Perencanaan Geometrik Jalan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

PETUNJUK LOKASI DAN STANDAR SPESIFIKASI BANGUNAN PENGAMAN TEPI JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak

Spesifikasi geometri teluk bus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Persyaratan Teknis jalan

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 +

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2)

BAB III LANDASAN TEORI

Spesifikasi kereb beton untuk jalan

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996).

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

Penempatan marka jalan

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertemuan antar jalan dan perpotongan lintasan kendaraan. Lalulintas pada

PERSYARATAN TEKNIS JALAN UNTUK RUAS JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER < < <

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ( Suryadarma H dan Susanto B., 1999 ) bahwa di dalam

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Memperoleh. oleh STUDI PROGRAM MEDAN

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS LAIK FUNGSI JALAN ARTERI DI KOTA MAKASSAR. Kata kunci : transportasi, laik fungsi, standar teknis.

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS

BAB II PEMBAHASAN. Klasifikasi, Spesifikasi, Tingkat Pelayanan dan Cross Section

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(

PETUNJUK PELAKSANAAN PELAPISAN ULANG JALAN PADA DAERAH KEREB PERKERAS DAN SAMBUNGAN NO. 006/T/BNKT/1990

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama. Kemacetan

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spesifikasi bukaan pemisah jalur

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

ANALISA DESAIN OVERLAY DAN RAB RUAS JALAN PONCO - JATIROGO LINK 032, STA KM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

UU NO. 38 TAHU UN 2004 & PP No. 34 TA AHUN 2006 TENTANG JALAN DIREKTORAT BINA TEKNIK DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

RSNI-T-XX-2008 RSNI. Standar Nasional Indonesia. Standar geometri jalan bebas hambatan untuk jalan tol. ICS Badan Standarisasi Nasional BSN

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN BERKESELAMATAN

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

PERENCANAAN PEMBELAJARAN

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15

MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR EVALUASI RANCANGAN JALAN TOL KANCI - PEJAGAN

Transkripsi:

MODUL PERKULIAHAN Perencanaan Geometrik Jalan Pengantar Perencanaan Geometrik Jalan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Teknik Sipil Tatap Muka Kode MK 02 Disusun Oleh Reni Karno Kinasih, S.T., M.T Abstract Modul ini membahas tentang pengertian geometrik jalan beserta aspek-aspeknya Kompetensi Mahasiswa memahami geometrik jalan dan hal-hal apa saja yang dikerjakan oleh perancang geometrik jalan

Pengertian Geometrik Jalan Geometrik jalan didefinisikan sebagai suatu bangun jalan raya yang menggambarkan tentang bentuk atau ukuran jalan raya baik yang menyangkut penampang melintang, memanjang, maupun aspek lain yang terkait dengan bentuk fisik jalan. Perencanaan geometrik jalan merupakan salah satu dari banyak sekuens kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan jalan sebagai infrastruktur yang aman, nyaman dan efisien. Elemen dari Perancanaan Geometrik Jalan Dalam perencanaan geometrik jalan ada 3 elemen yang harus direncanakan yaitu: Pertama, adalah penampang melintang jalan yang memperlihatkan lebar dan jumlah lajur, median, drainase, kelandaian lereng, galian dan timbunan serta bangunan pelengkap lainnya. Ke dua, alinyemen horizontal (trase jalan) yang memperlihatkan apakah jalan itu lurus, menikung ke kiri, menikung ke kanan. Perencanaan geometrik jalan fokus pada pemilihan letak dan panjang dari bagian-bagian ini, hal ini disesuaikan dengan kondisi medan sehingga dapat memenuhi kebutuhan operasi lalu lintas dan keamanan pengguna jalan. Ke tiga, adalah alinyemen vertical (penampang memanjang jalan) yang memperlihatkan apakah jalan tersebut datar atau tanpa kelandaian, mendaki, atau menurun. Dalam merancang alinyemen vertical harus mempertimbangkan kondisi medan dan memperhatikan sifat operasi kendaraan, keamanan, jarak pandang dan fungsi jalan. Dalam merancang alinyemen vertical juga berkaitan dengan pekerjaan galian dan timbunan tanah. Sebagai catatan perencanaan tebal perkerasan tidak termasuk bagian dari perencanaan geometrik, meskipun dimensi perkerasan merupakan bagian dari perencanaan geometrik jalan. Dasar Perencanaan Geometrik Untuk menghasilkan bentuk, ukuran jalan dan ruang gerak yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan maka dalam merencanakan geometrik jalan ada beberapa hal yang menjadi dasar dan menjadi bahan pertimbangan, diantaranya adalah: 2

a. Sifat gerakan dan ukuran kendaraan b. Sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya c. Karakteristik arus lalu lintas Elemen 1 Perencanaan Geometrik Jalan; Penampang Melintang Jalan Yang dimaksud dengan penampang melintang jalan yaitu potongan melintang tegak lurus sumbu (as) jalan yang menunjukkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan yang bersangkutan. Pada gambar penampang melintang jalan dapat dilihat bagian-bagian dari jalan seperti lebar dan jumlah lajur, median apabila ada, drainase permukaan, kelandaian lereng tebing galian dan timbunan, dan juga bangunan pelengkap lainnya. Bagian-bagian potongan melintang jalan terdiri dari: A. Bagian untuk lalu lintas Bagian yang berguna untuk lalu lintas yang harus terdapat pada jalan adalah: 1. Jalur lalu lintas 2. Lajur lalu lintas 3. Bahu jalan 4. Trotoar 5. Median B. Bagian untuk drainase Bagian yang berguna untuk kebutuhan drainase diantaranya adalah: 1. Saluran samping 2. Kemiringan melintang jalur lalu lintas 3. Kemiringan melintang bahu 4. Kemiringan lereng C. Bagian untuk pelengkap jalan 1. Kereb 2. Pengaman tepi D. Bagian konstruksi jalan E. Daerah manfaat jalan (damaja) F. Daerah milik jalan (damija) G. Daerah pengawasan jalan (dawasja) 3

Jalur Lalu Lintas (travelled way/carriage way) dan Lajur Lalu Lintas (lane) Jalur lalu lintas merupakan keseluruhan perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk lalu lintas kendaraan yang biasanya ditandai dari bagian yang diaspal pada perkerasan lentur atau dibeton pada perkerasan kaku. Jalur lalu lintas ada yang merupakan jalur searah dan jalur dua arah baik yang dipisahkan dengan median ataupun pemisah jalur. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur (lane) kendaraan. Yang dimaksud dengan lajur lalu lintas adalah bagian dari jalur yang menjadi tempat lalu lintas bergerak untuk melintasnya satu rangkaian (barisan) kendaraan dalam satu arah. Gambar 2.1. Jalur dan Lajur Jumlah Lajur Lalu Lintas Jumlah lajur minimal untuk jalan 2 arah adalah 2 dan disebut sebagai 2 lajur 2 arah. Jumlah jalur lalu lintas untuk 1 arah minimal terdiri dari 1 lajur lalu lintas. Banyaknya lajur yang diperlukan ditentukan dari: Volume lalu lintas yang akan menggunakan jalan tersebut Tingkat pelayanan yang diharapkan Perhatikan gambar-gambar berikut ini yang merupakan contoh tipe jalur yang umumnya terdapat di sekitar. 4

1. Jalan 1 jalur, 2 lajur, 2 arah tak terbagi (2/2 UD) (2/2 TB) 2. Jalan 1 jalur, 2 lajur, 1 arah tak terbagi (2/1 UD) (2/1 TB) 3. Jalan 1 jalur, 4 lajur, 2 arah, tak terbagi (4/2 UD) (4/2 TB) 4. Jalan 2 jalur, 4 lajur, 2 arah, terbagi (4/2 B) atau (4/2 D) 5

5. Jalan 2 jalur, 6 lajur, 2 arah terbagi (6/2 D) atau (6/2 B) Lebar Lajur Lalu Lintas Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah dengan ruang bebas antara kendaraan yang satu dengan yang lain di mana ruang bebas ini besarnya sangat ditentukan oleh keamanan dan kenyamanan yang diharapkan. Jalan yang rencananya digunakan untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi memerlukan ruang bebas untuk menyiap dan bergerak yang lebih besar dibanding dengan jalan yang direncanakan untuk kecepatan rendah. Pada akhirnya lajur merupakan bagian yang menentukan lebar melintang jalan secara keseluruhan. Lebar kendaraan penumpang pada umumnya bervariasi antara 1,50 1,75 m. Bina Marga mengambil lebar kendaraan rencana untuk mobil penumpang adalah 1,70 m dan 2,50 m untuk kendaraan rencana truk/bis/semi trailer. Kemiringan Melintang Jalan Untuk kelancaran drainase jalan agar air yang jatuh di atas permukaan jalan cepat mengalir ke saluran pembuangan, maka lajur lalu lintas pada bagian alinyemen jalan memerlukan kemiringan melintang. Besarnya kemiringan melintang normal yang diperlukan pada bagian alinyemen jalan yang lurus adalah sebagai berikut: 6

a. Untuk perkerasan jalan aspal dan perkerasan beton, kemiringan melintang antara 2% - 3% b. Pada jalan berlajur lebih dari 2, maka kemiringan melintang ditambah 1% ke arah yang sama c. Untuk jenis perkerasan yang lain, kemiringan melintang disesuaikan dengan karakteristik permukaannya. Sementara itu pada tikungan kemiringn melintang dibuat bukan hanya untuk kebutuhan drainase tetapi juga untuk kebutuhan keseimbangan gaya sentrifugal yang bekerja. Besarnya kemiringan melintang yang dibutuhkan pada tikungan akan dibahas pada bab Alinyemen Horizontal. Bahu Jalan Bahu jalan merupakan jalur yang berdampingan dengan jalur lalu lintas yang berada di tepi. Lazimnya bahu jalan hanya bisa dilintasi oleh 1 kendaraan 1 arah berfungsi sebagai berikut: a. Untuk memberi ruang berhenti sementara, b. Ruang untuk menghindarkan diri pada saat darurat sehingga dapat mencegah terjadi kecelakaan, c. Sebagai pengikat konstruksi perkerasan jalan dari samping d. Ruang yang dapat digunakan pada saat ada pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan jalan, misalnya untuk menempatkan alat kerja atau penimbunan material e. Ruang melintasnya kendaraan patroli dan kendaraan darurat seperti pemadam kebakaran, ambulans dan mobil jenazah. JENIS BAHU JALAN Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dapat dibedakan atas : a. Bahu yang tidak diperkeras, yaitu bahu yang hanya dibuat dari material perkerasan jalan tanpa bahan pengikat. Biasanya digunakan material agregat bercampur sedikit lempung. Bahu yang tidak diperkeras ini dipergunakan untuk daerah-daerah yang tidak 7

begitu penting, dimana kendaraan yang berhenti dan mempergunakan bahu tidak begitu banyak jumlahnya. b. Bahu yang diperkeras, yaitu bahu yang dibuat dengan mempergunakan bahan pengikat sehingga lapisan tersebut lebih kedap air dibandingkan dengan bahu yang tidak diperkeras. Bahu jenis ini dipergunakan untuk jalan-jalan dimana kendaraan yang akan berhenti dan memakai bagian tersebut besar jumlahnya, seperti di sepanjang jalan tol, di sepanjang jalan arteri yang melintasi kota, dan di tikungan-tikungan yang tajam. Lebar Bahu Jalan Besarnya lebar bahu jalan sangat dipengaruhi oleh : a. Fungsi jalan Jalan arteri direncanakan untuk kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jalan lokal. Dengan demikian jalan arteri membutuhkan kebebasan samping, keamanan, dan kenyamanan yang lebih besar, atau menuntut lebar bahu yang lebih lebar dari jalan lokal. b. Volume lalu lintas Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar bahu yang lebih besar dibandingkan dengan volume lalu lintas yang lebih rendah. c. Kegiatan di sekitar jalan Jalan yang melintasi daerah perkotaan, pasar, sekolah, membutuhkan lebar bahu jalan yang lebih lebar daripada jalan yang melintasi daerah rural, karena bahu jalan tersebut akan dipergunakan pula sebagai tempat parkir dan pejalan kaki. d. Ada atau tidaknya trotoar Apabila pinggir jalan terdapat trotoar, biasanya tidak terdapat bahu jalan. e. Biaya yang tersedia Sehubungan dengan biaya pembebasan tanah, dan biaya untuk konstruksi. Lereng Melintang Bahu Jalan Selain untuk kebutuhan akan keseimbangan gaya akibat gaya sentrifugal yang bekerja pada tikungan, kemiringan melintang bahu jalan juga dimaksudkan agar air hujan yang jatuh 8

pada bahu jalan harus segera mengalir, sebab air hujan yang merembes masuk ke lapisan perkerasan jalan akan mengakibatkan turunnya daya dukung lapisan perkerasan, ikatan antara agregat dan aspal cepat terlepas yang akhirnya memperpendek umur pelayanan jalan. Terutama pada bahu jalan dari jenis yang tidak diperkeras kemiringan melintang bahu jalan haruslah sangat diperhatikan dan dibuat kemiringan yang sebesar-besarnya namun tetap aman dan nyaman bagi pengemudi. Kemiringan melintang bahu jalan tidak sama dengan kemiringan melintang jalur perkerasan jalan. Pada bahu jalan, kemiringan melintang bervariasi sampai 6% tergantung dari beberapa hal yaitu intensitas hujan, jenis permukaan bahu dan kemungkinan penggunaan bahu jalan. Trotoar Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki yang terletak didaerah manfaat jalan, yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan. 1 Fasilitas pejalan kaki berupa trotoar ditempatkan di: 1. Daerah perkotaan secara umum yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi 2. Jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap 3. Daerah yang memiliki aktivitas kontinyu yang tinggi, seperti misalnya jalan-jalan di pasar dan pusat perkotaaan 4. Lokasi yang memiliki kebutuhan/permintaan yang tinggi dengan periode yang pendek, seperti misalnya stasiun-stasiun bis dan kereta api, sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga 5. Lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misalnya lapangan/gelanggang olahraga, masjid 1 Kep Dirjen Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 Tanggal 20 Desember 1999 9

Trotoar sedapat mungkin ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase yang telah ditutup dengan pelat beton yang memenuhi syarat. Trotoar pada perhentian Bus harus ditempatkan berdampingan/sejajar dengan jalur Bus. Trotoar dapat ditempatkan di depan atau di belakang halte. 2 Sesuai dengan penggunaan lahan, lebar minimun Trotoar yaitu 3 : Lebar No Penggunaan Lahan Minimum (m) 1 Perumahan 1,5 2 Perkantoran 2,0 3 Industri 2,0 4 Sekolah 2,0 5 Perumahan 2,0 6 Terminal/Stop Bus 2,0 7 Pertokoan/Perbelanjaan 2,0 8 Jembatan/Terowongan 1,0 Median Median adalah jalur yang terletak di tengah sebagai pemisah jalur lalu lintas dari arah yang berlawanan. Fungsi median diantaranya adalah 4 : a. Menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih dapat mengontol kendaraannya pada saat-saat darurat b. Menyediakan jarak yang cukup untuk mengurangi kesilauan terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah c. Menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap pengemudi d. Mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arus lalu lintas e. Ruang tunggu bagi penyeberang f. Penempatan fasilitas jalan 2 Petunjuk Perencanaan Trotoar, Ditjen Bina Marga, 1990, hal 1-2 (No. 007/T/BNKT/1990) 3 Petunjuk Perencanaan Trotoar, Ditjen Bina Marga, 1990, hal 4 (No. 007/T/BNKT/1990) 4 Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Penerbit Nova, 1999, hal.28 10

g. Tempat prasarana kerja sementara Bentuk-bentuk median diantaranya: a. Jalur hijau yang mempunyai lebar 2 20 meter atau lebih. Median dengan lebar mulai dari 5 meter sebaiknya ditinggikan dengan kerb atau dilengkapi dengan pembatas agar tidak dilanggar kendaraan b. Pulau jalan yang dilengkapi dengan kerb c. Beton pemisah Saluran Samping Saluran drainase jalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu saluran drainase permukaan dan saluran drainsae bawah permukaan. Saluran samping disebut juga saluran drainase permukaan. Fungsi saluran drainase permukaan berdasarkan Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan No. 008/T/BNKT/1990 Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota, yaitu: 1. Mengalirkan air hujan/air secepat mungkin keluar dari permukaan jalan danselanjutnya dialirkan lewat saluran samping; menuju saluran pembuang akhir. 2. Mencegah aliran air yang berasal dari daerah pengaliran di sekitar jalan masuk ke daerah perkerasan jalan. 3. Mencegah kerusakan lingkungan di sekitar jalan akibat aliran air Bentuk saluran samping umumnya trapesium yang biasanya dipakai di daerah di mana pembebasan lahan bukan menjadi masalah, biasanya dinding saluran terbuat dari tanah asli atau pasangan batu kali. Namun untuk di daerah perkotaan di mana pembebasan lahan sangat terbatas maka saluran samping dibuat persegi panjang terbuat dari konstruksi beton dan ditempatkan di bawah trotoar. Secara garis besar, perencanaan saluran drainase samping mencakup 3 tahap sebagai berikut: a. Analisis hidrologi b. Perhitungan hidrolika c. Gambar rencana Acuan yang dapat dipergunakan untuk perencanaan saluran samping adalah Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan No. 008/T/BNKT/1990 Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota. 11

Kerb (Curb) Kerb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan yang merupakan bagian dari pelengkap jalan untuk membantu keamanan dan kenyamanan para pengguna jalan. Berdasarkan fungsi kerb, maka kerb dapat dibedakan atas (Sukirman, 1999): a. Kereb peninggi (mountable curb) adalah kereb yang direncanakan agar dapat didaki kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir di pinggir jalan/ jalur lalu lintas. Untuk kemudahan didaki oleh kendaraan maka kereb harus mempunyai bentuk permukaan lengkung yang baik. Tingginya berkisar antara 10-15 cm b. Kereb penghalang (barrier curb), adalah kereb yang direncanakan untuk menghalangi atau mencegah kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas, terutama di median, trotoar, pada jalan-jalan tanpa pagar pengaman. Tingginya berkisar antara 25-30 cm. c. Kereb berparit (gutter curb) adalah kereb yang direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan. Kereb ini dianjurkan pada jalan yang memerlukan sistem drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di tepi luar dari perkerasan, sedangkan pada tikungan diletakkan pada tepi dalam. Tingginya berkisar antara 10-20 cm d. Kereb penghalang berparit (barrier gutter curb) adalah kereb penghalang yang direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan. Tingginya berkisar antara 20-30 cm. Beberapa fungsi kerb, antara lain: a. Untuk menghalangi atau mencegah kendaraan keluar dari jalur lalu-lintas (barrier curb) b. Untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan (gutter curb dan barrier gutter curb) c. Sebagai proteksi terhadap pejalan kaki d. Untuk mempertegas batas jalur lalu-lintas kendaraan dengan jalur-jalur lainnya e. Untuk menambah estetika Kerb digunakan atau ditempatkan pada: a. Median yang ditinggikan (raised median) b. Trotoar 12

c. Pulau (island) d. Pemisah jalur (separator) e. Tempat parkir di pinggir jalan Acuan atau standar yang dapat digunakan untuk merancang kerb diantaranya adalah: 1. Standar Spesifikasi Kerb No. 011/S/BNKT/1990 Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota 2. SNI 2442: 2008 Spesifikasi Kereb Beton untuk Jalan, yang merupakan revisi dari SNI 03-2442-1991 Spesifikasi Kerb Beton untuk Jalan Pengaman Tepi Pengaman tepi adalah bangunan untuk penyangga atau pencegah kendaraan menabrak suatu objek di pinggir jalan atau untuk mencegah kendaraan keluar dari jalur jalan. Bangunan pengaman tepi jalan itu sendiri tidak dapat mencegah kecelakaan, namun dapat mengurangi akibat kecelakaan yang lebih besar dengan mengarahkan kendaraan kembali ke dalam jalur lalu lintas. Tidak semua jalan perlu diberikan pengaman tepi, penetapan lokasi bangunan pengaman tepi jalan harus dilakukan secara hati-hati, jika tidak bangunan pengaman tepi ini malah akan menjadi rintangan yang besar pengaruhnya terhadap kapasitas jalan. Sedapat mungkin dihindari pemasangan bangunan pengaman tepi jalan dengan cara memindahkan/meniadakan halangan yang menjadi ancaman bagi keselamatan pengendara, apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan maka pemasangan bangunan pengaman tepi jalan harus dipertimbangkan sematang mungkin dengan terlebih dahulu mengkaji semua analisa ekonomi dan resiko. Menurut Bina Marga dalam Petunjuk Lokasi dan Standar Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi Jalan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pemasangan bangunan pengaman tepi jalan sebagai berikut: a. Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan dilaksanakan hanya apabila kita tidak dapat memindahkan/atau meniadakan halangan atau rintangan yang berbahaya bagi keamanan lalu lintas. 13

b. Penentuan pemasangan bangunan pengaman tepi pada suatu segmen jalan haruslah dilaksanakan berdasarkan suatu studi kecelakaan dan analis. c. Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan harus dilaksanakan pada jembatan jembatan sempit, dimana arus lalu lintas yang masuk jembatan diatur berdasarkan prioritas. d. Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan harus dilaksanakan pada tikungan tajam, dimana kecepatan kendaraan secara umum pada keadaan normal berkurang menjadi 20 km/jam selanjutnya harus dipasang pula tanda-tanda pengaman lalu lintas. e. Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan haruslah memperhatikan juga bentuk bangunan pengaman tepi jalan pada awal dan ujungnya. f. Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan pada bahu jalan dituntut adanya pelebaran bahu jalan. g. Pemasangan bangunan tepi jalan haruslah dilaksanakan pada segmen-segmen jalan pada dataran tinggi/pegunungan dimana kecuraman lerengnya lebih besar dari 2: 4 dan ketinggiannya lebih besar dari 2 m. h. Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan harus dilaksanakan pada segmen-segmen jalan dimana terdapat rintangan-rintangan/kondisi berbahaya terhadap arus lalu lintas yang tidak jauh berada dari pinggir perkerasan jalan (< 10 m). i. Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan harus dilaksanakan pada median-median, yang sempit, untuk mencegah terjadinya tabrakan pada ujung median dimana volume lalu lintas melebihi 5000 (AADT). j. Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan harus dilaksanakan pada keadaan jalan menyempit yang disebabkan oleh adanya jembatan atau gorong-gorong. k. Pemasangan bangunan pengaman tepi jalan harus dilaksanakan pada bagian-bagian jalan dengan tujuan untuk melindungi bangunan-bangunan atau pejalan kaki. Bangunan pengaman tepi jalan dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu 5 : a. Bangunan pengaman tepi jalan rigid Bangunan pengaman tepi kaku (rigid) adalah bangunan tepi jalan yang dibuat dari beton. Tipe yang terkenal, adalah bangunan pengaman tepi kaku (rigid barriers) dari 5 Petunjuk Lokasi dan Standar Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi Jalan, Dirjen Bina Marga, 1990, hal 2 (No. 013/S/BNKT/1990) 14

New Jersey. Bangunan pengaman tepi kaku ini dipakai pada sisi jalan yang hanya dapat menampung sudut tabrakan kendaraan dengan bangunan pengaman tepi jalan kecil atau nol. b. Bangunan pengaman tepi jalan semi rigid Bangunan pengaman tepi semi kaku (semi rigid bariers) terbuat dari baja dapat berbentuk kotak (box beam), berbentuk W (Wbeam), yang dipotong-potong tiangtiang. Tipe ini memungkinkan adanya sudut tabrakan antara pengaman tepi dan kendaraan cukup besar, selanjutnya dapat menghasilkan tingkat percepatan menjadi rendah. Tekukan yang terjadi akibat tabrakan pada tipe pengaman tepi ini, besarnya adalah fungsi dari jarak tiang yang menyokong bangunan pengaman tepi ini. c. Bangunan pengaman tepi jalan fleksibel Bangunan pengaman tepi fleksibel adalah bangunan pengaman tepi yang memungkinkan adanya sudut tabrakan dengan kendaraan cukup besar dan menghasilkan tingkat percepatan menjadi rendah. Di samping itu dapat mengurangi kerusakan kendaraan. Lapisan Perkerasan Jalan Lapisan perkerasan jalan terdiri dari lapisan permukaan, lapisan pondasi atas, lapisan pondasi bawah dan lapisan tanah dasar. Perencanaan lapisan perkerasan jalan tidak dibahas di dalam modul perkuliahan ini. Daerah Manfaat Jalan (Damaja) Damaja adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar tinggi dan kedalaman ruang batas tertentu di mana ruang tersebut diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya. Lebar Damaja ditetapkan oleh Pembina Jalan sesuai dengan keperluannya. Tinggi minimum 5.0 meter dan kedalaman minimum 1.5 meter diukur dari permukaan perkerasan. 15

Daerah Milik Jalan (Damija) Damija adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina Jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Damija diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan, pelaksanaan jalan maupun penambahan jalur lalu lintas, serta kebutuhan ruang untuk pengamanan jalan 6. Biasanya pada jarak 1 km dipasang patok DMJ berwarna kuning. Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) Dawasja adalah sejalur tanah tertentu yang terletak di luar daerah milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh Pembina jalan dengan maksud agar tidak mengganggu pandangan pengemudi dan konstruksi bangunan jalan dalam hal tidak cukup luasnya daerah milik jalan. Damija, Damaja, dan Dawasja kini lebih dikenal dengan Rumija, Rumaja dan Ruwasja dengan definisi yang tidak jauh berbeda dengan nama sebelumnya. 6 KD No. 43/AJ.007/DRJD/97 16

Daftar Pustaka Sukirman, S. 1999. Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Penerbit Nova. Bandung. Indriany, S. Modul Kuliah Perencanaan Geometrik Jalan. Teknik Sipil Universitas Mercu Buana. Jakarta. KD No. 43/AJ.007/DRJD/97 No. 007/T/BNKT/1990. Petunjuk Perencanaan Trotoar. Jakarta: Ditjen Bina Marga. No. 008/T/BNKT/1990. Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota. No. 011/S/BNKT/1990. Spesifikasi Kerb Beton untuk Jalan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota. No. 013/S/BNKT/1990. Petunjuk Lokasi dan Standar Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi Jalan. Jakarta: Dirjen Bina Marga. SNI 2442: 2008. Spesifikasi Kereb Beton untuk Jalan. Bandung: Badan Standarisasi Nasional. 17