BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat, menyebabkan peningkatan kebutuhan akan lahan. Adanya intervensi penduduk terhadap lahan, menyebabkan terjadinya pembukaan lahan untuk kebutuhan penduduk seperti pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan pertambangan. Jika dibiarkan terus menerus, degradasi lahan dan terbentuknya lahan kritis tidak dapat dihindari lagi (Sarjono, 2009). Namun tidak sedikit juga terdapat beberapa kawasan hutan yang gersang, di tumbuhi semak belukar tanpa ada tanaman kehutanan dan dibiarkan begitu saja. Sehingga membutuhkan penanganan yang serius terhadap lahan-lahan kritis dan tidak produktif seperti itu. Mengingat manusia selalu membutuhkan lahan, maka adanya lahan-lahan kritis yang tidak produktif seperti diatas, tidak boleh dibiarkan begitu saja. Mengingat kebutuhan dan persaingan penggunaan lahan yang selalu meningkat, baik untuk keperluan kehutanan, pertanian, perkebunan, industri maupun untuk keperluan lainnya, dibutuhkan pemikiran yang seksama untuk dapat mengambil keputusan yang paling menguntungkan dari pemanfaatan sumberdaya lahan yang terbatas. Perencanaan penataan kembali penggunaan lahan sangat dibutuhkan agar lahan dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien 1
2 dengan tetap memperhatikan aspek produksi dan kelestarian lingkungan (Senawi, 1999). Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki fungsi pengumpul, penyimpan dan penyalur air, sedimen, unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui outlet tunggal, perlu mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini karena diera otonomi daerah sekarang ini, pengelolaan sumberdaya alam lebih dipengaruhi oleh batas-batas administratif. Padahal DAS sebagai suatu wilayah bentang lahan dengan batas topografi membawa konsekuensi bahwa batas DAS tidak berhimpit dengan batas administratif (Soedjoko, Sri Astuti dan Hatma Suryatmojo, 2005). DAS sebagai wilayah kesatuan ekosistem bermakna bahwa satu kesatuan ekologis, dimana jasad hidup termasuk manusia dan lingkungannya saling berinteraksi secara dinamik dan terdapat saling ketergantungan komponenkomponen penyusunnya. Kegiatan dalam DAS menyangkut berbagai aspek seperti fisik, sosial, ekonomi, dll. Maka dari itu keterpaduan dalam berbagai aspek dalam pengelolaan DAS sangat diperlukan, termasuk didalamnya pengelolaan lahan melalui kegiatan rehabilitasi lahan serta konservasi tanah dan air. Maka dari itu, pengembangan hutan rakyat di kawasan DAS sebagai bagian dari pengelolaan DAS, diharapkan dapat meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat setempat sehingga keberadaan DAS benar-benar dirasakan manfaatnya (Soedjoko, Sri Astuti dan Hatma Suryatmojo, 2005). Pada awalnya, sebagian besar kemunculan hutan rakyat berangkat dari usaha penanganan lahan kritis. Di Jawa, hutan rakyat diperkenalkan melalui
3 program Karang Kitri. Penghijauan pekarangan dan lahan-lahan rakyat yang gundul untuk konservasi tanah dan air serta perbaikan lingkungan diupayakanlah pengembangan dan pembangunan hutan rakyat. Seiring perkembangan waktu, hutan rakyat dikembangkan pula untuk perbaikan ekonomi sosial masyarakat dan pemenuhan kebutuhan bahan baku industri (Purwanto dkk, 2004). Pengelolaan sumber daya alam yang berdasarkan inisiatif masyarakat sendiri merupakan ciri khas dari hutan rakyat. Umumnya memang hutan rakyat dikembangkan di lahan milik masyarakat, tapi dalam kasus sub DAS Temon dikembangkan di lahan DAS. Dan masyarakat sebagai pengelola utama mendapatkan manfaat dari keberadaan lahan DAS. Sehingga terjadi saling menguntungkan antara pengelolaan DAS dan masyarakat, dari segi konservasi dan ekonomi. Bahkan sumbangan terhadap produksi kayu dari hutan rakyat di banyak tempat di Jawa menunjukkan signifikansi yang nyata (Awang dkk, 2002). Pemerintah melalui program pembangunan hutan rakyat berusaha untuk mengatasi masalah kerusakan hutan dan erosi yang telah dimulai dari tahun 1961, dengan program Pekan Penghijauan Nasional yang melibatkan masyarakat dalam rehabilitasi dan konservasi tanah. Hal ini terus dikembangkan dengan berbagai pola pengelolaan lahan hutan. Salah satunya memanfaatkan lahan-lahan petani maupun lahan-lahan pemerintah yang tidak produktif untuk dikembangkan menjadi usaha wanatani (agroforestry) (Purwanto dkk, 2004). Pengembangan hutan rakyat perlu memperhatikan beberapa hal untuk memaksimalkan hasil. Dukungan data tentang karakteristik lahan, iklim, dan persyaratan tumbuh tanaman serta perangkat analisa yang akurat mutlak
4 dibutuhkan. Pemilihan jenis tanaman kehutanan yang sesuai dengan karakteristik lahan diperlukan karena berpengaruh terhadap pengembangan potensi hutan rakyat dalam hal ekosistem, tata air, dan fungsi sosial ekonomi. Untuk lahan kritis atau tanah yang memiliki topografi berat, pemilihan jenis dilakukan dengan pertimbangan khusus selain faktor ekonomi juga faktor jenis tanaman yang mampu menghambat laju erosi, memperbaiki struktur tanah dan suplai nitrogen dalam tanah serta dapat menyimpan ketersediaan air tanah. Pemilihan jenis dengan mempertimbangkan kondisi biogeofisik lahan dan syarat tumbuh tanaman dapat dilakukan dengan bantuan teknologi komputer Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan informasi berupa peta (Setyati, 2008). Kemampuan SIG untuk menyediakan informasi spasial tentang aspek fisik, sosial dan ekonomi sangat penting untuk evaluasi lahan dan perencanaan penggunaan lahan guna pengambilan keputusan yang efektif dan akurat. Analisis kesesuaian lahan beberapa jenis tanaman dengan bantuan SIG diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan hutan rakyat bagi peningkatan sosial ekonomi masyarakat, maupun untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan di kawasan DAS tersebut (Setyati, 2008). 1.2 Permasalahan Pengembangan hutan rakyat di sekitar DAS selain sebagai upaya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, juga yang utama sebagai upaya konservasi lahan. Sehingga memiliki fungsi yang maksimal baik secara ekonomi, sosial maupun ekologi. Jika fungsi utama DAS sebagai konservasi lahan terganggu, maka sistem hidrologis juga akan terganggu, penangkapan curah
5 hujan, resapan dan penyimpanan airnya menjadi sangat berkurang. Bahkan dengan kondisi lahan terbuka di sebagian kawasan sub DAS Temon, berpotensi besar terjadi ancaman erosi yang dapat merusak produktivitas lahan. Wilayah hutan yang tergolong tidak terlalu luas di sub DAS Temon, hanya 10,91 % dari total luasan sub DAS 6833,22 hektar, dan intensifnya penggunaan lahan oleh penduduk menyebabkan luasan hutan semakin berkurang. Keberadaan lahan-lahan terbuka di beberapa tempat, perlu upaya serius untuk memaksimalkan penggunaannya. Dalam rangka memaksimalkan potensi kawasan, keberadaan lahan terbuka dapat dimanfaatkan untuk pengembangan hutan rakyat. Sehingga perlu pemilihan jenis tanaman yang tepat sebagai upaya konservasi lahan dan peningkatan produktivitas lahan. Pemilihan tidak cukup dipandang dari segi ekonomi saja, melainkan juga dari segi ekologis berdasarkan kesesuaian lahan. Terdapat beberapa jenis tanaman kehutanan di sub DAS Temon saat ini, antara lain jati, sengon, mahoni, sonokeling, dan akasia. Tanaman jati dan akasia tumbuh dominan di hutan sub DAS Temon disamping mahoni, dan sengon. Keberadaan jenis tanaman yang masih berdasarkan spesies lokal, perlu di evaluasi dengan analisis kesesuaian lahan untuk mendapatkan kesesuaian jenis tanaman yang tepat sehingga menguntungkan dari segi konservasi dan ekonomi. Dalam hal ini tanaman yang dipertimbangkan terbatas pada beberapa jenis yaitu jati, akasia, mahoni, sengon, dan kayu putih.
6 Dari hal diatas menimbulkan beberapa permasalahan diantaranya: 1. Bagaimana kesesuaian beberapa jenis tanaman kehutanan di lokasi penelitian? 2. Bagaimana arahan jenis tanaman kehutanan untuk pengembangan hutan rakyat di wilayah penelitian? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dilakukan adalah : 1. Menganalisis kesesuaian lahan beberapa jenis tanaman kehutanan berdasarkan karakteristik dan kualitas lahan di sub DAS Temon. 2. Menentukan jenis tanaman kehutanan yang sesuai untuk pengembangan hutan rakyat di sub DAS Temon. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Menjadi bahan acuan dan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam kegiatan tata guna lahan 2. Menjadi bahan acuan dan masukan bagi masyarakat setempat untuk peningkatan produktivitas lahan yang tetap memperhatikan faktor ekologis lingkungan 3. Menerapkan teknologi Sistem Informasi Geografis untuk analisis kesesuaian lahan beberapa jenis tanaman kehutanan