PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668]

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PP 57/1999, KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

1 dari 8 26/09/ :15

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

PP 32/1999, SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

elr 24 Sotnuqri f,ole NPM EIALAMA}.{ PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, Tanda Tangan

BAB I PENDAHULUAN. Pemasyarakatan, Pasal 9 Ayat (1) yang menegaskan : Pasal 2 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang Undang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Institute for Criminal Justice Reform

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN Jalan Veteran No. 11 Jakarta

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai

BAB III PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT MENURUT PERMEN. No.M.2.Pk Th 2007

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Asimilasi. Pembebasan Bersyarat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan narapidana untuk dapat membina, merawat, dan memanusiakan

Transkripsi:

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN UMUM Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bahwa sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas, serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Sistem pemasyarakatan tersebut diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Bertitik tolak dari pemahaman sistem pemasyarakatan dan penyelenggaraannya, program pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di LAPAS dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan oleh BAPAS ditekankan pada kegiatan pembinaan kepribadian dan kegiatan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Agar terdapat keterpaduan dari pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana ditentukan dalam pasal-pasal Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang meliputi: a. Pasal 7 ayat (2) yang mengatur ketentuan mengenai pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di LAPAS dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan oleh BAPAS; b. Pasal 15 ayat (2), Pasal 23 ayat (2), Pasal 30 ayat (2), Pasal 37 ayat (2) dan Pasal 44 yang mengatur ketentuan mengenai program pembinaan Narapidana, Anak Pidana, Anak Negara, dan Anak Sipil serta pembimbingan Klien; c. Pasal 16 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) yang mengatur ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan bagi Narapidana, Anak Pidana, Anak Negara dan Anak Sipil; yang pelaksanaannya perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah, maka pengaturan tersebut diatur dalam satu Peraturan Pemerintah tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi beberapa ketentuan umum yang berlaku di semua bidang pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, antara lain yang menyangkut program-program, kegiatan-kegiatan, dan pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan. Selanjutnya diatur mengenai tahap pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, pemindahan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, dan berakhirnya pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2

Pasal 3 Pasal 4 Penunjukan wali Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dimaksud agar setiap warga Binaan yang bersangkutan dapat dibina dan diamati perkembangannya selama berada dalam pembinaan yang berkesinambungan. Pasal 5 Yang dimaksud dengan "instansi Pemerintah terkait" adalah instansi pemerintah yang lingkup tugasnya meliputi bidang Agama, Pertanian, Pendidikan dan Kebudayaan, Sosial, Kesehatan, Tenaga Kerja, Perindustrian dan Perdagangan, Pemerintah Daerah, dan lain-lainnya. Yang dimaksud dengan "Badan-badan Kemasyarakatan lainnya" misalnya, yayasan, koperasi, dan lembaga swadaya masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan perorangan adalah dokter, psikolog, pengusaha, dan lain-lainnya. Pasal 6 Yang dimaksud dengan "pengendalian atas kegiatan program pembinaan" adalah kegiatan pengawasan, penilaian dan pelaporan dalam pelaksanaan proses pemasyarakatan. Pasal 7 Pasal 8 Yang dimaksud dengan "sarana dan prasarana yang dibutuhkan" antara lain: a. dana pembinaan; b. perlengkapan ibadah; c. perlengkapan pendidikan; d. perlengkapan bengkel kerja; dan e. perlengkapan olah raga dan kesenian.

Yang dimaksud dengan "klasifikasi LAPAS" adalah pembagian LAPAS berdasarkan daya muat, beban kerja dan lokasi. Yang dimaksud dengan "spesifikasi LAPAS" adalah pembagian jenis LAPAS dengan memperhatikan kekhususan kepentingan pembinaan dan keamanan. Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Tidak memungkinkan memperoleh kesempatan asimilasi dan atau integrasi disebabkan Narapidana yang bersangkutan adalah residivis, pidana seumur hidup, pidana mati, atau sering melakukan pelanggaran tata tertib LAPAS, dan sebagainya. Yang dimaksudkan dengan "pembinaan khusus" meliputi perlakuan, pengawasan, dan pengamanan yang lebih bersifat maksimum sekuriti. Pasal 13 Lihat penjelasan Pasal 6 ayat (2). Pasal 14 Pasal 15 Lihat penjelasan Pasal 8 ayat (1). Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18

Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Tidak dimungkinkan memperoleh kesempatan asimilasi dan atau integrasi disebabkan Anak Pidana yang bersangkutan sering melakukan pelanggaran Tata Tertib LAPAS. Pasal 22 Yang dimaksud dengan "sarana dan prasarana pendidikan" adalah sekolah, peralatan pendidikan dan tenaga pengajar. Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Pasal 23 Tidak dimungkinkan memperoleh kesempatan asimilasi dan atau integrasi, disebabkan Anak Pidana yang bersangkutan sering melakukan pelanggaran tata tertib LAPAS. Pasal 24 Pasal 25 Yang dimaksud dengan fasilitas pendidikan adalah Sekolah Dasar dan atau Sekolah Menengah. Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28

Yang dimaksud dengan sewaktu-waktu adalah apabila alasan-alasan yang menghendaki pendidikan di LAPAS Anak sudah tidak ada, atau keberadaan jasmani dan rohani anak tersebut tidak mengizinkan berada dalam LAPAS Anak lebih lama. Pasal 29 Pasal 30 Besarnya biaya pendidikan dan pembinaan Anak Sipil disamakan dengan biaya pendidikan dan pembinaan Anak Negara. Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Lihat penjelasan Pasal 8 ayat (1). Pasal 34 Klasifikasi BAPAS adalah pembagian BAPAS berdasarkan beban kerja dan tempat kedudukan. Pasal 35 Huruf a Yang dimaksud dengan "Terpidana Bersyarat" adalah orang yang dijatuhi pidana tetapi pelaksanaan hukumannya tidak dijalani, kecuali jika Terpidana tersebut sebelum habis masa percobaannya melanggar syarat yang telah ditentukan, maka hakim atas permintaan jaksa memerintahkan supaya orang tersebut menjalani pidananya. Huruf b Yang dimaksud dengan "pembebasan bersyarat" adalah bebasnya Narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan. Yang dimaksud dengan "cuti menjelang bebas" adalah cuti yang diberikan setelah Narapidana menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidananya dengan ketentuan harus berkelakuan baik dan jangka waktu cuti sama dengan remisi terakhir paling lama 6 (enam) bulan. Huruf c

Huruf d Huruf e Huruf f Yang dimaksud dengan pidana pengawasan adalah pidana yang khusus dikenakan untuk anak, yakni pengawasan yang dilakukan oleh Jaksa terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari di rumah anak tersebut, dan pemberian bimbingan yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Huruf g Yang dimaksud dengan "wajib menjalani latihan kerja sebagai pengganti pidana denda" adalah apabila tidak dapat membayar denda, maka diganti dengan wajib latihan kerja yang dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja dengan lama latihan tidak lebih dari 4 (empat) jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari. Pasal 36 Pasal 37 Ayat (4) Pasal 38 Yang dimaksud tindak pidana tertentu adalah tindak pidana yang pidananya pendek (di bawah satu tahun penjara) dan atau pelanggaran lalu lintas. Ayat (5) Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Untuk melaksanakan ketentuan tersebut pada huruf a dan c setelah ada penetapan Hakim Pengadilan Negeri atas permintaan jaksa yang menyatakan agar terpidana bersyarat tersebut menjalani pidana di LAPAS. Pasal 42 Pasal 43

Pasal 44 Pasal 45 Huruf a Pasal 46 Huruf b Yang dimaksudkan "berkas-berkas pembinaan" adalah file Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang memuat penelitian pemasyarakatan, kartu pembinaan, medical record, dan laporan atau keterangan lain yang berkaitan dengan proses pembinaan yang bersangkutan. Huruf c Pasal 47 Yang dimaksud "keadaan darurat" antara lain terjadi huru-hara, bencana alam dan sebagainya. Pasal 48 Pasal 49 Pasal 50 Ayat (4) Pasal 51 Yang dimaksud keadaan tertentu antara lain: "terjadi huru-hara, bencana alam dan sebagainya".

Pasal 52 Pasal 53 Pasal 54 Pasal 55 Pasal 56 Yang dimaksud tempat asalnya adalah tempat di mana perkaranya diputus pada pengadilan tingkat pertama. Pasal 57 Pasal 58 Termasuk dalam pengertian tidak bersedia menerima penyerahan jenazah meliputi juga alamat tidak diketahui atau ditemukan, tidak mampu datang untuk mengurus jenazah. Pasal 59 Pasal 60 Pasal 61 Lihat penjelasan Pasal 58 ayat (2). Pasal 62 Huruf a Pasal 63

Huruf b Huruf c Yang dimaksud dengan alasan tertentu antara lain apabila alasan-alasan yang menghendaki pendidikan di LAPAS Anak sudah tidak ada atas permintaan orang tua/walinya atau keadaan jasmani dan rohani anak tersebut tidak mengizinkan berada di LAPAS Anak lebih lama lagi (dikeluarkan sewaktu-waktu). Huruf d Pasal 64 Pasal 65 Pasal 66 Pasal 67 Pasal 68 Pasal 69 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3845