GUNTINGAN BERITA Nomor : HHK 2.1/HM 01/05/2014

dokumen-dokumen yang mirip
Inilah 6 Fakta Rencana Pembangunan PLTN di Indonesia, No 3 Potensi Babel, No 6 Paling Ditunggu

GUNTINGAN BERITA Nomor : /HM 01/HHK 2.1/2015

RI Mampu Olah Nuklir, Tapi Bukan untuk Senjata

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

Yth.: Bp. Kepala BadanTenaga Nuklir Nasional. GUNTINGAN BERITA Nomor : HHK 2.1/HM 01/06/2015

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan sumber daya lainnya. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Peraturan

GUNTINGAN BERITA Nomor : /HM 01/HHK 2.1/2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR. Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada)

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA SEMINAR NASIONAL: THORIUM SEBAGAI SUMBER DAYA REVOLUSI INDUSTRI JAKARTA, 24 MEI 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

Prioritas Proyek Listrik MW untuk Daerah Kekurangan Pasokan Listrik Rabu, 22 Juni 2016

Infrastruktur Hijau : Perlu Upaya Bersama

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Otonomi Energi. Tantangan Indonesia

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

GUNTINGAN BERITA Nomor : /HHK 2.1/HM 01/08/2017

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan dan target untuk mendukung pengembangan dan penyebaran teknologi

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

- 3 - Nomor 05 Tahun 2014 tentang Tata Cara Akreditasi dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi itu sendiri yang senantiasa meningkat. Sementara tingginya kebutuhan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

BAB I PENDAHULUAN. nasional relatif masih tinggi. Kontribusi energi fosil terhadap kebutuhan energi

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potesi energi terbarukan saat ini semakin banyak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 2. Matriks SWOT Kearns

Ini 9 Arahan Presiden Jokowi Terkait Desain Belanja 2018 Selasa, 04 April 2017

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2009 TENTANG

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG

PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI

Konferensi Pers Presiden RI pada Kunjungan Kerja ke DIY, Yogyakarta, 25 Mei 2012 Jumat, 25 Mei 2012

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran. Oleh. Prayoto. Universitas Gadjah Mada. Energi Sebagai Penunjang Peradaban

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam. membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

GUNTINGAN BERITA Nomor : /HM 01/HHK 2.1/2014. Hal. Kol.

Versi 27 Februari 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Energi saat ini merupakan kunci semua kegiatan dalam peradaban umat

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

KONSEP DAN TUJUAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

Pemanfaatan Potensi Geotermal Sebagai Bentuk Ketahanan Energi di Indonesia

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 subsidi ini meningkat menjadi 61 trilyun 1. Masalah ini sebenarnya bisa

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan akan energi bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

1 BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sumber energi utama yang dikonversi menjadi energi listrik

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

GEOTHERMAL SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

BAB 5: INDIKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mutlak yang diperlukan dalam kehidupan manusia, serta ketersediaannya memberikan

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

SAMBUTAN PRESIDEN RI PADA KUNJUNGAN KENEGARAAN PRESIDEN REP. KOREA. 6 MARET 2009 Jumat, 06 Maret 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kelayakan..., Arde NugrohoKristianto, FE UI, Universitas Indonesia

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengubah pemikiran 'Gajah di Pelupuk Mata'

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

Transkripsi:

Badan Tenaga Nuklir Nasional J A K A R T A Hari, tanggal Minggu, 10 Mei 2015 Yth.: Bp. Kepala BadanTenaga Nuklir Nasional GUNTINGAN BERITA Nomor : HHK 2.1/HM 01/05/2014 Sumber Berita Selasar.com Hal. - Kol. - Melirik Nuklir Bagi Energi Masa Depan Indonesia Copy dikirim kepada Yth.: 1. Deputi Bidang Sains dan Aplikasi Teknologi Nuklir 2. Deputi Bidang Teknologi Energi Nuklir 3. Deputi Bidang Pendayagunaan Teknologi Nuklir 4. Sekretariat Utama 5. BGAC-melalui PAIR Jakarta, Mei 2015 Bagian Humas, Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama

Jakarta, 10/5 - Saat ini wacana diversifikasi tengah menjadi tren perbincangan dalam kajian pemberdayaan energi nasional yang memunculkan sejumlah ide mengenai sumber energi terbaru bagi Indonesia. Sumber tenaga mulai dari geothermal atau panas bumi, hydro (air), tenaga angin, hingga nuklir, dimunculkan pengkajiannya demi satu tujuan, yaitu menggantikan bahan bakar fosil. Pemerintah pun menunjukkan "rasa jenuh" terhadap alokasi pembiayaan untuk energi fosil tersebut, seperti yang disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said beberapa waktu lalu. Dia meminta kepada seluruh kalangan dan lapisan masyarakat agar memikirkan sumber energi baru selain energi fosil, karena kebutuhan tersebut ia anggap sudah mendesak. "Kita habis-habisan memberi subsidi energi yang akan habis. Rp2.600 triliun kita keluarkan dalam 10 tahun untuk fosil, tapi subsidi untuk energi baru sangat kecil," katanya. Ia juga mengimbau kepada pemerintah dan masyarakat, agar mengubah pola pikir bahwa sumber energi baru bukan lah energi alternatif seperti yang dipahami secara umum selama ini. "Jangan lagi menyebut ini alternatif, karena itu artinya cuma cadangan. Sekarang harus berpikir bahwa yang baru justru yang utama, karena yang fosil pasti akan habis pada waktunya," ujarnya. Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menyatakan dukungannya pada upaya diversifikasi energi, asalkan memiliki unsur bersih untuk lingkungan, berharga murah dan mudah didapat. Menurut Wapres, jika membicarakan masalah diversifikasi energi di Indonesia, maka pemerintah dalam menentukan kebijakan harus mempertimbangakan tiga hal tersebut. Kalla mengatakan bahan bakar minyak (BBM) merupakan satu jenis energi yang termahal, ujarnya, saat menjadi pembicara utama dalam Seminar Indonesia dan Diversifikasi Energi yang mengangkat tema "Menentukan Arah Kebijakan Energi Indonesia" di Jakarta. Wapres JK juga menegaskan pengembangan sumber energi di masing-masing daerah di Indonesia harus sesuai dengan ketersediaan energi. "Pertama harus tersedia (sumber energi) dengan mudah. Ada daerah yang katakanlah Pulau Kalimantan, tentu lebih mudah memakai sumber energi batu bara. Kalau di Pulau Sulawesi tentu campuran bisa (menggunakan) energi 'hydro' atau air. Untuk di Pulau Sumatera hydro juga cukup tapi energi geothermal juga bisa. Untuk di Pulau Jawa juga ada geothermal," ujarnya. Menurut Kalla, tenaga nuklir juga bisa menjadi pilihan energi alternatif karena memiliki potensi yang besar, walaupun lingkungan internasional memliki pendapat yang berbeda-beda mengenai penggunaannya. "Jepang sudah ingin menurunkan (penggunaan) nuklirnya akibat tragedi Fukushima. Juga di Amerika Serikat (sebelumnya) tidak berkembang banyak dan sekarang mulai berkembang," ujar Kalla. Selain itu Korea Selatan dan Vietnam juga tengah mengembangkan PLTN untuk meningkatkan pasokan tenaga listriknya.

Sementara itu, Ketua Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (Himni) Arnold Soetrisnanto mengatakan jalan keluar dari permasalahan listrik di Tanah Air adalah dengan memanfaatkan pusat listrik tenaga nuklir (PLTN). "Namun solusi ini adalah untuk jangka panjang, karena pembangunan PLTN memerlukan waktu sedikitnya delapan hingga 10 tahun," katanya. Kendala besar yang dihadapi PLTN adalah masih adanya perbedaan persepsi di kalangan masyarakat termasuk di kalangan penentu kebijakan energi. "Masih ada kekhawatiran bahwa bangsa Indonesia belum mampu untuk mengoperasikan teknologi canggih tersebut," tukas Arnold. Padahal, lanjut Arnold, tenaga ahli Indonesia sudah diakui dunia, bahkan beberapa tenaga ahli sudah bekerja di Badan Atom PBB. "Sebaiknya jangan ditunda-tunda lagi, pembangunan PLTN ini," kata dia. Berbagai kendala dihadapi oleh para investor dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), di antaranya rendahnya harga minyak dewasa ini, biaya eksplorasi yang sangat mahal dan berisiko, faktor efisiensi energi yang masih rendah, ongkos produksi yang belum mencapai harga keekonomian dan adanya benturan kepentingan antara untuk memenuhi kebutuhan energi dengan kebutuhan pangan. Hal itu membuat krisis listrik semakin nyata. Berbagai upaya untuk mengatasinya sudah dilakukan oleh kalangan pemerintah, pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pemenuhan kebutuhan listrik sudah dilaksanakan dengan program percepatan pembangunan pusat listrik berbahan bakar batubara 10.000 MW pada tahap I dan dilanjutkan dengan 10.000 MW pada tahap II dengan pusat listrik panas bumi. Namun dalam perkembangannya kedua program tersebut tidak mencapai target. Banyak hal menjadi penyebab gagalnya proyek, di antaranya adalah penolakan masyarakat yang tinggal di dekat calon lokasi pusat listrik, penyelesaian pembangunan yang tertunda dan sulitnya membebaskan lahan untuk pembangunan pembangkit. Nuklir Aman Terkait dengan tingkat keamanan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), ia memperkirakan hal tersebut bisa menjadi lebih aman dalam kurun waktu 10 tahun, setelah ada teknologi yang lebih maju. "Nantinya kalau teknologi nuklir lebih aman, saya kira dalam 10 tahun nanti. Saya bicara dengan ahli nuklir mungkin tenaga nuklir itu di bawah tanah," kata Kalla. Menurut Kalla, fasilitas PLTN yang terletak di bawah tanah memiliki tingkat keamanan yang lebih baik daripada berada di permukaan tanah. Terlepas dari skema pembangunan yang diwacanakan oleh Wapres Jusuf Kalla tersebut, secara umum PLTN dinilai aman untuk dioperasikan. Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Deendarlianto menyampaikan bahwa nuklir sangat aman untuk digunakan sebagai sumber energi atau pembangkit listrik.

Selain itu, Batan (Badan Tenaga Nuklir Nasional), lanjut Awang, juga sudah menyampaikan dukungan atas proyek pembangunan PLTN yang pra-studi kelayakannya sudah dilakukan pada 2007-2009. "Kalau mengacu pada standar keamanan internasional, mulai dari 'pressurized water reactor' hingga 'high temperature reactor' belum pernah ada resiko kegagalan yang terjadi," kata Deen. Ketika ditemui di Jakarta, ia menilai bahwa kekhawatiran pemerintah untuk mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan hal kurang tepat. Menurut dia, Indonesia perlu segera mengembangkan sebuah sumber energi baru karena kebutuhan terhadap hal tersebut sudah sangat mendesak. "Keraguan pemerintah ada pada skala kecil. Untuk kebutuhan industri skala kecil kita bisa manfaatkan Torium untuk memenuhinya," tukas Kepala Pusat Studi Energi UGM itu. Selain itu, menurut dia, pengoperasian PLTN dinilai lebih efisien karena mampu menghasilkan energi listrik yang besar namun lebih murah dalam investasi pembangunan fasilitas reaktor nuklir. "Untuk (membangun) satu reaktor nuklir membutuhkan biaya Rp40 triliun. Namun kan harga jual energinya sangat murah, pasokan sumber daya alamnya pun kita sudah punya. Di Kalimantan kita punya uranium, di Bangka Belitung ada plutonium," tuturnya. Ia memaparkan, bahwa cadangan kedua sumber daya mineral tersebut jika digunakan sebagai PLTN dapat menghasilkan daya sebesar 33 gigawatt yang bisa digunakan selama 30 tahun. "Tapi itu semua belum dieksplorasi, jadi ini ya sangat disayangkan. Presiden harus punya komitmen yang kuat jika mau menjalankan program ini," katanya. Kesiapan Kaltim Hingga saat ini Provinsi Kalimantan Timur merupakan daerah yang menyatakan kesiapannya untuk menjadi basis awal PLTN di Indonesia. Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak menegaskan niat daerahnya untuk memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir dan segera meminta izin kepada pemerintah untuk rencana pembangunannya. "Kami tinggal minta izin presiden dan kami sangat berharap diizinkan," kata Awang Faroek kepada Antara di Balikpapan. Menurut ia, apabila pemerintah pusat telah mengeluarkan izin yang dimaksud, maka pembangunan PLTN bisa dimulai pada tahun 2016. Pemprov Kaltim sudah melakukan sejumlah kajian yang diperlukan untuk pembangunan PLTN tersebut, dengan rencana lokasi pembangunan di Talisayan (Kabupaten Berau) dan di Kecamatan Sangatta (Kabupaten Kutai Timur). "Kita perlu lahan di pesisir, dekat laut dan pelabuhan," tambah gubernur. Soal pemilihan kawasan pesisir, Awang Faroek menjelaskan hal itu untuk memudahkan pengangkutan material di awal pembangunan dan kemudian kemudahan menyampaikan pasokan segala kebutuhan.

Dalam kajian Batan, dua wilayah tersebut adalah lokasi paling potensial dan aman berdasarkan pertimbangan tapak, kesiapan teknologi, kondisi infrastruktur dan potensi pengembangan regional. Ia juga menyampaikan bahwa Pemprov Kaltim telah menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Industri Nuklir Indonesia (Inuki) untuk turut dalam pembangunan PLTN. Kedua institusi itu meyakini Kaltim merupakan pulau yang aman untuk membangun pembangkit karena bebas dari gempa. "PLTN itu cocok di Kaltim karena tidak ada gempa. Kami sudah bilang mau mintakan izinnya ke Presiden Jokowi besok. Kalau diizinkan, saya bersama Batan akan bisa mulai pembangunan PLTN di Kaltim," kata Awang. Menurut dia, provinsi Kalimantan Timur cocok untuk dibangun PLTN mengingat daerah tersebut tidak rawan bencana alam seperti gempa bumi. Pemerintah mengaku tengah mempertimbangkan energi nuklir sebagai sumber energi penyokong peningkatan rasio elektrifikasi Indonesia. Dalam catatan Kementerian ESDM, pada 2015, sumber energi listrik terbesar masih berasal dari batubara dengan persentase 52,80 persen, diikuti dengan gas 24 persen, dan BBM 11,45 persen. Pemerintah menargetkan pada 2019 penggunaan BBM untuk pembangkit listrik sudah harus di bawah 2 persen, batubara 60 persen, dan gas 25 persen. "Kami sudah siap 50 megawatt di tahap awal (pengoperasian PLTN). Nantinya tentu bisa berkembang menjadi hingga 1.000 megawatt," kata Awang. Editor: Zaid Jafar