BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu kota sebagai pusat pertumbuhan mengakibatkan masyarakat melakukan urbanisasi untuk meningkatkan taraf hidup. Dalam data kependudukan PBB tahun 2015 menyebutkan bahwa, penduduk bumi sudah mencapai 7 milyar orang. Tahun 2050 atau 37 tahun nanti akan ada tambahan penduduk 2,4 milyar orang lagi. Maraknya urbanisasi menyebabkan makin besarnya tingkat kebutuhan tempat tinggal. Dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat pesat, suatu kota sudah tidak mampu lagi untuk menampung dengan kondisi yang layak. Beberapa penduduk akan memilih untuk tinggal di pinggiran kota. Fenomena ini merupakan fenomena urban sprawl dimana penduduk kota makin bertambah sementara daya tampung terbatas sehingga kota tumbuh meluas di daerah pinggiran. Urban sprawl merupakan kondisi dimana kawasan perumahan, industri dan daerah kegiatan lainnya saling berjauhan, sehingga kondisi ini akan mendorong penggunaan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi mereka. Kecenderungan ini mengakibatkan pergerakan masyarakat ke kota diikuti oleh kebutuhan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan terutama dalam mendukung kegiatan perekonomian masyarakat di daerah perkotaan. Sistem transportasi yang ada dimaksudkan untuk meningkatkan mobilitas penduduk dan sumberdaya lainnya dengan harapan dapat memberi stimulan ke arah perkembangan di semua bidang kehidupan, baik perdagangan, industri maupun sektor lainnya. Pada umumnya orang melihat kepemilikan kendaraan bermotor sebagai solusi bagi kebutuhan pergerakannya. Kredit kepemilikan kendaraan bermotor yang cukup mudah mengakibatkan membanjirnya kendaraan pribadi. 1
Permasalahan utama setelah terjadi urbanisasi yaitu transportasi yang berujung kepada kemacetan, baik itu di dalam kota maupun ke arah luar kota. Kemacetan akan lebih banyak menghasilkan dampak negatif, antara lain, polusi yang tinggi, pemborosan bahan bakar, dan tingginya biaya perjalanan. Pada kenyataannya, meningkatnya angka tingkat pergerakan tidak diikuti dengan ketersediaan transportasi massal dan juga ketidaknyamanan dari angkutan massal tersebut sehingga masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Hal ini akan menimbulkan ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi. Permasalahan kota seperti ini sering kali tidak disadari oleh Pemerintah Daerah sebagai permasalahan yang harus segera diselesaikan dengan konsep yang tepat. Sampai saat ini, beberapa negara mulai sadar akan permasalahan yang terjadi dan mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Salah satu solusi adalah dengan memperbaiki transportasi massa atau pengembangan transportasi massa. Berikut merupakan contoh transportasi massal yaitu: (a) Bus Rapid Transit (BRT)/Busway, (b) Ground Light Rail/Tram, (c) Trolley Bus, (d) Mass Rapid Transit (MRT), dan (e) Monorail. Transportasi massal ini kemudian diintegrasikan melalui pengembangan kawasan menggunakan sistem transit oriented development (TOD). Perencanaan TOD merupakan perencanaan mixed-use dalam radius 2000 kaki atau dengan waktu 10 menit berjalan antara titik pemberhentian transit dan pusat area komersil (Calthorpe,1993). TOD merupakan pengembangan kawasan yang menjadikan stasiun atau terminal transit menjadi pusat perkembangan wilayah. Pengembangan kawasan TOD direncanakan berlokasi pada titik transit atau yang disebut sebagai stasiun terpadu dan titik perpindahan berbagai moda transportasi. Jadi dengan jalan itu, penduduk kota diarahkan untuk tinggal di sekitar lokasi yang mudah diakses oleh transport (transit service area) dan diharapkan dapat mengurangi ketergantungannya pada kendaraan pribadi (Roychansyah, 2007). Pembangunan akan dilakukan pada titik transportasi umum untuk meminimalkan kendaraan pribadi. Lingkungan juga dirancang untuk memaksimalkan aksesibilitas sehingga memungkinkan masyarakat berjalan kaki dengan nyaman dan aman. 2
Konsep pembangunan transit oriented development ini menurut peneliti adalah konsep yang tepat sebagai solusi untuk mengurangi bahkan menghilangkan permasalahan kemacetan di berbagai kota. Transit oriented development mudah dipahami sebagai konsep perencanaan dan perancangan kota dengan mengintegrasikan antara tata guna lahan dan transportasi untuk menciptakan kota yang efisien. Beberapa kota di negara maju telah menggunakan konsep ini serta mampu menyelesaikan permasalahan kota melalui pengaplikasian sistem transportasi massal dan konsep TOD yang baik. Landasan utama sistem transit oriented development adalah pada pusat komersial, pemerintahan, dengan berbagai jenis kegiatan (mixed-use), dan tempat transit yang potensial. Transportasi massal berupa bus rapid transit (BRT) telah dipilih oleh berbagai kota karena dianggap sebagai transportasi yang paling efektif dipakai secara umum oleh masyarakat. Sistem BRT ini dapat dikelola oleh sektor pribadi, publik, maupun organisasi. Sistem BRT dapat menjadi sebuah alternatif solusi untuk penggunaan yang ramah lingkungan serta ramah lingkungan. Bus merupakan sebuah moda transportasi massal yang fleksibel dalam melakukan perjalanan menuju tujuan. Armada bus yang banyak membuat BRT sebagai transportasi massal yang terus menerus beroperasi sehingga dapat menghemat waktu perjalanan. Karakter dari bus menjadi peluang solusi bagi permasalahan perkotaan karena harga pembangunannya lebih murah dan relatif singkat. Pengalihan penggunaan moda transportasi pribadi ke penggunaan BRT akan memberikan dampak secara tidak langsung pada penurunan polusi udara, penghematan energi, dan penurunan tingkat kemacetan. Keberhasilan di beberapa negara maju yang mampu mengatasi permasalahan perkotaan baik berupa transportasi, lingkungan, dan sosial-ekonomi, mendorong Indonesia untuk mulai membenahi masalah perkotaan melalui bidang transportasi. Keberhasilan perencanaan transportasi dengan menggunakan konsep transit oriented development memicu adanya cita-cita untuk mewujudkan transportasi yang berkelanjutan di Indonesia. Masalah perkotaan yang dihadapi oleh Indonesia adalah tingginya penggunaan kendaraan pribadi, kemacetan, banjir, kualitas kendaraan publik, polusi udara, dan penurunan kualitas lingkungan. Indonesia harus lebih 3
bekerja keras dalam mencapai cita-cita untuk mewujudkan transportasi yang berkelanjutan guna untuk menyelesaikan permasalahan perkotaannya. Berdasarkan Data Statistik Transportasi pada tahun 2015, kendaraan bermotor yang melewati jalan ibukota Indonesia (Jakarta) pada tahun 2014 didominasi oleh kendaraan bermotor (74,66 persen), mobil penumpang (18,64 persen), mobil beban (3,84 persen), mobil bis (2,07 persen) dan terakhir kendaraan khusus (ransus) sekitar 0,79 persen. Angka-angka tersebut semakin meningkat setiap tahun dan memperparah persoalan kemacetan dan permasalahan transportasi lainnya. Beberapa gagasan dengan mengaitkan transportasi sebagai ide untuk mengatasi permasalahan perkotaan dengan pengadaan Transjakarta (Bus Rapid Transit) tahun 2004 dan Jakarta Eco Transport (JET) Monorel yang akan beroperasi pada tahun 2017 mendatang. Penerapan sistem BRT di Indonesia khususnya di Jakarta belum dapat mengurangi kemacetan dan dipertanyakan keberhasilannya. Penerapan TOD seharusnya dapat segera dilaksanakan di Indonesia dan dengan perencanaan area sekitarnya yang tepat akan dapat menyelesaikan permasalahan perkotaan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh keberadaan BRT terhadap pengembangan kota Curitiba dan Bogotá sebagai salah satu alternatif dalam menciptakan kota yang berhasil menerapkan konsep transit oriented development (TOD). Dua kota yang berada di Amerika Selatan ini memberikan pandangan kepada dunia mengenai model dalam bagaimana mengintegrasikan pertimbangan transportasi yang berkelanjutan dalam pengembangan infrastruktur jalan dan pengembangan masyarakat setempat di sekitar area transit (Burgess, 2010). Peninjauan secara mendalam tersebut juga dapat diharapkan mampu menjelaskan bagaimana hubungan antara faktor yang mempengaruhi dengan keberagaman bentuk penerapannya sehingga dapat dijadikan pembelajaran bagi negara berkembang, khususnya Indonesia. 4
1.2. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 1.2.1. Rumusan Masalah Dua negara yang telah berhasil menerapkan konsep TOD dengan layanan transportasi massal berupa BRT dalam pembangunan kotanya dapat dilihat strategi apa saja yang menjadikan TOD dapat diterapkan dengan baik. Strategi inilah yang dapat dijadikan pembelajaran atau rekomendasi bagi Indonesia untuk menerapkannya yang juga tidak lepas dari permasalahan transportasi berupa kemacetan ataupun urban sprawl. 1.2.2. Pertanyaan Penelitian Adapun penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah keragaman bentuk penerapan konsep TOD yang dilakukan oleh Bogotá dan Curitiba? 2. Bagaimana hubungan layanan BRT dengan konsep TOD di Bogotá dan Curitiba? 3. Apa saja faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerapan BRT yang mendukung konsep TOD di Bogotá dan Curitiba? 4. Bagaimana pembelajaran yang dapat diterapkan di Indonesia dari penerapan sistem BRT di Bogotá dan Curitiba untuk menerapkan konsep TOD? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi keragaman bentuk penerapan konsep TOD yang dilakukan oleh Bogotá dan Curitiba. 2. Mengidentifikasi hubungan layanan BRT dengan konsep TOD di Bogotá dan Curitiba 3. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerapan BRT yang mendukung konsep TOD di Bogotá dan Curitiba 4. Membawa pembelajaran yang dapat diterapkan di Indonesia dari penerapan sistem BRT di Bogotá dan Curitiba untuk menerapkan konsep TOD. 5
1.4. Manfaat Penelitian Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan akan dapat memperkaya ilmu perencanaan kota terkait permasalahan transportasi dengan pembangunan sistem BRT untuk mendukung konsep transit oriented development (TOD). Manfaat dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Memberikan deskripsi dan penjelasan mengenai hubungan dari layanan BRT untuk mendukung konsep TOD yang terdapat di Kota Bogotá dan Curitiba; 2. Mengetahui hubungan antar persamaan dan perbedaan bentuk penerapan TOD dengan faktor-faktor yang mendukung di masing-masing kota yang menjadi objek studi; 3. Mengetahui faktor apa saja yang paling mendasar untuk mempengaruhi bentuk penerapan TOD dengan adanya layanan BRT sebagai alat transportasi utamanya. 1.5. Batasan Penelitian Penelitian ini memiliki batasan dan ruang lingkup sebagai berikut: 1. Pembahasan mengenai bentuk keragaman penerapan konsep TOD yang yang dilakukan oleh Kota Bogotá dan Curitiba 2. Pembahasan mengenai hubungan antara penerapan terkait elemen sistem BRT untuk mendukung konsep TOD pada masing-masing kota serta faktor-faktor lain yang terdapat pada masing-masing kota. 1.6. Keaslian Penelitian Penelitian tentang konsep transit oriented development (TOD) sudah banyak dilakukan dengan metode yang beragam. Di bawah ini akan dijelaskan penelitian-penelitian yang berfokus pada konsep TOD. Fahdiana Yuniasih pada tahun 2007 pernah meneliti tentang Optimalisasi Sirkulasi dalam TOD berbasis kawasan transit Intermoda dan Perancangan Model Pengembangan Kawasan TOD Dukuh Atas. Dalam tesisnya dengan judul Perancangan Kawasan Transit Oriented Development Dukuh Atas Berdasarkan Optimalisasi Sirkulasi, Yuniasih meneliti dengan metode Synoptic. Yuniasih 6
meneliti dilihat dengan dua fungsi utama yaitu pusat pengembangan baru berbasis ekonomi dan fasilitas transit. Peneliti lainnya. Septian Sofoewan Permana tahun 2012 meneliti tentang keberhasilan penerapan TOD di Kota Curitiba dan Bogotá sebagai pembelajaran Kota Yogyakarta. Permana meneliti dengan metode deduktifkualitatif. Pada skripsi Deliane Poet Riayu Siregar pada tahun 2011 dengan judul Perencanaan Transit Oriented Development (TOD) di Jakarta Pusat berfokus pada perencanaan TOD dalam skala kota di Jakarta Pusat yakni terhadap kawasan Dukuh Atas, Senen, dan Harmoni dan perancangan detail TOD di Kawasan Senen. Perencanaan dilakukan pada tahun 2015 di Kawasan Senen. Selanjutnya perencanaan yang dilakukan oleh Vera Aprilia Virdyana pada tahun 2014 berfokus pada Stasiun Monorel di kawasan Bekasi Timur dengan konsep TOD untuk mengatasi banyaknya jumlah komuter yang menggunakan kendaraan pribadi dalam skripsinya dengan judul Perencanaan Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Menuju Sistem Transportasi Berkelanjutan di Stasiun Monorel Bekasi Timur. Perencanaan tersebut memiliki perbedaan lokasi dan fokus. Ratu Rahmi Hilna W pernah meneliti tentang peluang Stasiun Bogor dalam penerapan kawasan transit oriented development dalam skripsinya yang berjudul Peluang dan Tantangan Penerapan Transit Oriented Development (TOD) pada Penataan Kawasan Stasiun Bogor pada tahun 2015. Metode yang digunakan adalah deduktif-kualitatif-kuantitatif paradigma rasionalistik dengan lokasi di Stasiun Bogor. Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dari segi fokus, lokasi dan metodenya dengan penelitian atau perencanaan sebelumnya. Penelitian yang penulis lakukan berfokus pada hubungan layanan Bus Rapid Transit (BRT) dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) yang diimplementasikan di kota Bogota dan Curitiba. Di samping itu, penelitian ini juga menelusuri faktor apa saja yang mempengaruhi keberagaman konsep TOD yang diterapkan di kedua kota tersebut. 7