B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. struktur otak dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Bila definisi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan. menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany &

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar

VALIDASI PSYCHOMETRIC HEPATIC ENCEPHALOPATHY SCORE (PHES) DALAM MENDIAGNOSIS ENSEFALOPATI HEPATIK MINIMAL PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus

LAPORAN AKHIR PENELITIAN Karya Tulis Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi,

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya

BAB IV METODE PENELITIAN. Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi.

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis

Sirosis Hepatis. Etiologi Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

SIROSIS HEPATIS R E J O

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB 1 PENDAHULUAN. mendadak, didahului gejala prodromal, terjadi waktu istirahat atau bangun pagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malnutrisi semakin diketahui sebagai faktor. prosnosis penting yang dapat mempengaruhi keluaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Jumlah Trombosit Berdasarkan Berat Ringannya Penyakit pada Pasien Sirosis Hati dengan Perdarahan di RSUP Dr. M.

a. Tujuan terapi.. 16 b. Terapi utama pada hepatitis B.. 17 c. Alternative Drug Treatments (Pengobatan Alternatif). 20 d. Populasi khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umum disebabkan peningkatan enzim liver. Penyebab yang mendasari fatty liver

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

2.1 Simtom ansietas dan depresi pada pasien sirosis hepatis

BAB I PENDAHULUAN. hati. Deskripsi sirosis hati berkonotasi baik dengan status pato-fisiologis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati (SH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian di Indonesia. World Health Organisation (2012)

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. hepatitis virus B dan C. Selain itu, faktor risiko lain yang dapat bersama-sama atau berdiri

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau non alcoholic fatty liver

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

HUBUNGAN KOMPLIKASI, SKOR CHILD-TURCOTTE, DAN USIA LANJUT SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEMATIAN PADA PASIEN SIROSIS HATI DI RSUD DR.SOEDARSO PONTIANAK TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

HUBUNGAN ANTARA KADAR ALBUMIN DAN KEJADIAN ASITES PADA PENDERITA SIROSIS HEPATIS YANG TERDIAGNOSIS PERTAMA KALI DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

Gambaran Derajat Varises Esofagus Berdasarkan Beratnya Sirosis Hepatis

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Pengukuran Hipertensi Portal dengan Metode Invasive (HVPG) dan Non Invasive (Fibroscan, Spleen size)

PERBANDINGAN VALIDITAS SKOR MAYO END STAGE LIVER DISEASE DAN SKOR CHILD-PUGH DALAM MEMPREDIKSI KETAHANAN HIDUP 12 MINGGU PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011).

BAB I adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 1988). bergantung sepenuhnya kepada orang lain (WHO, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT HATI VIRAL DAN NON-VIRAL DENGAN TINGKAT KEPARAHAN SIROSIS HEPATIS BERDASARKAN SKOR CHILD-PUGH DI RSUP H

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN SKOR APRI

Transkripsi:

B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit hati kronis termasuk sirosis telah menjadi masalah bagi dunia kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang komplek, meningkatnya komplikasi penyakit dan mortalitas. Disamping menimbulkan masalah medis penyakit sirosis juga menimbulkan berbagai masalah psikososial dan ekonomi yang sangat besar pada pasien dan keluarganya. Pasien dengan penyakit sirosis dibandingkan individu normal dengan umur yang sama pada populasi umum tentu memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dan angka harapan hidup yang lebih pendek. Sirosis hepatis (SH) adalah penyakit hati menahun yang ditandai oleh kerusakan parenkim hati difus dengan fibrosis luas disertai pembentukan nodul regeneratif. Gambaran klinis sirosis hati secara umum disebabkan adanya kegagalan faal hati dan hipertensi portal (McCormic Aiden, 2011). Kejadian SH untuk tiap negara adalah berbeda-beda. Data mengenai prevalensi SH di Indonesia belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah dari penelitian yang dilakukan oleh Somia et al., (2004) diperoleh 95 kasus sirosis dengan usia ratarata 54,32 tahun. Penyebab SH adalah multifaktorial, namun penyebab yang paling sering adalah penyalahgunaan alkohol, hepatitis virus kronis dan perlemakan hati yang

mengakibatkan nonalcoholic steatohepatitis (NASH) (Hidelbaugh & Bruderly, 2006). Diagnosis SH ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis standar yang dikeluarkan oleh International Hepatology Informatics Group (1994), yaitu secara klinis didapatkan tanda-tanda SH seperti adanya varises esofagus, splenomegali (dan atau perubahan darah tepi yang sesuai dengan hipersplenisme), asites, muscle wasting, perubahan dermovaskuler seperti spider angioma, pada pemeriksaan ultrasonografi didapatkan tanda yang menyokong sirosis seperti adanya nodulasi pada parenkim hati, asites, splenomegali, atau perubahan vaskuler akibat sirosis (Carroll et al., 1994). Derajat beratnya gangguan fungsi hati pada SH dapat diklasifikasikan berdasarkan criteria Child-Turcotte-Pugh (CTP), yaitu Child A, B, dan C. Pengelompokan pada kriteria ini adalah berdasarkan pemeriksaan klinis adanya ensefalopati hepatikum, asites, pemeriksaan kadar albumin, bilirubin serum dan waktu protrombin atau International Normalized Ratio (INR) (Wolf, 2004). Ensefalopati hepatik (EH) merupakan komplikasi yang terjadi pada 30-45% pasien sirosis. Ensefalopati hepatik adalah kelainan neuropsikologis yang terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau pasien dengan pintas portosistemik tanpa adanya kelainan otak organik yang diketahui. Terdapat banyak hipotesis patogenesis terjadinya EH, namun sampai saat ini patogenesis mengenai amonia memiliki bukti yang paling kuat (Haussinger & Schliess, 2008). Pada keadaan SH, struktur sel-sel hati yang sehat akan digantikan oleh jaringan ikat sehingga terjadi penurunan fungsi detoksifikasi. Selain itu hipertensi portal yang

terjadi pada SH akan menimbulkan banyak pembuluh darah kolateral. Adanya pembuluh darah kolateral ini menyebabkan darah yang belum didetoksifikasi dapat langsung menuju sirkulasi sistemik tanpa melewati hati. Mekanisme ini menyebabkan neurotoksin amonia cepat mencapai otak yang selanjutnya akan mengganggu fungsi neuron dan astrosit sehingga menimbulkan gejala ensefalopati. Derajat EH dibedakan menjadi 4 berdasarkan kriteria West Haven sesuai dengan gejala klinis yang muncul (Ferenci et al., 2002; McCormic Aiden, 2011; Mullen, 2006). Dalam literatur disebutkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Zeegen pada tahun 1970 menemukan adanya kegagalan pada pasien-pasien yang sudah menjalalani operasi pintas porto-sistemik dalam mengerjakan tes psikometrik walaupun secara klinis pasien terlihat normal. Hal yang serupa juga ditemukan oleh peneliti lain yang diketuai oleh Rikkers pada tahun 1978, yaitu adanya kelainan pada hasil tes psikometrik pasien tanpa adanya gejala klinis ensefalopati yang nyata dan menyebut kondisi ini sebagai ensefalopati hepatik subklinis, yaitu suatu terminologi di luar kriteria West Haven. Sejak itulah berbagai kontroversi mengenai kepentingan klinis ensefalopati hepatik minimal muncul ke permukaan. Ensefalopati hepatik minimal (EHM) adalah perubahan minimal yang terjadi pada fungsi kognitif, parameter elektrofisiologis, aliran darah, metabolisme, dan homeostatis di otak yang dapat diobservasi pada pasien sirosis tanpa adanya tanda ensefalohepatik yang nyata. Tidak adanya gejala EH yang nyata pada pasien merupakan kunci utama dalam mendiagnosis EHM (Amodio et al., 2004). Keadaan EHM ini telah dibuktikan menjadi faktor risiko terjadinya EH yang nyata

dan bahkan kematian. Prevalensi EHM bervariasi antara 20-60% tergantung dari pemeriksaan yang dilakukan, namun alat yang digunakan untuk mendiagnosis sangat kompleks dan kebanyakan tidak tersedia bagi para klinisi dilapangan. Beberapa pusat yang khusus menangani pasien dengan sirosis telah membuat kriteria diagnosisnya sendiri atau dengan menggunakan tes neuropsikologis dalam berbagai cara. Hal ini telah menciptakan kebingungan karena tidak adanya konsensus yang jelas tentang alat baku yang dapat digunakan untuk mendeteksi EHM (Rojo et al., 2011). Salah satu cara yang mudah untuk mendiagnosis EHM adalah dengan menggunakan tes neuropsikologis atau tes psikometrik. Tes ini dapat mendeteksi gangguan kognitif yang ringan yaitu berupa gangguan pemusatan perhatian dan kecepatan psikomotor (Amodio et al., 2008). Berdasarkan konsensus gastroenterologi sedunia ke 11 di Vienna pada tahun 1998, serangkaian tes neuropsikologis yang dikenal dengan Psychometric hepatic encephalopathy score (PHES) sudah direkomendasikan untuk mendiagnosis EHM. Tes tersebut terdiri dari 5 pemeriksaan psikometrik yaitu tes simbol digit (digit symbol test), tes koneksi angka A dan B (number connection test A and B), tes menggambar titik serial (serial dotting test), tes menggambar garis (line tracing test). Tes PHES dikatakan dapat dianggap sebagai baku emas dalam diagnosis EHM karena meliputi semua aspek kognitif yang berpengaruh pada EHM, yaitu dapat menilai fungsi domain kognitif yang multipel khususnya gangguan pemusatan perhatian, kemampuan visuospasial dan gerakan motorik halus. Selain itu tes PHES ini mudah dikerjakan oleh para klinisi, dapat dikerjakan dalam waktu singkat, dan

dapat diaplikasikan lintas budaya. Alat ini sudah divalidasi di Spanyol, Italia, Jerman, Meksiko, Inggris. Hasil studi yang telah dilakukan di Spanyol dan Jerman menunjukkan bahwa umur dan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap nilai dari PHES. Studi di Itali didapatkan pekerjaan hanya berpengaruh terhadap item tes menggambar titik serial dalam PHES dan tidak memiliki pengaruh pada item tes lain. Pada studi yang dilakukan di Meksiko didapatkan bahwa derajat sirosis berdasarkan fungsi hati (sesuai kriteria CTP) tidak ditemukan berpengaruh pada PHES walaupun terdapat peningkatan prevalensi EHM seiring dengan meningkatnya derajat CTP, sedangkan pada studi yang dilakukan di Italia didapatkan bahwa fungsi hati ada hubungannya dengan PHES. Walaupun terdapat beberapa perbedaan dari versi validitas negara-negara tersebut, namun semuanya berhasil mendapatkan PHES yang valid dan dapat digunakan untuk mendiagnosis EHM pada masing-masing negara tersebut. Referensi nilai normal untuk tes PHES pada tiap negara adalah berbeda, masing-masing negara harus membuat nilai referensi atau nilai standar PHES dengan menggunakan populasi kontrol yang representatif yang sesuai dengan latar belakang budaya negara tersebut (Rojo et al., 2011). Banyak penelitian tentang EHM telah dilakukan dan menyatakan adanya efek negatif pada kualitas hidup pasien dibandingkan dengan pasien sirosis tanpa EHM, penurunan kemampuan dalam berkendara, penurunan kemampuan koordinasi psikomotor, mempunyai risiko yang lebih besar untuk terjadinya EH yang nyata dan bahkan mempengaruhi prognosis pasien. Mengingat besarnya dampak yang bahkan sudah ditimbulkan sejak pasien mengalami ensefalopati

hepatik minimal, maka diagnosis EHM harus ditegakkan sehingga terapi segera dapat diberikan tanpa perlu menunggu sampai ensefalopati tersebut sudah nyata secara klinis (Ferenci et al., 2002; Amodio et al., 2004; Randolph et al., 2009). Di Indonesia belum ada alat yang dibakukan untuk mendiagnosis adanya EHM pada pasien sirosis, sehingga penyakit ini mungkin seringkali terlewatkan sampai pada akhirnya pasien jatuh dalam kondisi EH yang nyata yang tentu saja dengan risiko mortalitas yang lebih besar. Sampai saat ini sepengetahuan kami, belum ada penelitian di Indonesia yang meneliti tentang nilai standar PHES yang sesuai dengan populasi di Indonesia dan belum ada penelitian tentang performa PHES di Indonesia. PHES yang menggunakan nilai standar populasi lokal Indonesia dan valid diharapkan dapat mendeteksi adanya ensefalopati minimal pada pasien sirosis sehingga terapi dapat segera diberikan sehingga diharapkan mortalitas dapat diturunkan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah tes PHES dapat dipakai untuk mendiagnosis EHM pada pasien sirosis hepatis di Indonesia? 2. Apakah faktor umur, pendidikan, pekerjaan, dan derajat CTP berhubungan dengan tes PHES pada populasi sampel normal, sampel SH tanpa EH nyata, dan sampel SH dengan EH nyata?

1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk memvalidasi tes PHES termasuk di dalamnya mendapatkan referensi nilai normal tes PHES yang sesuai dengan populasi di Indonesia sehingga dapat digunakan secara luas di Indonesia sebagai salah satu alat untuk mendiagnosis EHM pada pasien sirosis. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan tes PHES. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat akademik Penelitian ini secara akademik bermanfaat untuk menambah pengetahuan khususnya ilmu kedokteran di Indonesia dengan memberikan informasi mengenai performa tes PHES di Indonesia dalam mendiagnosis ensefalopati minimal pada pasien sirosis, serta dapat dijadikan sebagai dasar dalam kebijakan penatalaksanaan pasien SH dengan komplikasi ensefalopati di Indonesia. 1.4.2. Manfaat klinik praktis Bagi para dokter, diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu mendiagnosis adanya EHM pada pasien sirosis sehingga terapi yang tepat dapat segera diberikan, yang pada akhirnya diharapkan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dari penyakit itu sendiri.

Bagi para pasien SH di Indonesia diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dari komplikasi EH.