IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pegaruh Perlakuan terhadap Produksi Hijauan (Bahan Segar) Produksi hijauan segar merupakan banyaknya hasil hijauan yang diperoleh setelah pemanenan terdiri dari rumput dan legum dalam bentuk segar. Produksi hijauan ini didapat pada umur 60 hari setelah ditanam. Pemanenan dilakukan dengan menyisakan batang ± 5 cm di atas permukaan tanah, kemudian hasilnya langsung ditimbang. Hasil produksi hijauan bahan segar yang dihasilkan pada pernanaman campuran antara rumput Brachiaria humidicola dengan legum (sentro, kudzu, dan kalopo) disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Produksi Hijauan Bahan Segar pada berbagai Perlakuan Kelompok Perlakuan 1 2 3 4... kg... 1 2,6 3,6 7,0 9,7 2 2,5 2,0 7,7 4,6 3 2,4 3,7 10.0 4,6 4 2,4 2,4 9,6 2,6 5 3,0 1,9 9,2 3,7 6 0,7 2,2 2,6 3,6 Rata-rata 2,3 2,6 7,7 4,8 Keterangan: P1 = Rumput Brachiaria humidicola P2 = Rumput Brachiaria humidicola + Sentro (Centrosema pubescens) P3 = Rumput Brachiaria humidicola + Kudzu (Pueraria phaseloides) P4 = Rumput Brachiaria humidicola + Kalopo (Calopogonium mucunoides) Berdasarkan Tabel 7, produksi hijauan bahan segar penanaman campuran antara rumput Brachiaria humidicola dengan legum (sentro, kudzu, dan kalopo) sangat bervariasi dengan kisaran rata-rata 2,3 hingga 7,7 kg. Pada perlakuan yang
39 hanya menggunakan rumput Brachiaria humidicola menghasilkan produksi hijauan bahan segar rata-rata 2,3 kg. Perlakuan rumput Brachiaria humidicola dengan sentro (Centrosema pubescens) menghasilkan rata-rata 2,6 kg, sedangkan perlakuan rumput Brachiaria humidicola dengan kudzu (Pueraria phaseloides) menghasilkan rata-rata 7,7 kg lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan antara rumput Brachiaria humidicola dengan kalopo (Calopogonium mucunoides) yang menghasilkan rata-rata 4,8 kg. Berdasarkan data penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil produksi hijauan bahan segar pada pernanaman campuran sangat ditentukan dengan jenis legum yang ditanam bersamaan dengan rumput. Guna untuk melihat sampai sejauh mana penanaman campuran berpengaruh terhadap produksi hijauan bahan segar dilakukanlah analisis ragam (Lampiran 2). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh (P<0,05) terhadap produksi hijauan bahan segar. Lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji jarak berganda Duncan yang disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Analisis Jarak Berganda Duncan Bahan Segar Hijauan Perlakuan Rata-rata Signifikasi (0,05)** kg P1 2,3 a P2 2,6 b P4 4,8 b P3 7,7 c Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Berdasarkan Tabel 8, produksi hijauan bahan segar paling tinggi (P<0,05) dihasilkan oleh perlakuan P3, yaitu pada campuran rumput Brachiaria humidicola dengan legum kudzu (Pueraria phaseloides) sedangkan paling rendah dihasilkan pada perlakuan P1 yaitu rumput Brachiaria humidicola saja.
40 Produksi segar total biomassa hijauan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Penanaman rumput Brachiaria humidicola dengan legum kudzu menunjukkan produksi biomassa tertinggi. Pada dasarnya semua jenis legum yang digunakan pada penelitian ini morfologinya mirip. Tipe daunnya berdaun tiga (Trifoliate). Semua legum pada penelitian ini juga merupakan legum yang dapat menjalar, membelit, dan memanjat. Namun, kudzu mempunyai penampang daun yang lebih luas dari kedua legum yang lain. Kudzu mempunyai panjang daun 5-12 cm dan lebar 2-11 cm, Kalopo 4-10 cm dan 2-5 cm, serta Sentro 1,5-7 cm dan 0,6-4,5 cm (Bogdan, 1977; Skerman dan Riveros, 1990). Penanaman campuran antara rumput Brachiaria humidicola dengan ketiga legum yang berbeda ternyata menghasilkan produksi hijauan yang berbeda-beda. Fungsi dari penanaman campuran ini salah satunya yaitu untuk meningkatkan produksi hijauan dibandingkan dengan penanaman monokultur, selain itu dapat pula meningkatkan kesuburan tanah. Produksi hijauan dapat meningkat apabila terjadi kecocokan antara rumput dan legum yang ditanam pada penanaman campuran, dan tidak terjadinya persaingan antara satu dengan lainnya, sehingga rumput dan legum dapat berkembang dengan baik serta menghasilkan produksi hijauan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Mansur (2005) salah satu keuntungan dari sistem penanaman campuran yaitu dapat meningkatkan produktivitas lahan per satuan luas dan produksi hijauan pada penanaman campuran lebih tinggi dibandingkan dengan monokultur. Simbiosis legum dengan rhizobium mampu memfiksasi nitrogen dari udara, sehingga kebutuhan nitrogen bagi tanaman dapat terpenuhi (Islami, 1995). Bahkan nitrogen tersebut tidak hanya untuk tanaman legum inang, tetapi dapat juga digunakan untuk tanaman yang lainnya yang ditanam bersama tanaman
41 legum. Rerumputan yang ditanam bersama dengan tanaman leguminosa dapat dibantu ketersediaan dan penyerapan nitrogennya dari nitrogen hasil fiksasi rhizobium yang ada pada bintil akar leguminosa (Giller dan Wilson, 1991), selanjutnya Juhaeni dkk (1983) legum dapat menjadi pemasok unsur nitrogen bagi rumput yang ditanam bersamanya, sehingga hasil rumput pada pertanaman campuran menjadi lebih tinggi dibandingkan pada pertanaman monokultur rumput saja. Perbedaan banyaknya produksi hijauan segar yang dihasilkan salah satunya ditentukan oleh faktor genetik dari legum itu sendiri dan pengaruh ketersediaan unsur hara pada sistem penanaman. Walaupun tanaman leguminosa dapat mensuplai nitrogen pada tanah tetapi tidak semua hasil fiksasi nitrogen pada setiap tanaman sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Havlin dkk (1999) kemampuan dalam memfiksasi nitrogen yang tersedia tergantung kepada jumlah nitrogen yang difiksasi dan jumlah residu tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah. Hasil dari penelitian Susilawati (2011) kemampuan fiksasi nitrogen antara legum sentro, kudzu, dan kalopo berbeda, yaitu kemampuan fiksasi nitrogen tanaman kudzu (Pueraria phaseloides) lebih tinggi dibandingkan kedua jenis legum lainnya sebesar 3,99 aktivitas fiksasi nitrogenase ppm tanaman -1 jam -1, sedangkan legum sentro memiliki kemampuan rataan aktivitas fiksasi nitrrogenase sebesar 3,05 ppm tanaman -1 jam -1, dan kalopo sebesar 3,70 ppm tanaman -1 jam -1. Hal selanjutnya yang menjadi faktor yang mempengaruhi produksi hijauan adalah karakteristik dari jenis legum tersebut yaitu kemampuan merambat dan melilit sehingga dapat menghambat pertumbuhan, tetapi disisi lain dapat meningkatkan produksi hijauan legum. Pada Tabel 7. Produksi hijauan segar tertinggi yaitu kudzu dengan rataan 7,7 kg, artinya bahwa legum kudzu (Pueraria
42 phaseloides) cocok ditanam dengan rumput Brachiaria humidicola) karena tidak terlihat adanya persaingan antara rumput dan legum, maupun persaingan dengan gulma. Menurut Reksohadiprodjo (1985) kudzu mempunyai batang kuat dan berbulu, mempunyai stolon yang dapat mengeluarkan akar dari tiap ruas batangnya yang bersinggungan dengan tanah, perakarannya dalam dan beracabang-cabang, mencegah erosi, tahan musim kemarau, tahan permukaan air yang tinggi. Dilanjutkan oleh Maulidesta (2005) jenis legum kudzu mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menekan pertumbuhan gulma dan dapat dijadikan tanaman penutup tanah. 4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Hijauan (Bahan Kering) Produksi hijauan bahan kering merupakan banyaknya hasil hijauan yang diperoleh setelah pemanenan yang terdiri dari rumput dan legum. Produksi hijauan bahan kering yang dihasilkan setelah dilakukan pemanenan selama 60 hari dan dilakukan penimbangan bahan segar, kemudian dikeringkan hingga tidak ada kandungan airnya. Hasil produksi hijauan bahan kering yang dihasilkan pada pernanaman campuran antara rumput Brachiaria humidicola dengan legum (sentro, kudzu, dan kalopo) disajikan pada tabel 9. Tabel 9. Produksi Hijauan Bahan Kering pada berbagai Perlakuan Kelompok Perlakuan 1 2 3 4... g... 1 572 1039 1965 2411 2 551 588 2226 1126 3 517 1229 2928 1153 4 529 752 2828 607 5 660 590 2746 827 6 156 702 725 867 Rata-rata 497 817 2236 1165
43 Keterangan: P1 = Rumput Brachiaria humidicola P2 = Rumput Brachiaria humidicola + Sentro (Centrosema pubescens) P3 = Rumput Brachiaria humidicola + Kudzu (Pueraria phaseloides) P4 = Rumput Brachiaria humidicola + Kalopo (Calopogonium mucunoides) Berdasarkan Tabel 9, produksi hijauan bahan kering penanaman campuran antara rumput Brachiaria humidicola dengan legum (sentro, kudzu, dan kalopo) sangat bervariasi dengan kisaran rata-rata 497 hingga 2236 gram. Pada perlakuan yang hanya menggunakan rumput Brachiaria humidicola menghasilkan produksi hijauan bahan kering rata-rata 497 gram. Perlakuan rumput Brachiaria humidicola dengan sentro (Centrosema pubescens) menghasilkan rata-rata 817 gram, sedangkan perlakuan rumput Brachiaria humidicola dengan kudzu (Pueraria phaseloides) menghasilkan rata-rata 2236 gram lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan antara rumput Brachiaria humidicola dengan kalopo (Calopogonium mucunoides) yang menghasilkan rata-rata 1165 gram. Berdasarkan data penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa banyaknya produksi hijauan bahan kering yang dihasilkan pada penanaman campuran dipengaruhi oleh jenis rumput dan legum yang ditanam dan faktor genetik dari varietas rumput dan legum itu sendiri sehingga akan berpengaruh terhadap produksi hijauan. Guna untuk melihat sampai sejauh mana penanaman campuran berpengaruh terhadap produksi hijauan bahan kering, maka dilakukanlah analisis sidik ragam (Lampiran 4). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh (P<0,05) terhadap produksi hijauan bahan kering, untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukanlah uji jarak berganda Duncan yang disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Analisis Jarak Berganda Duncan Bahan Kering Hijauan Perlakuan Rata-rata Signifikasi (0,05)** g P1 497 a P2 816 a P4 1165 a P3 2236 b Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Berdasarkan Tabel 10, produksi hijauan bahan kering tertinggi dihasilkan oleh P3 sebanyak 2236 gram yaitu campuran antara rumput Brachiaria humidicola dengan kudzu (Pueraria phaseloides). Sedangkan, produksi hijauan bahan kering terendah dihasilkan pada P1 sebanyak 497 gram yaitu pada rumput 44 Brachiaria humidicola saja. Hasil penelitian dari Indra (2006) menunjukkan bahwa produksi bahan kering hijauan pakan tertinggi yaitu pada penanaman campuran antara rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan legum kudzu (Pueraria phaseloides) dengan rataan sebesar 5,48 gram. Hal ini dapat disebabkan karena rumput dan legum memberikan respon yang berbeda pada kondisi lingkungan dan faktor genetik dari tanaman, sehingga dapat mempengaruhi produksi hijauan. Sesuai dengan pendapat Soegito dkk (1992) bahwa setiap varietas tanaman memiliki produksi yang berbeda-beda tergantung pada sifat genetik dari tanaman itu sendiri. Disamping itu, penyerapan unsur hara oleh akar juga dipengaruhi oleh sifat dari tanaman itu sendiri, sehingga setiap varietas memiliki keunggulan masing-masing. Produksi hijauan bahan kering yang dihasilkan pada pola penanaman campuran antara rumput Brachiaria humidicola dengan kudzu salah satunya disebabkan oleh adanya peningkatan pertumbuhan yang lebih baik karena adanya introduksi peranan leguminosa. Legum kudzu memasok unsur hara terutama nitrogen pada akar tanaman leguminosa untuk terjadinya proses fiksasi nitrogen di
45 udara sehingga sintesa zat makanan berjalan dengan baik dan menghasilkan peningkatan biomassa hijauan bahan kering yang paling tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar bahan kering meliputi jenis tanaman, fase pertumbuhan, pemotongan, air, tanah, serta kesuburan tanah (Reksohadiprodjo, 1994). Perbedaan yang sangat nyata dalam produksi hijauan dari jenis leguminosa disebabkan oleh kemampuan dan potensi genetik dari leguminosa tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh legum kudzu (Pueraria phaseloides), dimana tanaman ini mempunyai produksi bahan kering yang relatif tinggi dibandingkan dengan legum sentro dan kalopo. Selain itu, tanaman leguminosa dapat mensuplai nitrogen pada tanah tetapi tidak semua hasil fiksasi nitrogen pada setiap tanaman sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Havlin dkk (1999) yang menyatakan bahwa kemampuan dalam memfiksasi nitrogen yang tersedia tergantung kepada jumlah nitrogen yang difiksasi dan jumlah residu tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah. Hasil dari penelitian Susilawati (2011) menunjukkan bahwa kemampuan fiksasi nitrogen antara legum sentro, kudzu, dan kalopo berbeda, yaitu kemampuan fiksasi nitrogen tanaman kudzu (Pueraria phaseloides) lebih tinggi dibandingkan kedua jenis legum lainnya sebesar 3,99 aktivitas fiksasi nitrogenase ppm tanaman -1 jam -1. Menurut Noviani (2011) pemanfaatan proses fiksasi nitrogen sebagai pupuk hayati merupakan teknologi budidaya ramah lingkungan, berkelanjutan, dan mampu meningkatkan produktivitas tanaman. Badley dkk. (2014) menyatakan bahwa penanaman campuran pada padang rumput yang ditanam dengan campuran rumput dan legum berpengaruh nyata, sehingga perbaikan padang penggembalaan ternak dipengaruhi oleh fiksasi nitrogen yang mampu meningkatkan produksi hijauan. Indra (2006) juga menyatakan bahwa pola
46 tumpang sari rumput dan legum merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi hijauan. Maka dari itu, penelitian ini membuktikan bahwa penanaman campuran rumput dan legum menghasilkan hijauan yang lebih tinggi daripada penanaman monokultur yang hanya menggunakan rumput saja. Menurut Reksohadiprodjo (1985) tanaman kudzu memiliki perakaran yang kuat dan batang yang besar sehingga tahan erosi dan musim kemarau yang tidak terlalu panjang. Legum kudzu (Pueraria phaseloides) juga termasuk jenis kacang-kacangan yang merambat dengan batang keras dan berbulu. Pertumbuhannya cepat sehingga pada 5-6 bulan setelah penanaman penutupannya dapat mencapai 90-100% dan pada tahun pertama dapat mendominasi areal perkebunan. Selain itu, legum ini tahan bersaing dengan gulma dan dapat menghasilkan banyak serasah, sedikit tahan terhadap naungan dan kekeringan (Prawirosurokarto dkk. 2005). Oleh karena itu, legum kudzu memiliki produksi terbanyak dibandingkan dengan legum sentro dan kalopo (Tabel 7 dan 9) dilihat dari karakteristik dan keunggulan legum tersebut.