BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. individu. Keluarga merupakan pondasi terbentuknya pribadi yang sehat baik secara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang tidak dapat diperkirakan waktu terjadinya. Sehingga kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

STRATEGI KOPING PADA KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGALAMI AMPUTASI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com

Dying & Bereavement. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

1. PENDAHULUAN. (Wawancara dengan Bapak BR, 3 Maret 2008)

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi (Buku Pedoman Universitas Sumatera Utara, 2010). Mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada hakekatnya manusia dari sejak awal terbentuknya, yakni sejak terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. Dalam bab ini saya akan membahas dan menganalisa temuan-temuan yang

BAB I PENDAHULUAN. kadar gula darah, dislipidemia, usia, dan pekerjaan (Dinata, dkk., 2015). Angka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus (1969) mengemukakan bahwa adaptasi merupakan konsep

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan (Papalia, et. la., 2007). Setelah menikah laki-laki dan perempuan akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB II LANDASAN TEORI

BABI. kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran, ayat 185 yang berbunyi: Tiap-tiap yang

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada perjalanan kehidupan, manusia berada dititik- titik yang berbeda dalam

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

PRINSIP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepuasan tersendiri, karena bisa memperoleh uang dan fasilitas-fasilitas yang

COPING STRESS PADA WANITA YANG MENGALAMI KEMATIAN PASANGAN HIDUP. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembuluh darah yang pecah atau terhalang oleh gumpalan darah sehingga

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well-Being. Psychological well-being (PWB) merujuk pada perasaan-perasaan

KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. waktu terjadinya kematian pada diri makhluk tesebut.

Transkripsi:

12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu dalam merespon, memahami, dan mencoba menanggulangi ketidaksesuaian atau masalah yang dihadapi akibat adanya tuntutan yang berlebihan yang dinilai mengganggu, berfungsi untuk membebaskan diri dari masalah yang nyata maupun tidak nyata, dan merupakan semua usaha kognitif dan perilaku untuk mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap tuntutan-tuntutan tersebut. Menurut Carpenter (1992) gagasan pengatasan masalah sangat umum dan mencakup suatu perilaku yang luas, yaitu sebagai proses yang menghubungkan perilaku pengatasan masalah ke hasil pengatasan masalah itu sendiri. Carpenter mengemukakan pengatasan masalah sebagai respon terhadap stres, sebagai proses dengan umpan balik yang kompleks dan kemajuan dari waktu ke waktu, karena perilaku seseorang yang mungkin berubah. Pengatasan masalah menurut Pearlin & Schooler adalah suatu bentuk tingkah laku individu untuk melindungi diri dari tekanan-tekanan psikologis yang ditimbulkan oleh problematika pengalaman sosial (Diponegoro & Thalib, 2001). Menurut Sundberg, Winebarger, dan Taplin (2007) pengatasan masalah adalah suatu cara atau strategi untuk mengatasi stres yang mengacu pada upaya kognitif dan perilaku untuk beradaptasi dengan berbagai perubahan situasi kehidupan terutama

13 yang bersifat stres. Pengatasan masalah itu sendiri dimaknai sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, luka, kehilangan dan ancaman. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengatasan masalah adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memahami, merespon, dan melindungi diri dari tuntutan dan tekanan-tekanan psikologis yang dapat mengakibatkan stres. B. Fungsi Pengatasan Masalah Menurut Lazarus dan Folkman ( 1984) pengatasan masalah memiliki dua fungsi, yaitu: 1. Pengatasan masalah yang berfokus pada masalah. Pengatasan masalah yang berfokus pada masalah adalah usaha untuk mengurangi stresor, dengan mempelajari cara-cara atau keterampilanketerampilan baru yang digunakan untuk mengubah situasi, keadaan, atau pokok permasalahan. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini apabila dirinya yakin mampu dapat mengubah situasi permasalahan. 2. Pengatasan masalah yang berfokus pada emosi. Pengatasan masalah yang berfokus pada emosi adalah usaha untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi yang sangat menekan. Pengatasan masalah yang berfokus pada emosi cenderung dilakukan apabila individu tidak

14 mampu atau merasa tidak mampu untuk mengubah kondisi yang penuh tekanan dengan mengatur emosinya. Lazarus dan Folkman (1984) lebih lanjut menjelaskan pengatasan masalah yang berfokus pada masalah dikembangkan lagi menjadi tiga strategi dan pengatasan masalah yang berfokus pada emosi menjadi lima strategi yaitu: 1. Pengatasan masalah yang berfokus pada masalah a. Tindakan konfrontatif dalam penyelesaian masalah, yaitu usaha mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko. b. Mencari dukungan sosial, yaitu usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain. c. Perencanaan dalam penyelesaian masalah, yaitu melakukan usaha-usaha yang bertujuan untuk mengubah keadaan, diikuti pendekatan analitis dalam menyelesaikan masalah. 2. Pengatasan masalah yang berfokus pada emosi a. Kontrol diri, yaitu usaha untuk mengatur perasaan ketika mengahadapi situasi yang menekan. b. Menjaga jarak, yaitu usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan seperti menghindari dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-pandangan yang positif seperti menganggap masalah sebagai lelucon.

15 c. Mendekatkan diri pada Agama, yaitu usaha untuk mencari makna dari permasalahan dengan terfokus pada pengembangan diri dan biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius. d. Menerima tanggung jawab, yaitu usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dari permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya semua menjadi lebih baik. e. Pengalihan, yaitu usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan mengalihkan pada hal lain seperti makan, minum. Berdasarkan hasil penelitian dari Cheng pengatasan masalah yang berfokus pada masalah berfungsi meredakan kecemasan pada situasi stres yang terkontrol oleh individu tersebut, namun dapat juga menambah kecemasan dalam situasi stres yang tidak terkontrol oleh individu. Pengatasan masalah yang berfokus pada emosi berfungsi dalam situasi stres yang tidak terkontrol namun tidak muncul dalam situasi stres yang terkontrol (Cheng, 2003). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan fungsi pengatasan masalah adalah untuk mengatasi tekanan dan emosi negatif yang ditimbulkan dari berbagai masalah yang dihadapi individu dalam bentuk kognitif dan tingkah laku yang berorientasi pada masalah atau emosi yang dirasakan. C. Kematian 1. Pengertian Kematian Kematian didefinisikan sebagai berhentinya semua fungsi vital tubuh termasuk detak jantung, aktivitas otak (termasuk batang otak), dan pernapasan. Hal

16 ini dapat terjadi kapan saja, secara tiba-tiba, tanpa pemberitahuan dan tidak tergantung pada usia (Sing, 2005). Dari sudut pandang biologis, kematian adalah penghentian permanen dari semua fungsi vital. Dari perspektif psikologis, sosial, dan budaya yang lebih luas, kematian jauh lebih dari tahap akhir dari proses biologis. Konsep kematian yang sangat subjektif, yang sangat kompleks, dan perubahan dari waktu ke waktu. Makna kematian sangat diwarnai oleh sikap dari individu-individu yang memegang mereka serta konteks situasional di mana individu-individu menemukan diri mereka (Sing, 2005). Kematian didefinisikan sebagai kehilangan permanen dari fungsi integratif manusia secara keseluruhan (Hasan, 2006). Sedangkan kematian menurut Kubler Ross adalah salah satu peristiwa dimasa mendatang yang akan menakutkan bagi setiap individu (Kubler, 1998). Menurut para ulama (dalam Imam, 2004) kematian adalah terputus dan terpisahnya keterkaitan jiwa (roh) dengan badan serta berpisahnya kesatuan keduanya, pergantian keadaan, dan perpindahan dari dunia menuju akhirat. Suami adalah pemimpin rumah tangga yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap lajunya bahtera keluarga, dari urusan terkecil hingga yang paling besar (Chomaria, 2012). Pada UU Perkawian Nomor I Tahun 1974 Pasal 31 ayat 3 disebutkan bahwa suami adalah kepala keluarga yang memiliki tugas yang wajib untuk melindungi istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

17 2. Dampak Kematian Suami Kematian suami disebabkan oleh banyak faktor, dapat disebabkan karena kecelakaan, sakit, dan tanpa disebabkan apa-apa atau secara tiba-tiba. Kematian suami yang secara tiba-tiba maupun yang disebabkan sakit terlebih dahulu akan menimbulkan masalah atau dampak bagi istri, yaitu : a. Kematian menimbulkan rasa kehilangan atau bereavement. Rasa kehilangan berupa kedukaan (grieving) dan berkabung (mourning). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kedukaan adalah ekspresi emosi dalam pengatasan masalah saat kehilangan. Pengatasan masalah tersebut dapat menimbulkan perubahan secara struktural, emosional, kognitif, sosial, dan spiritual ( Aiken, 1994). b. Masalah ekonomi. Beberapa istri yang ditinggal mati suaminya mempunyai situasi keuangan yang kurang baik dibandingkan ketika suami masih hidup (Hurlock, 1980). c. Masalah sosial. Istri yang ditinggal mati oleh suaminya biasanya akan sulit untuk berbaur dengan lingkungan sosialnya, karena masyarakat masih saja memandang sebelah mata status dari seorang janda (Hurlock, 1980). d. Masalah keluarga. Istri yang ditinggal mati oleh suami harus menjadi ayah dan ibu bagi anak-anak, serta harus menghadapi berbagai masalah yang ditimbul dalam keluarga tanpa pasangan (Hurlock, 1980). e. Masalah praktis. Istri mencoba untuk menjalankan kehidupan rumah tangga sendirian, setelah terbiasa dibantu oleh suami dalam memperbaiki peralatan

18 rumah tangga yang rusak, merawat anak-anak, mengerjakan pekerjaan rumah dan lain sebagainya (Hurlock, 1980). f. Masalah seksual. Seorang istri yang selama ini terpenuhi keinginan seksualnya tiba-tiba keinginan seksualnya harus terhenti, hal ini akan mengakibatkan frustasi jika istri tidak dapat mengatasi masalah ini (Hurlock, 1980). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kematian suami dapat menimbulkan rasa kehilangan yang mendalam bagi istri dimana didalam rasa kehilangan tersebut terdapat perasaan berduka dan berkabung, perasaan ini akhirnya menimbulkan berbagai macam masalah mulai dari masalah ekonomi, sosial, keluarga, praktis dan seksual. 3. Fase Kehilangan Setelah Kematian Kehilangan orang-orang yang dicintai menimbulkan rasa kesedihan akut secara khas berlangsung selama enam bulan sampai dua belas minggu, tetapi gangguan yang cukup bermakna dapat menetap selama satu sampai dua tahun. Fase pertama yang berlangsung sampai dua minggu setelah kematian, merupakan saat dimana individu masih tegar dalam menghadapi kematian sampai dengan proses penguburan. Kemudian diikuti oleh kesedihan hebat dengan kegelisahan. Pada tiga bulan pertama, individu masih larut dalam kesedihan, timbul kesulitan berkomunikasi dan impian hidup dari orang mati serta ilusi kehadiran orang mati (Ingram, 1995). Kubler Ross (dalam Papalia, 2008) menggambarkan tiga fase kehilangan setelah kematian bagi individu yang ditinggal mati, yaitu:

19 a. Shock dan tidak percaya Setelah kematian yang individu ditinggal sering merasa kehilangan dan bingung. Perasaan duka menimbulkan perasaan sedih dan menangis. Tahap ini dapat berlangsung beberapa minggu terutama pada kematian yang tiba-tiba. b. Mengingat kenangan yang meninggal Pada tahap kedua dapat berlangsung selama enam bulan atau lebih, yang ditinggalkan mencoba menerima kematian tetapi belum dapat menerimanya. Seorang janda dapat mengingat kembali kematian suami dan semua kenangan mereka. c. Resolusi Tahap akhir dicapai ketika individu yang berduka memperbaharui ketertarikan dalam aktivitas sehari-hari. Kenangan akan seseorang yang telah meninggal menimbulkan perasaan cinta yang bercampur duka ketimbang sakit yang mendalam dan rasa memiliki. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa individu yang ditinggal mati mengalami fase-fase kedukaan setelah kematian, pada fase pertama individu merasa shock dan tidak percaya bahwa ditinggal mati oleh orang yang dicintai, fase kedua individu masih mengingat kenangan yang ada sebelum kematian, kemudian fase ketiga dimana individu sudah dapat melupakan kesedihan dan menerima kenyataan bahwa orang yang dicintai sudah meninggal.

20 D. Kerangka Pemikiran Kehilangan suami bukanlah suatu hal yang diharapkan oleh setiap istri di dunia ini baik kehilangan karena perceraian maupun karena kematian. Kehilangan suami yang diakibatkan oleh kematian akan menimbulkan duka mendalam bagi istri. Kematian didefinisikan sebagai kehilangan permanen dari fungsi integratif manusia secara keseluruhan (Hasan, 2006). Lebih lanjut dijelaskan kematian adalah berpisahnya roh dari tubuh yang mengakibatkan berhentinya denyut jantung, tekanan atau aliran darah, dan hilangannya fungsi permanen dari tubuh secara keseluruhan. Kehilangan suami karena kematian faktanya menimbulkan banyak masalah bagi istri. Masalah-masalah yang timbul pasca kematian suami antara lain seperti masalah psikologis berupa rasa kesepian, kehilangan, masalah sosial, emosional, ekonomi, pemeliharaan anak, seksual, dan perubahan diri. Kematian suami menimbulkan rasa kesepian dan rasa kehilangan berupa kedukaan dan berkabung. Berdasarkan dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa subjek, masalah yang sering dihadapi oleh istri pasca kematian suami adalah masalah psikologis. Pasca kematian suami, istri mengalami perubahan secara psikologis pada dirinya. Istri menjadi lebih sensitif, emosi tidak stabil, merasakan kesepian serta merasa sulit untuk berbaur dengan lingkungan sekitar karena sudah terbiasa berbaur dengan lingkungan bersama suami. Masalah yang timbul pasca kematian suami ini membuat istri tidak dapat menghindar dari tuntutan atau tekanan yang menimpa dirinya, untuk itu diperlukan pengatasan masalah agar istri dapat beradaptasi terhadap masalah dan tekanan.

21 Pengatasan masalah merupakan pemikiran atau perilaku adaptif dalam mengurangi atau meringankan stres yang bersumber dari kondisi yang menyakitkan, berbahaya atau menantang (Papalia, 2008). Fungsi pengatasan masalah adalah usaha individu untuk mengatasi tekanan dan emosi negatif yang ditimbulkan dari berbagai masalah yang dihadapinya dalam bentuk kognitif dan tingkah laku dengan berorientasi pada masalahnya atau emosi yang dirasakan. Penelitian ini akan membahas bagaimana istri mengatasi masalah-masalah yang dihadapi pasca kematian suami. Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah istri yang ditinggal mati oleh suami dalam kurun waktu minimal enam bulan. Kriteria ini diambil berdasarkan dari teori dari Kubler Ross yang menyebutkan fase-fase kehilangan setelah kematian ada tiga, dimana ketiga fase kehilangan tersebut berlangsung pada enam bulan pertama. Rasa kehilangan yang dihadapi oleh istri termasuk pada masalah psikologis. Menurut Kail dan Cavanaugh (dalam Wahyuly, 2008) perasaan duka cita yang dialami oleh istri yang kehilangan suami karena kematian berlangsung selama satu atau dua tahun pasca kematian. sejalan dengan pendapat tersebut, Hoyer dan Roodin (dalam Wahyuly, 2008) mengatakan bahwa individu yang kehilangan seseorang yang dicintai karena kematian akan mengalami perasaan duka cita lebih kurang dua tahun pasca kematian pasangan. Heinemann (dalam Wahyuly, 2008 ) mengatakan bahwa kebanyakan individu yang kehilangan pasangannya karena kematian membutuhkan waktu paling tidak satu sampai tiga tahun untuk menyesuaikan diri dengan peristiwa tersebut.

22 E. Pertanyaan Peneltian Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan tema pertanyaan penelitian yang berguna untuk memudahkan dalam melakukan penelitian kualitatif ini yaitu Bagaimana pengatasan masalah yang dilakukan oleh istri pasca kematian suami.