BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak, meskipun kadang bisa dicegah atau dihindari (Foster, 2006). Seiring dengan kemajuan pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia, terjadi transisi demografi, epidemiologi dan sosial ekonomi dengan akibat peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup dan perubahan pola penyakit di masyarakat yang mengarah ke penyakit degeneratif yang berkaitan dengan gaya hidup atau perilaku modern. Akibat pengaruh globalisasi, kenaikan pendapatan dan perubahan lingkungan akibat peningkatan polusi dari industri membawa pengaruh pada pola penyakit (Yuniarti,1999). Seiring berjalannya waktu, proses penuaan memang tidak bisa dihindarkan. Keinginan semua orang adalah bagaimana menjalani hari tua yang berkualitas. Hal ini dapat dipertimbangkan mengingat usia harapan hidup penduduk semakin meningkat. Di Indonesia sendiri tahun 1999-2000 rata-rata usia hidup adalah 64-67 tahun, tahun 2000-2005 akan meningkat menjadi 67-68 tahun (Anonim, 2000). Pada tahun 2008 usia harapan hidup Indonesia meningkat menjadi 70,7 tahun (Anonim, 2009) Dengan naiknya angka harapan hidup orang Indonesia, maka jumlah lansia akan meningkat, demikian juga dengan jumlah wanita post-menopause penderita
osteoporosis yang akan menjadi masalah besar di masa yang akan datang (Sartono, 2005). Menurut WHO, osteoporosis menduduki peringkat kedua di bawah penyakit jantung sebagai masalah kesehatan utama dunia. Saat ini osteoporosis telah menjadi issue global dalam bidang kesehatan. Di negara berkembang insidensi osteoporosis terus meningkat sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup (Saraswati, 2000). Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang. Orang yang menderita penyakit ini menunjukkan keadaan tulang menjadi tipis, rapuh dan akhirnya menjadi patah. Osteoporosis merupakan masalah kesehatan yang serius karena hampir 1 dari 4 wanita berusia diatas 65 tahun, 1 dari 2 wanita berusia diatas 80 tahun dan 1 dari 10 wanita berusia diatas 80 tahun akan mengalami penyakit ini (Lane, 2001). Risiko osteoporosis semakin meningkat mengingat gaya hidup penduduk Indonesia antara lain: menghindari panas, terik matahari akibat takut kulit menjadi hitam, menggunakan sunblock dan menggunakan pendingin ruangan (AC) dalam ruangan tertutup serta kaca berlapis anti panas, mengakibatkan paparan sinar matahari ke kulit menjadi sedikit sehingga tubuh mengalami kekurangan vitamin D (Ayu, 2004). Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Penyebabnya adalah pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Untuk mencukupi kebutuhan kalsium tersebut maka tubuh mengambil simpanan kalsium dari tulang. Akibatnya beberapa bagian tulang menjadi kosong dan bagian yang kosong inilah yang akan menyebabkan osteoporosis (Anjarwati, 2010).
Data terbaru dari International Osteoporosis Foundation (IOF) menyebutkan sampai tahun 2000 diperkirakan dua ratus juta wanita mengalami osteoporosis. Setiap tahun jumlahnya akan terus meningkat. Data Badan Kesehatan Amerika Serikat tahun 1997 memperkirakan sekitar 25 juta penduduk Amerika Serikat menderita osteoporosis dan 80% diantaranya adalah wanita (Hartono, 2000). Hasil dari beberapa penelitian menyatakan bahwa 30-40% kehidupan wanita akan mengalami fraktur, sedangkan pada pria hanya sebesar 13% (Lane,2001). Di Amerika Serikat kasus patah tulang osteoporosis mencapai 1,5 juta orang. Angka tersebut diperkirakan meningkat pada 2020 (Anonim, 2004). Dari hasil The Asian Audit Epidemiology, Cost & Burden Osteoporosis in Asia 2009 yang diluncurkan IOF dalam empat dekade terakhir penderita patah tulang pinggul meningkat hingga 300% (Anonim, 2008). Di Indonesia jumlah wanita usia lanjut pada tahun 2000 bertambah sebanyak 15,5 juta orang. Yang berisiko patah tulang osteoporosis sebesar 14,7 persen. Dari angka ini yang mengalami fraktur osteoporosis sebanyak 227.850 orang. Sejak tahun 1999-2002 telah dilakukan penelitian di Indonesia di 14 propinsi bahwa wanita dengan tulang keropos lebih banyak (21,74%) dibandingkan dengan pria (14,8%). Dari hasil analisa dari Puslitbang Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan melaporkan bahwa masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7%. Resiko ini dijumpai pada 14 propinsi dan 5 propinsi di antaranya memiliki resiko osteoporosis tertinggi yaitu Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), Daerah Istimewa Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,82%), dan Jawa Timur (21,42%). Sedangkan propinsi dengan resiko
osteoporosis terendah adalah Kalimantan Timur (10,5%) (Depkes RI, 2004). Dari laporan Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI), sebanyak 41,8% pria dan 90% wanita sudah memiliki gejala osteoporosis. Sedangkan 28,8% pria dan 32,3 % wanita sudah menderita osteoporosis (Anonim, 2008). Tahun 1999-2002 di Sumatera Utara risiko osteoporosis mancapai 22,82% dan menjadi penyakit berbahaya terutama pada wanita menopause. Ditemukan 89 kasus (usia antara 17-30 tahun) akibat kecelakaan lalu lintas dan pada usia diatas 40 tahun ditemukan sebanyak 25 kasus ini juga akibat kecelakaan lalu lintas di Rumah Sakit Umum Kisaran pada tahun 2004 (Ayu, 2004). Data di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan menyebutkan jumlah penderita patah tulang pada tahun 2008 sebanyak 174 orang. Selain itu berdasarkan data di Rumah Sakit Adam Malik Medan dijumpai 6 kasus penyakit osteoporosis yang tercatat dari bulan Mei 2009-Juni 2010. Penelitian yang dilakukan oleh Zega terhadap staf pegawai dan staf pengajar (USU) pada tahun 2007, menunjukkan bahwa masih rendahnya konsumsi susu kalsium dimana hanya 33,70%. Selain itu, sebanyak 77,17% staf pengawai dan staf pengajar jarang mengkonsumsi makanan yang tinggi kandungan kalsiumnya (Zega,2007). Seiring berkembangnya zaman, sekarang ini penyakit osteoporosis bukan hanya beresiko pada wanita yang sudah menopause tetapi juga wanita usia subur (WUS). WUS berdasarkan konsep Departemen Kesehatan (2006) adalah wanita dalam usia reproduktif, yaitu usia 15-49 tahun baik yang berstatus kawin, janda, maupun yang belum menikah (Anonim, 2008).
Osteoporosis menjadi suatu ancaman bagi WUS terlebih lagi akibat adanya perubahan gaya hidup dan rendahnya pengetahuan WUS mengenai pencegahan penyakit khusus seperti osteoporosis. Gejala yang ditimbulkan osteoporosis tidak dapat dideteksi, sehingga banyak wanita menganggap bahwa keadaan tulang mereka masih sempurna. Dari data yang diperoleh diatas banyak orang yang beresiko menderita osteoporosis. Untuk itu diperlukannya upaya pencegahan dini, antara lain dengan mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada tingkat awal serta mengadakan pengobatannya tepat dan segera (Ayu, 2004). Tujuan utama dari pencegahan dini adalah agar dapat dilakukan pengobatan yang setepat-tepatnya dari setiap jenis penyakit sehingga tercapai penyembuhan sempurna dan mencegah terjadinya kecatatan yang diakibatkan sesuatu penyakit. Pengobatan yang tepat dan cepat perlu dilakukan mengingat pengobatan yang terlambat akan mengakibatkan usaha penyembuhan menjadi lebih sulit. Kelurahan Beringin merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Medan Selayang yang berada di Kota Medan. Letak wilayah yang berada di ibukota provinsi dan strategis menjadikan masyarakat di daerah ini mudah mendapatkan informasi baik formal maupun informal. Jumlah WUS pada wilayah ini cukup tinggi sehingga dikhawatirkan berisiko terkena penyakit osteoporosis. Data mengenai penderita penyakit osteoporosis tidak tercatat di puskesmas setempat, alasannya penyakit osteoporosis bukan penyakit penyakit menular. Berdasarkan hasil observasi awal dengan cara wawancara pada beberapa WUS, peneliti memperoleh kesimpulan sementara bahwa tindakan WUS masih rendah tentang pencegahan penyakit osteoporosis. Tindakan WUS yang rendah
mengenai pencegahan osteoporosis meliputi kurangnya olahraga, perubahan gaya hidup seperti mengkonsumsi makanan cepat saji, merokok, kurang mengkonsumsi makanan yang berkalsium tinggi dan tidak mengkonsumsi susu kalsium. Beberapa lansia di daerah ini juga menunjukkan ciri-ciri terkena penyakit osteoporosis yaitu bentuk tubuh membungkuk. Selain itu di wilayah kerja puskesmas setempat belum pernah dilakukan pemerikasaan kepadatan tulang dan alat pemeriksa tulang yang belum tersedia. Dari uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian mengenai perilaku WUS terhadap pencegahan penyakit osteoporosis di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang tahun 2010. 1.2. Perumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku WUS terhadap pencegahan penyakit osteoporosis di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2010. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mendapatkan gambaran perilaku WUS terhadap pencegahan penyakit osteoporosis di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2010. 1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan WUS terhadap pencegahan penyakit osteoporosis di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang Kota Medan tahun 2010. 2. Untuk mengetahui gambaran sikap WUS terhadap pencegahan penyakit osteoporosis di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang Kota Medan tahun 2010. 3. Untuk mengetahui gambaran tindakan WUS terhadap pencegahan penyakit osteoporosis di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang Kota Medan tahun 2010. 4. Untuk melihat hubungan antara karakteristik WUS dengan pengetahuan, sikap dan tindakan WUS terhadap pencegahan penyakit osteoporosis di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang Kota Medan tahun 2010. 1.4. Manfaat Penelitian Sebagai bahan informasi bagi para wanita khususnya WUS dalam meningkatkan kemampuan pencegahan dini terhadap osteoporosis.