan volume assay buffer. Sedang optimasi kondisi assay yaitu dengan mengoptimasikan kondisi inkubasi pada suhu ruang sambil diaduk menggunakan shaker selama waktu tertentu. [5,6,7] Dalam makalah ini akan dilaporkan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari setiap tahap yang telah dilakukan sampai dengan hasil optimasi yang diperoleh dalam penelitian ini.. Buku II hal 231

TATA KERJA Bahan dan Peralatan Tabung coated tube T 3 PRR, Standar T 3 PRR, perunut (T 3-125 I) PRR, assay buffer (dengan melarutkan 1,82 gram Trizma Base dari Sigma dalam 100 ml aquades dan diatur phnya menjadi 8,25). Peralatan yang digunakan antara lain: Pipet mikro berbagai ukuran (Eppendorf) beserta tipnya. Rak tabung (lokal), Vortex buatan (Fisher Scientific), Shaker (Fisher Scientific), Neraca analitik (Mettler AE 160), Gamma Managemen System buatan DPC, Inkubator (EYELA) Cara Kerja Optimasi Assay Volume Larutan Standar coated tube ) dibuat 4 set. Dipipet standar nol dengan variasi volume untuk tabung NSB, kemudian dipipet ke tabung coated tube yang sudah diberi nomor masing-masing secara berurutan dimasukkan standar 0 nmol/l, 1 nmol/l, 2 nmol/l,3 nmol/l, 5 nmol/l dan 10 nmol/l dengan variasi volume : 25 µl, 50 µl, 100 µl dan 150 µl. Ke dalam semua tabung ditambah 50 µl perunut (T 3-125 I) dengan cacahan kira-kira 40.000 cpm dan 500 µl assay buffer. Campuran dihomogenkan dengan vorteks kemudian diaduk dengan shaker selama 2 jam pada suhu ruang. Tabung didekantasi dan biarkan sampai kering kemudian diukur radioaktivitasnya memggunakan pencacah gamma selama satu menit. Persentase ikatan dari masing-masing standar (B/T) dihitung kurva konsentrasi standar VS %B/T yang hasilnya terlihat pada gambar 1. Sedang %NSB dihitung menggunakan persamaan (2) Optimasi Assay Cacahan Tracer nmol/l ke semua tabung NSB, kemudian yang sudah diberi nomor secara berurutan dipipet 50 µl standar 0 nmol/l, 1 nmol/l, 2 nmol/l,3 masing-masing tabung ditambah 50 µl perunut (T 3-125 I) dengan Variasi cacahan kira-kira 10.000, 20.000 40.000 dan 80.000 cpm dan 500 µl assay buffer ke semua tabung. Campuran dihomogenkan dengan vortek kemudian diaduk dengan shaker selama 2 jam pada suhu ruang. Tabung didekantasi dan biarkan sampai kering kemudian diukur radioaktivitasnya memggunakan pencacah gamma selama satu menit. Persentase ikatan dari masing-masing standar (B/T) dihitung terlihat pada gambar 2. Sedang %NSB dihitung Optimasi Assay Volume Tracer nmol/l ke semua tabung NSB, kemudian masing-masing tabung ditambah perunut (T 3-125 I) dengan cacahan kira-kira 20.000 cpm dengan variasi volume: 25, 50, 100 dan 150 µl dan 500 µl assay buffer ke semua Tabung. Campuran dihomogenkan dengan vortek kemudian diaduk dengan shaker selama 2 jam pada suhu ruang. Tabung didekantasi dan biarkan sampai kering kemudian diukur radioaktivitasnya memggunakan pencacah gamma selama satu menit. Persentase ikatan dari masing-masing standar (B/T) dihitung terlihat pada gambar 3. Sedang % NSB dihitung Optimasi Assay Volume Assay Buffer nmol/l ke semua tabung NSB, kemudian semua tabung ditambah 50 µl perunut (T 3-125 I) dengan cacahan kira-kira 20.000 cpm dan assay buffer dengan variasi volume : 250, 500 dan 1000 µl.. Campuran dihomogenkan dengan vortek kemudian diaduk dengan shaker selama 2 jam pada suhu ruang. Tabung didekantasi dan biarkan sampai kering kemudian diukur radioaktivitasnya memggunakan pencacah gamma selama satu menit. Persentase ikatan dari masing-masing standar (B/T) dihitung menggunakan persamaan (1) kemudian dibuat kurva konsentrasi standar VS Buku II hal 232

%B/T yang hasilnya terlihat pada gambar 4. Sedang %NSB dihitung menggunakan persamaan (2). Optimasi Kondisi Inkubasi nmol/l ke semua tabung NSB, kemudian semua tabung ditambah 50 µl tracer (T 3-125 I) dengan cacahan kira-kira 20.000 cpm dan 500 µl assay buffer. Campuran dihomogenkan dengan vortek kemudian dinkubasi 2 jam pada suhu 37 C, diaduk dengan shaker selama 2 jam pada suhu ruang dan inkubasi 2 jam pada suhu ruang tanpa diaduk dengan shaker Tabung didekantasi dan biarkan sampai kering kemudian diukur radioaktivitasnya memggunakan pencacah gamma selama satu menit. Persentase ikatan dari masing-masing standar (B/T) dihitung terlihat pada gambar 5. Sedang %NSB dihitung. Optimasi Waktu Pengadukkan nmol/l ke semua tabung NSB, kemudian semua tabung ditambah 50 µl perunut (T 3-125 I) dengan cacahan kira-kira 20.000 cpm dan 500 µl assay buffer. Campuran dihomogenkan dengan vortek kemudian dinkubasi sambil diaduk dengan shaker dengan variasi waktu 1, 2, 3 dan 4 jam pada suhu ruang. Tabung didekantasi dan biarkan sampai kering kemudian diukur radioaktivitasnya memggunakan pencacah gamma selama satu menit. Persentase ikatan dari masing-masing standar (B/T) dihitung terlihat pada gambar 6. Sedang % NSB dihitung HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi dilakukan dengan tujnuan untuk mencari kondisi yang optimum, dalam arti yang menguntungkan. Dalam pembuatan kit RIA, optimasi assay sangat diperlukan karena berpengaruh dalam karakterisasi assay. [5] Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam optimasi assay (Wayan Rediating,2004) yaitu limit deteksi harus sesuai dengan konsentrasi yang diukur sehingga mampu menganalisis cuplikan pada batas konsentrasi yang dikehendaki dengan ketelitian tinggi, persen B/T diatas 30%, NSB (Non spesific binding) diusahakan sekecil mungkin,ketelitian maksimal terletak di daerah kurva standar, pengerjaan mudah dan cepat, biaya murah. Dalam penelitian ini telah dilakuakn optimasi assay komponen dan kondisi assay Kit RIA- 125 I-T 3. Hasil dari optimasi yang dilakukan tercanrum sebagai berikut: Optimasi volume larutan standar menggunakan variasi volume (25 µl, 50 µl, 100 µl dan 150 µl) serta menggunakan 50 µl perunut dengan cacahan ± 40.000 cpm dan 500 µl assay buffer dengan hasil dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Profil kurva standar pada optimasi assay kit T 3 dengan variasi volume standar. Terlihat bahwa volume larutan standar 50 µl memberikan ikatan maksimum (B/T) tertinggi 70,51 % ± 4,55 (std 0 nmol/l) dan terendah 16,99% ± 3,36 (std 10 nmol/l ) dengan NSB 1,42 %. Profil kurva volume standar 50 µl terlihat paling baik bila dibanding dengan lainnya, sehingga kurva ini dipilih karena mempunyai rentang nilai paling lebar. Untuk volume standar 25 µl memberikan nilai ikatan maksimum (B/T) lebih tinggi dari pada volume standar 50 µl, tetapi profil kurvanya tidak curam. Sedangkan volume 100 dan 150 ul hampir sama dengan kurva volume 50 ul, tetapi tidak dipakai sebagai standar yang optimum karena memerlukan volume larutan standar yang lebih banyak., atau dengan kata lain tidak ekonomis.. Buku II hal 233

Optimasi penggunaan cacahan tracer dilakukan dengan variasi cacahan perunut kirakira 10.000 cpm, 20.000 cpm, 40.000 cpm dan 80.000 cpm dengan volume perunut 50 µl menggunakan standar 50 µl dan 500 µl assay buffer. Disini tidak memberi pengaruh terhadap nilai ikatan maksimum (B/T) yang dihasilkan, dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 3. Profil kurva standar pada optimasi assay kit T 3 dengan variasi volume tracer dengan cacahan tetap. Gambar 2. Profil kurva standar pada optimasi assay kit T 3 dengan variasi cacahan perunut. Pada gambar 2, terlihat pada cacahan perunut kira-kira 20.000 cpm dengan rata-rata %B/T tertinggi 74,66 ± 1,98 sedangkan % B/T terendah 16,44 ± 1.24 dan NSB 1,43%. Dari keduanya diperoleh rentang nilai paling besar yaitu 58,22 ( selisih angka % B/T tertinggi dikurangi % B/T terendah), yang merupakan daerah kerja optimum. Sedangkan untuk perunut dengan cacahan kira-kira 10.000 cpm, 40.000 cpm dan 80.000 cpm daerah kerjanya lebih pendek sehingga kurang sensitif. Pada optimasi volume perunut yang dilakukan dengan variasi volume 25 µl, 50 µl, 100 µl dan 150 µl dengan cacahan kira-kira 20.000 cpm menggunakan volume larutan standar 50 µl dan 500 µl assay buffer, volume tracer 50µl menghasilkan nilai ikatan maksimum (B/T) tertinggi dibanding dengan lainnya dan diperoleh rata-rata % B/T tertinggi 71,42 ± 2,45, terendah 18,49 ±1,97 dan NSB 1,35 %. Dari kedua nilai tersebut diperoleh rentang nilai 52,93 atau daerah kerja paling lebar. Profil kurva volume tracer 50µl lebih curam dibanding kurva lainnya seperti terlihat pada gambar 3. Optimasi pemakain assay buffer dilakukan dengan variasi volume 250 µl, 500 µl dan 1000 ul mengunakan larutan standar 50µl dan perunut 50 µl dengan cacahan kira-kira 20.000 cpm. Dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4. Profil kurva standar pada optimasi assay kit T 3 dengan variasi volume assay buffer. Dari gambar.4 optimasi assay buffer optimum pada volume assay buffer 250 µl, dengan rata-rata % B/T tertinggi 73,49 ± 1,55 dan terendah 18,96 ± 0,06 dengan NSB 1,29 %. Dari profil kurva optimasi assay buffer pada penggunaan volume 250 µl bila dibandingkan dengan 500 µl memberikan profil kurva yang sangat mirip, tetapi untuk menghemat penggunaan pereaksi tersebut maka dipilih volume 250 µl. Selain optimasi komponen kit yang juga dilakukan optimasi perlakuan atau langkahlangkah yang berpengaruh terhadap kit T 3 yaitu variasi inkubasi dan variasi waktu pengadukan. Variasi yang dilakukan meliputi inkubasi pada suhu ruang (± 25ºC tanpa pengadukan), suhu ruang sambil diaduk menggunakan shaker, dan pada suhu 37ºC. Ketiga kondisi dilakukan dengan waktu 2 jam. Dari percobaan diperoleh pada suhu Buku II hal 234

ruang sambil diaduk memberikan nilai paling optimum dengan %B/T tertinggi 71,51 terendah 16,61 dengan rentang nilai 55,5 dan NSB 0,95 %. Profil kurva variasi inkubasi dapat dilihat pada gambar 5. yang hampir mirip. Dipilih pada waktu pengadukan 2 jam karena waktu assay lebih cepat, diperoleh %B/T tertinggi 67,57 dan terendah 16,73 dengan NSB 1,43% atau rentang nilai 50,84. Kondisi ini akan dipakai untuk assay selanjutnya. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Kit RIA- 125 I-T 3 dengan metode coated tube optimum pada rancangaan assay volume larutan standar 50 µl, volume perunut 50 µl dengan cacahan ± 20.000 cpm dan volume assay buffer 250 µl dengan kondisi inkubasi pada suhu ruang (± 25ºC) sambil diaduk menggunakan shaker selama 2 jam. Gambar 5. Profil kurva standar pada optimasi assay kit T 3 dengan variasi kondisi inkubasi Dari gambar 5. terlihat perbedaan yang sangat mencolok antara inkubasi sambil diaduk menggunakan shaker bila dibandingkan dengan yang lain. Hal ini diduga saat inkubasi sambil diaduk semua antibodi dapat diikat oleh antigen tak bertanda dan yang kemudian berikatan dengan antigen bertanda dan membentuk komplek Ag- Ab-Ag* yang sempurna. Setelah diperoleh optimasi inkubasi pada suhu ruang sambil diaduk maka dilakukan variasi waktu pengadukan dengan shaker selama 1, 2, 3 dan 4 jam, yang dapat dilihat pada gambar 6. Gambar 6. Profil kurva standar pada optimasi assay kit T 3 dengan variasi waktu pengadukkan. Untuk waktu pengadukan 1 jam terlihat perbedaan yang nyata (antara ikatan dari larutan standar nol dengan larutan standar lainnya rendah), tetapi untuk sistem dengan pengadukan selama 2,3 dan 4 jam memberikan nilai ikatan UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Siti Darwati M.Sc selaku Kepala Bidang Radiofarmaka yang telah membimbing terlaksananya penelitian ini, serta semua teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Http://id.wikipedia.org/wiki/thyroid kelenjar gondok. 2. GINA MONRIDA, S.DARWATI,AGUS ARIYANTO, SUTARI DKK, Pembuatan Komponen Kit RIA T3 Untuk Deteksi Hormon Tiroid Dengan Metode Coated Tube. Prosiding Seminar Penelitian Dan Pengembangan Perangkat Nuklir, PTAPB- BATAN 28 September 2010. 3. WAYAN REDIATNING M.Sc, Dasar-dasar RIA dan IRMA, Diklat operator Radioimmunoassay (RIA), PPR Batan Serpong Januari 1993 halaman 8-9. 4. WAYAN REDIATNING M.Sc, Prinsip Dasar Radioimmunoassay, Pelatihan Radiofarmasi untuk Staf Pengajar Perguruan Tinggi Indonesia. Pusat Pengembangan Radioisotop dan Radiofarmaka Batan 27 September s/d 1 Oktober 5. V.YULIANTI SUSILO, G. MONDRIDA, S. SETYOWATI, SUTARI,W.LESTARI, Pengaruh waktu dan suhu inkubasi pada optimasi assay kit RIA Mikroalbuminuria. Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka 6. DARLINA, Pembuatan standar dan pereaksi pemisah kit-ria-t3, Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka.Vol.1.NO.2.1998.. Buku II hal 235

7. PUJI WIDAYATI;TR NGSIH; SRISETYOWATI; FITRIYUNITA. OPTIMASI ASSAY KIT IRMA CA15.3 UNTUK DETEKSI KANKER PAYUDARA. Prosiding Seminar Nasional XII. Kimia Dalam Pembangunan Hotel Santika Yogyakarta,06 Agustus 2009. 8. Institute Of Isotopes Co., Ltd 1535 Budapest, Pf,:851, Protokol Assay Kit RIA T 3, Produksi tahun 2009 Lot No. 90527C. Buku II hal 236