BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir dan dewasa awal. Menurut Monks (dalam Desmita, 2012) remaja akhir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak Kelas VI Sekolah Dasar Full-Day Darul Ilmi Bandung

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan dengan semangat yang menggebu. Awalnya mereka menyebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha

BAB 1 PENDAHULUAN. kodrati memiliki harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. ini laju informasi dan teknologi berjalan dengan sangat cepat. Begitu juga dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keras untuk meraih kebahagiaaan (Elfida, 2008).

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN PENYESUAIAN DIRI PADA REMAJA DI ISLAMIC BOARDING SCHOOL SMPIT DAARUL HIKMAH BONTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ayat di atas bermakna bahwa setiap manusia yang tunduk kepada Allah

BAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana

BAB 1 PENDAHULUAN. Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA. seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA GURU BANTU SD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut muncul banyak perubahan baik secara fisik maupun psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam perkembangan remaja dalam pendidikan formal seperti di sekolah,

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. persaingan. Seseorang akan berkompetisi untuk mendapatkan sesuatu yang lebih,

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat.

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB II LANDASAN TEORI. Subjective well-being merupakan bagian dari happiness, istilah happines dan

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar lima tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 30 Desember 2005,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke- 21, banyak pengembangan berbagai teknologi strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya trend Boarding School bukan sesuatu yang baru dalam konteks pendidikan di Indonesia. Sudah sejak lama lembaga pendidikan di Indonesia menghadirkan konsep pendidikan boarding school yang diberi nama pondok pesantren. Pondok pesantren ini adalah awal mula dari adanya boarding school di Indonesia. Di Indonesia, kesadaran masyarakat tentang pendidikan sudah semakin meningkat, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya orangtua yang menginginkan anaknya masuk sekolah unggulan. Alternatif pendidikan yang ditawarkan untuk menghasilkan SDM yang berkualitas salah satunya adalah sekolah berasrama (Boarding School) (Kompasiana, 2011). Boarding school merupakan penyelenggaraan sekolah untuk meningkatkan kualitas anak didik. Nama lain dari istilah boarding school adalah sekolah berasrama. Para murid mengikuti pendidikan reguler dari pagi hingga siang di sekolah kemudian dilanjutkan dengan pendidikan asrama seperti pendidikan agama atau pendidikan nilai-nilai khusus lainnya. Selama 24 jam anak didik berada di bawah pengawasan para guru dan pembimbing (Maknun, 2006). 1

2 Remaja yang akan memasuki lingkungan boarding school harus dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan asrama, namun itu bukan suatu hal yang mudah bagi para remaja. Peralihan dari lingkungan keluarga ke lingkungan asrama akan menimbulkan perubahan yang signifikan bagi remaja. Perubahan yang terjadi pada diri dan lingkungan menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian diri, hal ini perlu dilakukan agar terjadi keselarasan antara pribadi remaja dengan lingkungan asrama, sehingga remaja bisa dengan nyaman tinggal di lingkungan asrama (Octyavera, 2010). Kesulitan para remaja dalam penyesuaian diri sering dijumpai di sekolah berasrama (boarding school). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutris (2008) yang sejak tahun 1998 terjun mengelola sekolah berasrama (boarding school) didapatkan data bahwa hampir 75 % siswa yang sekolah boarding adalah kemauan dari orangtua siswa bukan dari siswa itu sendiri. Akibatnya, dibutuhkan waktu yang lama (rata-rata 4 bulan) untuk siswa menyesuaikan diri dan masuk kedalam konsep pendidikan boarding yang integratif yaitu saling membaur sehingga menjadi kesatuan yang utuh. Masalah yang sering dihadapi para remaja adalah problem behaviour yang berdampak pada terhambatnya proses penyesuaian diri remaja dengan remaja lainnya, dengan guru dan dengan masyarakat. Remaja yang merasa tidak bahagia, seperti frustrasi dan memendam kemarahan seringkali menunjukkan perilaku-perilaku yang tidak simpatik terhadap orangtua maupun orang lain yang dapat membahayakan diri serta parahnya dapat mempengaruhi konsep diri siswa pada usia perkembangan yang masih remaja. Hal ini tentu

3 akan mempengaruhi interaksi dengan orang lain begitu pula dengan ketahanan untuk tinggal di boarding school (Tanje, 2003). Republika.co.id pada 21 Januari 2008 menjelaskan adanya fenomena yang memperlihatkan kurangnya kebahagiaan siswa di sekolah berasrama karena paksaan orangtua. Salah seorang siswa yang bersekolah di pondok pesantren Al-Irsyad, Salatiga, Jawa Tengah menuturkan bahwa sekolah selama 3 tahun terasa lama sekali, bahkan siswa itu sempat kabur sebanyak 3 kali. Beruntung siswa tersebut lulus, namun siswa tersebut tidak mau melanjutkan sekolah di sekolah yang sama. Siswa tersebut memutuskan untuk melanjutkan studi di MAN 2 Yogyakarta. Kurangnya dukungan orangtua dapat berdampak pada siswa, siswa menjadi tidak peduli dengan sekolah, karena mereka tidak mengerti arti sekolah, dan apa pentingnya pendidikan untuk masa depan mereka nanti. Contoh nyata seperti mereka bermalas-malasan untuk datang kesekolah, ini karena kurang adanya perhatian dan dukungan orangtua dalam memotivasi anak untuk menuntut ilmu (Kompasiana, 2013). Peneliti yang mempelajari tentang subjective well-being menunjukkan bahwa kunci dari good life adalah seorang individu yang menyukai tentang hidupnya. (Diener, Lucas, & Oishi, 2003). Andrew dan Withey (dalam Diener, 1994) mengatakan bahwa subjective well-being merupakan evaluasi kognitif dan sejumlah tingkatan perasaan positif atau negatif seseorang. Dalam penelitian ini subjective well-being dijelaskan sebagai evaluasi subyektif seseorang mengenai kehidupannya, yang mencakup kepuasan terhadap

4 hidupnya, tingginya afek positif dan rendahnya afek negatif. Hal ini sangat berdampak bagi siswa boarding school agar siswa dapat bertahan berada di asrama selama mereka bersekolah di tempat yang menurut mereka baru. Siswa yang masuk sekolah berasrama atas keinginan dan pilihannya sendiri lebih menerima kedaan diri dan lingkungannya. Siswa memperlihatkan ekspresi atau tingkah laku seperti tertarik, gembira, dan antusias itu menunjukkan adanya dampak positif atau bisa dibilang merasa nyaman dan bahagia berada di boarding school. Sebaliknya siswa yang masuk karena paksaan orangtua, siswa menunjukkan ekspresi atau tingkah laku seperti sedih, sering murung, kecewa, sering marah, dan memulai bermusuhan dengan guru, pembimbing asrama dan teman sebaya itu menunjukkan dampak negatif dan itu menandakan bahwa mereka merasa tidak nyaman dan tidak bahagia berada di boarding school. (Nurhadi, 2013) Dukungan orangtua merupakan sistem dukungan sosial yang paling penting untuk kesejahteraan siswa. dukungan orangtua nantinya akan berhubungan dengan kesuksesan akademis siswa, gambaran diri yang positif dari siswa, kepercayaan diri, motivasi dan kesehatan mental (Tarmidi&Rambe, 2010). Salah satu faktor subjective well being adalah kualitas hubungan sosial (Diener dalam Snyder dan Lopez, 2002). Kualitas hubungan mencakup keluarga, teman dan hubungan romantis. Pada penelitian ini, kualitas hubungan orangtua yang menjadi pilihan karena orangtua adalah unit terkecil seseorang dalam membina hubungan. Jika dalam unit terkecil anak merasa tidak bahagia,

5 bagaimana anak dapat bahagia di unit yang lebih besar. Kualitas hubungan sosial orangtua menjadi sangat penting untuk memberikan dampak positif bagi anak. Seberapa besar peran dukungan orangtua yang menyekolahkan anak di boarding school dapat memberikan efek positif bagi si anak. Menurut Santrock (2003), dukungan orangtua merupakan dukungan dimana orangtua memberikan kesempatan pada anak agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, dan belajar mengambil keputusan, hal ini menjadi penting karena nantinya anak akan belajar bertanggung jawab atas keputusan yang telah diambil. Dengan demikian, anak akan dapat mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya bergantung pada orangtua menjadi mandiri. Sarafino (2002) mengatakan dukungan sosial adalah berbagai macam dukungan yang diterima seseorang dari orang lain, dalam hal ini adalah tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan yang besar dari orangtua akan membuat tingkat subjective well being siswa SMP boarding school akan semakin besar dan perasaaan tidak diperhatikan oleh orangtua akan berkurang. Dukungan sosial orangtua inilah yang akhirnya akan mempengaruhi kondisi kebahagiaan, kesejahteraan dan kenyamanan atau sekarang yang lebih familiar disebut subjective well being pada siswa tersebut.

6 Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang bagaimanakah hubungan antara dukungan sosial orangtua dan subjective well-being siswa SMP boarding school. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara dukungan orangtua dengan subjective well being pada siswa SMP boarding school. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan manfaat teoritis maupun praktis, seperti : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi baru dan memperkaya khazanah teori psikologi pendidikan dan psikologi positif mengenai kebahagiaan hidup ditinjau dari dukungan sosial orangtua pada siswa SMP boarding school. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya, dan para pelajar pada khususnya tentang kebahagiaan ditinjau dari dukungan sosial orangtua pada siswa boarding school. Diharapkan dapat berguna untuk para orangtua yang akan menyekolahkan anak di boarding school dan juga bagi pelajar yang ingin bersekolah di boarding school agar dapat merasakan kebahagiaan ketika berada di sekolah dengan sistem boarding school.

7 D. Keaslian Penelitian Penelitian dengan variabel dukungan sosial sudah banyak dilakukan sebelumnya. Namun, peneliti ingin lebih spesifik lagi karena banyak faktor yang mempengaruhi dukungan sosial. Dalam hal ini peneliti ingin memperdalam dukungan sosial dari orangtua. Penelitian tentang dukungan sosial orangtua sudah banyak di Indonesia. Salah satunya pada penelitian Rambe (2010) dengan judul Hubungan Antara Dukungan Sosial Orangtua Dengan Kemandirian Belajar Pada Siswa SMA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori Sarafino (Rambe, 2010), yang berpendapat bahwa dukungan sosial merupakan dukungan yang diterima oleh seseorang dari orang lain. Dukungan yang diterima dapat melalui instrumental, informasi, atau emosional. Sedangkan subjek penelitian ini adalah 195 orang siswa SMA. Penelitian lainnya dilakukan oleh Rahmi (2011) dengan judul Pengaruh Dukungan Orangtua dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Musik Pada Remaja. Penelitian ini menggunakan teori Sarafino (Rahmi, 2011) yang mengatakan bahwa dukungan sosial berarti adanya penerimaan dari orangtua atau sekelompok orangtua terhadap individu yang menimbulkan presepsi dalam dirinya bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai dan ditolong. Subjek yang digunakan sebanyak 80 orang dengan rentang usia 14-18 tahun. Penelitian mengenai subjective well being dengan judul Gambaran Subjective Well Being Mahasiswa Anggota Paduan Suara Mahasiswa Gerejawi yang dilakukan oleh Sipatuhar (2012). Teori subjective well being menggunakan teori Diener (Sipatuhar, 2012) yang mendefinisikan subjective

8 well being merupakan evaluasi subjektif seseorang mengenai kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi menyenangkan, fulfilment, kepuasan terhadap area-area seperti pernikahan, pekerjaan, tingkat emosi tidak menyenangkan yang rendah. Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa yang berkecimpung dalam paduan suara gerejawi. Penelitian lain yang mengulas tentang subjecive well being adalah Ariati (2010) dengan judul Subjective Well Being (Kesejahteraan Subjektif) dan Kepuasan Kerja Pada Staff Pengajar (Dosen) di Lingkungan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Menggunakan teori Diener (Ariati, 2010) yang berpendapat bahwa subjective well being (kesejahteraan subjektif) adalah persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi kognitif dan afeksi terhadap hidup. Subjek yang diambil adalah Dosen Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro yang berjumlah 21 orang. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa : 1. Keaslian topik Penelitian tentang hubungan dukungan sosial orangtua dengan subjective well being pada siswa SMP boarding school belum pernah dilakukan sebelumnya. Penggunaan variabel pada penelitian sebelumnya belum pernah menyatukan dua variabel tersebut dalam satu penelitian sehingga penelitian ini dapat dikatakan orisinil secara topik.

9 2. Keaslian teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjective well being, dan teori dukungan orangtua. Pengertian subjective well being diambil dari jurnal Lucas dan Diener (2000), aspek dan faktor mengambil dari jurnal Diener dan Ryan (2009). Sedangkan pengertian dukungan sosial orangtua menggunakan teori Sarafino (2002) dan Sarafino dalam Smett (1994). 3. Keaslian alat ukur Penelitian ini menggunakan teori Diener (1994) untuk mengukur subjective well being, dan menggunakan teori Sarafino (1998) untuk mengukur dukungan sosial orangtua. 4. Keaslian subjek penelitian Dalam penelitian ini subjek yang digunakan adalah siswa boarding school dengan usia 12-15 tahun dan menetap di asrama.