! "! BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Permasalahan Trading dalam sudut pandang bahasa memiliki arti perdagangan, secara khusus trading diartikan sistem perdagangan secara online yaitu lewat perangkat teknologi internet (Wira, 2010), dengan sistem ini investor tidak perlu lagi datang atau repot menelepon kantor pialang (broker) namun cukup dengan menggunakan akses internet untuk mendapatkan informasi. Para pelaku yang melakukan jual beli di pasar valuta asing dan saham disebut juga sebagai pemain valuta asing, pengelola portofolio, atau trader. Wira (2010) mengungkapkan bahwa trading merupakan sebuah bentuk bisnis berupa aktivitas jual beli layaknya orang melakukan transaksi jual beli di pasar tradisional atau modern. Jika di pasar tradisional atau modern yang diperjualbelikan berupa barang kebutuhan sehari-hari, maka dalam trading yang diperjualbelikan adalah saham, mata uang asing, komoditas, dan sebagainya. Secara umum, aktivitas dalam trading sama halnya dengan melakukan perdagangan konvensional. Sebagai contoh, pelaku trading akan membeli mata uang asing dengan harga rendah dan dijual lagi pada harga yang lebih tinggi. Para pelaku pasar valuta asing mendapatkan keuntungan transaksi melalui perbedaan nilai mata uang yang mereka gunakan. Nopirin (1996) mengatakan bahwa pertukaran antara dua mata uang yang berbeda akan mendapatkan perbandingan perbedaan nilai antara kedua mata uang tersebut dinamakan sebagai kurs. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Abimanyu (2004) bahwa kurs valuta asing adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara
! #! lain. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kurs valuta asing adalah nilai pertukaran dari mata uang suatu negara terhadap nilai mata uang negara lainya. Widoatmojo (2008) mengungkapkan bahwa kecerdasan intelektual dalam proses trading meliputi kemampuan, kepiawaian, strategi, teknik, dan teori-teori investasi sehingga pemain valuta asing dapat mengukur probabilitas keberhasilan transaksi yang dilakukannya. Jangka waktu yang dibutuhkan dalam bisnis trading ini relatif singkat untuk memperoleh keuntungan dengan cepat. Hal ini dikarenakan pasar selalu berubah dari waktu ke waktu. Seorang pemain valuta asing membutuhkan kemampuan untuk membaca pergerakan pasar pada saat itu. Berbekal membaca kondisi pasar pada saat itu, seorang pemain valuta asing dapat mengantisipasi pergerakan harga di masa yang akan datang. Darmaji dan Fakhrudin (2001) mengungkapkan terdapat dua jenis trading yang umum dilakukan di masyarakat yaitu saham dan forex (foreign exchange). Keduanya memiliki persamaan untuk mendapatkan keuntungan dari selisih pergerakan harga. Wira (2010) mengatakan bahwa transaksi yang dilakukan forex memerlukan broker sebagai perantara dalam membeli dan menjual mata uang asing tersebut, baik dalam kategori tradisional dan online. Perbedaan antara broker tradisonal dan online tersebut ialah, pada broker tradisional dimana yang berperan sebagai broker adalah pihak bank dan money changer sedangkan online ialah dimana orang bisa memantau forex tersebut kapanpun dengan bermodalkan koneksi internet.
! $! Widioatmodjo (2008) mengklasifikasikan jenis pelaku dalam pasar mata uang menjadi beberapa, yaitu Bank Sentral, Bank Komersil, Perusahaan Export/Import, Hedgefunds, dan Broker Forex. Setiap pelaku pasar uang valuta asing dalam melakukan transaksi memiliki satu tujuan yang sama yaitu mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan strategi dan kemampuan yang mereka miliki. Darmawan (2007) membagi pemain valuta asing menjadi tiga tipe dalam melakukan trading menurut jangka waktunya, yaitu Short Term Trader, Mid Term Trader, dan Long Term Trader. Pasar modal yang terkait dengan perdagangan valuta asing tidak dapat dipisahkan dari ketidakpastian. Analisis yang dilakukan pemain valuta asing menggunakan analisis masa lalu untuk memprediksi kondisi ekonomi ke depan (Bhrem & Kassim, 1996). Pemain valuta asing memiliki target-target tertentu dalam mencapai jumlah nominal nilai tukar dari hasil valas yang dilakukan. Walaupun mereka memiliki jam kerja di tempat masing-masing namun peredaran uang, peningkatan, dan penurunan nilai mata uang terus berlangsung terjadi. Diskusi yang dilakukan bersama kepala divisi dari Bank X dan BNI46 pada tanggal 3 September 2014 serta 23 September 2014 mengungkapkan bahwa lingkungan pekerjaan yang memiliki tekanan terus-menerus baik dalam jam kerja maupun di luar jam kerja dapat menimbulkan stres berupa kecemasan di luar jam kerja bagi pemain valuta asing dimana masing-masing dari mereka dapat mengalami keuntungan maupun kerugian sewaktu-waktu. Stres akan resiko kegagalan serta ketidak pastian yang mereka rasakan melebihi jam kerja pada umumnya sehingga dapat menimbulkan kelelahan fisik maupun mental yang merupakan salah satu faktor-faktor penyebab stres kerja. Kelelahan fisik maupun mental yang dialami pemain valuta asing lebih lanjut dapat menjadi masalah kesehatan yang lebih serius.
! %! Suasana di dalam dealing room yang mengharuskan setiap pelaku pasar valuta asing sudah di atur sedemikian rupa agar memiliki kondisi lingkungan yang nyaman seperti menggunakan pendingin ruangan, penerangan cahaya di dalam kantor, hingga fasilitas layar besar yang menunjukan angka-angka pergeseran nilai mata uang disediakan di sana. Namun mereka juga harus terus memprediksi kemungkinan akan meningkat atau menurunnya harga komoditas yang mereka miliki. Kegagalan yang mereka alami tidak semata-mata berada dalam angka yang rendah namun berada pada angka yang tinggi. Kegagalan yang mereka lakukan tentunya menjadi tanggung jawab masing-masing serta kepala divisi. Hal ini menunjukan bahwa tanggung jawab yang mereka miliki begitu besar serta resiko kegagalan akan terus ada kapanpun dan dimanapun mereka melakukan transaksi. Resiko kegagalan, sesuatu yang tidak pasti, dan tanggung jawab yang mereka hadapi merupakan faktor stres kerja dan dapat menimbulkan gejala-gejala akan stres kerja. Gejala-gejala stres kerja yang muncul pada pemain valuta asing ditunjukan melalui faktor perilaku seperti menurunnya produktifitas, banyaknya kegagalan dalam bertransaksi yang mereka lakukan, hingga diberlakukannya kebijakan grounded (pemberhentian sementara) bagi pemain valuta asing dalam bertransaksi. Adapun gejala stres kerja dari diri sendiri yang mereka tunjukan ketika mengalami peningkatan stres kerja seperti memburuknya hubungan sosial yang mereka miliki, sering melamun ketika bekerja, berkurangnya daya konsentrasi, meningkatnya absensi kerja, dan lainnya. Gangguan-gangguan secara fisik juga ditunjukan oleh pemain valuta asing yang mengalami peningkatan stres kerja, gejala stres kerja yang muncul ditandai dengan adanya gangguan pada daerah kepala seperti pusing dan migrain, gangguan pada daerah pernafasan, serta gangguan pada daerah pencernaan yang menghambat
! &! pekerjaan mereka. Respon dari stimulus yang ditunjukan sebagai gejala stres kerja kemudian akan membentuk perilaku-perilaku menyimpang yang dihasilkan dari gejala stres kerja. Stres kerja tidak selamanya merupakan hal yang buruk. Selye (1983) membagi stres menjadi 2 tipe, yaitu eustress dan distress. Eustress merupakan perasaanperasaan yang bersifat positif bagi seseorang, yang dialami karena mendapatkan penghargaan (reward) atas dasar prestasi dari hasil pekerjaan yang dilakukannya. Tipe stres yang kedua disebut juga sebagai distress, yaitu perasaan-perasaan yang bersifat negatif bagi seseorang dan dapat menyebabkan prestasi kerjanya mengalami penurunan. Distress yang dialami oleh seseorang dapat mengganggu atau menghambat individu untuk berprestasi dalam organisasi. Stres dalam jumlah tertentu dapat mendorong seseorang untuk menciptakan gagasan dan ide yang inovatif (eustress), sedangkan stres yang melewati titik optimalnya akan dirasakan menjadi suatu perasaan yang mencemaskan (distress). Stres tidak selalu berakibat negatif, Townsend (2000) mengungkapkan bahwa stres yang bersifat positif adalah salah satu tipe stres yang memotivasi seseorang untuk mencapai sesuatu. Suatu perusahaan atau organisasi yang memiliki banyak karyawan yang mengalami stres kerja maka produktivitas dan kinerjanya akan terganggu. Banyaknya karyawan yang mengalami stres kerja dalam suatu organisasi dapat menghambat kinerja yang ada di dalamnya dan jika dibiarkan saja dapat menimbulkan masalah yang lebih besar ke depannya. Stres yang dialami oleh karyawan memiliki korelasi terhadap penurunan prestasi kerja, peningkatan absensi kerja, serta tendensi dalam mengalami kecelakaan kerja (Schuller, 1996). Stres kerja dapat menimbulkan dampak negatif yaitu memicu terjadinya kekacauan, hambatan
! '! dalam manajemen dan operasional kerja, mengganggu aktivitas kerja, hingga menurunkan pemasukan dan pengeluaran perusahaan. Stres merupakan respons adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan perilaku pada anggota organisasi. Perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan menunjukkan beberapa perilaku seperti suka menyendiri, kesulitan untuk tidur, merokok dalam jumlah berlebihan, tidak rileks, cemas, tegang, gugup, perasaan tidak tenang, mengalami gangguan pencernaan, hingga emosi yang tidak stabil (Anwar, 2008). Kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan dikarakteristikkan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka (Robbins, 2006). Perilaku yang ditimbulkan ketika seseorang sedang mengalami stres dapat berbeda satu sama lain walaupun dibawah tekanan pekerjaan yang sama. Hal ini dapat terjadi tergantung dari masingmasing karakteristik orang dalam menghadapi tekanan yang ada dilihat melalui faktor-faktor lingkungan yang potensial memunculkan stres. Terdapat sejumlah kondisi kerja yang dapat menyebabkan para pekerja mengalami stres dilihat dari tekanan atau desakan waktu, iklim politis yang tidak aman, hingga konflik antar pribadi dan antar kelompok (Handoko, 2001) Gejala stres kerja yang muncul dan dirasakan oleh pemain valuta asing yang memiliki kondisi kerja di bawah tekanan serta waktu menimbulkan beberapa gejala seperti berkurangnya nafsu makan, gangguan tidur, hambatan dalam bersosialisasi, hingga gejala lainnya (Yoopi, 2004). Gejala yang muncul dapat menghambat kinerja karyawan, mengganggu kesehatan fisik dan mental, hingga dalam kasus yang paling ekstrem dapat mengambil jalan pintas terburuk. Stres kerja yang muncul perlu
! (! ditangani dan ditanggulangi secepat mungkin agar pemain valuta asing dapat melakukan pekerjaannya kembali secepat mungkin. Penanggulangan terhadap stres kerja dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan cara meningkatkan kecerdasan emosi seseorang atau meningkatkan EI (Emotional Intelligence). Goleman (2001) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan perasaan-perasaan tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan, sehingga kecerdasan emosi sangat diperlukan untuk sukses dalam bekerja dan menghasilkan kinerja yang baik dalam pekerjaan. Kecerdasan emosi dalam pertukaran valuta asing dibutuhkan agar pekerja mampu mengambil keputusan tanpa terbawa suasana. Sehingga dalam kemungkinan terburuk ketika pemain valuta asing mengalami kerugian mereka tetap mampu untuk berfikir jernih dan mengambil tindakan berikutnya agar tidak mengalami kerugian yang lebih besar. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Patton (1998) bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosi akan mampu menghadapi tantangan dan menjadikan seorang manusia yang penuh tanggung jawab, produktif, dan optimis dalam menghadapi serta membuat penyelesaian masalah, dimana hal tersebut sangat dibutuhkan di dalam dunia kerja. Kecerdasan emosi saat ini merupakan hal yang banyak dibicarakan dan diperdebatkan. Banyak penelitian yang membahas dan menjawab persoalan mengenai kecerdasan emosi tersebut di dalam lingkungan organisasi dan perusahaan. Kehadiran kecerdasan emosi sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang telah mengundang pro dan kontra. Carusso (2004) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa walaupun ia mendukung keberadaan kecerdasan emosi tetapi pada kenyataannya kecerdasan intelektual yang diukur dengan IQ masih merupakan
! )! hal yang penting dalam kesuksesan kerja. Hal ini dapat dipahami karena dalam bekerja bukan hanya tindakan untuk melaksanakan pekerjaan tetapi juga kecerdasan dalam memecahkan masalah (Schultz, 1994). Riggio (2000) memiliki pendapat yang berbeda, penelitian yang pernah dilakukannya menyebutkan bahwa kecerdasan intelektual saja tidak terlalu memadai karena kecerdasan intelektual hanyalah suatu alat. Sementara itu dalam penelitian Boyatzis (2001) menemukan bahwa beberapa konsultan dan agen penjualan yang memiliki skor kompetensi EQ yang tinggi ternyata menghasilkan kinerja dan pendapatan yang lebih baik. Laporan tambahan dari Hay/Mcber Research menghasilkan riset penelitian yang menunjukan bahwa kecerdasan emosi ternyata mampu meningkatkan rata-rata kinerja tenaga penjualan (Sala, 2004). Penelitian yang menghubungkan antara stres kerja dan kecerdasan emosi telah dilakukan oleh Octasela (2001) dan Boyatzis (2001). Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan hasil bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi karyawan, maka semakin rendah tingkat stres kerja, sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi, maka semakin tinggi tingkat stres kerja. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara stres kerja dan kecerdasan emosi. Semakin tinggi skor kecerdasan emosi, maka semakin rendah stres kerja. Berdasarkan uraian mengenai fenomena permasalahan di atas tersebut maka peneliti ingin melihat bagaimana hubungan stres kerja mempengaruhi kecerdasan emosi yang dimiliki oleh pemain valuta asing yang bekerja di berbagai tempat.
! *! 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan kecerdasan emosi dengan tingkatan stres para pekerja yang bertindak sebagai pemain valuta asing sehingga dapat diketahui secara pasti bagaimana stres yang mereka alami dan dapat mengganggu produktifitas mereka. 1.3 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian yang ingin dilakukan ini untuk memberikan gambaran yang lebih baik mengenai hubungan kecerdasan emosi dengan tingkatan stres terhadap para pemain valuta asing sehingga kita mampu memahami bagaimana kecerdasan emosi seseorang dapat berperan penting terhadap manajemen stres kerja di lingkungan valuta asing.