BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka, 2004). 2.1.2. Tujuan dan Ruang Lingkup Ergonomi Secara umun tujuan dari penerapan Ergonomi adalah: 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. 2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak social, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif. 3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan hidup yang tinggi (Tarwaka, 2004).
2.2. Anthropometri Istilah anthropometri berasal dari kata anthro yang berarti manusia dan metri yang berarti ukuran. Anthropometri dapat didefinisikan sebagai satu studi yang berkaitan dengan ukuran dimensi tubuh manusia. Data anthropometri sangat penting dalam menentukan alat dan cara mengoperasikannya. Kesesuaian hubungan antara anthropometri pekerja dengan alat yang digunakan sangat berpengaruh pada sikap kerja, tingkat kelelahan, kemampuan kerja dan produktivitas kerja. Anthropometri juga dapat ditentukan dalam seleksi penerimaan tenaga kerja, misalnya orang gemuk tidak cocok ditempat pekerjaan yang bersuhu tinggi, pekerjaan yang memerlukan kelincahan, dll. Data anthropometri dapat digunakan untuk mendesai pakaian, tempat kerja, lingkungan kerja, mesin, alat kerja dan sarana kerja serta produk-produk untuk konsumer (Nurmianto, 2008). Pengukuran anthopometri dibagi atas dua bagian yaitu : 1. Anthropometri statis Dimana pengukuran dilakukan pada tubuh manusia yang berada dalam posisi diam yang dilakukan dalam posisi berdiri dan posisi duduk. Dimensi yang diukur diambil secara linier (lurus) dan lakukan pada permukaan tubuh. 2. Anthropometri dinamis Pengukuran dilakukan pada tubuh manusia yang sedang bergerak dalam berbagai posisi tubuh sehingga lebih kompleks dan sulit untuk diukur. Menurut Nurmianto (2008) dalam mengukur data anthropometri banyak ditemui perbedaan-perbedaan atau sumber validitas yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran yang pada akhirnya akan digunakan dalam perancangan suatu produk.
Adapun faktor-faktor yang turut mempengaruhi dimensi tubuh manusia yang menyebabkan timbulnya perbedaan antar populasi yaitu : 1. Jenis kelamin 2. Usia 3. Jenis Pekerjaan 4. Faktor kehamilan pada wanita. 2.3. Anatomi Tulang Punggung Manusia Gambar 1. Tulang Punggung (Admin, 2005) Punggung tersusun dari 24 buah tulang yang disebut Vertebrae (tulang belakang). Masing-masing vertebrae dipisahkan satu sama lain oleh bantalan tulang rawan atau diskus. Seluruh rangkaian vertebrae ini membentuk tiga buah lengkung
alamiah, yang menyerupai huruf S. lengkung paling atas disebut juga segmen cervical (leher), kemudian diikuti segmen thorax (punggung tengah) dan yang terbawah yaitu lumbal atau punggung bawah (Admin, 2005). Tulang punggung cervical memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7 yang procecus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari C1-C7 (cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis. Lengkung lumbal bertugas untuk menopang berat seluruh tubuh dan pergerakan. Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap kontruksinya dan menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil. Postur tubuh yang baik akan melindungi kita dari cedera sewaktu melakukan gerakan karena beban disebarkan merata ke seluruh bagian tulang belakang. Postur tubuh yang baik akan diperoleh jika telinga, bahu dan pinggul berada dalam satu garis lurus ke bawah (Admin,2005). Otot punggung ditunjang oleh punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat dan fleksibel. Semua otot ini berfungsi untuk menahan agar tulang belakang dan diskus tetap dalam posisi normal. Kelemahan pada salah satu otot akan menambah ketegangan pada otot lain dan akhirnya menimbulkan masalah punggung. Diskus adalah bantalan tulang rawan yang berfungsi sebagai penahan goncangan ini terdapat di antara vertebrae, sehingga memungkinkan sendi-sendi untuk bergerak secara halus. Tiap diskus memiliki bagian tengah seperti bunga karang (berongga kecil-kecil) dan bagian luar yang keras dan mengandung serat saraf
untuk rasa nyeri. Juga terdapat cairan yang mengalir kedalam dan keluar diskus. Cairan ini berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan punggung bergerak bebas. Diskus yang sehat bersifat elastis, mudah kembali ke bentuk semula jika tertekan diantara kedua vertebrae (Admin, 2005). 2.4. Sikap Kerja 2.4.1. Sikap Kerja Duduk Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang berbedabeda terhadap tubuh. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh (Tarwaka, 2004). Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Jika diasumsikan, tekanan tersebut sekitar 100%, cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau saraf belakang daripada sikap duduk yang condong kedepan.
Gambar 2. Sikap Duduk Posisi duduk pada otot rangka (muskuloskletal ) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari rasa nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak benar (Nurmianto, 2008). 2.4.2. Sikap Kerja berdiri Sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk (Tarwaka, 2004). Beberapa penelitian untuk mengurahi kelelahan pada tenaga kerja dengan posisi berdiri. Contohnya yaitu seperti yang diungkapkan Gradjean (1988) dalam Santoso (2004), merekomendasikan bahwa untuk jenis pekerjaan teliti, letak tinggi meja diatur 10 cm diatas siku. Untuk jenis pekerjaan ringan, letak tinggi meja diatur sejajar dengan tinggi siku dan untuk pekerjaan berat, letak tinggi meja diatur 10 cm di bawah tinggi siku.
2.5. Keluhan Muskuloskeletal 2.5.1. Definisi Keluhan Muskuloskeletal Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan ini biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders atau cedera pada sistem musculoskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua (Tarwaka, 2004), yaitu : 1. Keluhan sementara (reversible) Keluhan sementara yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan. 2. Keluhan menetap (persistent) Keluhan menetap yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. Hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot otot bagian bawah. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang.
2.5.2. Penyebab Keluhan Muskuloskeletal Menurut Peter Vi (2000) yang dikutip oleh Rizki (2007) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu : 1. Peregangan Otot yang Berlebihan Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeleletal. 2. Aktivitas Berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus - menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat angkut dan lain lain. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. 3. Sikap Kerja Tidak Alamiah Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka akan semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena
karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. 4 Faktor penyebab sekunder terjadinya keluhan muskuloskeletal, yaitu : 1. Tekanan Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap. 2. Getaran Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancer, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot. 3. Mikroklimat Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang diserti dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.
4. Penyebab kombinasi. Selain faktor faktor yang telah disebutkan di atas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal. 2.6. Kerangka Konsep Pekerja Penyortir Kopi Sikap Kerja Sikap Duduk Sikap Berdiri Gambar 3. Kerangka Konsep Keluhan Muskuloskeletal