BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organisation (WHO) tahun 2003 mendefinisikan sehat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang insidennya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan yang rendah di bawah rata-rata orang pada umumnya (Amrin,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang. Kesehatan menjelaskan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. reaksi fisik maupun psikologis yang mengganggu kehidupan sehari-hari (Priyoto,

BAB I PENDAHULUAN. secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami

BAB I PENDAHULUAN. paling banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2012). seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi Globocan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. atau mengalami hambatan perkembangan, contohnya anak dengan retardasi

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan sesuai kebutuhan masing-masing, dimana retardasi mental itu adalah

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sampling selama kegiatan IPE berjalan dari bulan Juni 2015 Desember Tabel 1. Karakteristik responden penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak lazim atau tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana mereka berada.

BAB I PENDAHULUAN. masa hidup manusia yang terakhir. Lanjut usia atau yang lazim disingkat

Mahasiswa S-1 Prodi Keperawatan, STIKes CHMK, Kupang Jurusan DIII Keperawatan, Poltekes Kemenkes Kupang, Kupang c

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menjadi perhatian individu (Moustafa, 2015). Kualitas hidup yang di

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. belumlah lengkap tanpa seorang anak. Kehadiran anak yang sehat dan normal

I. PENDAHULUAN. kualitas hidup. Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak (Price

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan manusia (Ramawati, 2011). Kemampuan merawat diri adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengalami peningkatan, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Di

2015 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi. sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB 1 PENDAHULUAN. krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, deteksi, intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang (Depkes

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung terhadap sistem pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,

BAB I PENDAHULUAN. Hospitalisasi anak merupakan suatu proses karena suatu alasan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dengan penyakit kronis pada stadium lanjut tidak hanya mengalami

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan melakukan aktivitas secara mandiri. pembentukan pengertian dan belajar moral (Simanjuntak, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang. menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahapan siklus kehidupan manusia, mulai dari bayi, kanak-kanak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. anak (Undang-Undang Perlindungan Anak, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. menjadi orang tua dari anak-anak mereka. Orang tua merupakan individu yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi fisiologis yang. berkaitan dengan penurunan kemampuan untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. harapan tersebut bisa menjadi kenyataan. Sebagian keluarga memiliki anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. familiar dikehidupan masyarakat adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerja maupun pihak yang menyediakan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

BAB1 PENDAHULUAN. Setiap individu merupakan manusia sosial, sehingga setiap individu dituntut

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiri untuk menangani kegawatan yang mengancam jiwa, sebelum dokter

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan pada mental intelektual (mental retardasi) sejak bayi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini tergolong

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan rawat inap merupakan kegiatan yang dilakukan di ruang rawat inap

BAB 1 PENDAHULUAN. pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen & Zentner, 2010).Robertson

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. asuhan keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft dalam. dimanapun pasien berada. Kegagalan untuk memberikan dan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. anak usia sekolah (Amin et al., 2011) bahkan dikatakan. merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan realistis sesuai tahapannya

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu maupun Ayah memiliki hak yang sama dalam merawat dan membesarkan anak. Membesarkan anak bukanlah perkara yang mudah bagi ibu maupun ayah karena merawat dan membesarkan anak harus melihat pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan seorang anak dapat dilihat dari perubahan fisik yang dapat diukur secara kuantitatif yang mempunyai kecepatan yang berbedabeda di setiap kelompok umur sedangkan perkembangan dilihat dari pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang diukur secara kualitatif dengan membandingkan sifat sebelumnya (Chamidah, 2009). Namun, kondisi yang demikian tidak semua anak lahir dalam keadaan sempurna baik fisik maupun psikis dimana anak tidak menunjukkan perkembangan seperti yang seharusnya terjadi pada usia anak. Anak-anak yang tidak normal demikian dikatakan sebagai anak cacat atau berkebutuhan khusus atau disabilitas (Prasa, 2012). Pengertian anak yang berkebutuhan khusus mengandung makna yang lebih luas, yaitu berkebutuhan khusus secara eksplisit ditujukan kepada anak yang dianggap mempunyai kelainan/penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal umumnya, baik dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya. Anak yang demikian memiliki kekurangan seperti keterbelakangan mental, gangguan emosional, kesulitan belajar, keterbatasan fisik, gangguan 1

2 bicara dan bahasa, kerusakan pendengaran serta kerusakan penglihatan (Abdullah, 2013). Dalam Developmental disability Act (2000) disebutkan bahwa individu dengan disability tidak mampu hidup secara mandiri, berkontribusi dan berperan di tengah masyarakat secara optimal. Disability merupakan suatu kelainan yang tidak dapat disembuhkan sehingga tidak mudah bagi para orangtua dan lingkungan sekitar untuk dapat menerima kondisi tersebut (Dewi dkk, 2015). Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011, penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami penyimpangan, kelainan atau ketunaan dalam segi fisik, mental, emosi dan sosial, atau dari gabungan dari hal-hal tersebut sedemikian rupa sehingga mereka memerlukan pelayanan yang khusus (Anggraini, 2013). Orang berkebutuhan khusus, mencakup orang-orang yang memiliki cacat fisik, atau kemampuan IQ (Intelligence Quotient) rendah, serta orang dengan permasalahan sangat kompleks, sehingga fungsi-fungsi kognitifnya mengalami gangguan. Karena karakteristik yang berbeda inilah anak disabilitas memerlukan pelayanan khusus agar anak mendapatkan hak-haknya sebagai manusia yang hidup di muka bumi terutama orangtua yang mengasuh dan membesarkan anak (Reefani, 2013).

3 Memiliki anak yang berkebutuhan khusus merupakan beban berat bagi setiap orangtua baik secara fisik maupun mental (Wardhani dkk, 2012). Beban berat yang dirasakan oleh orangtua mulai diketahuinya anak lahir tidak normal sampai merawatnya bertahun-tahun di dalam keluarga dan dalam hubungan sosial budaya menjadi beban pikiran bagi orangtua. Jika dalam perawatan anak menjadi beban pikiran bagi orangtua dan kekhawatiran akan masa depan anak maka dapat mengganggu psikologis orangtua (Dewi dkk, 2015). Kondisi ini dapat mempengaruhi kualitas hidup. Sementara itu, anak dengan disability perlu perlakuan lebih mulai dari perawatan diri, mobilisasi, komunikasi kognitif dan sosial serta perhatian yang lebih dalam kehidupan sehari-hari. Jika kualitas hidup orangtua rendah, dalam memberikan perawatan anak juga tidak optimal. Oleh sebab itu, penting dikaji kualitas hidup orangtua yang memiliki anak disability agar anak dapat pelayanan yang maksimal (Faradina, 2016). Hasil penelitian Wardhani dkk (2012) menyatakan bahwa tidak mudah bagi orangtua dalam menerima anak berkebutuhan khusus. Dilihat dari ketidakmampuan orangtua dalam mengendalikan emosi, mengalami frustasi yang membuat individu sulit untuk bereaksi secara normal serta melakukan pertimbangan yang kurang maksimal. Kondisi ini dapat memperburuk psikologis dan hubungan sosial yang akan menurunkan kualitas hidup orangtua. Dampak yang juga muncul pada orangtua mengalami beban pengasuhan yang berlebihan terkait kesehatan psikologis, yaitu salah satunya stresor. Penelitian Nahalla & Fitzgerald (2003, dikutip dari Dewi dkk, 2015) menyatakan bahwa stres ibu dengan penyandang cacat jauh lebih tinggi dibandingkan ibu

4 dengan anak-anak normal. Stress ini terkait dalam kondisi keuangan, pengasuhan anak, hubungan sosial atau kehilangan keintiman dengan pasangan sering di alami oleh orangtua. Kondisi ini dapat mempengaruhi kualitas hidup orangtua (Dewi dkk, 2015). Menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQoL), kualitas hidup sebagai persepsi individu tentang posisi mereka dikehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dan kaitannya dengan tujuan mereka, harapan, standar dan masalah (Skevington, 2004). Kualitas hidup (Quality of Life) merupakan konsep analisis kemampuan individu untuk mendapatkan hidup yang normal terkait dengan persepsi secara individu mengenai tujuan, harapan, standar dan perhatian secara spesifik terhadap kehidupan yang dialami dengan dipengaruhi oleh nilai dan budaya pada lingkungan individu tersebut berada (Nursalam, 2013). Menurut Diener dan Suh, kualitas hidup berkaitan dengan pencapaian kehidupan manusia yang ideal atau sesuai dengan yang diinginkan. Individu dapat melakukan segala tindakan dengan optimal, tidak ada keluhan dan dapat mecapai apa yang ingin dicapainya serta menggambarkan kesejahteraan individu dalam masyarakat (Nofitri, 2009). Kualitas hidup memiliki 4 dimensi, yaitu dimensi kesehatan fisik (berhubungan dengan kesakitan dan kegelisahan, ketergantungan pada perawatan medis, kelelahan, serta ketidaknyamanan tidur dan istirahat), kesehatan psikologis (berhubungan dengan pengaruh positif dan negatif spiritual, konsentrasi, serta penghargaan terhadap diri sendiri), hubungan sosial (berhubungan dengan hubungan personal dan aktifitas seksual), dan dimensi

5 lingkungan (berhubungan dengan keamanan dan kenyamanan fisik, lingkungan fisik, kesempatan memperoleh informasi serta kesempatan untuk rekreasi atau aktifitas di waktu luang) (Yuwono, 2010). Kualitas hidup yang baik pada seseorang individu sangat perlu dipertahankan agar individu tersebut mampu mendapatkan status kesehatan terbaik dan mempertahankan fungsi atau kemampuan fisiknya seoptimal mungkin dan selama mungkin. Pengukuran kualitas hidup perlu dilakukan karena pengukuran kualitas hidup mempunyai manfaat yaitu sebagai perbandingan beberapa alternatif pengelolaan, data penelitian klinis, penilaian manfaat suatu intervensi klinis, pengenalan dini dampak dari penyakit sehingga dapat diberikan intervensi tambahan maupun prediktor untuk memperkirakan biaya perawatan kesehatan (Varni, et al, 1999 dalam Saputri 2014). Ketika dua individu yaitu orangtua memiliki kualitas hidup yang tinggi maka dalam merawat dan membesarkan anak dapat dilakukan dengan optimal. Sebaliknya, ketika kualitas hidup menurun maka dalam merawat dan membesarkan anak akan terhambat (Saputri, 2014). Hasil penelitian Malhotra dkk (2012) mengatakan bahwa orangtua dengan anak disability mengalami penurunan kualitas hidup yang signifikan dengan melihat keempat domain QoL dibandingkan kualitas hidup orangtua dengan anak normal. Hal ini terkait dengan kehadiran anak yang tidak normal seperti anakanak lainnya yang membutuhkan penyesuaian orangtua dan keluarga lainnya. Orangtua menunjukkan penurunan kesehatan fisik, psikologis terganggu, penurunan nilai dalam hubungan sosial dan pandangan mereka yang buruk

6 terhadap lingkungan. Dalam perawatan anak, orangtua dengan anak disability membutuhkan tenaga dan fisik yang lebih dibandingkan dengan orangtua anak normal. Orangtua lebih banyak memikirkan kesehatan anak dibandingkan diri mereka sendiri, disaat anak bermain mereka lebih was-was takut anaknya dicelakai dan diijek oleh orang lain. Apalagi dilingkungan tempat tinggal orangtua takut anaknya tidak diterima di masyarakat dengan keadaan yang dimiliki oleh anak. Dengan demikian, kondisi ini dapat memperburuk pikiran orangtua yang dapat menurunkan kualitas hidup. Dalam penelitian Prithi dan Singh (2010) menyatakan bahwa persepsi orangtua terkait kualitas hidupnya yang sangat buruk. Sesuai dengan penelitian Dewi dkk (2015), orangtua dengan anak disability dapat menurunkan kualitas hidup. Hal ini terkait dengan perasaan bersalah, marah, lelah dan stres yang dialami oleh orangtua terhadap anak mereka. Keadaan demikian membuat orangtua mengalami hambatan dalam perawatan anak dan ketergantungan dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari karena orangtua berfokus terhadap anak dan tidak memiliki waktu untuk kegiatan sosial atau hubungan sosial sehingga memiliki anak dengan disabilitas orangtua mengalami penurunan kualitas hidup. Sesuai data anak penyandang disabilitas beberapa dekade, menurut WHO (2011) prevalensi anak penyandang disabilitas di seluruh dunia adalah 10%. Di Indonesia, Susenas 2012 menyatakan bahwa penyandang disabilitas sebesar 2,45% (Kemenkes RI, 2014). Dalam buku Profil Gender dan Kesejahteraan Anak Sumatera Barat tahun 2015 terdapat 17.824 orang dengan penyandang disabilitas.

7 Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat tahun ajaran 2015/2016 terdapat 37 SLB di Kota Padang. Salah satunya yaitu SLB Negeri 2 Padang yang merupakan SLB dengan jumlah siswa terbanyak yaitu 106 orang. Hasil wawancara singkat yang dilakukan pada tanggal 6 Mei 2017 di SLB Negeri 2 Padang kepada 5 orang responden yang memiliki anak dengan disability. Tiga dari lima orang responden mengatakan ketika bermain anaknya takut dicelakai oleh orang, sering terbangun di malam hari karena mimpi buruk dan sering berkonsultasi dengan dokter mengenai perkembangan anaknya. Mereka juga mengatakan aktifitasnya sering terhambat karena selalu mengawasi anaknya ketika bermain dan ketika di tempat kerja menjadi beban pikiran takut anaknya dicelakai orang lain. Dua dari lima orang responden mengatakan hanya sulit mengurusi anaknya dan harus mengawasi anak saat bermain. Kondisi ini membuat orangtua merasa tidak tenang saat anaknya tidak bersama mereka dan tidak selalu dalam pengawasan orangtua. Hal ini menjadi beban pikiran bagi orangtua dalam merawat dan membesarkan anak dengan disability. Dengan demikian, peneliti keperawatan perlu rasanya untuk memandang kualitas hidup orangtua dengan anak disability dan membandingkannya dengan orangtua anak normal. Karena jika kualitas hidup orangtua sudah menurun, maka dalam melakukan perawatan anak akan menjadi sangat terganggu, anak tidak bisa dirawat dengan baik, tidak bisa mengawasi anak serta pertumbuhan dan perkembangan anak tidak bisa diawasi secara optimal. Peneliti akan melihat keempat domain kualitas hidup.

8 Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan diatas, untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup individu perlu rasanya untuk melakukan penelitian tentang perbedaan kualitas hidup orangtua yang memiliki anak dengan disability dan non disability, sehingga nantinya diharapkan dapat memberikan dampak yang baik bagi anak disability, masyarakat dan perawat itu sendiri. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian adalah Apakah ada perbedaan kualitas hidup orangtua yang memiliki anak dengan disability dan non disability di wilayah kerja Kelurahan Padang Sarai?. C. Tujuan 1. Tujuan Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup orangtua yang memiliki anak dengan disability dan non disability di wilayah kerja Kelurahan Padang Sarai. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui kualitas hidup orangtua yang memiliki anak disability di wilayah kerja Kelurahan Padang Sarai. b. Diketahui kualitas hidup orangtua yang memiliki anak non disability di wilayah kerja Kelurahan Padang Sarai.

9 c. Diketahui perbedaan kualitas hidup orangtua yang memiliki anak dengan disability dan non disability di wilayah kerja Kelurahan Padang Sarai. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Profesi Keperawatan Informasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pedoman bagi profesi keperawatan dalam meningkatkan kualitas hidup orangtua yang memiliki anak disability dan memandirikan anak disability. 2. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran pada masyarakat pentingnya dukungan sosial pada orangtua dengan anak disability sehingga memberikan pengasuhan yang tepat. 3. Bagi Riset Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dasar dan pembanding untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian pada anak disability.