BAB IV ANALISA. 4.1 Analisa teknik pengolahan citra

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PERANCANGAN. 3.1 Diagram blok sistem

KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA

APLIKASI DEBLURING (DEBLURRING APPLICATION) MENGGUNAKAN MATLAB DENGAN METODE BLIND DECONVOLUTION

BAB II TEORI PENUNJANG

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

PEMBIMBING : Dr. Cut Maisyarah Karyati, SKom, MM, DSER.

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI. Pada bab ini kita akan melihat masalah apa yang masih menjadi kendala

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

SAMPLING DAN KUANTISASI

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Perbandingan Efektivitas Algoritma Blind-Deconvolution, Lucy-Richardson dan Wiener-Filter Pada Restorasi Citra. Charles Aditya /

Pendeteksian Tepi Citra CT Scan dengan Menggunakan Laplacian of Gaussian (LOG) Nurhasanah *)

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

3 BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

BAB II Tinjauan Pustaka

Sesi 2: Image Formation. Achmad Basuki PENS-ITS 2006

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

Arnes Sembiring Sekolah Tinggi Teknik Harapan Medan Abstrak

BAB II LANDASAN TEORI

Penghitung Kendaraan Menggunakan Background Substraction dengan Background Hasil Rekonstruksi

KLASIFIKASI TELUR AYAM DAN TELUR BURUNG PUYUH MENGGUNAKAN METODE CONNECTED COMPONENT ANALYSIS

Mengubah Citra Berwarna Menjadi Gray Scale dan Citra biner

UJI COBA PERBEDAAN INTENSITAS PIKSEL TIAP PENGAMBILAN GAMBAR. Abstrak

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

Penggunaan Filter Frekuensi Rendah untuk Penghalusan Citra (Image Smoothing)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Image Restoration. Aditya Wikan Mahastama

BAB II LANDASAN TEORI. perangkat komputer digital (Jain, 1989, p1). Ada pun menurut Gonzalez dan Woods

BAB II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI METODE HARMONIC MEAN FILTERDAN CANNY UNTUK MEREDUKSI NOISEPADA CITRA DIGITAL

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

SISTEM PENGKLASIFIKASIAN KUALITAS KERAMIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE LOG DAN PREWITT

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. koordinat pada tiap-tiap area, akses pixel, contrast streching, histogram. yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PRAKTIKUM PENGOLAHAN CITRA DIGITAL MODUL 1 PERBAIKAN KUALITAS CITRA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Algoritma Lucy Richardson

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR

BAB 2 LANDASAN TEORI

Jobsheet II. OpenCV untuk Processing Filter

BAB III METODE PENELITIAN. tracking obyek. Pada penelitian tugas akhir ini, terdapat obyek berupa bola. Gambar 3.1. Blok Diagram Penelitian

Gambar 4.1 Diagram Percobaan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. CV Dokumentasi CV berisi pengolahan citra, analisis struktur citra, motion dan tracking, pengenalan pola, dan kalibrasi kamera.

BAB II LANDASAN TEORI

Histogram Warna Pada Image

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

PENGGUNAAN latar belakang dalam proses pembuatan VIDEO COMPOSITING MENGGUNAKAN POISSON BLENDING. Saiful Yahya, Mochamad Hariadi, and Ahmad Zaini,

BAB II LANDASAN TEORI

Model Citra (bag. 2)

IMPLEMENTASI CONTRAST STRETCHING UNTUK PERBAIKAN KUALITAS CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

RESTORASI CITRA KABUR DENGAN ALGORITMA LUCY-RICHARDSON DAN PERBANDINGANNYA DENGAN PENAPIS WIENER

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Gambar (image) merupakan suatu representasi spatial dari suatu obyek, dalam pandangan 2D atau 3D.

RESTORASI CITRA KABUR DENGAN ALGORITMA LUCY-RICHARDSON DAN PERBANDINGANNYA DENGAN PENAPIS WIENER

Adobe Photoshop CS3. Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop

UJI COBA THRESHOLDING PADA CHANNEL RGB UNTUK BINARISASI CITRA PUPIL ABSTRAK

RESTORASI CITRA BLUR DENGAN ALGORITMA JARINGAN SARAF TIRUAN HOPFIELD

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Rancang Bangun Sistem Pengujian Distorsi Menggunakan Concentric Circle Method Pada Kaca Spion Kendaraan Bermotor Kategori L3 Berbasis Edge Detection

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature

Transkripsi:

BAB IV ANALISA 4.1 Analisa teknik pengolahan citra Pada proses pengolahan citra ada beberapa teknik lain yang digunakan selain teknik restorasi citra blur untuk memperjelas citra blur, seperti proses grayscale untuk merubah citra RGB menjadi derajat keabuan dan cropping image berfungsi memotong sebagian citra untuk menghasilkan citra yang baru. Kemudian setelah melalui semua proses pengolahan citra, proses pengiriman citra harus mengejar waktu dibawah 45 detik dari batas waktu yang ditentukan yaitu 60 detik. 4.1.1 Analisa citra blur Dalam proses resotarasi citra blur hal paling utama adalah mengetahui tipe citra blur tersebut hal ini bertujuan mengetahui penyebab terjadinya citra blur. Pada penginderaan jauh muatan roket dua tipe blur yang sering terjadi adalah out of focus dan motion blur, namun pada uji yang dilakukan hanya difokuskan pada motion blur. Proses analisa ini membantu untuk menangani citra blur yang terjadi. Motion blur terjadi karena pergerakan dari muatan roket dan hal ini sulit dihindarkan karena kecepatan angin diudara tidak bisa diperhitungkan dengan perubahan yang kadang terjadi tiba-tiba. Hal ini mengakibatkan kemungkinan yang besar mengalami citra yang blur. Selain kecepatan angin yang tidak terduga, waktu pengambilan citra yang hanya beberapa detik setelah muatan roket terlepas dari roket luncurnya atau biasa disebut separasi, menjadi faktor lain terjadinya citra blur, hal ini mengakibatkan muatan roket masih mengalami goyangan yang besar yang akan mengakibatkan citra yang blur. Berikut merupakan contoh dari citra blur, Gaussian dan motion blur.

Gambar 4.1 Citra yang mengalami motion blur Gambar 4.2 Citra yang mengalami Gaussian blur Tipe blur pada gambar 4.1 merupakan tipe motion blur sedangkan untuk gambar 4.2 merupakan citra yang mengalami Gaussian blur. Pada sistem penginderaan jauh muatan roket kondisi semacam ini pasti akan terjadi. Modul kamera cmucam3+ tidak memiliki fitur untuk merestorasi citra blur, sehingga kedua kondisi pada gambar 4.3 dan gambar 4.4 akan kerap terjadi. Sebuah citra blur dapat dijelaskan dengan persamaan g = Hf + n.. 4.1 Dimana penjelasan setiap komponennya adalah: g = Citra yang telah mengalami blur. H = Operator distorsi, biasa disebut dengan PSF (point spread function). PSF

menggambarkan sejauh mana mengaburkan titik cahaya citra. f = Citra asli atau citra sebelum mengalami blur. n = Noise yang merusak citra. Kualitas restorasi citra blur adalah dari pengetahuan mengenai PSF. Artinya ketika nilai PSF telah diketahui dari sebuah citra blur maka proses perbaikan citra akan lebih mudah dan hasilnya pun akan lebih baik. 4.1.2 Analisa restorasi citra blur Citra blur sangat mengganggu proses pengamatan dari penginderaan jauh, sehingga dibutuhkan proses perbaikan citra blur agar proses pengamatan citra mudah dilakukan. Berikut merupakan persamaan Lucy Richardson secara umum yang diimplementasikan pada modul cmucam3+. Persamaan Lucy Richardson terdapat proses konvolusi, namun dalam penelitian ini proses tersebut tidak digunakan, hal ini terkait dengan target waktu pengiriman citra 45 detik. F n+1 = (pixel citra terdegradasi x pixel citra terdegradasi) / PSF.. 4.2 F n+1 merupakan prediksi pixel citra selanjutnya sedangkan pixel citra terdegrdasi adalah pixel citra yang mengalami penurunan mutu citra (citra blur). Berikut merupakan sebagian listing program restorasi citra pada cmucam3+ if(((p*p)/n)>=255){blur=254;} else if(((p*p)/n)<=0){blur=0;} else{blur=((p*p)/n);}. 4.3 Dalam hal ini p merupakan pixel citra terdegrdasi, n merupakan nilai PSF yang telah ditentukan. Citra terdegradasi merupakan citra blur yang didapat dan nilai masukan adalah nilai PSF, nilai PSF didapat dari beberapa percobaan yang dilakukan. Berikut merupakan contoh hasil dari citra yang telah melalui proses restorasi citra blur.

(a) (b) Gambar 4.3 (a) Citra blur. (b) Citra blur melalui proses restorasi citra Pada gambar 4.3 (a) dan (b) yang ditandai lingkaran merupakan obyek yang jelas telah mengelami proses restorasi dengan perbedaan benda yang lebih jelas. Proses restorasi dilakukan di setiap byte data citra, artinya setiap data byte sebelum dikirim ke ground segment akan melalui proses restorasi terlebih dahulu. Karena Proses perbaikan citra ini berlangsung pada mikrokontroler modul kamera, citra yang ditampilkan pada ground segment adalah citra yang telah diperbaiki yang telah melalui proses restorasi citra blur. Jika dibandingkan dengan hasil restorasi yang berlangsung pada komputer, lebih baik menggunakan komputer, namun jika kondisinya untuk menganalisa data dengan cepat proses restorasi citra pada muatan roket sangat dibutuhkan. Sehingga Pengamat tidak perlu lagi mengolah citra, tapi bisa langsung mengamati data citranya. Citra yang mengalami blur akan sulit untuk diamati sehingga metode restorasi citra sangat membantu, walaupun sulit untuk mengembalikan seperti citra aslinya setidaknya citra yang telah diperbaiki lebih mudah diamati jika dibandingkan dengan citra blur. Sehingga akan mudah melihat bentuk benda yang didapat. Dalam proses pencarian nilai PSF yang ideal untuk digunakan, telah dilakukan beberapa perbandingan citra, berikut merupakan perbandingan hasil restorasi citra.

Restorasi citra Gambar 4.4 Restorasi citra dengan nilai PSF 40 Gambar 4.5 Restorasi citra dengan nilai PSF 80 Gambar 4.6 Restorasi citra dengan nilai PSF 100

Gambar 4.7 Restorasi citra dengan nilai PSF 190 Gambar 4.8 Restorasi citra dengan nilai PSF 220 Dari semua contoh proses restorasi citra bahwa nilai PSF yang ideal adalah tidak jauh dari nilai 80, karena jika nilai tersebut terlalu kecil maka citra akan terlihat sangat terang, sedangkan jika nilai PSFnya terlalu besar maka citra akan terlihat terlalu gelap. 4.1.3 Analisa citra grayscale Pada modul kamera cmucam3+ citra warna asal merupakan RGB sehingga dibutuhkan teknik filter untuk mengubah nilai masing-masing pixel menjadi derajat keabuan. Berikut merupakan hasil citra RGB.

Gambar 4.9 Citra RGB Lensa modul kamera cmucam3+ tidak memiliki filter sinar UV sehingga pengambilan citra dengan format RGB akan menghasilkan citra terlihat merah, hal itu disebabkan efek dari sinar UV. Proses grayscale yang digunakan adalah dengan mengubah nilai dimasingmasing pixel dengan cara memberi konstanta pengali. Berikut merupakan persamaan yang digunakan untuk mengubah derajat keabuan. Gray= 0.3*R + 0.59*G + 0.11*B.. 4.4 Proses perkalian tersebut bertujuan untuk mengatur persentasi warna ditiap pixel warna, sehingga ketika ketiga pixel warna tersebut dijumlahkan akan mengahasilkan citra dengan derajat keabuan yang baik. Selain persamaan (IV.3) untuk mengubah citra RGB menjadi grayscale ada Persamaan grayscale yang lain yang sering digunakan yaitu. Gray= (R+G+B)/3..4.5 Dalam hal ini R merupakan nilai pixel merah (red), G merupakan hijau (green) dan B merupakan biru (blue). Untuk mengetahui perbedaan dari kedua persamaan tersebut berikut merupakan hasil dari masing-masing persamaan.

(a) (b) Gambar 4.10 Citra grayscale (Gray= 0.3*R + 0.59*G + 0.11*B) (a). Hasil citra grayscale (b). Histogram citra grayscale

(a) (b) Gambar 4.11 Citra grayscale (Gray= (R+G+B)/3). (a). Hasil citra grayscale, (b). Histogram citra grayscale Jika diperhatikan gambar 4.10 dengan gambar 4.11, terlihat tidak memiliki perbedaan, namun jika dilihat dari nilai histogram di tiap citra, kedua citra tersebut terlihat perbedaannya. Pada histogram gambar 4.10 memiliki nilai pixel tidak rapat dibandingkan dengan histogram gambar 4.11. Artinya pada gambar 4.10 bentuk di setiap benda akan mudah dibedakan sedangkan untuk gambar 4.11 akan lebih sulit. Kondisi lain yang akan mempersulit pengamatan jika menemui

benda yang memiliki nilai pixel warna yang berdekatan, gambar 4.11 akan lebih sulit membedakan benda tersebut dibandingkan dengan gambar 4.10. 4.1.4 Analisa cropping image Cropping image merupakan metode untuk memotong sebagian citra dan membuat citra yang baru. Pada penginderaan jauh muatan roket, citra di potong sebagian untuk memenuhi ukuran pixel menjadi 200 x 200 pixel Karena modul kamera cmucam3+ memiliki ukuran 352 x 288 pixel. Penggunaan metode ini tentunya tidak sembarangan memotong citra yang ada agar menjadi ukuran yang diinginkan, tapi memperhitungkan titik tepi citra yang akan dipotong. Berikut merupakan contoh hasil cropping image. Gambar 4.12 Sebelum cropping image Pada gambar 4.12 merupakan citra yang memiliki ukuran 352 x 288 pixel sesuai dengan ukuran kamera cmucam3+, sedangkan untuk gambar 4.13 adalah citra yang telah mengalami cropping image dengan ukuran 200 x 200 pixel.

(X/Y) (width) (height) Gambar 4.13 Setelah cropping image Cropping image memiliki empat posisi elemen vektor, [Xmin, Ymin, width, height]. Xmin dan Ymin adalah titik tepi citra sedangkan untuk width dan height adalah lebar dan tinggi citra. Fungsi cropping image pada modul kamera cmucam3+ dituliskan cc3_pixbuf_frame_set_roi (76, 43, 276, 243). Jadi untuk nilai empat posisi elemen vektornya [Xmin, Ymin, width, height] adalah [76, 43, 276, 243]. Dengan mengetahui empat elemen vektor citra dapat mengetahui pula ukuran pixel dari citra, dengan cara melihat rentang nilai titik Xmin, Ymin dan titik width, height. Untuk penentuan nilai titik X, dilihat dari rentang nilai antara Xmin dan width sedangkan untuk nilai titik Y, dilihat dari rentang nilai antara Ymin dan height. karena citra yang didapat adalah fungsi dua dimensi (F(X,Y)) dengan begitu nilai 200 x 200 pixel akan didapat. berikut merupakan beberapa contoh citra melalui proses cropping dengan berbagai ukuran. (a) (b) (c) Gambar 4.14 Ukuran citra (a). 200 x 200 pixel (b). 150 x150 pixel (c) 100 x 100 pixel

4.2 Analisa waktu pengiriman gambar Waktu pengiriman citra dari sistem penginderaan jauh ke ground segment merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena waktu setelah muatan roket separasi hanya sekitar 70 detik sehingga waktu pengiriman citra diharuskan terkirim kurang dari 60 detik. Berikut merupakan ilustrasi dari mulai muatan roket diluncurkan hingga proses pengambilan citra. Gambar 4.15 Ilustrasi proses pengambilan gambar 1. Keadaan dimana muatan roket mulai diluncurkan. 2. Kondisi muatan roket untuk separasi atau memisahkan diri dari roket. Setelah kondisi ini kamera tidak langsung mengambil gambar. 3. Sekitar 10 detik setelah separasi kamera mengambil gambar untuk dikirimkan ke ground segment. 4. Proses pengiriman data gambar selesai. Proses pengiriman citra yang dilakukan dengan cara mengirim data tiap pixel dari citra yang diambil sehingga membutuhkan waktu yang lama. Karena pengiriman datanya per pixel sehingga waktu pengiriman dipengaruhi oleh ukuran gambar yang dikirimkan, semakin besar ukuran gambar yang dikirimkan maka akan semakin lama proses pengirimannya. Jumlah byte gambar yang dikirimkan untuk suatu gambar dengan bentuk matrik m x n menggunakan persama an berikut. g = (m x n ) + header.. 4.6

RGB = (3m x n ) + header.. 4.7 Pada persamaan 4.6 digunakan untuk mencari byte gambar berformat grayscale sedangkan untuk persamaan 4.7 digunakan untuk mencari byte gambar berformat RGB. Namun pada proses analisa yang dilakukan hanya pada gambar dengan format grayscale. Lamanya waktu pengiriman gambarnya sendiri adalah 42 detik dengan format gambar grayscale dan ukuran gambar 200 x 200 pixel. dengan menggunakan rumus 4.6 dapat mengetahui jumlah byte yang harus dikirim pada format gambar grayscale. g = (200 x 200) + 200 = 40200 byte sedangkan untuk transfer rate nya sendiri adalah transfer rate = 934 byte/s jadi dengan ukuran gambar 200 x 200 pixel, byte yang harus terkirim ke ground segment adalah 40200 byte dan transfer rate nya 934 byte/s.